STROKE DAN SOLUSINYA DALAM MENJALANKAN SHOLAT

stroke            Sudah beberapa bulan ini pak Fulan(nama fiktif) terbaring terus di tempat tidurnya, tubuhnya yang dulu kekar kini hanya tinggal tulang dan welulang(kulit). Sekarang ini mengangkat sendok baginya laksana mengangkat gunung slamet(gunung api aktif di jawa tengah), keperkasanya yang dulu jadi kebanggaan saat ini hanya tinggal kenangan. Diagnosa medis mengindikasikan bahwa pak Fulan menderita stroke

Beberapa problema fiqh mengganjal dalam benak pak Fulan, sebenarnya baginya tidak ada masalah jika tubuhnya terkena air wudlu, tetapi dia jelas tak mampu untuk pergi ke kamar mandi. Jika harus wudlu di tempat tidur, tentu akan menyebabkan tempat tidur menjadi basah dan lembab yang malah mengakibatkan kesehatan pak fulan jadi bertambah memburuk.

a. Bolehkah bagi pak Fulan melakukan tayamum dengan alasan di atas?

b. Adakah kewajiban membantu Thoharoh pada penderita penyakit stroke dan sejenisnya? Jika ada, siapakah yang berkewajiban?

Syari’at di laksanakan bukan atas dasar bersenang senang atau bersantai ria. Oleh karena itu di dalam konsep syari’at, meminta tolong kepada orang lain dalam melakukan ibadah hukumnya makruh.

Hal ini berdasarkan pada prilaku Nabi Saw. Yang dalam beribadah selalu melakukanya tanpa meminta pertolongan orang lain, terlebih bahwa ibadah adalah sarana penghambaan dalam menggapai pahala, sehingga meminta tolong kepada orang lain dalam pelaksanaan ibadah terkesan angkuh dan bentuk bersuka ria dalam ibadah. Dan hukum makruh ini berlaku jika tidak ada udzur.

Jika ada udzur seperti dalam kasus di atas, dimana di gambarkan seseorang yang tidak mampu melaksanakan wudlu karena penyakit stroke, maka secara konsep pembahasanya di bagi menjadi dua :

1. Memungkinkan untuk wudlu

Praktek thoharoh untuk hadats kecil secara hukum asal adalah menggunakan wudlu, sehingga selama seseorang masih memungkinkan untuk wudlu, maka ia wajib wudlu dan tidak di perbolehkan tayammum.

indexstrokeSalah satu faktor yang membuat seseorang masih dinilai sebagai orang yang mampu berwudlu adalah masih memungkinkah untuk di pindah dari tempat tidurnya, baik dengan bantuan orang yang wajib membantunya seperti anak, atau menyewa seseorang dengan upah standar, atau dengan bantuan suka rela orang lain selama tidak ada unsur Minnah(tuntutan balas budi). Namun, jika ia tidak menemukan seseorang yang membantunya, maka ia di perbolehkan untuk mengganti wudlu dengan tayammum serta berkewajiban i’adah(mengulangi) sholat ketika ia telah sembuh nanti. Demikian karena penyakit stroke secara fiqh termasuk sebagai ‘udzur yang jarang terjadi.

2. Tidak memungkinkan untuk wudlu

Permasalahan ini kan berubah menjadi tidak wajib wudlu, melainkan tayammum, ketika tidak mungkin di pindahkan dari tempat tidurnya, serta ketika ia di wudlui di tempat tidur, maka akan mengakibatkan basahnya tempat tidur dan akan menyebabkan infeksi pada beberapa naggota pada tubuhnya.

Tayammum semacam ini tergolong tayammum dengan sebab faqdus syar’i, sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abi Daud :

عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ : خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِيْ رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ : هَلْ تَجؤدُوْنَ لِى رُخْصَةً فِيْ التَّيَمُّمِ؟ قَالوْا : مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَاَنْتَ تَقْدِيْرُ عَلَى الْمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أُخْبِرَ بِذَلِكَ قَالَ : قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ, أَلَا سَأَلُوْا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوْا فَإِنَّمَا شِفَاءُ العِيِّ السُّؤَالُ . إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ  وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ

Di ceritakan dari ‘Atho, ia berkata : Ketika kita dalam bepergian, salah seorang dari kita terkena batu hingga kepalanya luka, kemudian ketika ia tidur, ia mimpi basah, ia berkata pada temanya : apakah saya mendapatkan rukhshoh(dispensasi) untuk tayammum?, mereka berkata : kami tidak menemukan rukhshoh bagimu, engkau merupakan orang yang mampu menggunakan air. Kemudian ia mandi dan akhirnya meninggal. Ketika kami telah sampai kepada baginda Nabi Saw, beliaupun di beri kabar kejadian tersebut dan beliau bersabda : Kalian telah mem “bunuh” nya semoga alloh mem “bunuh” kalian. Hendaknya kalian bertanya ketika tidak tahu, karena obat ketidak tahuan adalah bertanya. Sesungguhnya ia cukup melakukan tayammum dan membalutnya”.(HR.Abu Daud)

Kesimpulan :

Hukumnya tafsil

1. tidak boleh tayammum jika memungkinkan mencari bantuan dengan :

a. Orang yang wajib membantu seperti anak

b. Menyewa orang lain dengan upah yang tidak melebihi ujroh mitsil(upah standar)

c. Sukarelawanyang berkenan membantu tanpa minta upah, hal ini selama tidak terdapat Minnah(tuntutan balas budi)

2. Boleh bertayammum jika tidak memungkinkan mencari bantuan dengan cara cara di atas. Namun, tayammu tersebut tidak menggugurkan kewajiban, sehingga setelah sembuh nanti sholatnya harus di ulangi.

Catatan ;

Perincian hukum tersebut di atas hanya bagi orang yang masih bisa berpindah(di pindah) dari tempat tidurnya. Sedangkan bagi orang yang tidak mungkin berpindah dari tempat tidurnya, dan akan terganggu kesehatanya jika di wudlukan di tempat tidur, karena gatal, alergi, infeksi dan yang lain lain, maka di perbolehkan bertayammum dan tidak perlu mengulangi sholatnya.

Referensi :

Al Majmu’ juz 2 hal.287

Al Mausu’ah Fiqhiyyah juz 29 hal 238-239

Hawasyi Syarwani juz 1 hal. 343-344

Hasyiyah Al Bujairomy ‘Alal Khotib juz 1 hal. 173