SEJARAH ISLAM DAN ASWAJA DI BUMI NUSANTARA

  CINTAKU                   Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Khulafaur Rasyidin tepatnya pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Penyebaran Islam di Indonesia masuk melalui dua jalur utama yaitu Jalur Selatan yang bermadzhab Syafi’i (Arab, Yaman, India, Pakistan, Bangladesh, Malaka, Indonesia) dan Jalur Utara (Jalur Sutara) yang bermadzhab Hanafi (Turki, persia, Kazakhstan, Uzbekistan, Afganistan, Cina, Malaka, Indonesia).

Penyebaran Islam semakin berhasil,khususnya di Pulau Jawa sejak abad ke-13 oleh Wali Songo. Dari murid – murid Wali Songo inilah kemudian secara turun – temurun menghasilkan Ulama  ulama besar di wilayah Nusantara seperti Syaikhuna Khoil Bangkalan (Madura), Syaikh Arsyad Al Banjari (Banjar, Kalimantan, Syaikh Yusuf Sulawesi,dan lain lain.

Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.

Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni kebebasanberfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah).

Selama kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja tersebut bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru padasekitar pertengahan dekade 1990 tersebut, muncul gugatan yang mempertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai madzhab, atau lebih tepat dipergunakandengan cara lain?

PENGERTIAN

  1. Pengertian Aswaja secara Bahasa

Ahlun : keluarga, golongan atau pengikut.

Ahlussunnah : orang orang yang mengikuti sunnah(perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.)

Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul.

Dengan demikian secara bahasa aswaja berarti orang orang atau mayoritas para Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para Ulama.

  1. Secara Istilah

Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi,sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi.

  1. Madzhab

Secara bahasa berasal dari kata madzhabun yang berarti tempat berjalan.

Menurut istilah ialah metode atau cara yang dipakai seorang mujtahid(ulama yang memenuhi syarat berijtihad) dalam menetapkan hukum berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.

Maka bermadzhab ialah menjalankan syariat agama sesuai dengan hasil ijtihad Imam Mujtahid.

Bermadzhab hukumnya wajib bagi yang tidak mampu berijtihad. Adapun yang mampu berijtihad makahukumnya boleh sepanjang memenuhi syarat syarat sebagai mujtahid. Bermadzhab bukan berarti tidak mengikuti Al Qur’an dan Hadits, sebab ijtihad para Imam Mujtahid berdasarkan Al Qur’ an dan Hadits, baru jika mereka tidak mendapatkan nash di dalam keduanya, mereka kemudian berijtihad. Sebagaimana Hadits Rasul dari Imam Tirmidzi, yaitu ketika Nabi bertanya kepada Muadz bin Jabal :

Nabi : Dengan apa kamu memutuskan perkara Muadz?

Muadz : Dengan sesuatu yang terdapat dalam kitabullah (Al Qur’an).

Nabi : Kalau tidak engkau dapati dalam kitabullah?

Muadz : Saya akan memutus sesuatu yang telah diputuskan oleh Rasulullah (Hadits).

Nabi : Kalau tidak engkau dapati pada apa yang telah kuputuskan?

Muadz : Saya akan berijtihad dengan menggunakan pikiran saya.

Nabi : Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan dari utusanNya.

Pada waktu Rasulullah masih hidup, segala persoalan dapat diselesaikan oleh beliau. Perkembangan selanjutnya pada zaman sahabat, tabi’in,tabi’it tabi’in, dan seterusnya banyak persoalan baru muncul, yang pada zaman Nabi belum ada. Karena sulitnya cara menentukan hukum berdasarkan Sumber Hukum yang ada yaitu Al Qur’an, Sunnah Rasul, Ijma dan Qiyas dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in dan Ulama penerusnya. Hal iniberjalansampai tahun 500 H yaitu hampir ada 10 Madzhab.

Namun setelah itu dari 10 madzhab yang ada meringkas menjadi 4 madzhab yang besar yaitu : Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang digunakan di dunia Islam sampai sekarang, kecuali yang anti madzhab.

Jadi bermadzhab disini berarti cara yang ditempuh untuk mendapat kebenaran yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits melalui pemahaman atau hasil pemikiran Imam Mujtahid.

Adapun ciri ciri orang Islam yang anti Madzhab antara lain mempunyai sikap sebagai berikut :

  1. Selalu mengatakan bahwa mereka adalah orang Islam, bukan Islam ini dan islam itu dan hanya berpedoman pada Al Qur’an dan Hadits. Dan menganggap sesat kalau bermadzhab.
  2. Menganggap semua orang Islam berhak melakukan Ijtihad, menentukan hukum atau menafsirkan hukum sendiri dari Al Qur’an dan Hadits tanpa memperhatikan syarat syarat Ijtihad dan bantuan Ulama.
  3. Tidak mengakui dan menghargai Ulama (Kyai) sebagai pewaris risalah Nabi.
  4. Membenci adanya golongan golongan atau organisasi organisasi Islam selain golongannya.
  5. Keras kepala, tidak mau kalah dalam berdebat walaupun sudah jelas salah, menganggap dirinya yang paling benar, suci, paling ahli surga dan menganggap muslim yang lain ahli bid’ah, sesat, kufur, murtad, dan lain-lain.
  6. Suka menonjolkan identitas keislaman yang berbau Arabisme.(HR Imam Tirmidzi)

Hukum fiqih Aswaja bersumber pada empat pokok :

Al Qur’an, merupakan sumber hukum utama yang merupakan wahyu dari Allah SWT.

As Sunnah, sember hukum kedua, berupa Hadits (sabda) dan Sunnah (Perilaku) Nabi yang merupakan penjelasan dan tauladan yang sesuai dengan AlQur’an.

Al Ijma’, sumber hukum ketiga, yaitu kesepakatan para Ulama atas suatu hukum setelah wafat Nabi.

Al Qiyas, sumber Hukum ke empat, yaitu menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum, karena adanya ‘illat yang sama antara keduanya.

Ahlussunah wal Jama’ah mempunyai ciri pokok atau karakteristik dalam hal pengalaman yaitu :

Tawazun (seimbang), keseimbangan antara urusan dunia dan akherat.

Tawasuth (jalan tengah), dalam mengambil keputusan harus menggunakan berbagai pertimbangan dan tidak memihak sebelah.

Tasamuh (toleransi), sikap saling menghormati, tidak memaksakan kehendak dan menghargai perbedaan.

I’tidal (lurus), selalu berjalan lurus dengan berpedoman pada kaidah kaidah agama.

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, mengajak pada kebenaran dan mencegah pada keburukan.

RUANG LINGKUP Masuknya islam ke Indonesia

Sejumlah ilmuwan Belanda, memegang teori bahwa asal muasal Islam di Indonesia adalah Anak Benua India, bukanya Persia atau Arabia. Salah satunya adalah Pijnapel dari Universitas Leiden. Dia mengatakan asal Islam di Indonesia dari wilayah Gujarat dan Malabar. Menurutnya adalah orang-orangArab yang bermazhab Syafi’i yang menetap di India yang membawa Islam ke Indonesia.

Teori ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang berhujah, begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan Anak Benua India, Muslim Deccan, banyak diantara mereka tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara, datang ke dunia Melayu-Indonesia sebagai para penyebar Islam pertama. Baru kemudian mereka disusul orang-orang Arab, kebanyakan dari mereka adalah keturunan Nabi Muhammad. Karena manggunakan gelar  sayyid  atausyarif, yang menyelesaikan penyebaran Islam di Indonesia. Dan hal ini terjadi pada sekitar abad ke-12. Menurut hikayat raja-raja Pasai, seorang Syaikh Isma’il datang dengan kapal dari Makkah ke Pasai, dimana ia membuat Merah Silau, penguasa setempat, masuk Islam. Merah Silau kemudian mengambil gelar Malik Al-Shaleh, yang wafat pada 698/1297.

Seabad kemudian seorang penguasa Malaka juga di Islamkan oleh Sayyid Abd. Al-Aziz, sorang Arab dari Jeddah. Seorang penguasa itu Parameswara mengambil gelar Mohammad Syah.

Kebanyakan sarjana barat juga memegang teori bahwa penyebar agama Islam tersebut melakukan pekawinan dengan wanita setempat. Dengan pembentukan keluarga muslim ini, maka nukleus komunitas muslim pun tercipta, yang pada waktunya nanti mempunyai andil yang besar buatperkembangan Islam di Nusantara. Selanjutnya para pedagang ini melakukan perkawinan dengan bangsawan lokal sehingga mereka atau keturunanya memperoleh kekuasaan di dunia politik, untuk penyebaran agama Islam. Oleh karena pertumbuhan Islam pertama oleh para pedagang, maka pertumbuhan komunitas Islam muncul di daerah pesisir Sumatra, jawa dan pulau lainya. Kerajaan Islam pertama juga muncul didaerah pesisir. Demikian halnya kerajaan Samudra Pasai, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon, Ternate dan Tidore. Dari sana Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Menjelang akhir abad ke 17, Islam sudah hampir merata di Nusantara.

Penyebaran dan pertumbuhan Islam di Nusantara terletak di pundak para Ulama. Mereka membenuk kader-kader yang akan bertugas sebagai mubaligh ke daerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pondok  di Jawa, dayah di Aceh, surau diMinangkabau. Kemudian mereka juga membuat karya-karya yang tersebar dan di baca di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya itu menunjukan pemikiran islam di Indonesia masa itu. Abad 16-17, merupakan masa masa kesuburan dalam penulisan sastra, filsafat, metafisika dan teologi rasional yang tidak ada bandingnya dimana-mana di zaman apapun di Asia Tenggara. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ketika tradisi kebudayaan Islam sedang berkembang di Indonesia, dipusat dunia Islam, bidang itu telah mapan. Bahkan disana terkenal dengan masa kebekuan, masa kemunduran pemikiran karena digalakkanya taklid.

Dunia pemikiran Islam di Indonesia bagaimanapun juga mempunyai akar pemikiran yang bersumber di pusat dunia Islam tersebut sebelumnya. Gerakan modern islam Pembaharuan Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang ditunjukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya.Kemunduran progresif kerajaan Utsmani yang merupakan pemangku khilafah Islam, setelah abad ke 17, melahirkan kebangkitan Islam dikalangan wargaArab Imperium. Yang terpenting diantaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (salafiah). Gerakan ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan kearah pembaruan yang bernuansa intelektual. Katalisator terkenal dari gerakan pembaharuan ini adalah Jamaludin Al-Afgani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Islamdan pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan kembali ke Islam dalam suasana yang secara ilmiah di modernisasi.

NAJIS ANJING DAN BABI MENURUT EMPAT MADZHAB

NAJIS ANJING DAN BABI MENURUT EMPAT MADZHAB

NAJIS         Madzhab yang empat yaitu Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali memiliki perbedaan pendapat tentang najisnya anjing sebagai berikut:

– Madzhab Syafi’i:

Menghukumi bahwa seluruh bagian anjing adalah najis baik badan, bulu, lendir, keringat dan air liurnya.

Adapun cara menyucikannya adalah dengan menyiramkan 7 kali air salah satunya dicampur dengan tanah. Namun ada pendapat dalam madzhab Syafi’i yang menyatakan yang wajib dibasuh 7 kali itu adalah yang terkena air ludah anjing sedangkan yang selain itu cukup dibasuh satu kali ini berdasar pendapat Imam Nawawi dalam kitab Raudhah dan Al-Majmuk seperti dikutip dari kitab Kifayatul Akhyar

1/63. قال النووي في أصل الروضة : وفي وجه شاذ أنه يكفي غَسل ما سوى الولوغ مرة ، كغسل سائر النجاسات ، وهذا الوجه قال في شرح المهذب : إنه مُتَّجَه وقوي من حيث الدليل ؛ لأن الأمر بالغسل سبعًا إنما كان ليُنَفرهم عن مؤاكلة الكلاب

Adapun sabun dapat berfungsi sebagai pengganti tanah untuk menyucikan najis anjing menurut salah satu pendapat seperti dikutip dalam kitab Kifayatul Akhyar

