ABSEN MENGAMALKAN WIRID DAN MENGAMALKAN WIRID TANPA GURU
Absen mengamalkan wirid thoriqoh dengan atau tanpa arahan mursyid
Beribu ribu cara di tempuh manusia untuk mendekatkan diri kepada Alloh swt. Baik yang berbentuk amalan fardlu atau amalan yang lainya. Puasa dan wirid adalah dua dari sekian banyak amalan yang sering di lakukan. Cara mendapatkan legalitasnya pun sangat beragam. Adakalanya di peroleh langsung dari seorang mursyid dengan cara di beri atau meminta(ijazahan) ada juga yang dengan cara mendengar dari mubaligh atau membaca dari sebuah kitab dan langsung mengamalkanya. Namun, kedisiplinan seseorang yang terkadang goncang sering kali menimbulkan keteledoran dalam mengamalkanya.
Pertanyaan :
Berdosakah bagi orang yang tidak mengamalkan dzikir yang telah di Bai’at seorang mursyid thoriqoh atau yang meminta ijazah dari seorang guru?
Dan apakah boleh mengamalkan wirid wirid yang yang di pelajari dari kitab?
Ada sebuah maqolah :
“Orang yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah syaitan”.
Maqolah di atas mungkin dapat di jadikan renungan bagi umat islam betapa vitalnya keberadaan seorang guru. Secara global tujuan mendapatkan seorang guru terbagi menjadi dua :
1.Tabarruk(mengharap berkahnya), Tujuan ini boleh di lakukan oleh siapapun, sebab seseorang tidak di larang untuk berusaha mendapatkan berkah dari dari manapun.
2. Tarbiyyah dan Suluk(belajar dan mencari jati diri), Tujuan ini membuat seseorang harus mengikuti jalur sang guru dan apa yang di tunjukan sang guru.
Mengamalkan amalan amalan secara istiqomah(disiplin) merupakan sesuatu yang telah di ajarkan Nabi serta kebiasaan para shohabat dan ulama. Secara hukum fiqih, semua amalan amalan yang di dapat dari seorang guru merupakan amalan sunnah, byang tidak akan berdosa ketika meninggalkanya. Namun, seseorang akan berdosa ketika tidak mengamalkan amalan amalan tersebut apabila di dalam mendapatkan amalan amalan tersebut ada unsur nadzar atau sumpah untuk selalu mengamalkanya.
Berbeda lagi ketika di tinjau dari sudut pandangnya ahli thoriqoh, menurut ahli thoriqoh adalah Haram hukumnya apabila tidak mengamalkan amalan amalan yang telah di dapat dari seorang mursyid.
Terlepas dari kerangka thoriqoh, mengamalkan amalan amalan tidak harus mendapat langsung melalui sang guru.
Dalam beberapa literatur islam di jelaskan bahwa di perbolehkan mengamalkan amalan amalan yang di dapat dari kitab kitab yang kita pelajari atau yang di dengar dari seseorang dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Di dapat dari kitab yang mu’tabaroh
b. Penulisnya dapat di percaya
c. Pelakunya ahli
d. Wirid yang di amalkan bisa di ketahui maknanya, jika tidak di ketahui maknanya, namun di ijazahkan oleh seorang mujiz(pemberi ijazah) yang terpercaya, maka di perbolehkan. Tetapi apabila tidak terpercaya maka tidak di perbolehkan menurut pendapat yang kuat.
Beberapa ketentuan ini untuk untuk menghindarkan seseorang terjerumus dalam kesesatan.
Kesimpulan :
Mengabaikan amalan amalan yang di peroleh dengan cara bai’at hukumnya :
a. Berdosa, apabila dalam proses pembai’atan terdapat unsur sumpah atau nadzar
b. Tidak berdosa apabila dalam proses pembai’atan tidak terdapat unsur di atas.
c. Menurut Ahli Thoriqoh hukumnya berdosa secara mutlak.
Sedangkan mengabaikan amanat yang di peroleh melalui jalan ijazah hukumnya tidak berdosa.
Adapun mengamalkan wirid wirid yang di pelajari dari kitab hukumnya boleh dengan berbagai ketentuan yang telah di di sebutkan di atas.
Referensi :
Al Mausu’ah Fiqhiyyah juz 1 hal. 310 dan juz 9 hal. 275
Al Fatawi Haditsiyah hal. 56
Bariqoh Muhammadiyyah Fi Syarhi Thoriqoh Muhammadiyyah wa Syari’ah An Nabawiyyah juz 1 hal.272