MENCIUM PASANGAN SAH SAAT BERPUASA ROMADLON
Kadang godaan tidak bisa ditekan saat puasa oleh sebagian pasangan, apalagi pasangan
muda. Apakah dengan mencium istri, puasa
menjadi batal?
Pada hakikatnya, puasa itu menghindari
segala hal yang membatalkan. Salah satu
perkara yang membatalkan puasa adalah
ejakulasi (inzal) akibat persentuhan kulit, dan
bersenggama walaupun tanpa ejakulasi.
Pada dasarnya mencium istri tidak
membatalkan puasa. Tetapi karena bisa
membangkitkan nafsu, dapat mengakibatkan
ejakulasi, dan menyeret seseorang menuju
interaksi seksual maka pembahasan hukumnya
tidak bisa sederhana lagi.
Para ulama menggolongkan ciuman ke dalam
perkara yang dimakruhkan dalam puasa,
apabila ciuman itu membangkitkan syahwat.
Kalau tidak membangkitkan syahwat, ciuman
tidak dipermasalahkan, tetapi lebih baik tetap
dihindari.
(Al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, juz 6 hal.
354, Mughni al-Muhtaj, juz I, hal, 431-436)
Tentu
hukum ini berlaku untuk ciuman kepada istri.
Selain istri jelas hukumnya Haram.
Menurut pendapat yang kuat, hukum makruh
yang berlaku atas mencium istri ketika
berpuasa adalah makruh tahrim. Artinya,
meskipun makruh (yang definisi dasarnya tak
mengapa jika dilakukan) jika dilakukan juga
maka si pelaku mendapat dosa. Untuk sekedar
diketahui, selain makruh tahrim terdapat juga
kategori hukum makruh tanzih, jika
melakukannya tidak ada konsekuensi apapun,
dosa maupun pahala. Seperti halnya haram,
hal-hal yang berhukum makruh tahrim harus
dihindari. Sementara pada makruh tanzih,
penghindaran itu hanya bersifat anjuran.
Hukum tersebut di-istinbath-kan para ulama
dari hadits riwayat Abu Dawud yang
bersumber dari Abu Hurairah bahwa
Rosululloh melarang kaum muda mencium
(pada saat berpuasa), dan memperbolehkan
hal itu pada orang-orang tua yang telah lanjut
usia.
Mengapa Rosululloh membedakan orang tua
dengan pemuda?
Para ulama merasionalisasi
pembedaan ini dengan argumen bahwa pada
usia muda seseorang sedang berada pada
puncak hasrat dan kemampuan seksualnya.
Sedangkan pada orang tua biasanya hasrat
dan potensi seksualnya telah banyak menurun.
Secara praktis, ciuman pada usia muda
dikhawatirkan mengakibatkan pada ejakulasi.
Atau menggoda pelakunya untuk menindak
lanjutinya dengan interaksi seksual langsung
karena kekurangmampuan orang muda untuk
mengendalikan nafsu.
Dalam pengertian itu, maka batasan tua atau
muda hanya merujuk pada kondisi umum saja.
jika ada pemuda yang sepenuhnya mampu
mengendalikan diri, atau orang tua yang
masih sangat tinggi hasrat dan kemampuan
seksualnya, maka hukum yang berlaku bagi
keduanya berbanding terbalik dengan
keterangan di atas. Ini karena masalah
utamanya memang bukan tua atau muda,
tetapi apakah tindakan itu akan mengarahkan
pelakunya pada hal yang membatalkan puasa
atau tidak.
Hukum ini sesuai dengan kaedah fiqih : ‘li
wasail hukmil maqoshid’ terhadap hal-hal yang
mendukung atau mendorong atau
menyebabkan diberlakukan hukum yang sama
hasil akhirnya.
Ketika ditentukan bahwa
interaksi seksual langsung dan ejakulasi
karena persentuhan kulit membatalkan puasa,
maka perbuatan-perbuatan yang mengarah
kepada keduanya harus pula dihindari jauh-
jauh.
Pelukan, genggaman, dan sejenisnya, dengan
nalar dan pertimbagan serupa, disamakan
hukumnya dengan mencium.
Tetapi hukum ini tidak serta merta
mempengaruhi sah tidaknya puasa. Jika anda
suatu saat di siang hari bulan Romadlon
mencium istri, dan tidak terjadi sesuatu akibat
atau tindak lanjut apa-apa, maka puasa anda
tetap sah, tidak batal, tetapi tingkat
kesempurnaannya berkurang. (Al-Majmu’
Syarh al-Muhaddzab. Juz 6 hal, 355)