BANK BERLABEL SYARI’AH DI INDONESIA BELUM SESUAI SYARI’AH ISLAM

BANK BERLABEL SYARI’AH DI INDONESIA BELUM SESUAI SYARI’AH ISLAM

jejakislam-11.jpgJakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meninjau ulang konsep serta praktik perbankan yang dioperasikan oleh bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di Indonesia. Transaksi yang dijalankan bank dan jasa keuangan yang mendompleng term “syariah” bergeser jauh dari fiqih muamalah.

Isu ini mengemuka saat Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudlu’iyah Muktamar NU membahas di Jakarta pada Rabu-Kamis (22-23/4) terkait sikap NU menghadapi pasar bebas negara ASEAN per Desember mendatang.

Salah seorang anggota komisi ini, Abdul Jalil menyatakan bahwa bank syariah dan bank konvensional secara substansi tidak jauh berbeda.

“Kalau perbedaan syar’i dan non-sya’ri itu diukur hanya dari akadnya, ini namanya simplifikasi. Bayangkan, selisih bagi hasil bank syariah dan bunga bank konvensional antara keduanya, tipis. Kalau yang satu masuk surga, dan yang satu masuk neraka hanya karena yang satu disebut ‘bunga’ dan yang lain ‘bagi hasil’, terlalu sederhana betul,” kata Jalil kepada NU Online di Jakarta.

Ia juga mempersoalkan keislaman pemilik dan juga nasabah bank syariah. “Belum lagi masalah akad! Mana ada akad al-ijaroh almuntahiyah bit tamlik? Apa bedanya dengan leasing pada bank konvensional?” tegas Jalil yang menyayangkan umat Islam khususnya koperasi, BMT, dan perusahaan jasa travel dari kalangan pengusaha NU yang terjebak pada produk syariah itu.

Kalau bank syariah sebagai sebuah nama, boleh saja. Tetapi kalau bank syariah itu dibilang “syar’i” hanya karena akad, pelayanan, dan pelayannya mengenakan atribut keislaman, tentu jawabnya “tidak”, Jalil menekankan.

“NU mesti mengatakan bahwa ‘bank-bank syariah itu sama saja dengan bank konvensional’ atau ‘bank konvensional juga bersifat syar’i’,” kata Jalil.

Anggota lain komisi ini Syafiq Hasyim menambahkan bahwa bank-bank syariah itu menjalankan syariah hanya di awal, pada akad. Selebihnya bank syariah itu juga menjalankan transaksi ribawi karena mengikut pada bank konvensional.

“Mereka nyatanya tidak bisa lepas dari praktik riba. Uang terkumpul mereka nyatanya juga digunakan dalam transaksi non syariah. Bank-bank syariah itu tetap saja menaruh uangnya di bank sentral yang juga beroperasi secara konvensional. Artinya, problem yang tidak bisa diselesaikan bank syariah hingga kini ialah riba,” kata Syafiq.

Bank syariah itu memang tidak mungkin akan menjadi besar. Pasalnya mereka bermain di level eceran, individu. Karenanya, bank berlabel syariah ini cenderung tahan terhadap krisis. “Tetapi bank syariah ini tidak pernah berorientasi pada ekonomi makro pada level negara sehingga sulit berpartisipasi dalam persaingan ekonomi global,” Ketua PBNU H Imam Aziz menambahkan.

Menurut Jalil, perekonomian syariah yang meliputi perbankan dan juga keuangan syariah merupakan isu yang sempat akan dibahas di Muktamar NU di Makassar lima tahun lalu.

Leave your comment here: