PENJELASAN IMAM NAWAWY BANTEN TENTANG PROFESI MANUSIA DALAM KEHIDUPAN

PENJELASAN IMAM NAWAWY BANTEN TENTANG PROFESI MANUSIA DALAM KEHIDUPAN

NABI

Imam Nawawy Banten menjelaskan :

ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﻳﺪ ﻟﺤﺮﺙ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﺍﻟﺴﺎﻟﻚ ﻟﻄﺮﻳﻘﻬﺎ ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﻋﻦ ﺳﺘﺔ ﺃﺣﻮﺍﻝ؛ ﺇﻣﺎ ﻋﺎﺑﺪ ﺃﻭ ﻋﺎﻟﻢ ﺃﻭ ﻣﺘﻌﻠﻢ ﺃﻭ ﻣﺤﺘﺮﻑ ﺃﻭ ﻭﺍﻝ ﺃﻭ ﻣﻮﺣﺪ ﻣﺴﺘﻐﺮﻕ ﺑﺎﻟﻮﺍﺣﺪ ﺍﻟﺼﻤﺪ ﻋﻦ ﻏﻴﺮﻩ.

Ketahuilah bahwa orang yang menghendaki kehidupan akhirat yang menempuh jalan untuk mencapainya setidaknya ada enam bagian keadaan; Adakalanya seorang ahli ibadah, orang yang berilmu, pelajar, pengusaha, penguasa, atau orang yang menyatukan diri dengan Dzat yang maha tunggal nan tak butuh selain-Nya.

ﻓﺎﻟﻌﺎﺑﺪ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺘﺠﺮﺩ ﻟﻠﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﺷﻐﻞ ﻟﻪ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﺃﺻﻼ، ﻭﻟﻮ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻟﺠﻠﺲ ﺑﻄﺎﻻ، ﻓﺎﻷﻧﺴﺐ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻐﺮﻕ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻭﻗﺎﺗﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ.

Orang yang ahli ibadah adalah seseorang yang melulu melakukan peribadatan yang sama sekali tidak ada kesibukan baginya selain beribadah, dan andai dia tidak beribadah maka dia akan (merasa) nganggur. Maka patutlah baginya untuk menghabiskan lebih banyak waktunya dalam peribadatan.

ﻭﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﻔﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﻓﻲ ﻓﺘﻮﻯ ﺃﻭ ﺗﺪﺭﻳﺲ ﺃﻭ ﺗﺼﻨﻴﻒ، ﻓﺈﻥ ﺃﻣﻜﻨﻪ ﺇﺳﺘﻐﺮﺍﻕ ﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﺎ ﻳﺸﺘﻐﻞ ﺑﻪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ ﻭﺭﻭﺍﺗﺒﻬﺎ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻤﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻫﻮ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺮﻏﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻭﻳﺰﻫﺪﻫﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻳﻌﻴﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﻠﻮﻙ ﻃﺮﻳﻖ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﺇﺫﺍ ﻗﺼﺪ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻢ ﺍﻹﺳﺘﻌﺎﻧﺔ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﻠﻮﻙ.

Orang yang berilmu adalah seseorang yang memberikan kemanfaatan terhadap manusia dengan ilmu pengetahuannya, baik dalam bentuk fatwa, pembelajaran, atau tersaji dalam bentuk karya.

Lantas apabila memungkinkan baginya untuk menghabiskan waktunya dalam hal tersebut, maka demikian merupakan kesibukan yang lebih utama setelah kefardhuan lima waktu dan rawatibnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Ilmu Pengetahuan” adalah ilmu yang menjadi pijakan untuk beribadah; ialah ilmu pengetahuan yang membuat manusia senang dalam kehidupan akhirat, menjauhkannya dari kesenangan duniawi, dan menolongnya menempuh jalan ke akhirat bilamana tujuan pembelajaran tersebut adalah menjadikan ilmu sebagai penolong untuk bisa menempuh perjalanan spiritualnya.

