INILAH ULAMA YANG MENGARANG KITAB FIQH AL BAJURY

INILAH ULAMA YANG MENGARANG KITAB FIQH AL BAJURY

    bz         Nama lengkap beliau As syeikh Al-Imam Ibrohim bin Muhammad bin Ahmad Albajuri. sedang nama bajuri itu sendiri diambil dari kota kelahiranya, bajur sebagian menyebutnya Baijur dengan menggunakan huruf ya’ yang masih bagian wilayah mesir. Di situlah beliau lahir pada tahun 1198 H dan di situ pula beliau dibesarkan dalam asuhan dan bimbingan orang tuanya.

            Dari ayahandanya beliau mendapatkan pendidikan dasar dan membaca Al-Qur’an dengan sempurna baik makhroj maupun tajwidnya. Pada tahun 1212 H dengan berbekal apa yang beliau dapatkan dari kampong halaman beliau diberangkatkan ke Kairo untuk mendalami agama di Al-Azhar. Di mana usia beliau saat itu sudah genap 14 tahun. Tekadnya belajar di Al-Azhar sempat terganggu oleh infasi Prancis ke Mesir pada tahun 1213 H sehingga tertunda tiga tahun dan baru pada tahun 1216 H ketika Prancis menarik pasukannya beliau bisa masuk kembali ke Al-Azhar dan menekuni pendalaman agama pada guru-guru besar seperti Syeikh Assyarqowi, Syeikh Muhammad Al-Fadholi  Syeikh Muhammad Amir Al-Kabir dan lain sebagainya

            Ketekunan dan semangatnya dalam menggali ilmu tertunjang dengan bakat kecerdasan yang telah tampak semenjak usia kanak-kanak. Sehingga menjadikan beliau mampu melewati kemampuan rata-rata sebayanya dan mendapat kepercayaan menduduki jabatan paling prestisius saat itu, sebagai rector Al-Azhar yang merupakan perguruan  tinggi dambaan semua pelajar semenjak tahun 1263 H hingga ahir wafat beliau pada tahun 1277 H.

            Kesibukanya sebagai rector dan guru besar Al-Azhar tidak menghalangi beliau untuk menghasilkan karya-karya besar yang bermanfaat dan ditunggu-tunggu kehadiranya oleh para santri sejak masa hidupnya sampai setelah puluhan bahkan ratusan tahun dari meninggal beliau. Bukan saja santri-santri dari Indonesia, melainkan juga dari belahan dunia islam yang lain.

            Disebutkan dalam manakibnya beliau adalah Salah seorang ulama yang amat menyintai  dzurriyatur Rosul SAW. Dan rajin mengunjungi para beliau baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Sebagai salah satu bukti  bisa kita lihat pada bagian ahir dari salah satu  karyanya, hasyiah ala syarh Ibn qosim. Disana  tampak kecintaan beliau pada ahli bait Nabi SAW dan semangatnya  bertabarruk dengan para beliau dan para sholihin khususnya sayyid Ahmad Albadawi Rodhiyallohum.

            Di sana  beliau secara khusus menyarankan pada siapapun yang menghatamkan hasyiahnya tersebut untuk membacakan hadiah Fatihah pada Sayyid Ahmad Al-Badawi yang kebetulan selesainya beliau dalam merampungkan kitab tersebut bertepatan dengan hari houl Al-Badawi. Itu pula barangkali yang menjadikan karya-karya beliau banyak disambut baik para pelajar dan terasa betul manfaatnya hingga sekarang.

            Ketauladanan lainya adalah pemanfaatan waktu yang tiada sedikitpun terbuang percuma. Lidahnya senantiasa basah dengan dzikir dan membaca Al-Qur’an sebagai ungkapan syukur atas karunia-karunia yang beliau dapatkan. Nafa’ana Allohu bihi wabi’ulumih amin

Karya-karya beliau selain hasyiah ala syarh Ibn Qosim diantaranya:

1-      Tuhfatul Murid ala Jauharotut Tauhid

2-      Hasyiah ala nadzmil burdah

3-      Hasyiah ala matni sullam lil Akhdhory

4-      Fathul khobir Al-Lathif

5-      Tahqiqil maqom hasyiah ala Kifayatil ‘awam

6-      Hasyiah ala matni Assyamail

7-      Hasyiah ala Assyansyuriah fil Faroidh

8-      Syarah Nadlom Imrithi

9-      Qothrul ghoits

10-  Hasyiah ala maulid

Sumber-sumber:

–          حلية البشر في تاريخ القرن الثالث عشر

–           

Catatan:

Tentang : Trio tunggal: abi syuja’, Ibn Qosim dan bajury.

            Bila goresan tinta Ibn qosim menjadikan taqrib yang mungil menjadi tampak lebih cantik maka sentuhan Albajury menyempurnakan kecantikan itu hingga lebih menarik dan bersinar. Begitulah gambaran kasar perpaduan karya tiga ulama besar Abi Syuja’, Ibn Qosim dan Bajury.

Dalam prolog yang selalu beliau sisipkan diawal setiap bab memberikan gambaran pada kita pokok-pokok pembahasan yang akan menjadi kajian bab perbab, disamping juga dasar-dasar hukum yang dijadikan istimbat baik dari Al-Qur’an maupun hadits. Begitu pula pembahasan arkan (komponen-komponen pokok) terutama dalam muamalah yang luput dari perhatian Ibn qosim dikupas termasuk koreksi atas redaksi sekira diperlukan.

            Koreksi yang beliau lakukan tidak jarang ‘menyerang’ pada komentar yang dilakukan syarh dan mendukung redaksi asal atau matan. Bahkan melompat dengan mengkritisi penjelasan yang diberikan syarih yang lain. Seperti bisa dilihat pada bab aiman wan nudzur ketika mengulas nadzar mubah yang sempat mengkritisi redaksi Assyirbini dalam Al-Iqna’. Seperti halnya koreksi beliau pada penjelasan Ibn Qosim selain sisi redaksi sebagai contoh bisa dilihat dalam pembahasan  nafaqoh walidain

            Namun demikian pada dasarnya Bajury selalu mencoba memberikan pembelaan pada redaksi yang ada selama mungkin baik redaksi matan maupun syarh. Seperti bisa dilihat komentar beliau pada pembahasan jual beli buah yang belum masak yang kajianya disisipkan dalam fasal khiyar. Seperti halnya penyempurnaan yang banyak beliau lakukan dengan tanpa menyinggung redaksi matan maupun syarh.

            Ada warna lain dalam hasyiah bajury dari kebanyakan hasyiah yang muncul di eranya. Bajury tidak banyak menyebut nama-nama rujukan maupun kitab para ulama seperti yang banyak kita temui dalam I’anah, hawasyil madaniyyah, syarwani dsb. Dalam beberapa kasus beliau berusaha mencarikan solusi pembebasan dari taklif yang dirasa teramat berat seperti dalam kasus nadlor lilajnabiyyah. Bahkan dalam udhhiyyah dan aqiqoh

            Pembelaan pada perempuan juga dilakukan dengan memaparkan keharusan mut’ah (uang obat kecewa) bagi istri yang dicerai yang tidak sempat terbahas dalam syarh. Lebih jauh beliau memaklumatkan untuk disosialisasikan pada pada para ibu karena ini adalah hak mereka dimana banyak dari mereka yang tidak memahaminya. Pembelaan ini bisa dilihat pada ahir bab kajian mas kawin.

            Penulusuran pada karya trio tunggal ini memang benar-benar mengasyikkan terlebih bila kita tertarik dengan kajian beliau dari sisi lughot yang banyak kita temukan didalamnya hal-hal baru yang terkadang  sulit kita temukan dalam kitab-kitab nahwu seperti urainya akan keabsahan kalimat: abdan qoimatan wa amatan qoiman. Begitu pula kajian ushul fiqh yang sering beliau sisipkan dan sesekali tentang manthiq.

            Tepatlah kiranya apa yang dipesankan sebagian guru bila ingin faham tentang fiqh pahamilah Fathul qorib. Hasyiah Bajuri adalah pemegang kunci menuju ke sana. Buah karya trio tunggal ini telah mengantarkan ribuan santri menuju pemahaman fiqh yang menyeluruh hingga dengan kata lain mereka mendapatkan futuh.

Leave your comment here: