CARA BELANDA MEMANIPULASI PIHAK PESANTREN

CARA BELANDA MEMANIPULASI PIHAK PESANTREN

noe               Ketika meneliti sejarah Islam Nusantara, Agus Sunyoto menyimpulkan bahwa pesantren adalah elemen bangsa Indonesia yang tidak pernah terjajah oleh kolonial. Pesantren malah melakukan perlawanan.

Ketika sampai akhirnya Belanda tidak mampu mengatasi perlawanan itu, terutama pasca penangkapan Pangeran Diponegoro, kolonial Belanda membuat strategi baru yaitu melalui perang ideologi dengan cara memanipulasi sejarah.

Maka, kata Agus, sejak saat itu Belanda membuat naskah-naskah kuno manipulatif dengan tujuan untuk mengkerdilkan kalangan pesantren.

“Misalnya ada pegawai jabatannya jaksa namanya Mas Ngabehi Purwowijoyo. Dia diberi tugas membikin Babad Kediri,” katanua di hadapan para Mahasiswa Pascasarjana STAINU Jakarta Kelas Ciganjur, Jumat (28/11)

Dalam Babad Kediri, Sunan Bonang, Sunan Giri itu dijelek-jelekkan. Dakwah Islam itu jelek karena merusak tatanan masyarakat dan seterusnya. “Naskah kolonial itu yang bikin pegawainya Belanda,” tambahnya.

Dari Babad Kediri ini, lanjut Agus, lahirlah naskah-naskah baru buatan Belanda yang cenderung mendiskreditkan Wali Songo, diantaranya adalah Serat Darmogandul, Serat Syekh Siti Jenar, Kronik Klenteng Sam Po Kong.

Dalam naskah yang disebut terakhir itu diceritakan Wali Songo adalah utusan Kaisar China untuk meruntuhkan Majapahit. Intinya menyebutkan Wali Songo itu pengkhianat.

Menurut Agus, tujuan dibuat naskah-naskah itu adalah untuk memecah belah kalangan pesantren. “Semua bikinan Belanda ini, nggak ada dalam kenyataan. Saya pernah ngejar ini (Kronik Klenteng Sam Po Kong) sampai ke Leiden, Denhaag karena menurut kabar ada di sana, ternyata nggak ada di sana” cerita Agus.

Untuk menelusuri naskah kronik ini, Agus menanyakan ke beberapa Sejarawan, termasuk sejarawan Belanda yaitu De Graaf. Menurut Agus, ketika ditanya tentang naskah kronik, De Graaf hanya tertawa saja karena memang naskah itu adalah fiktif dan tidak ada.

Diceritakan bahwa seorang Residen yang bernama Portman merampas naskah itu dan menurut De Graaf, tidak ada Residen yang bernama Portman. “Saya jadikan kunci itu, saya datang ke Arsip Nasional, saya cari namanya Almanak Van Netherlandsch Indie, 1810 sampai 1942 tiap tahun mengeluarkan almanak yang menceritakan Residen-residen di berbagai daerah,” lanjutnya.

Setelah ia meneliti bupati, wedono, pejabat pemerintah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, ternyata memang tidak ada residen yang bernama Portman.

“Bohong, naskahnya nggak ada. Portman juga tidak pernah ada. Tujuannya untuk menghancurkan Islam, menjelek-jelekan Wali Songo,” tukasnya.

Selain itu, tambah Agus, pada tahun 1860 Belanda secara khusus mengeluarkan naskah Kidung Sunda. Setelah diteliti, ternyata yang bikin orang Bali. Isinya menceritakan tentang Peristiwa Bubat, yaitu Gajah Mada membunuh Raja Sunda sekeluarga dan pasukannya.

“Itu cerita fiktif, rekayasa Belanda. Belanda yang bikin pasti tujuannya devide et impera, memecah belah. Jadi kita harus hati-hati sama naskah kolonial, uji dulu, kita harus mengkompilasi dengan data lain,” pungkasnya

Leave your comment here: