KEUTAMAAN SHALAWAT NARIYAH (FIQH / AQIDAH)

Mengenai shalawat nariyah, tidak ada dari isinya yang bertentangan dengan syariah, makna kalimat : “yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik”, adalah kiasan, bahwa beliau saw pembawa Alqur’an, pembawa hidayah, pembawa risalah, yang dengan itu semualah terurai segala ikatan dosa dan sihir, hilang segala kesedihan yaitu dengan sakinah, khusyu dan selamat dari siksa neraka, dipenuhi segala kebutuhan oleh Allah swt, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik yaitu husnul khatimah dan sorga. Ini adalah kiasan saja dari sastra balaghah arab dari cinta, sebagaimana pujian Abbas bin Abdulmuttalib ra kepada Nabi saw dihadapan beliau saw : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang – benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala Shahihain hadits No.5417), tentunya bumi dan langit tidak bercahaya terang yang terlihat mata, namun kiasan tentang kebangkitan risalah.

Sebagaimana semua orang yang mengerti bahasa arab memahami ini, cuma kalau mereka tak faham bahasa maka langsung memvonis musyrik, tentunya dari dangkalnya pemahaman atas tauhid, mengenai kalimat diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, adalah cermin dari bertawassul pada beliau saw para sahabat sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Mengenai bacaan 4444X atau lainnya itu adalah ucapan sebagian ulama, tidak wajib dipercayai dan tidak ada larangan untuk mengamalkannya.

Shalawat ini bukan berasal dari Rasul saw, namun siapapun boleh membuat shalawat atas Nabi saw, Sayyidina Abubakar Asshiddiq ra membuat shalawat atas Nabi saw, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw membuat shalawat, juga para Imam dan Muhadditsin, shalawat Imam Nawawi, Shalawat Imam Shazili, dan banyak lagi, bahkan banyak para Muhadditsin yang membuat maulid, bukan hanya shalawat. Syirik?, yah.. syirik tentunya bagi mereka saja, mereka memang tak diperuntukkan untuk mendapat kemuliaan shalawat, kasihan juga kalau Abubakar Asshiddiq dibilang syirik, juga Ali bin Abi Thalib kw, juga para muhadditsin lainnya, karena mereka membuat shalawat.

Tawassul adalah diajarkan oleh Nabi saw tawassul pada beliau saw dan pada amal shalih dan pada orang shalih, demikian riwayat Shahih Bukhari dari Umar bin Khattab ra dan lainnya. Lalu bagaimana dengan Abubakar Asshiddiq ra menangis dan mencium dan bicara pada Jenazah Rasul saw setelah Rasul saw wafat (Shahih Bukhari), tentunya dalam faham wahabi hal ini musyrik juga Umar bin Khattab ra wasiat minta dikuburkan dekat kubur Nabi saw seraya berkata : “Tidak ada yang lebih kudambakan selain pembaringan disebelah Nabi itu”, (Shahih Bukhari), tentunya dalam faham wahabi hal ini musyrik.

Para sahabat pun semuanya akan divonis musyrik, karena berebutan potongan rambut Rasul saw, (Shahih Bukhari) dan Asma binti Abubakar Asshiddiq ra pun akan difitnah musyrik karena bila ada yang sakit ia membasuh jubah Nabi saw lalu airnya diminumkan pada yang sakit (Shahih Muslim) Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yang sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan kami” (Shahih Bukhari hadits No.5413, dan Shahih Muslim hadits No.2194)

Hanya mereka saja yang mengingkarinya dari dangkalnya pemahaman mereka pada tauhid dan ilmu hadits. Dan mengenai tabarruk pun merupakan sunnah Rasul saw, dan Rasul saw mengajari Tabarruk bahkan Istighatsah.

TANDA HITAM DI KENING / DAHI
Mengenai tanda di dahi itu bisa saja bekas sujud, bisa pula bekas lainnya, seperti orang budha bahkan bisa sampai enam tanda di dahinya. Tidak pernah ada riwayat bahwa Rasul saw berbekas hitam didahinya, namun ada riwayat bahwa para sahabat ada yg berbekas seperti itu. Tetapi ada firman Allah swt : “Muhammad adalah utusan Allah, dan yang beriman bersamanya tegas terhadap orang kafir dan berlemah lembut sesama mereka, kalian lihat mereka ruku dan sujud untuk mencari anugerah dan keridhoan Allah, tanda mereka adalah bekas sujud di wajah mereka..” (QS. Al Fath : 29).

Nah.. sebagian saudara – saudara kita mengira bahwa yang dimaksud tanda bekas sujud itu adalah bekas hitam itu, maka mereka membentur – benturkan kepalanya dengan keras saat sujud agar dahinya bertanda hitam.., lucu sekali, aduh.. betapa mereka tak mengerti makna ayat itu, padahal yang dimaksud adalah cahaya sujud yang terbersit di wajah, yaitu tanda sujud yang terus menerangi wajah mereka hingga di barzakh dan dihari kiamat, Kalau yang dimaksud adalah tanda hitam itu maka bila telah dikubur maka tubuh membusuk maka sirnalah tanda itu, dan tak pernah teriwayatkan bahwa Nabi saw memiliki tanda itu. Lalu bagaimana dengan Budha yang memiliki juga tanda itu? tak payah bersujud namun cukup menandainya, tentunya bukan itu yang dimaksud, tapi cahaya sujud yang terlihat di wajah mukminin.

Namun tentunya kita tidak menuduh semua orang yang bertanda hitam didahi itu demikian, mungkin memang karena tidak sengaja, atau disengaja namun dengan niat suci karena tidak fahamnya atas ayat tsb, maka semua amal kembali pada niatnya.

wallahu a’lam