MAHALNYA HIDAYAH DARI ALLOH SWT.
Mahalnya Sebuah Hidayah
Lafadz hidayah merupakan salah satu masdar dari lafadz hadaa yahdii yang bermakna arsada, yakni memberi petunjuk atau menunjukkan. Kata hidayah bagi seorang muslim merupakan kata yang sangat popular. Kata hidayah ini pasti dimengerti walaupun dia adalah seorang awam. Yaitu, sebuah perkataan yang menunjukkan sebuah anugrah Sang Pencipta pada hamban-Nya.
Sering kita melihat orang di sekitar kita begitu rajin dalam mengaji, belajar dan beribadah serta beraktifitas seakan-akan orang itu tak kenal lelah dan tanpa beban. Orang yang semacan inilah yang telah mendapatkan hidayah dari Tuhan. Tanpa kita menyadari orang itu telah dikasihi Sang Pencipta, sehingga orang itu mempunyai derajat tinggi di sisi Tuhan yang Maha Kuasa. Siapa yang tidak senang apabila punya keluarga atau anak yang seperti kriteria di atas. Sebaliknya kadang kita merasa pusing melihat lingkungan di sekitar kita ketika menyaksikan anak-anak sulit diajak serius bersekolah dan belajar. kalau dia diajak kegiatan yang positif sulit sekali merespon. Bahkan kadang kita melihat anak anak macam ini sangat jarang melaksanakan kewajiban agama, seperti sholatnya selalu terbengkalai, selalu membuat keonaran, pentingnya bagi kita melihat motifnya supaya tak terlalu susah melihat orang semacam ini, jelasnya orang macam itu belum mendapatkan anugerah yang namanya hidayah dari Allah subahanahu wataala.
Betapa pentingnya hidayah untuk didapatkannya karena manusia itu sendiri takkan mampu mendapatkannya tanpa campuran anugerah Tuhan, karena hidayah itu tak bisa diberikan manusia pada manusia lainnya dan juga hidayah itu tidak bisa diwariskan. Hal ini telah di firmankan Allah azza wajalla dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
“Wahai hamba-Ku kamu sekalian menyimpang dari kebenaran kecuali orang yang aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk padaku pasti aku tunjukkan pada jalan yang benar.”
Kita ingat kisah kisah para nabi semisal Nabi Nuh Alaihis salam, beliau merupakan salah satu dari anbiya’ wal mursalin. Bahkan beliau adalah salah satu dari Ulul Azmi yang lima. Pada waktu beliau mengajak salah satu anak tercintanya yang bernama Kan’an untuk ikut dalam perahu supaya terhindar dari banjir bandang, ajakan itu merupakan perintah Allah Azza Wajalla. Pada waktu itu ajakan Nabi Nuh tersebut merupakan dakwah yang harus di imani tetapi ajakan itu tak direspon dari anak tercintanya tersebut, sehingga Kan’an tenggelam bersama orang orang yang tak sejalan dengan nabi Nuh.
Juga kisah Nabi Musa yang tidak di imani oleh sepupunya sendiri yaitu Qorun, bahkan orang ini sampai menjadi rifal nabi Musa, sehingga orang itu disiksa Allah azza wajalla dengan dihanyutkan ke dalam bumi bersama dengan seluruh kekayaan yang dimilikinya.
Juga, kisah Nabi Lut Alaihis salam, saat beliau berdakwah mengajak manusia supaya bertakwa pada Allah dan menjauhi fawahis (liwat sesama kaum pria) tetapi istri tercintanya justru membocorkan rahasia Tuhan pada manusia yang menentang pada beliau, sehingga istri Nabi Lut ini ikut di siksa oleh Allah bersama kaum Sadom.
Juga, sejarah mencatat kisah sayyidil anbiya’ wal mursalin yang diriwayatkan sahabat Said bin Jubair dalam cerita dari Abdullah bin Abbas ketika Rasulullah menerima wahyu Allah :
وأنذر عشيرتك الأقربين maka Rasulallah naik ke bukit Shofa kemudian beliau berteriak mengundang :
“يا صابحاه”
Wahai pasukan penyerang waktu musuh.
