SEBUAH KISAH DARI BANGSA TIKUS HAMA RUMAH TANGGA
Keluarga kami, aku dan bangsaku sudah lama tinggal di sini, sebuah rumah yang sudah tua. Mungkin orang tuaku dan nenek moyangku semuanya lahir di sini. Kami adalah asli penghuni rumah ini, namun kami dianggap perusuh oleh bangsa manusia. Dan mereka itu dengan sewenang-wenangnya mendzalimi bangsa kami. Oh ya, kamu mungkin tidak asing lagi dengan aku, keluarga bangsa tikus. Orang tuaku memberi aku nama Mikcy. Nama yang lumayan keren, kan? Aku punya pacar, dia juga dari bangsa tikus, namanya Minny. Kalau soal pacarku, tidak perlu aku ceritakan di sini.
Kami mempunyai juga teman-teman dari keluarga lain, yang mereka juga menjadi penghuni rumah ini. Ada keluarga dari bangsa kecoa, ada keluarga dari bangsa laba-laba, keluarga dari bangsa semut, keluarga dari bangsa nyamuk, keluarga dari bangsa cicak, keluarga dari bangsa kuman dan lain-lain.
Kami semua merasa berhak untuk tinggal di sini. Walau pun keberadaan kami sebenarnya tidak disukai oleh bangsa manusia. Kami yang kecil-kecil ini selalu dimusuhi habis-habisan oleh bangsa manusia. Bangsa manusia itu tidak henti-hentinya memerangi kami. Mentang-mentang mereka lebih besar. Kami dianggap biangnya jorok. Mentang-mentang mereka sok kuat, sehingga bertindak semena-mena terhadap kami.
Mereka memelihara bangsa pemangsa Si Predator, Thomas Si Kucing Garong, bahkan Pluto Si Anjing Galak, yang bertampang seram itu. Mereka berdua ditugaskan oleh bangsa manusia untuk memberantas bangsa kami. Keberadaan mereka membuat kami tidak tenang. Thomas dan Pluto tentu sudah siap memburu kami bila kami tampak oleh mata mereka. Mereka rupanya hanya ingin mendapatkan puji sanjungan dari bangsa manusia itu, bila berhasil memamerkan buruannya. Padahal kalau soal makanan mereka sudah lebih dari berkecukupan, karena setiap hari mendapat jatah dari pemeliharanya (bangsa manusia). Kami harus ekstra hati-hati untuk mengambil rejeki yang menjadi bagian kami. Mereka (bangsa manusia) pun memasang perangkap untuk kami. Ada teman-teman kami yang sedang kelaparan, dia mendapati makanan lezat, dia pun tergoda, namun malang nasibnya, makanan itu adalah perangkap. Dia pun akhirnya harus mati terjepit di kawat jepretan itu.
Bapak dan ibuku pun mati gara-gara perangkap bangsa manusia laknat itu. Suatu hari mereka bekerja mencari rejeki. Ibuku melihat ada makanan yang berlimpah, yang lezat rasanya. Dia pun memanggil bapakku yang tidak jauh dari tempat itu untuk ikut serta makan. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan mereka segera melahap makanan itu, namun beberapa saat kemudian mereka merasakan sakit perut yang hebat, dan mereka mati. Rupanya makanan tersebut sudah ditaburi racun oleh bangsa manusia biadab itu. Untung saat itu aku tidak ikut makan bersama mereka. Jadi aku masih sempat bercerita tentang kebiadaban bangsa manusia kepadamu.
Oh ya, aku punya janji malam ini untuk mengajak Minny pacarku, jalan-jalan. Jadi ceritanya dilanjutkan nanti saja. Matahari sudah tenggelam, tetangga-tetangga kami sudah mulai keluar, juga keluarga bangsa nyamuk, bangsa cicak dan bangsa serangga. Dan Minny pasti sudah menuggu aku saat ini. Aku ajak kamu menemui dia yuk! Nah, itu dia Minny.
“Hallo sayang, sudah lama nunggunya?”
“Begitulah, aku sudah tidak sabar main kejar-kejaran dengan kamu, Mick!” Minny mencium hidungku.
“Aku pun sudah tidak sabar ingin bercinta dengan kamu,” aku semakin gemas dibuatnya, ”Aku sudah tidak sabar mencumbuimu, Minny.” Nafsu birahiku memuncak.
Di dunia kami, soal bercinta, main cium-ciuman dan sebagainya tidak dilarang. Dan kami bebas melakukan apa saja pada lawan jenis, tanpa harus ada ikatan perkawinan terlebih dahulu, asal suka sama suka. Aku dengar di dunia bangsa manusia tidak begitu. Bangsa manusia harus menikah dahulu sebelum bebas melakukan ciuman, apalagi berhubungan kelamin. Tapi anehnya kelakuan bangsa manusia lebih parah daripada kami. Mereka memperkosa lawan jenis untuk melampiaskan nafsunya. Mereka membunuh anaknya yang susah payah dilahirkannya, bahkan banyak yang membunuh anaknya yang masih di dalam kandungan. Bahkan sudah jamak yang berhubungan kelamin dengan sesama jenis (jantan dengan jantan, betina dengan betina). Dan semua itu tidak pernah dikenal di dunia bangsa kami. Tidak ada bangsa tikus menggugurkan kandungannya, tidak ada banga tikus pemerkosa, dll.
“Mick, aku tadi melihat bangsa manusia habis pesta. Kita cari sisa-sisanya yuk!” ajak Minny.
“Tapi Minny, kita harus hati-hati. Jangan sampai kepergok Thomas, apalagi Pluto, kita bisa habis dimangsanya.”
Dan kami pun mulai mengendap-endap menuju tempat di mana bangsa manusia-manusia itu menaruh sisa-sisa makanannya. Dan aroma harum mulai mengoda penciuman kami.
“Hati-hati Minny, jangan-jangan ada jepretannya.”
Minny menggeleng, ”Aman!”
“Dicium dulu, jagan-jngan sudah ditaburi racun.” Memang kami harus waspada penuh, kami harus curiga kalau ada makanan seperti ini, karena bangsa manusia terkenal dengan banyak akal busuknya.
“Tidak terdeteksi ada racunnya, aman kok, Mick.” Minny mengendus-endus makanan itu.
“Bagaimana Mick?” Minny memandang ke arahku. ”Tidak ada Thomas dan Pluto kan?” tanyanya.
Aku mengawasi sekeliling, ”Aman!”
Minny sekali lagi mengendus dan kemudian menyikat makanan itu, sedang aku mengawasi dari tempat yang agak jauh, berjaga-jaga. Walaupun sudah ngiler juga melihat makanan enak itu.
“Tidak ikut makan, Mick?”
“Gantian, aku jaga-jaga dulu, jangan dihabiskan!”
Namun tiba-tiba selagi enak-enaknya makan….Juppp!!! Sebuah anak panah memanggang tubuh Minny. Dia menjerit kesakitan. Dan aku mendengar ada suara bangsa manusia tertawa-tawa di kejauhan sana, mereka merayakan kemenangan. Minny sekarat! Aku tidak dapat berbuat banyak untuk menolong Minny. Aku segera lari. Aku tidak mau mati konyol. Mungkin menurutmu aku ini pengecut. Aku tidak mempunyai kesetiaan terhadap seorang pacar. Meninggalkannya dalam keadaan sekarat. Namun aku harus selamat. Bukankah aku masih mempunyai tugas lain, tugas yang lebih mulia, yaitu mencaritakan semua kejadian ini kepadamu.
Beginilah nasib bangsa kami.
Nasib serupa pun menimpa tetangga-tetangga kami. Bangsa nyamuk misalnya, mereka tidak kalah dimusuhinya oleh bangsa manusia. Diasapi dengan asap beracun, disemprot dengan cairan beracun, dipukuli dengan raket bertegangan listrik dan seribu cara lain untuk mengenyahkan keluarga bangsa nyamuk tersebut. Tidak hanya itu, bahkan keluarga bangsa kuman, yang tidak kelihatan mata pun juga menjadi target si bangsa manusia untuk dimusnahkan. Belum lagi keluarga bangsa kecoa, keluarga bangsa cecak dan bangsa semut. Benar-benar kejam sekali si bangsa manusia itu. Mengapa mereka tidak mau berbagi? Mengapa mereka tidak mau hidup rukun berdampingan dengan mahluk-mahluk yang lemah.
