MEMINDAH MAYIT UNTUK DI KUBUR KE LAIN DAERAH
Fenomena kematian tidak mengenal waktu maupun tempat juga status sosial. Orang orang yang meninggal di rumah sakit atau bahkan di jalan raya merupakan pemandangan biasa, meski tidak jarang hal itu bisa menimbulkan problem bagi orang yang di tinggalkanya. Seperti khawatir akan banyaknya biaya perawatan mayit(tajhiz) dan atau ketidak sempurnaan pihak rumah sakit dalam mentajhiz, atau bahkan di sediakanya fasilitas untuk mentajhiz, sering menjadi alasan pihak keluarga untuk mengambil jenazah dari rumah sakit agar di tajhiz dengan sempurna dan demi kemaslahatan mayit itu sendiri.
Sebenarnya, bagaimanakah hukum memindah mayit ke luar daerah dengan tujuan seperti di atas?
Hidup di dunia ini merupakan masa mencari bekal di akhirat. Namun, nyawa dapat di renggut kapan saja, sekarang atau nanti. Juga tidak memandang usia, anak anak atau lansia. Maka dari itu kita di perintahkan untuk memperbanyak bekal akan kedatangan ajal yang sekonyong konyong, sebagaimana Nabi bersabda :
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang tiba tiba memutus kenikmatan kenikmatan”.(Hr. Tirmidzi).
Ketika seseorang dalam keadaan sekarat, di sunahkan bagi orang orang yang berada di sampingnya untuk menuntun kalimat syahadat. Rosululloh Saw bersabda :
“ajarilah orang yang hendak meninggal dari kalian semua ucapan la ilaha illalloh”.(Hr. Muslim).
Hal ini di lakukan untuk memantapkan kita bahwa ia meninggal dalam keadaan membaca kalimat syahadat. Selanjutnya ketika seseorang telah meninggal maka di sunahkan pula untuk di pejamkan kedua matanya, sebagaimana yang telah di lakukan Nabi kepada jenazah Abi Salamah. Demikian itu sekilas ritual kesunahan yang di lakukan kepada orang yang dalam keadaan sekaratul maut dan setelah meninggalnya.
Sedangkan kewajiban kewajiban yang harus di lakukan adalah :
1. Memandikanya
2. Mengkafani
3. mensholati
4. Menguburkanya
Kewajiban ini tidk bisa di lakukan serta merta. Misalnya dalam memandikanya. Seseorang yang berbeda jenis dan bukan mahromnya tidak di perkenankan untuk memendikan jenazah. Begitu juga dalam masalah, jenazah tidak bisa di dengan serta merta di pindahkan sesuai ke inginan orang yang masih hidup.
Pada dasarnya dalam menyikapi pemindahan mayit dari satu daerah ke daerah terjadi kontroversi dalam kalangan madzhab Syafi’iyyah,
Menurut versi yang di pelopori oleh Imam al Baghowi dan yang lainya, hal semacam itu di hukumi makruh. Sedangkan menurut versi yang di pelopori oleh Imam al Mutawalli dan yang lainya, bahwa hal itu adalah haram. versi yang terakhir ini mendasari pendapatnya dengan hadits Nabi yang di riwayatkan oleh Imam Abu Daud yang menyatakan bahwa ketika terjadi perang uhud, para shohabat membawa para mujahidin yang wafat untuk menguburnya. Namun, tiba tiba datang utusan dari Nabi Saw yang mengatakan bahwa nabi memerintahkan untuk mengubur orang orang yang meninggal pada tempat di mana mereka wafat. Sehingga para shohabat mengurungkan niat mereka. Selain itu memindah mayat juga tergolong sesuatu yang dapat merusak kehormatan mayit serta memperlambat prosesi pemakaman mayit, padahal syra’ menyuruh umat untuk bergegas dalam menjalankan pemakaman.
Imam Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab fathul Barinya menyatakan bahwa keharaman atau kemakruhan di atas dapat di arahkan dalam dua keadaan :
1. Haram
Yaitu ketika tidak terdapat tujuan yang lebih dominan, seprti mengubur di tempat tempat yang utama.
2. Sunah
Yaitu ketika terdapat tujuan yang lebih dominan, seperti mengubur di tempat yang lebih utama seperti Makkah, dan hal ini sejalan dengan apa yang telah di jelaskan oleh Imam syafi’i Ra.
Tentang perbedaan ulama dalam masalah boleh dan tidaknya memindah mayit, terjadi ketika telah di lakukan tajhiz terlebih dahulu terhadap mayit. Jika pemindahan di lakukan sebelum terjadi tajhiz terhadap mayit maka hukumnya haram secara mutlak, sebab dapat menggugurkan kewajiban awal pada penduduk setempat untuk mentajhiznya.
Seperti dalam permasalahan di atas, memindah mayit dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tujuan di atas hukumnya di perbolehkan, selama memungkinkan serta tidak sampai membuat jasad mayit berubah.
Kesimpulan :
Hukum memindah mayit yang seperti dalam kasus di atas adalah boleh, kalau memungkinkan untuk di pindah serta tidak menyebabkan rusak atau berubahnya mayit
Referensi :
Al Majmu’ juz 5 hal. 303
Bughyatul Mustarsyidin hal. 92
Fathul Bari juz 3 hal.207
Mughnil Muhtaj juz 2 hal 58
Qolyubi wa Umairoh juz 1 hal. 412
Fatawi Kubro juz 2 hal. 3