Setelah itu, manusia berkumpul memenuhi panggilan Rosulallah. Yang datang adakalanya mewakili dirinya sendiri dan ada yang mewakili orang lain. Setelah itu, Rosul bersabda
“Wahai keturunan Abdul Muthollib, wahai keturunan Fihar, wahai keturunan bani Ka’ab, bagaimana pendapat kalian seandainya saya kabarkan pada kalian semua bahwasannya pasukan berkuda ada di kaki bukit akan menyerang kalian. Apakah kalian mempercayaiku?
Lalu orang-orang Qurais menjawab, “Iya kami percaya.”
Rosul bersabda :
“Bahwa saya ini adalah sesorang pemberi peringatan pada kalian semua sebelum datangnya adzab yang pedih.”
Setelah itu, Abu Lahab bin Abdul Mutallib (Pamannya Rosulullah) berkata menanggapi ajakan Rosulullah :
“Celaka kamu Muhammad setiap hari kamu tidak mengajak kami kecuali untuk beriman padamu sebagai utusan Tuhan.”
Setelah kejadian ini, Allah menurunkan ayatnya tentang tidak imannya Abi Lahab terhadap Rosulullah, yaitu ayat :
تبت يدا أبي لهب وتبّ (المسد : 1).
Rosulullah Muhammad Saw sendiri sangat ingin sekali keluarga dekatnya beriman pada kenabiannya, sebagai mana kisah beliau mengajak Abu tholib bin Mutollib paman yang sangat dicintai beliau dan orang yang sangat mencintai beliau.
Kisah Rosululloh dan Abi Tholib di catat lengkap oleh Imam Bukhori dan Muslim di sebuah riwayat dari hadits Azzuhri dengan sanadnya. Imam Azzuhri bercerita :
“Rosululloh selalu mengajak Abu Tholib untuk mengatakan kalimat LAILAHAILLAH, dan Rosululloh selalu mengulangi ajakannya sampai akhirnya Abi Thalib wafat tidak mau mengatakan kalimat LAILAHAILLAH dan menetapi agama Abdul Muthollib.
Sehingga dari peristiwa ini, Rosululloh bersabda :
“Ingatlah wahai Paman! aku akan selalu memintakan maaf pada Allah untukmu selama permintaan maafku tidak di larang.”
Setalah kejadian itu Allah menurunkan Ayat :
وما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولي القربى
Dan ayat yang berkenaan dengan Abi Tholib :
إنك لا بهدي من أحببت ولكن الله يهدي من يشاء وهو أعلم بالمهتدين
Sejarah di atas, bukti nyata bahwa Hidayah itu hanya milik Allah Subahanahu Wataala. Tapi walaupun begitu, Allah telah mengajari pada hamba-Nya bagaimana mendapatkan Hidayah tersebut sebagaimana Allah telah mewajibkan pada setiap muslim untuk meminta hidayah tujuh belas kali setiap hari yang terdapat pada saat melaksanakan sholat wajib yang terdapat dalam surat Al fatihah, Yaitu ihdinash shirotol mustaqiim, yang artinya, “Ya Allah tunjukkan saya pada jalan yang lurus.”
Dari pelajaran ilahiyah ini, Allah telah menunjukkan bahwasannya seorang mukmin bila dia ingin mendapatkan kebenaran haqiqi harus menyiapkan mental kepribadian yang bersih dari rasa tinggi hati. Juga si pencari Hidayah harus mengakui kekuasaan dan kebesaran Allah subahanahu wataala, Sang Pemberi Hidayah. Yaitu dengan penuh kesadaran dalam meminta, tanpa ada keterpaksaan dalam melaksanakan sholat lima waktu sehingga Hidayah cepat diperoleh.