Sebenarnya bangsa manusia itu tidaklah lebih bersih dari bangsa kami. Mereka menganggap bangsa kami kotor, karena mereka tidak bercermin dan tidak mengetahui kalau bangsa mereka lebih kotor. Mereka menganggap kami sumber penyakit, tapi sebenarnya bangsa merekalah penyabar penyakit yang maha nenakutkan. Mereka menganggap bangsa kami pencuri. Dan memang harus kami akui, bangsa kami sangat ahli dalam mencuri. Tapi sebenarnya mereka biang rajanya pencuri. Yang mereka curi bermilyard kali lebih banyak, bertriliyun kali lebih banyak. Mereka bahkan menganggap hak teman sendiri sebagai haknya. Kerakusan bangsa mereka (bangsa manusia) labih parah daripada bangsa kami. Dan mereka tidak menyadari itu semua.
Oh ya, pada suatu kali aku sedang berjalan-jalan di ruang perpustakaan. Tentu kamu heran kenapa aku ke sana? Aku ingin mengetahui perkembangan peradaban bangsa manusia. Namun tanpa sengaja aku menemukan selembar koran, yang di dalamnya ada gambar bangsa kami (tikus). Dan ada tulisan besar-besar yang berbunyi “TIKUS-TIKUS PARLEMEN VS TIKUS-TIKUS BIROKRAT”. Dan aku tidak habis pikir, sejak kapan bangsa tikus duduk di kursi parlemen? Dan bagaimana bisa bangsa tikus menjadi birokrat?
Mereka (bangsa manusia) menganggap bangsa nyamuk sebagai bangsa penghisap darah mereka. Namun darah yang dihisap bangsa nyamuk belum ada apa-apanya sama sekali. Karena bangsa manusia itu sangat suka menghisap darah sesama manusia. Begitukah yang disebut mahluk yang mengaku mempunyai hati nurani? Mereka menganggap bangsa kecoa menjijikkan. Sebenarnya bangsa mereka lebih menjijikan. Mereka berbau busuk. Sayang, bangsa manusia itu tidak mencium bau busuknya sendiri. Begitu juga dengan bangsa rayap. Mereka dituduh telah menggerogoti pilar-pilar rumah dan tiang, dan bangsa rayap dangan besar hati mengakuinya. Lain halnya dengan bangsa manusia itu, mereka telah menggerogoti jalan aspal, besi jembatan, material bangunan dan lain-lain. Tapi mereka (bangsa manusia) tidak mau mengakuinya.
Malam sudah larut sekali. Perutku sudah terasa sangat lapar, karena seharian belum makan apa-apa. Sambil cerita, aku cari makan, ya?
Hmmm…aku mencium bau makanan. Arahnya dari sana, yuk temani aku! Tapi aku tidak melihat ada makanan. Jangan-jangan imajinasiku saja. Dan auwww…! tangan dan kakiku tidak dapat aku lepaskan. Rupanya ini perangkap. Aku terperangkap oleh lem. Mati aku!!
Maafkan aku ya? Aku harus mengakhiri ceritaku hanya sampai di sini. Aku akan mati seperti teman-temanku yang terperangkap jepretan, seperti bapak ibuku yang keracunan, seperti Minny, kekasihku yang terpanggang panah. Dan di atas kertas berperekat ini aku menyusul mereka. Dan Kami hanya berharap bangsa manusia sadar dan banyak berguru pada kami. Kami rukun dengan teman-teman kami, tapi mereka? Mereka bermusuhan dengan tetangganya, membunuh saudaranya, membantai anaknya. Bangsa manusia harus mulai bercermin pada bangsa kami. Siapa mereka sebenarnya. Kita semua adalah mahluk Tuhan. Yang harus saling mengasihi, saling menyayagi, saling berbagi dan kita saling membutuhkan.