1/63 sbb: وهل يقوم الصابون والأشْنَان مقام التراب ؟ فيه أقوال ، أحدها : نعم ، كما يقوم غير الحجر مقامه في الاستنجاء ، وكما يقوم غير الشَّب والقَرْظ في الدباغ مقامه ، وهذا ما صححه النووي في كتابه (رءوس المسائل) . والأظهر في الرافعي والروضة وشرح المهذب أنه لا يقوم ؛ لأنها طهارة متعلقة بالتراب فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم . والقول الثالث : إن وُجد التراب لم يَقُمْ ، وإلا قام . وقيل : يقوم فيما يفسده التراب كالثياب دون الأواني .

– Madzhab Maliki:

Berpendapat bahwa anjing yang hidup adalah suci baik badannya, bulunya maupun air liurnya. Adapun mencuci wadah yang bekas dijilat anjing maka hukumnya ta’abhudi (sunnah).

– Madzhab Hanafi:

Berpandangan bahwa badan dan bulu anjing itu suci. Sedang air liur anjing adalah najis.

Cara menyucikannya cukup 3 (tiga) kali.

-Madzhab Hanbali:

Ada dua pendapat di antara ulama madzhab Hanbali yaitu

(a) Anjing itu najis baik badannya, bulunya maupun air liurnya;

(b) Badan dan bulu anjing itu suci. Hanya air liurnya yang najis. Abdurrahman Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Madzahibil Arba’ah menyatakan

ومنها الكلب . والخنزير المالكية قالوا : كل حي طاهر العين ولو كلبا . أو خنزيرا ووافقهم الحنفية على طهارة عين الكلب ما دام حيا على الراجح إلا أن الحنفية قالوا بنجاسة لعابه حال الحياة تبعا لنجاسة لحمه بعد موته فلو وقع في بئر وخرج حيا ولم يصب فمه الماء لم يفسد الماء وكذا لو انتفض من بلله فأصاب شيئا لم ينجسه ) وما تولد منهما أو من أحدهما ولو مع غيره أما دليل نجاسة الكلب فما رواه مسلم عن النبي صلى الله عليه و سلم وهو ” إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليرقه ثم ليغسله سبع مرات وأما نجاسة الخنزير فبالقياس على الكلب لأنه أسوأ حالا منه لنص الشارع على تحريمه وحرمة اقتنائه

HUKUM MEMELIHARA ANJING

Hukum memelihara anjing sebagai binatang peliharaan  adalah haram kecuali untuk keperluan menjaga atau berburu, yang terakhir ini boleh karena darurat. Ini kesepakatan ulama termasuk mereka yang menganggap anjing tidak najis berdasarkan pendapat ulama yang dikutip Al-Jaziri di atas dan juga pandangan Imam Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim 3.-186 sebagai berikut:

رخص النبي صلى الله عليه وسلم في كلب الصيد وكلب الغنم، وفي الرواية الأخرى وكلب الزرع ونهى عن اقتناء غيرها، وقد اتفق أصحابنا وغيرهم على أنه يحرم اقتناء الكلب لغير حاجة، مثل أن يقتني كلباً إعجاباً بصورته أو للمفاخرة به، فهذا حرام بلا خلاف

NAJIS BABI MENURUT EMPAT MADZHAB

Hukum babi sama statusnya dengan anjing.

Mayoritas madzhab menganggapnya najis kecuali madzhab Maliki.

REFERENSI :

1. أبو زكريا يحيى بن شرف النووي dalam kitab روضة الطالبين وعمدة المفتين

2. أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي dalam kitab تحفة المحتاج في شرح المنهاج

3. شِهَابُ الدينِ أحمدُ بنُ الحسينِ بنِ أحمدَ أبو شجاعٍ الأصفهانيُّ العبَّاداني

dalam kitab متن الغاية والتقريب المعروفِ بمتنِ أبي شجاع

4.محمد بن شهاب الدين الرملي dalam kitab نهاية المحتاج  SEPUTAR NAJASAH