PENANGANAN PERTAMA PADA KORBAN KECELAKAAN
DESKRIPSI :
Rumah sakit adalah istilah bagi sebuah tempat yang sering kita dengar dan kita kunjungi yang tentunya juga tidak asing lagi. Tempat ini di jadikan alternatif terakhir bagi pasien yang membutuhkan perawatan intensif, namun di sisi lain rumah sakit mempunyai problematika yang perlu di transparankan secara yuridis.
Sebut saja fulan, yang mengalami kecelakaan dan mengalami pendarahan dan luka yang parah(kritis). Yang alhamdulillah…warga dengan segera membawanya ke rumah sakit yang terdekat. Ironisnya, sesampainya di sana, pihak rumah sakit tidak langsung menanganinya dengan dalih tidak adanya keluarga yang datang untuk bertanggung jawab atas perawatan dan pengobatan. Kemudian terjadilah negosiasi antara warga dan pihak rumah sakit, yang pada akhirnya pihak rumah sakit mau menangani si fulan dengan catatan penanggungan biaya si fulan di syaratkan ada tanda tangan dari warga yang mau bertanggung jawab.
Sebenarnya siapakah yang berkewajiban menangani hal seperti ini?
Kasih sayang dan peduli sesama. Mungkin semboyan itulah yang sebenarnya di ajarkan dalam islam, sebab telah di ketahui bahwa islam memberlakukan zakat kepada orang kaya untuk membantu saudaranya yang membutuhkan.
Selain zakat, islam juga memberlakukan konsep kewajiban menolong sesama yang dalam keadaan terdesak bagi setiap orang yang mampu.
Kemuliaan hal ini di terangkan dalam hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim :
المسلم أخوالمسلم لا يظلمه ولا يسلمه من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته ومن فرج عن مسلم كربةً فرج الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ومن ستر مسلما ستره الله يوم القيامة
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak di perbolehkan mendzoliminya dan menyerahkanya. Barang siapa yang menanggung kebutuhan saudaranya, maka Alloh akan menanggung kebutuhanya. Barang siapa menanggung kesukaran seorang muslim, maka Alloh akan menghilangkan darinya kesukaran dari kesukaran kesukaran di hari kiamat. Barang siapa menutupi cela seorang muslim, maka Alloh akan menutupi celanya di hari kiamat”.
Secara konsep, hukum memberikan bantuan kepada orang yang terdesak adalah fardlu kifayah, baik bagi orang kaya atau miskin. Satu contoh yang di terapkan dalam kitab kitab salaf adalah memberikan makanan kepada orang yang terdesak. Hukum memberikan makanan kepada orang terdesak adalah wajib bagi setiap orang yang mengetahui hal itu.
Seperti dalam permasalahan di atas, korban kecelakaan merupakaan seseorang yang dalam keadaan terdesak atau kritis yang wajib di tolong semua kebutuhanya, baik kebutuha pengobatan atau yang lainya.
Namun, apakah nanti si korban wajib mengganti semua biaya yang di habiskan ketika ia telah sembuh?
Dalam hal ini para Ulama mencoba memberi solusi dengan perincian sebagaimana berikut :
1. Wajib mengganti,
Apabila orang yang menjadi korban adalah orang kaya, baik yang menolong orang kaya atau miskin atau antara yang menolong dan korban sama sama orang miskin
2. Tidak wajib mengganti,
Apabila orang yang menjadi korban adalah orang miskin dan yang di tolong adalah orang yang kaya. Karena membantu setiap orang yang terdesak adalah fardlu kifayah bagi orang kaya.
Begitu juga ketika pihak rumah sakit mempunyai dana khusus penanganan gawat darurat atau berstatus lembaga yang mempunyai dana melimpah, maka pihak rumah sakit tidak di perkenankan melakukan transaksi apapun. Karena penanganan pasien ketika rumah sakit berstatus demikian(kaya) hukumnya wajib dan gratis.
Selain itu, ketika korban dalam keadaan kritis, maka yang terpenting agar penolong dapat tetap mendapat uang kembalian ketika korban telah sembuh ialah ketika memberikan bantuan maka ia menghendaki untuk meminta ganti rugi kepada korban.
Penjelasan di atas di berlakukan ketika pasien atau korban dalam keadaan kritis atau tidak sadar, namun, ketika korban dalam keadaan sadar, maka pihak rumah sakit di perbolehkan melakukan transaksi dengan pihak warga yang menolong dengan izin dari korban.
Kesimpulan :
Pada dasarnya penanganan pasien kritis termasuk bagian dari konsep mudltor(orang yang terpaksa) dengan perincian sebagai berikut :
a. Ketika pasien dalam kondisi sadar,maka di perbolehkan melakukan transaksi dengan warga atas izin pasien dan dengan transaksi apapun menurut kebijakan rumah sakit
b. Ketika pasien dalam kondisi tidak sadar, maka menurut Qodli Abu Thoyyib, pihak rumah sakit tidak boleh melakukan transaksi apapun atas pengobatan dan perawatan
perincian kesimpulan yang item b adalah ketika pihak rumah sakit mempunyai dana khusus penanganan gawat darurat atau berstatus kaya, sedangkan pasien adalah orang miskin.
Referensi :
I’anatuth Tholibin juz 3 hal.80 dan juz 4 hal.182
Mughnil Mukhtaj juz 6 hal. 163
Hasyiyah Al Jamal juz 3 hal. 256