YANG HARUS DI LAKUKAN LELAKI YANG MENGALAMI DIARE DI HARI JUM’AT
Kronologi masalah :
Ada seorang lelaki yang sedang bermasalah dengan perutnya (diare). Hari itu adalah hari jum’at dimana hari yang bagi seorang lelaki untuk melaksanakan sholat jum’at. Si lelaki tersebut pun pergi ke masjid.
Saat sholat, si rojul mendadak sakit perut. Ia tak kuasa menahan, sampai “BAB sedikit” tak diinginkan pun terjadi..(krna memang ia sedang diare).
Pertanyaan :
1. Bagaimana dengan rojul tersebut, apakah ia harus pulang kerumahnya mengganti pakaian an bersih, lalu kembali lagi ke masjid untk mengejar raka’at yng tertinggal supaya mendapat pahala sholat jum’at.. Atau dia berdiam diri menunggu smpai sholat selesai?
2. Apa hukumnya mengotori masjid di saat sedang sholat?
3. Apakah si rojul brdosa? karena sebelumnya ia tahu kalau ia sedang diare, tetapi malah nekad pergi ke masjid.
4. Jika si rojul ingin keluar dari barisan (shof), lalu bagaimana dengan ma’mum yang lain? Sedangkan ia ada di shof kedua setelah imam.
Jawaban :
1. Pulang saja, dan cukup mengganti dengan sholat dzuhur, jika sudah bisa mengatasi “BAB” yang keluar tanpa kontrolnya.
2. Haram
3. Berdosa
4. Keluar melewati sela sela shof dengan tetap menjaga agar najis yang sudah keluar tidak jatuh ke lantai mesjid dan mengenai jama’ah lain yang dilewatinya
5. Segera berobat
Kifayatul Akhyar, Juz awal Hal 146
وفي معني المريض من به اشهال ولا يقدر علي ضبط نفسه ويخشي تلويث المسجد ودخوله المسجد والحالة هذه حرام صرح به الرافعي في كتاب الشهادة
Dan termasuk dalam ma’na sakit adalah orang yang terkena diare/muntaber , yang ia tidak bisa mengatasi dan menjaga kotorannya keluar (jika sudah datang mules), dan ia khawatir mengotori masjid. maka ketika dalam kondisi demikian masuk ke mesjid (dalam rangka melaksanakan sholat jum’at) adalah haram hukumnya, demikian dijelaskan imam Rofi’i dalam kitab Syahadah.
Dan diare termasuk udzur jum’at bila khawatir mengotori masjid :
مغني المحتاج : ، وَمِنْ الْأَعْذَارِ : الِاشْتِعَالُ بِتَجْهِيزِ الْمَيِّتِ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلَامُهُمْ ، وَإِسْهَالٌ لَا يَضْبِطُ الشَّخْصُ نَفْسَهُ مَعَهُ ، وَيُخْشَى مِنْهُ تَلْوِيثُ الْمَسْجِدِ كَمَا فِي التَّتِمَّةِ