CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 9
Motor ninja RR berhenti dengan tiba tiba dengan suara mesin yang enak, pengendaranya masih memainkan gas di tangan kanan, sedang tangn kirinya menarik kopling, kaki kirinya sibuk menginjak persneling gigi menimbulkan klik klik klik, sedangkan kaki kananya menginjak tanah dengan sandal yang bagus sebagai penahan beban motor agar tidak roboh.
Ku lihat kaki kiri yang tadi sibuk menginjak persneling kini beralih menekan tungkai standar besi motor. Mesinpun mati.
Sang pengendara itu turun dari motornya, mengarahkan pandangan yang masih tertutup helmet hijau berkaca film ke arahku yang sudah berhenti dari menuntun motor, tetapi masih tetap memegang kedua setang tanpa menstandarnya..
Mataku tidak dapat menembus kaca helmetnya, sehingga aku tidak bisa mengenali siapakah dia. “Tetapi aku yakin dia pasti sedang memperhatikan aku dari wajah sampai ke kaki”, begitu pikirku.
Tiba tiba jantung di dalam dadaku memompa darah dengan cepat, sehingga mengakibatkan debaran keras ke seluruh raga, meneror jiwa yang sedang gundah.
Ada rasa takut yang secara tiba tiba membombardir hati, semua perasaan tak menentu yang menghantui terwakili dengan bergetarnya tangan dan keluarnya keringat dingin.
Kehadiran pengendara motor yang terlihat sebagai seorang pria itu telah membuat setengah jiwaku terbang ketakutan.
“Begal”.. Begitu pikirku
Sang pengendara motor itu mendekatiku dengan tanpa membuka helmetnya.
“Orang jahat biasanya tidak akan memperlihatkan wajahnya, agar tidak bisa di kenali oleh siapapun, termasuk korbanya”. Demikian kembali aku menerka nerka.
“To tolong…” Jeritku dengan keras, walau masih di dalam hati sebagai latihan, kalau kalau dia benar akan berbuat jahat.
Ku lihat tangan kanan sang pengendara itu menyelinap masuk ke balik jaket hitamnya.
“Dia pasti akan mengeluarkan senjatanya, mungkin pistol atau pisau lipat”… Semakain berdebar jantung ini
Aku mencoba menetralisir akan keadaan genting ini.
Sengaja ku alirkan tenaga ke dalam kedua tangan agar bisa membela diri di saat di serang nanti, sambil dengan tetap mengawasi tangan sang pengendara tadi yang masih menyelinap di balik jaketnya.
Aku terus mengamati dengan gemetar yang semakin nyata.
Ku lihat kini tangan itu keluar dengan pelan dari balik jaket, akupun bersiap siap tanpa berkedip dan nafas dengan tanpa sengaja tertahan..
Sedikit demi sedikit pergelangan tanganya mulihat terlihat.. Aku berusaha melihat senjata apa yang di genggamnya dengan sangat serius..
Tiba tiba…
Tot..!!! Aku kaget sampai hampir melompat, jantungku seakan tanggal..
Suara klakson mobil truk membuat kaget bukan kepalang membuyarkan konsentrasiku.
Ku coba mengumpulkan ketenangan yang telah tercecer di palataran hati, kini ketenangan itu telah menjadi konsentrasi setelah terkumpul kembali.
Kembali tangan misterius tadi menjadi incaran pandangan, Dan…
Fuh…. Aku membuang nafas dengan lega, karena ternyata yang di pegangnya bukanlah senjata baik pistol atau pisau lipat, tetapi hanya sapu tangan berwarna merah hati. Dia mengusap kedua tapak dan punggung tanganya dengan seksama.
Kemudian kedua tangan itu naik memegang helmetnya dan dengan segera mengangkat untuk membukanya juga.
Setelah itu terlihatlah mukanya… “Subhanalloh.. Ganteng banget..”. matanya belok, alisnya tebal, hidungnya mancung dan ada jenggot tipis di dagunya yang bagus.
“Malaikat dari langit”. Apakah ini malaikat dari langit yang akan menolongku? Ah.. Malaikat dari hongkong…
Dia tersenyum ramah menyapaku yang masih terlena memikirkan kegantenganya.
“Maaf, Kenapa motornya di dorong, ada yang bisa saya bantu…?
Aku tidak menjawab.. Aku masih benar benar belum tersadar secara penuh.
Dia mengulangi pertanyaanya
“Maaf, mbak kenapa ya…?
Aku tersadar, segera ku kuasai keadaan dengan menundukan muka.
“Tidak apa apa, Cuma kehabisan bensin”. Jawabku dengan agak tersipu
“Mbak sekolah di mana..?”. Dia bertanya lagi
“ Di sana di MI Negeri”. Aku menjawab sambil menunjukan letak sekolah dengan jariku.
“Berarti mbak ini bu guru ya…”.
Aku hanya mengangguk pelan dan heran.
“Ya iyalah… masa anak MI sebesar ini”. Begitu hatiku berujar jail
“Kalau boleh, saya mau membantu bu guru, Boleh…? Dia melanjutkan bertanya..
Akupun Cuma mengangguk lagi.
“Begini bu guru, saya akan membeli bensin, bu guru tunggu saja di sini, Cuma sebentar kok, tidak lama…”. Dia menawarkan solusi
Aku segera menjawab : “ Tidak usah, Terima kasih”. Karena aku ingat sama sekali tidak membawa uang.
“Kenapa..?”. Dia bertanya dengan penuh keheranan
Aku tidak bisa menjawabnya, aku malu mengatakan yang sesungguhnya, kalau aku tidak membawa uang sedikitpun, jadi aku hanya nyengir saja.
BERSAMBUNG…….