Mengapa Kita Bershalawat? (Padahal Alloh sudah menjamin Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
Memang dalam FirmanNya, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk bershalawat pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallama. Karena Allah dan MalaikatNya bershalawat pada Baginda Nabi SAW. Namun, kadang Sekelumit pertanyaan masih menggelanyuti kita. Kenapa kita bershalawat?. Padahal makna Shalawat adalah memintakan belas kasihan yang agung (Rahmat Ta’dzim) pada Junjungan kita, Baginda Nabi SAW. Bukankan itu seakan tiada manfaatnya? Bukankah Allah telah menjamin Baginda Nabi di sisiNya, kelak di Akhirat?
Imam Ismail Alhamidi memaparkan, “Apabila ada yang bertanya, Rahmat/belas kasihan Allah Ta’ala pada Nabi sudah jelas/hasil. Bukankah memintakan Rahmat pada Beliau SAW termasuk Tahsilul Hasil (meminta hal yan sudah jelas hasilnya)?. Maka Jawablah!: Sesungguhnya tujuan kita bershalawat, memintakan Rahmat pada Baginda Nabi SAW adalah untuk meminta atau mencari Rahmat-rahmat Allah Ta’ala yang lain dan itu belum kita dapatkan, karena Setiap detik, setiap waktu Rahmat Allah pasti ada. Maka seiring bertambahnya orang-orang yang bershalawat, Rahmat Allah pada Baginda Nabi SAW semakin sempurna pada tataran tak berbatas. Inilah yang kemudian bermanfaat pada kita. Namun, tidaklah layak seseorang yang bershalawat mempunyai tujuan diatas, yang baik ia bertujuan Tawassul/menjadikan shalawat sebagai perantara kepada Tuhannya untuk tujuannya”.
Tidak boleh mendoakan Nabi dengan Doa yang tidak warid (datang dari pemaparan baginda Nabi SAW) seperti Rahimahullah. Namun, semestinya kita mendoakan yang sesuai dengan derajad dan keagungan Beliau SAW. Karena yang pantas untuk para Nabi adalah doa Shalawat dan Salam (‘AlaihisSalaam/Shallallahu ‘alaihi Wasallama etc.). sedangkan untuk Sahabat, Tabi’in, Para Wali dan Masyayikh adalah AtTaradli (Radliyallahu ‘Anhu). Untuk lainnya kita bisa mendoakan dengan cara bagaimanapun juga”.
Dulu Waktu kecil, kita di beri Ilustrasi sederhana tentang kenapa kita bersalawat pada Baginda Nabi SAW oleh yang kami muliakan Guru Ngaji di Desa Kami berupa, “Kita bershalawat pada baginda Nabi, laksana kita menuangkan air ke dalam kendi (bejana). Bukankah kalau sudah penuh kendi itu akan meluber dan tumpah? Lha tumpahan itulah yang akhirnya mengenai kita. Jadi hakikatnya kita meminta belas kasihan Allah Ta’ala untuk diri kita sendiri”.
Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad.!!!
Wallahu A’lam