MENHIDUPKAN DAN MEMAKMURKAN DUA RUMAH TUHAN
Ada dua macam rumah Tuhan, yang satu tampak merupakan fisik dan yang satu lagi bersifat non-fisik atau ma’nawi.
Yang pertama terrepresentasikan oleh masjid. Memakmurkan masjid dengan demikian berarti memakmurkan Rumah-Nya. Untuk itu lakukanlah sesuai dengan keinginan-Nya, jangan sekali-kali hanya sesuai dengan keinginan kita.
Apa yang Allah tidak sukai jauhkanlah itu dari rumah-Nya; Allah tak menyukai sifat dan prilaku yang berlebih-lebihan, maka jauhkan masjid dari segala sesuatu yang berlebih-lebihan; Allah SWT. tak membeda-bedakan umat manusia berdasarkan kelas sosial dan kelas ekonomi, maka bangunlah suasana masjid yang bisa mengakrabi semua. Jangan sekali-sekali menjadikan masjid terasa asing bagi (sebagian) hamba-hambanya.
Masjid meski tampak merupakan bangunan fisik namun sebetulnya ia adalah simbol terhadap nilai-nilai serta relasi-relasi non-fisik.
Rumah Tuhan tipe kedua yang non-fisik adalah hati manusia. Dalam sebuah riwayat Hadis Qudsi Allah mengatakan: “Bumi dan langitKu tak sanggup menampung Diriku, namun hati seorang hambaKu yang mukmin mampu menampung Diriku.” Atas dasar ini tak berlebihan jika disampaikan bahwa rumah Allah yang “sebenar-benarnya” adalah hati manusia ini.
Sebuah riwayat mengabarkan, Allah SWT. berkata kepada Nabi Daud:
“kosongkan untukKu sebuah rumah untuk Aku diami!”
Daud menjawab:
“Sesungguhnya Engkau terlalu agung untuk sebuah tempat dan rumah.”
Maka Allah SWT. menyampaikan wahyu kepadanya:
“Kosongkan hatimu untukKu!”
Sebagai rumah-Nya yang ada dalam diri kita, maka sudah semestinya ia dijaga kesuciannya. Hati yang tak suci bahkan malaikat pun enggan menghampirinya.
“Sesungguhnya para malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar,” sabda Nabi Muhammad SAW.
Dalam salah satu pemaknaan, yang dimaksud “rumah” di sini adalah hati seorang manusia. Ia adalah rumah Tuhan di mana para malaikat singgah di sana saat menyapa seorang hamba. Sementara anjing adalah simbol mengejar duniawi dan menuruti hawa nafsu seperti firman Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” QS. Al-A’raf/ 7: 176
Adapun “gambar” dalam pemaknaan simbol memiliki dua makna. Pertama ia menampilkan kemuliaan sosok serta mabda’ atau prinsipnya yang agung; kedua ia menyimbolkan terhadap pengkultusan dan fanatisme sehingga membutakan mata hati dari melihat kebenaran. Makna yang kedua ini lah yang disimbolkan dalam Hadis.
Hati yang seharusnya adalah rumah Tuhan yang suci menjadi ternodai oleh penghambaan terhadap kehidupan duniawi serta pemujaan terhadap sosok yang sehebat apapun tetaplah seorang manusia yang serba lemah dan penuh kekurangan. Hati yang seperti ini bahkan malaikat pun enggan menyinggahinya.
Allaahumma thahhir quluubanaa fainnaka khairu man yuthahhiruhaa, wa zakki anfusanaa fainnaka khairu man yuzakkiihaa ..
Amiin ya Mujibassailin ..