PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.

PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.

 MAULID NABI

1.Pendapat Imam Abu Syamah (599 – 665 H)

Beliau adalah guru Imam Nawawi

وَمِنْ أَحْسَنِ مَا ابْتُدِعَ فِيْ زَمَانِنَا مَا يَفْعَلُ كُلَّ عَامٍ فِي الْيَوْمِ الْمُوَافِقِ لِيَوْمِ مَوْلِدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الصَّدَقَاتِ وَالْمَعْرُوفِ وَإِظْهَارِ الزِّيْنَةِ وَالسُّرُورِ، فَإِنَّ ذَلِكَ مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ اْلإِحْسَانِ لِلْفُقَرَاءِ مُشْعِرٌ بِمَحَبَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعْظِيْمِهِ فِي قَلْبِ فَاعِلٍ ذَلِكَ وَشُكْرِ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَا مَنَّ بِهِ مِنْ إِيْجَادِ رَسُوْلِهِ الَّذِيْ أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Diantara bid’ah yang paling baik pada zaman kami ini,yaitu peringatan

yang dikerjakan tiap tahun pada hari bertepatan lahirnya junjungan kita Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, berupa sedekah dan perbuatan baik,dan menampakkan perhiasan dan kegembiraan,karena pekerjaan itu beserta yang ada didalamnya berupa melakukan perbuatan baik terhadap para fakir miskin, menunjukkan rasa mahabbah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengagungkan beliau di hati orang yang mengerjakannya, dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang Dia anugerahkan berupa mewujudkan Rasul_Nya yang diutus_Nya sebagai rahmat bagi semua makhluq.
Sumber: Al Baa’its Fii Inkaaril Bida’ wal Hawaadits halaman 23-24

2. Fatwa Al Hafizh Ahmad Ibnu Hajar al ‘Asqalani (773-852 H)

وَقَدْ سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أَبُو الْفَضْلِ اِبْنُ حَجَرٍ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ ، فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ
أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلَكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً وَإِلَّا فَلَا
Syaikhul Islam Al Hafizh Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya tentang amaliyah Maulid, maka beliau menjawab:
“Pokok utama dalam amaliyah Maulid adalah bid’ah yang tidak diriwayatkan dari ulama salaf as shalih dari tiga generasi (sahabat, tabi’in, dan atba’ut tabi’in).
Akan tetapi Maulid tersebut mengandung kebaikan-kebaikan dan sebaliknya. Maka barangsiapa yang berusaha meraih kebaikan dalam Maulid dan menjauhi yang buruk, maka termasuk bid’ah yang baik (hasanah). Jika tidak, maka tidak disebut bid’ah hasanah.”
Sumber: Al Haawi Lil Fataawi karya Al Hafizh As Suyuthi juz I halaman 282,

3. Fatwa al Hafizh As Suyuthi (849-911 H)

فَقَدْ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ فِيْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ، مَا حُكْمُهُ مِنْ حَيْثُ الشَّرْعُ ؟
وَهَلْ هُوَ مَحْمُوْدٌ أَوْ مَذْمُوْمٌ ؟ وَهَلْ يُثَابُ فَاعِلُهُ أَوْ لَا ؟
Sungguh telah ada pertanyaaan tentang peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awwal,
Bagaimana hukumnya menurut syara’ ?
dan apakah termasuk terpuji atau tercela ?
serta apakah orang yang memperingatinya mendapatkan pahala atau tidak ?
اَلْجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْإِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
Jawabannya:
Menurutku pada dasarnya amal Maulid itu adalah berkumpulnya orang-orang , pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta tanda-tanda yang datang mengiringi kelahiran Nabi.
Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, selanjutnya mereka bubar setelah itu tanpa ada tambahan-tambahan lain, itu adalah termasuk Bid’ah Hasanah (bid’ah yang baik) yang diberi pahala bagi orang yang melakukannya. Karena adanya perkara yang ada didalamnya berupa pengagungan terhadap kedudukan Nabi dan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran beliau yang mulia.
Sumber: Al Haawi Lil Fataawi karya Al Hafizh As Suyuthi juz I halaman 271-272,

4. Pendapat Hadhratusysyaikh KH. Hasyim Asy’ari (1287-1366 H)

اَلتَّنْبِيْهُ الْأَوَّلُ
يُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ الْآتِيْ ذِكْرُهُ أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ وَإِنْ زَادُوْا عَلَى ذَلِكَ ضَرْبَ الدُّفُوْفِ مَعَ مُرَاعَاةِ الْأَدَبِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ
Peringatan yang Pertama:
Perkara yang diambil dari perkataan para ulama yang akan diterangkan mendatang bahwasanya MAULID yang disunnahkan oleh para imam itu adalah berkumpulnya orang-orang, pembacaan ayat yang mudah dari Al-Qur’an, riwayat hadits-hadits tentang permulaan perihal Nabi serta IRHASH (kejadian yang istimewa sebelum menjadi beliau diangkat menjadi Nabi) yang terjadi saat kehamilannya dan hari lahirnya dan hal-hal yang terjadi sesudahnya yang merupakan sirah (sejarah) beliau yang penuh keberkahan.
Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, dan selanjutnya mereka bubar.
Jika mereka menambahkan atas perkara diatas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa.
Sumber : Attanbihaatul Waajibaat Liman Yashna’ul Maulida Bil Munkaraat halaman 10-11

Leave your comment here: