pembayaran DAM HAJI DAN AMIL ZAKAT DI INDONESIA

pembayaran DAM HAJI DAN AMIL ZAKAT DI INDONESIA
  1. Pembayaran Dam

    LBM  Deskripsi masalah:

Pembayaran dam yang terjadi diserahkan kepada muqimin atau KBIH berupa uang seharga kambing (350 riyal misalnya). Namun dalam rangka mencari untung, mereka (baca: yang diserahi) membelikan kambing setelah bulan haji lewat dengan alasan harga kambing pada saat itu bisa turun hingga mencapai 150 riyal (misalnya). Atau ada yang dibelikan pada bulan haji tahun berikutnya untuk catering para jamaah haji.

Pertanyaan :

  1. Bolehkah menunda pembelian kambing sampai pada bulan-bulan tersebut ?
  2. Milik siapa, uang sisa pembelian kambing seharga 150 real dari uang sebesar 350 real?

Jawaban :

  1. Penundaan pembelian dam yang tentu berkonsewensi pada penundaan penyembelihannya ditafsil :
  2. Boleh, apabila sebab dari pembayaran dam bukan tindakan yang maksiat / diharamkan.
  3. Tidak boleh, apabila sebab dari pembayaran dam merupakan tindakan yang diharamkan.

  1. Sisa uang dari pembelian dam tetap milik muwakkil, kecuali sudah direlakan oleh muwakkil maka menjadi milik wakil.

  1. Amil zakat

      Deskripsi masalah:

Dalam kitab-kitab fiqh, amil zakat dibentuk oleh imam. Dan fiqih tidak menjelaskan secara rinci tentang mekanisme pembentukannya. Apakah pembentukan itu dari inisiatif imam atau pengajuan dari bawah. Sementara yang terjadi di masyarakat, ada yang dibentuk oleh lurah, camat, bupati dst. Ada pula komunitas masyarakat (RT, ormas masjid, lembaga pendidikan, dan bahkan PKK) yang membentuk panitia zakat kemudian diajukan kepada pemerintah setempat, (lurah, camat, atau bupati) untuk dimintakan SK agar diakui keberadaannya.

Pertanyaan :

  1. Siapakah yang dimaksud imam untuk membentuk amil zakat ?
  2. Bagaimana dengan Undang-undang Zakat tentang konsep amil dan mekanisme kerjanya ?
  3. Apakah panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa tersebut di atas bisa disebut amil zakat (bagian dari ashnaf delapan) sehingga berhak memperoleh bagian dari zakat ?

Jawaban :

  1. Imam dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Kepala Pemerintahan dalam hal ini Presiden. Adapun terkait dengan pembentukan amil zakat adalah presiden dan orang-orang diberi wewenang membentuk amil sebagaimana diatur oleh UU Zakat, yaitu Gubernur, Bupati/Wali Kota dan Camat.

Catatan :

Kepala desa / Lurah tidak termasuk orang-orang diberi wewenang membentuk amil zakat.

  1. Mencermati undang-undang zakat yang ada, konsep pembentukan amil versi undang-undang zakat sesuai dengan konsep fikih. Sedang mekanisme tata kerjanya masih perlu untuk disempurnakan, karena ada tugas-tugas dan kewenangan amil yang belum terakomodir dalam UU zakat, diantaranya kewenangan mengambil zakat secara paksa jika ada muzakki yang menolak membayar zakat.

  1. Panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat.

 

  1. Wakalah Qurban

      Deskripsi masalah:

Perbedaan jatuhnya awal Ramadhan dan Hari Raya fitri maupun Qurban akan selalu menjadi fenomena yang menarik di kalangan umat Islam Indonesia. Khususnya Hari Raya Qurban ada konsekwensi masalah yang perlu kita cermati yaitu ibadah qurban itu sendiri. Si fulan menyerahkan hewan qurban kepada seorang tokoh agama untuk menyembelih dan membagikan dagingnya kepada yang berhak pada hari raya qurban karena mereka berdua ini beda pendapat / keyakinan tentang jatuhnya 10 Dzul-Hijjah di mana menurut keyakinan fulan (muwakil) 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Kamis, sedang tokoh agama (wakil) meyakini hari rabu, maka timbullah permasalahan baru tentang sah atau tidaknya ibadah qurban yang disembelih pada hari Rabu sesuai dengan keyakinan wakil.

      Pertanyaan:

  1. Sahkah ibadah qurban si Fulan tadi?
  2. Jika tidak sah apakah wakil (tokoh agama) tadi wajib mengganti?

Jawaban :

  1. Tidak sah jika penyembelihan pada hari Rabu itu menyalahi terhadap keyakinan muwakkil.

  1. Pihak yang diserahi hewan qurban (wakil) wajib mengganti apabila dia bertindak ceroboh (tafrith), seperti dia tahu bahwa langkah yang ditempuh itu menyalahi terhadap ketentuan yang buat oleh pihak muwakkil.

  1. Mark Up APBD

      Deskripsi masalah:

Sudah menjadi gejala umum bahwa proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah/ swasta yang memenangkan tender berupaya mengeruk keuntungan yang besar dengan berbagai cara yang dianggap tidak menyalahi aturan karena adanya standart penetapan harga dari pemerintah setempat. Contoh : pembebasan tanah untuk jalan tol harga per meter persegi Rp 100.000,-. Namun dalam pelaksanaan kenyataannya di bawah standart dan bervariasi, ada yang Rp 20.000,- ; Rp 50.000,- ; 80.000,-. Hal yang demikian tadi juga berlaku dalam pembelanjaan bahan bangunan seperti besi, semen, dan lain-lain. Semuanya tadi dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang dicantumkan selalu harga-harga standart tertinggi / termahal di kalangan mereka dikenal dengan mark up anggaran.

Pertanyaan :

  1. Berdosakah membikin laporan pertanggungjawaban seperti itu dengan asumsi tidak melanggar aturan, karena ada standart harga yang sudah di cantumkan?
  2. Tindakan (mark up anggaran) tersebut tergolong apa dalam hukum Islam? Dan apa hukumannya?

Jawaban :

  1. Mark Up APBD adalah suatu perbutan dosa karena termasuk kidzib / dusta.
  2. Termasuk ghulul (penggelapan) dan selanjutnya mereka wajib mengembalikan serta dikenai hukuman tazir menurut kebijakan Imam (yang berwenang).

Telah Di Tashih Oleh LBM PWNU Jatim

Di Rumah KH. Yasin Asymuni

Tanggal 19 J. Akhirah 1426 / 26 Juli 2005

Leave your comment here: