PELAYAN GADIS CANTIK SEBAGAI PEMIKAT KONSUMEN DAN PENARIK PEMBELI

Demi memikat para konsumen agar tertarik pada produknya, berbagai promosi di lakukan oleh para produsen atau perusahaan, baik dengan cara iklan melalui media masa cetak atau juga elektronik, juga dengan membagi bagikan selebaran dan bonus.
Tak mau ketinggalan dengan perusahaan yang sudah bonafid, para pengusaha kecil juga berusaha menarik konsumen dengan aneka cara, baik dengan meningkatkan pelayanan atau juga menambah daftar produk yang masih belum tersedia. Sering kali para pengusaha kecil ini juga menambahkan pelayan pelayan yang cantik yang bertujuan untuk menarik minat konsumen atau peminat dari produknya.
Begitu juga warung warung makan atau warung kopi, yang sering memanfaatkan jasa wanita atau gadis cantik juga genit untuk di eksploitasi sebagai pramusaji warungnya.
Sebenarnya bagaimana pandangan agama menyikapi hal yang semacam ini?
Hukum dari melakukan hal di atas yaitu menjadikan wanita sebagai pelayan dengan tujuan menarik konsumen adalah haram. karena menimbulkan hal hal yang di larang agama seperti melihat aurat atau hal hal yang tidak tidak.
Sebagaimana di terangkan oleh Sayyid Abi Bakar Syatho’ di dalam kitab I’anatuth Tholibin juz 3 hal. 309 dan keterangan Imam Ghozali di dalam kitab Ihya Ulumaddin juz 3 hal.338
Juga ada hal yang sering kita lihat di dalam warung warung tersebut masyarakt kita dengan santai masuk ke warung dan langsung memesan makanan, lalu memakanya tanpa mengetahui harga terlebih dahulu dan juga kejelasan transaksinya.
Apakah hal yang demikian itu di perbolehkan oleh agama?
Ya, di perbolehkan. Karena termasuk dzonnur ridlo bil badal(kerelaan pemilik barang yang di makan dengan adanya pengganti)
Hal semacam ini di terangkan oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya yaitu Al Majmu’ juz 9 hal. 192, Juga oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitamy di dalam Kitab Tukhfatul Mukhtaj juz 6 hal. 181. Juga di dalam kitab Is’adurrofiq juz 1hal. 126 yang merupakan karya dari Syaikh Muhammad bin Salim Ba Bashil.
Masih seputar masalah warung, di zaman sekarang ini kita terkadang melihat ada warung yang menempelkan tulisan “STOP BON” demi mengatur keungan, akan tetapi pelanggan yang sudah biasa makan dulu baru nanti bayar setelah gajian, dengan santainya makan dengan lahap dan setelah selesai hanya mengatakan “HUTANG DULU YA…”. sambil berlalu. Akibatnya, pemlik warung menaikkan harga makanan yang telah ia makan.
Apakah praktek hutang seperti kejadian di atas dapat di benarkan menurut fiqh?
Praktek hutang di atas tidak dapat di benarkan, karena terjadi ketidaksingkronan antara ijab dan qobul. Sehingga akad jual belinya fasidah dan setatus makanan yang di makan hukumnya seperti barang ghoshob–an
Model transaksi di atas(tanpa sighot antara kedua belah pihak) sudah bisa di namakan akad jual beli menurut Al Ghozali, meskipun dalam kasus ini tidak sah. Karena hal tersebut sudah terlaku secara ‘Urf . dan posisi ‘urf ini dapat menggantikan kedudukan ijab qobul dalam jual beli.
Sebagaimana di sampikan di dalam kitab Asnal Matholib juz 2 hal. 5 yang merupakan kitab karya dari Syaikhul Islam Zakariyya Al Anshori juga muridnya yaitu Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Tukhfatul Mukhtaj juz 4 hal.217
Dan apakah boleh bagi pemilik warung menaikan harga sebagaimana kasus di atas?
Memang di perbolehkan, selama harga naiknya tersebut tidak melebihi harga tertinggi(Aqshol Qimah)
Hal ini sesuai dengan kitab I’anatuth Tholibin juz 3 hal.8 yang merupakan karya Sayyid Abi Bakar Syatho’ dan kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 206 yang merupakan karya dari Sayyid Abdurrohman bin Muhammad Ba ‘Alawi