SURAT SANGGAHAN: DALAM UPACARA TA’ZIYAH

1. Keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib bagi Umat Islam untuk ta’ziyah selama 3 hari berturut – turut.
Jawab:
Tidak ada satu madzhab pun yang mengatakannya wajib, hal ini sunnah muakkadah, tidak ada dalil ayat atau hadits shahih yang mengatakan takziyah 3 hari berturut – turut adalah wajib.
2. Kebiasaan selama ini yang masih melakukan hari ke 7, ke 40 dan hari ke 100 supaya ditinggalkan karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan tidak ada tuntunannya. Upacara itu berasal dari ajaran agama Hindu dan Budha, menjadi upacara dari kerajaan Hyang dari daratan Tiongkok yang dibawa oleh orang Hindu ke tanah melayu tempo dulu.
Jawab:
Mengikuti adat kuffar selama itu membawa maslahat bagi muslimin dan tidak melanggar syariah maka itu boleh saja. Sebagaimana Rasul saw pun ikut adat kaum yahudi yang berpuasa di hari 10 Muharram (asyura) karena hari itu hari selamatnya Musa as dari kejaran Fir’aun, maka Rasul saw pun ikut berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa asyura (rujuk Shahih Bukhari, Shahih Muslim), karena hal itu mulia dan baik dilakukan.
Demikian pula kita menggunakan lampu, kipas angin, karpet, mikrofon, speaker, dll, untuk perlengkapan di masjid yang kesemua itu adalah buatan orang kafir dan adat istiadat orang kafir, boleh saja kita gunakan selama itu manfaat bagi muslimin dan tidak bertentangan dengan syariah. Demikian pula Alqur’an yang dicetak di percetakan, dan mesin percetakan itupun buatan orang kafir, dan mencetak buku adalah adat orang kafir, juga bedug di masjid yang juga adat sebelum Islam dan banyak lagi.
Boleh – boleh saja kumpul – kumpul dzikir dan silaturahmi dirumah duka 7 hari, 40 hari, bahkan tiap hari pun tak apa karena tak pernah ada larangan yang mengharamkannya.
3. Dalam ta’ziyah diupayakan supaya tidak ada makan – makan, cukup air putih sekedar obat dahaga.
Jawab:
Bukankah air putih pun merupakan hidangan? bila mengharamkan hidangan bagi yang takziah, lalu dalil apa yang dimiliki hingga diperbolehkan air minum dihidangkan? telah sepakat ulama bahwa hidangan di tempat rumah duka hingga menyusahkan keluarga duka hukumnya makruh, jika tidak memberatkan sebagian mengatakannya mubah.
4. Acara dalam ta’ziyah baca surat Al Baqarah 152-160, kemudian adakan tabligh yang mengandung isi kesabaran dalam menerima musibah tutup dengan do’a untuk sang almahrum, tinggalkan kebiasaan membaca surat yasin bersama – sama, tahlil dan kirim fadhilah, semua itu ternyata hukumnya bid’ah.
Jawab:
Aturan mana yang menentukan Al Baqarah 152 – 160 dirangkai tabligh, lalu ditutup dengan doa? Anda pun mengada – ada saja tanpa nash yang jelas dari hadits shahih. Tahlil, yaasiin dan dzikir yang dihadiahkan pada mayyit merupakan amal – amal yang dikirimkan pada mayyit, dan itu diperbolehkan oleh Rasul saw, sebagaimana diriwayatkan bahwa seorang wanita datang pada Rasul dan bertanya : “wahai rasulullah, aku bersedekah dengan membebaskan budak dan pahalanya kukirimkan untuk ibuku yang telah wafat, bolehkah?“ Rasul saw memperbolehkannya, lalu wanita itu berkata lagi : “ibuku sudah wafat dan belum haji, bolehkah aku haji untuknya?“ Rasul saw memperbolehkannya, lalu wanita itu berkata lagi : “wahai Rasulullah, ibuku wafat masih mempunyai hutang puasa ramadhan sebulan penuh, maka bolehkah aku berpuasa untuknya?“ maka Rasul saw menjawab : Boleh (Shahih Muslim).
DALAM UPACARA PENGUBURAN:
Tinggalkan kebiasaan dalam shalat jenazah dengan mangajak jama’ah untuk mengucapkan kalimat bahwa “jenazah ini orang baik, khair – khair” Hal ini tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw, dan tidak ada hadits sebagai pembimbing.
Jawab:
Ketika lewat sebuah jenazah dihadapan Rasul saw maka para sahabat memujinya dengan kebaikan, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”, lalu tak lama lewat pula jenazah lain, dan para sahabat mengutuknya, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”. maka berkatalah Umar bin Khattab ra mengapa beliau berucap seperti itu, maka Rasul saw menjawab : “Barangsiapa yang memuji jenazah dengan kebaikan maka sepantasnya baginya sorga, dan barangsiapa yang mengutuk jenazah dengan kejahatannya maka sepantasnya baginya neraka, kalian adalah saksi Allah di muka Bumi.., kalian adalah saksi Allah di muka Bumi.., Kalian adalah saksi Allah di muka Bumi..” (Shahih Muslim hadits No.949, Shahih Bukhari hadits No.1301), lalu pula ketika dimasa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah pun terjadi hal yang sama yaitu lewat jenazah maka orang – orang memujinya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”, lalu lewat jenazah lain dan orang – orang mengumpatnya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”. maka para sahabat bertanya dan berkata Amirulmukminin Umar bin Khattab ra : “tiadalah jenazah disaksikan 4 orang bahwa dia orang baik maka ia masuk sorga”, lalu kami bertanya : Bagaimana kalau 3 saja yang bersaksi?, beliau ra menjawab : “walaupun 3”. Lalu kami bertanya lagi : Bagaimana kalau 2 orang saja..??, maka beliau ra menjawab : “2 pun demikian”. Maka kami tak bertanya lagi. (Shahih Bukhari hadits No.1302).
Oleh sebab itu sunnah kita mengucapkan : “khair..khair..” (orang baik.. orang baik..) pada jenazah dengan nash yang jelas dan shahih dari shahihain dll.
Apapun yang dijadikan fatwa, namun fatwa – fatwa diatas adalah batil dan tidak dilandasi pemahaman yang jelas dalam syariah islamiyah. Oleh sebab itu saya menilai bahwa segala fihak yang menyebarkan selebaran ini sebelum kami beri penjelasan sepertI sekarang ini, maka ia turut bertanggung jawab atas kesesatan ummat yang membacanya.