PELESTARIAN RITUAL ADAT

ADAT       RITUAL ADAT

                  Pada zaman modern sekarang ini, ternyata di berbagai daerah di bumi pertiwi masih banyak yang melakukan ritual pada hari hari tertentu, seperti ketika musim tanam atau panen, bersih desa, larung sesaji, nyadran, sedekah bumi dan lain lainya. Biasanya orang orang membawa “persembahan” ke tempat tempat yang di keramatkan. Dengan di pimpin oleh ketua adat, mereka melaksanakan ritual tertentu yang terkadang berupa bacaan bacaan Thoyyibah, dan ada pula yang di tambah dengan mantra mantra serta do’a permohonan keselamatan pada penguasa wilayah itu.

Apakah hukum mengadakan acara ritual adat pada hari tertentu?

                   Pelestarian ritual adat pada dasarnya di dalam islam tidak termasuk yang di larang, namun islam melarang melakukan ritual ritual adat jika menimbulkan situasi yang bersebrangan dengan norma norma agama, seperti menghamburkan harta, sesaji untuk makhluk halus,dan yang lainya.

                      Praktek pelestarian ritual adat yang menimbulkan penyia nyiakan harta merupakan sesuatu yang di larang oleh syari’at. Karena bagaimanapun syari’at telah melarang umatnya untuk menyia nyiakan harta.

Sebagaimana firman Alloh Swt.:

إِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوا إخْوَنَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا

“Sesungguhnya pemboros pemboros itu adalah saudara saudara syaitan dan sangat ingkar kepada tuhanya”.(Al Isro’ ayat 27)

                       Selain praktek yang di langsungkan memang harus tidak mengandung unsur menyia nyiakan harta, hukumpelestarian adat juga tergantung pada pelaku dan tujuanya.

                       Pelangsungan ritual adat dapat di benarkan jika pelaku merupakan orang yang berpegang teguh pada ajaran agama dan bacaan yang di gunakan merupakan bacaan yang tidak menyimpang dari ajaran agama, serta orang yang di jadikan washilah juga merupakan orang orang yang mulia seperti Nabi Saw, atau wali atau yang lainya. Ketentuan ketentuan ini di tetapkan dalam rangka menghindari kesan hal yang di timbulkan merupakan sihir.

                        Selain itu, tujuan praktek pelangsungan ritual adat juga memang harus terhindar dari hal hal yang menyimpang dari aqidah. Kesalahan dalam tujuan pelaksanaan ritual adat dapat menyebabkan kekufuran kepada pelakunya, seperti penyembelihan hewan dengan tujuan mengagungkan atau bahkan menyembah berhala.

Sebagaimana firman Alloh Swt. Dalam surat Al Maidah ayat 03 :

Di haramkan bagimu (memakan)bangkai, darah, daging babi,(daging hewan) yang di sembelih atas nama selain Alloh, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh yang di tanduk dan di terkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan(di haramkan bagimu)yang di sembelih untuk berhala, dan (di haramkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan”.

                             Dalam ayat di atas di jelaskan bahwa penyembelihan yang di tujukan kepda selain Alloh Swt.merupakan pekerjaan fasiq atau keluar dari jalur agama, serta jika meyakininya maka akan menimbulkan kekufuran  karena di anggap telah menyekutukan Alloh Swt. Namun jika hal itu untuk menghindari bahaya yang di timbulkanya, seperti yang terjadi di kebanyakan masyarakat indonesia, dan tidak mengesampingkan tujuan tetap beribadah kepada Alloh Swt.(Taqorrub) maka hukumnya boleh boleh saja.

Kesimpulan :

a. Haram, apabila terdapat penodaan aqidah atau penghambur hamburan harta

b. Boleh, jika substansinya sudah di luruskan sesuai dengan tuntunan syari’at seperti do’asedekah dan bertawassul dengan para Nabi atau Wali dan orang orang sholih

Referensi :

Tarsyikh al Mustafidin hal.326

Roudlotuth Tholibin wa Umdatul Muftin juz 1 hal. 354

Bughyatul Musytarsyidin 297

I’anatuth Tholibin juz 2 hal.349

Syarah al Bahjah juz 5 hal.18