ﻭﺍﻟﻤﺘﻌﻠﻢ ﻫﻮ ﺍﻟﻘﺎﺻﺪ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻢ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻓﺈﺷﺘﻐﺎﻟﻪ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻢ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺇﺷﺘﻐﺎﻟﻪ ﺑﺎﻷﺫﻛﺎﺭ ﻭﺍﻟﻨﻮﺍﻓﻞ، ﺑﻞ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻮﺍﻡ ﻓﺤﻀﻮﺭ ﻣﺠﺎﻟﺲ ﺍﻟﻮﻋﻆ ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺇﺷﺘﻐﺎﻟﻪ ﺑﺎﻷﻭﺭﺍﺩ.

Pelajar adalah seseorang yang belajar ilmu pengetahuan bertujuan karena Allah, maka kesibukannya dengan belajar itu lebih utama dari pada kesibukannya dengan berdzikir dan melakukan ibadah sunnah, bahkan andai dia dari golongan orang-orang awam maka keikutsertaannya di majlis pengajian dan pembelajaran itu lebih utama dari pada kesibukannya dengan berwirid.

ﻭﺍﻟﻤﺤﺘﺮﻑ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﻟﻠﻜﺴﺐ ﻟﻌﻴﺎﻟﻪ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻀﻴﻊ ﺍﻟﻌﻴﺎﻝ ﻭﻳﺴﺘﻐﺮﻕ ﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ، ﺑﻞ ﻭﺭﺩﻩ ﻓﻲ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﺼﻨﺎﻋﺔ ﺣﻀﻮﺭ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻭﺍﻹﺷﺘﻐﺎﻝ ﺑﺎﻟﻜﺴﺐ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻨﺴﻰ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺻﻨﺎﻋﺘﻪ ﺑﻞ ﻳﻮﺍﻇﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺴﺒﻴﺤﺎﺕ ﻭﺍﻷﺫﻛﺎﺭ ﻭﻗﺮﺃﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﺈﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻣﻊ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻭﻻ ﻳﻔﻮﺗﻪ، ﻭﻣﻬﻤﺎ ﻓﺮﻍ ﻣﻦ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﻛﻔﺎﻳﺘﻪ ﻳﻌﻮﺩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ.

Pengusaha atau Pekerja adalah orang yang membutuhkan usaha untuk menghidupi keluarganya, tidak diperkenankan baginya untuk mensia-siakan keluarganya dan menghabiskan waktunya dalam peribadatan, tapi bahkan di waktunya bekerja wiridannya adalah datang ke pasar dan menyibukkan diri dengan pekerjaan, namun seyogyanya dia tidak lupa berdzikir pada Allah dalam aktivitasnya, dan bahkan tetap atas bacaan tasbih, dzikir, dan membaca al-Qur`an, karena yan demikian itu masih bisa dilakukan seraya beraktivatas dan hendaklah tidak mengenyampingkannya. Dan manakala dia telah selesai dari menghasilkan kebutuhannya maka hendaklah kembali untuk beribadah.

ﻭﺍﻟﻮﺍﻟﻲ ﻣﺜﻞ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻭﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻭﻛﻞ ﻣﺘﻮﻝ ﻟﻤﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﺤﺎﺟﺎﺕ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺃﻏﺮﺍﺿﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻭﻓﻖ ﺍﻟﺸﺮﻉ، ﻭﻗﺼﺪ ﺍﻹﺧﻼﺹ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺇﺷﺘﻐﺎﻟﻪ ﺑﺎﻷﻭﺭﺍﺩ، ﻓﺤﻘﻪ ﺃﻥ ﻳﺸﺘﻐﻞ ﺑﺤﻘﻮﻕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻧﻬﺎﺭﺍ ﺃﻭ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ ﻭﻳﻘﻢ ﺍﻷﻭﺭﺍﺩ ﻟﻴﻼ.

Dan penguasa, seperti pemimpin negara, pemutus hukum, dan setiap orang yang mengurus kemashlahatan orang muslim, adalah pengatur kebutuhan orang-orang Islam sesuai tuntunan syari’at dan menjalaninya dengan ikhlas itu lebih utama dari pada kesibukannya dengan berwirid.

Maka sudah sepatutnya dia menyibukkan diri dengan mengurus hak-hak manusia di waktu siang, atau meringkas kefardhuan shalat lima waktunya dan melakukan wiridan di malam hari.

ﻭﺍﻟﻤﻮﺣﺪ ﺍﻟﻤﺴﺘﻐﺮﻕ ﺑﺎﻟﻮﺍﺣﺪ ﺍﻟﺼﻤﺪ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺻﺒﺢ ﻭﻫﻤﻮﻣﻪ ﻫﻢ ﻭﺍﺣﺪ ﻓﻼ ﻳﺤﺐ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻳﺨﺎﻑ ﺇﻻ ﻣﻨﻪ ﻭﻻ ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ، ﻓﻤﻦ ﺇﺭﺗﻔﻌﺖ ﺭﺗﺒﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﻟﻢ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ ﺗﻨﻮﻳﻊ ﺍﻷﻭﺭﺍﺩ ﻭﺇﺧﺘﻼﻓﻬﺎ، ﺑﻞ ﻭﺭﺩﻩ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ ﻭﺍﺣﺪ، ﻭﻫﻮ ﺣﻀﻮﺭ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺣﺎﻝ، ﻓﻼ ﻳﺨﻄﺮ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﺃﻣﺮ ﻭﻻ ﻳﻘﺮﻉ ﺳﻤﻌﻪ ﻗﺎﺭﻉ ﻭﻻ ﻳﻠﻮﺡ ﻟﺒﺼﺮﻩ ﻻﺋﺢ ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻓﻴﻪ ﻋﺒﺮﺓ ﻭﻓﻜﺮﺓ ﻭﻣﺰﻳﺪ، ﻓﻬﺬﺍ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﺣﻮﺍﻟﻪ ﺗﺼﻠﺢ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺳﺒﺒﺎ ﻹﺯﺩﻳﺎﺩﻩ. ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻨﺘﻬﻰ ﺩﺭﺟﺎﺕ ﺍﻟﺼﺪﻳﻘﻴﻦ، ﻭﻻ ﻭﺻﻮﻝ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺇﻻ ﺑﻌﺪ ﺗﺮﺗﻴﺐ ﺍﻷﻭﺭﺍﺩ ﻭﺍﻟﻤﻮﺍﻇﺒﺔ ﻋﻠﻴﻬﺎ.

Orang yang menyatukan diri dengan Dzat yang maha tunggal nan menjadi tumpuannya adalah seseorang yang dalam hidupnya hanya mempunyai satu tujuan keinginan. Maka dia hanya cinta pada Allah, hanya takut terhadap-Nya, dan tidak menanti rezeki dari selain-Nya.

Lantas barangsiapa yang berhasil mencapai kedudukan ini maka dia tidak lagi butuh pada wiridan yang beragam dan berbeda-beda, tapi bahkan setelah shalat lima waktu wiridannya hanya satu; ialah hadirnya hati bersama Allah dalam setiap keadaan.

Maka tak ada sesuatupun yang terbesit dihatinya, tak ada suara apapun yang mengganggu pendengarannya, dan tak ada berkas cahaya apapun yang mampu mengalihkan pandangannya, kecuali dia sedang meniti sebuah pembelajaran nan tauladan dan berada di satu titik pusat pemikiran dalam hatinya.

Semua ini adalah keadaannya yang patut menjadi sebab bertambahnya imannya, dan ini merupakan puncak kedudukan orang-orang yang shiddiq, dan kedudukan tersebut hanya bisa dicapai setelah melakukan wiridan dan merutinkannya.

Referensi :

Tsimarul Yani’ah Fi Riyadhil Badi’ah karya Syech Muhammad Nawawi al Jawi (Banten)

 

Leave your comment here: