MENGAMALKAN ISI KITAB TANPA MENGGURUKANYA
MENGAMALKAN ISI KITAB TANPA BIMBINGAN GURU
Ada perkataan orang alim sufi Kalau tidak salah murodnya :
Barang siapa yang belajar tanpa guru, maka gurunya adalah syetan.
Yang mungkin intinya adalah akan tersesat.
Yang menjadi pertanyaan:
bgmn jika seseorang mempelajari kitab2 yang belum pernah
dipelajari?
atau bahkan mngamalkan kitab2 persuwukan seperti syamsul ma’arif, wushulul
hikmah thibbun nabawi dll , tanpa adanya sang pengajar atau setidaknya telah
mendapat ijazah dari guru.
apakah diperbolehkan?
JAWABAN
Boleh jika sudah ahli
Zubdatul Itqon, hal. 29
الاجازة من الشيخ غير شرط فى جواز التصدى للاقراء والافادة فمن علم من نفسه
الاهلية جازله ذلك وان لم يجزه احد وعلى ذلك السلف والصدر الصالح، وكذلك فى
كل علم وفى الاقراء وافتاء خلافا لما يتوهمه الا غبياء من اعتقاد كونها
شرطا
Ijazah dari seorang guru bukanlah syarat bagi seseorang yang ingin mengajarkan kitab atau mengambil faidah, maka barang siapa merasa bahwa dirinya mempunyai keahlian diperkenankan baginya untuk mengajarkan kitab tersebut, meski tak ada satu pun guru yang memberinya ijazah. Hal seperti itulah yang dipraktekkan oleh ulama’-ulama’ yang sholih semenjak dahulu begitu juga dalam setiap ilmu,dalam mengajar dan memberikan fatwa, hanya orang-orang bodoh yang meyakini bahwa ijazah merupakan syarat.
Syeikh Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan
الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدي للإقراء والإفادة، فمن علم من نفسه
الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد، وعلى ذلك السلف الأولون والصدر
الصالح، وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء .. وإنما اصطلح الناس على
الإجازة لأن أهلية الشخص لا يعلمها غالبا من يريد الأخذ عنه من المبتدئين
ونحوهم لقصور مقامهم عن ذلك، والبحث عن الأهلية قبل الأخذ شرط، فجعلت
الإجازة كالشهادة من الشيخ للمجاز بالأهلية
Ijazah dari seorang guru bukanlah sebuah syarat bolehnya mengajar dan membacakan kitab. Selama seseorang punya keyakinan bahwa dia sudah ahli maka boleh baginya untuk membacakan dan berfatwa walaupun dia tidak mendapat ijazah dari siapapun. Pendapat ini dianut kalangan salaf klasik(al-awwalun). Begitu juga dalam setiap ilmu. Bahwasanya ada orang yang menganggap perlu adanya ijazah itu karena keahlian sesorang umumnya
tidak dapat dicapai tanpa guru. Sedangkan keahlian itu menjadi syarat untuk mengajar. Maka ijazah itu ibarat sertifikat dari guru pada murid (yang diijazahi/al-mujaz) atas tercapainya suatu keahlian.
Imam Abu Hayyan Al Andalusy berkata dalam Hasyiyah Al Thalib Ibnu Hamdun ala lamiyat al ‘af’al hal 44). :
وقَال أبو حَيان الأندلسِي:
يظنّ الغُمْرُ أن الكُتْبَ تَهدي ## أخَا جَهلٍ لإدْراكِ العُلومِ
ومَا يَدري الجهولُ بأنّ فِيها ## غَوامِض حَيّرت عَقلَ الفهيمِ
إذا رُمت العُلومَ بغيرِ شيخٍ ## ضللتَ عَن الصِراط المُستقِيم
وتلتَبِسُ الأمُورُ عليكَ حَتى ## تصيرَ أضلَّ مِن تُوما الحَكيم
Khalayak ramai menyangka bahwa kitab kitab itu dapat menuntun orang bodoh untuk menggapai ilmu, padahal orang yang amat bodoh tidak tahu bahwa di dalam kitab kitab itu banyak masalah rumit yang membingungkan akal orang cerdas. Apabila engkau mencari ilmu tanpa guru maka engkau dapat tersesat dari jalan yang lurus.Maka segala hal yang berkaitan akan menjadi samar buatmu hingga engkau menjadi lebih sesat di banding si Thomas (Ahli filsafat).