MEMBOCORKAN JAWABAN UN DEMI KELULUSAN ANAK DIDIK
Salah satu hal yang tak terlupakan bagi orang tua murid atau wali murid adalah proses UN yang baru saja di laksanakan oleh anak anak mereka. Yang mana anak anak mereka adalah sebagai tumpuan harapan untuk menjaga stabilitas bangsa dan negara dan yang terutama adalah keluarga.
Di sisi lain dalam praktek UN, para guru guru dari masing masing sekolahan berusaha semaksimal mungkin agar anak didiknya bisa lulus semua. Dengan kemampuan anak didik yang bervariasi menjadikan para guru malakukan hal hal yang terkadang telah di sepakati untuk tidak di lakukan. Bahkan ada sebagaian guru atau pengawas UN yang memberikan bocoran jawaban kepada peserta ujian dengan harapan membantu kelulusan mereka.
Bagaimanakah hukum memberikan bocoran jawaban dalam kondisi seperti di atas?
Dalam kehidupan kita, menjaga kerahasiaan memang sesuatu yang amat berat, kaena rahasia adalah amanat yang mesti kita jaga serapat mungkin. Adalah haram hukumnya membocorkan rahasia, karena kebocoran sebuah rahasia bisa menimbulkan pertikaian, persengketaan bahkan pembunuhan.
Rahasia adalah janji, sementara janji harus di tepati, dengan berdasar alasan inilah syara’menekankan pada umat untuk menjaga rahasia yang di amanahkan. Perintah ini dapat di pahami dari firman Alloh swt berikut ini :
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُلًا
“Dan penuhilah janji! Sesungghnya janji itu pasti di mintai pertanggungjawabanya”.(QS. Al Isro : 34).
Di Indonesia, fenomena membocorkan rahasia kunci jawaban kepada peserta ujian adalah hal yang tidak asing lagi. Apapun alasanya, tindakan membocrkan rahasia sebagaimana kasus di atas adalah haram hukumnya. Aapalagi yang di bocorkan adalah rahasia negara dan mereka para pengajar dan pengawas telah terikat sumpah jabatan. Sehingga tidak satu kesalahan saja yang di lakukan. Setidaknya kesalahan yang di lakukan adalah membocrkan rahasia dan juga melanggar sumpah jabatan dan tidak patuh pada peraturan pemerintah. Terlebih peraturan ini di tetapkan demi kemaslahatan umat
Padahal telah jelas dalam al Qur’an Alloh swt berfirman :
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْا أَطِيْعُوااللهَ وَأَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah RosulNya dan Ulil amri di antara kalian”.(QS. An Nisa :59)
Kemudian, bagaimanakah hukum sumpah yang di lakukan para guru dan pengawas terkait dengan pelanggaran yang mereka lakukan?
Sumpah yang di lakukan pengawas UAN yang mana bertujuan untuk di langgarnya di kemuadian hari adalah haram hukumnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw :
إِذَاوَعَدَالرَّجُلُ أَخَاهُ وَمِنْ نِيَّتِهِ أَنْ يَفِيَ لَهُ فَلَمْ يَفِ وَلَم يَجِئْ لِلْمِيْعَادِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
“ Ketika seseorang berjanji pada temanya dan ia bertujuan untuk memenuhinya kemudian ia tidak memenuhinya maka ia tidak terkena dosa”.(HR.Abu Dawud)
Sedangkan dalam prakteknya, dewan guru yang bersedia menjadi pengawas UN terlebih dahulu di sumpah untuk tidak membocorkan kunci jawaban. Namun, jika dalam melakukan sumpah ia berniat untuk melanggarnya di kemudian hari, maka ia terkena hukum seseorang yang melakukan sumpah dengan tujuan untuk tidak menepatinya, sedangkan menurut Madzhab Hanafiyyah hal ini tergolong Yamin al Ghomus(sumpah palsu) dan haram.
Berbeda dengan pendapat ulama Malikiyyah yang menilai sah dan tidaknya sumpah tergantung pada bahasa yang di gunakan. Menurut mereka, sumpah dapat di hukumi sah apabila menggunakan bahasa arab, sehingga bila sumpahnya menggunakan selain bahasa arab maka sumpahnya tidak sah dan tidak wajib di tepati.
Kesimpulan :
Bahwa membocorkan rahasia negara dalam hal ini adalah kunci jawaban UN adalah haram, juga melanggar peraturan undang undang dan melanggar sumpah jabatan.
Sedangkan sumpah, apabila pada saat di ucapkan, si pelaku sumpah mempunyai maksud tidak akan menjalankan sumpahnya, maka bersumpah di sini humnya adalah haram. karena tergolong janji dengan maksud akan di ingkari, hal ini menurut madzhab Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Hanafiy sumpah seperti ini tergolong sumpah dusta. Dan sedangkan menurut Madzhab Malikiy, sumpah di anggap sah secara syar’i apabila menggunakan bahasa arab.