CINTA TANAH AIR DI KATAKAN TAK ADA DALILNYA
Ada orang yang menyatakan Nasionalisme atau cinta tanah air tidak ada dalilnya. Hadits Hubbul wathoni minal Iman atau Cinta Tanah Air sebagian dari Iman itu hadits Maudhu’/Palsu katanya.
Padahal meski dokumentasi sanadnya tidak rapi, isinya itu benar. Sejalan dengan ayat2 Al Qur’an dan Hadits lainnya. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menganjurkan kita untuk mencintai tanah air atau negeri kita. Bahkan Nabi Ibrahim di Al Qur’an berdoa kepada Allah untuk memberkahi negeri yang didiaminya. Apa enaknya jika tanah air yang kita diami itu rusak dan penuh peperangan?
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa..” [Al Baqarah 126]
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” [Ibrahim 35]
Nabi senantiasa mencintai negeri yang didiaminya. Sebab jika negerinya rusak, penduduknya juga yang akan menderita. Apa enaknya jika negeri kita sungainya tercemar hingga airnya tak bisa diminum dan udaranya kotor sehingga sulit bernafas dengan baik?
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أُخْرِجَ مِنْ مَكَّةَ : اِنِّي لَأُخْرَجُ مِنْكِ وَاِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ اِلَيْهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكَ أَخْرَجُوْنِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ مِنْكِ (مسند الحارث – زوائد الهيثمي – ج 1 / ص 460)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa saat Nabi diusir dari Makkah beliau berkata: Sungguh aku diusir dariMu (Makkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah Negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kafir Quraisy) tidak mengusirku dari mu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)” (Musnad al-Haris, oleh al-Hafidz al-Haitsami 1/460)
Dan ketika Nabi pertama sampai di Madinah beliau berdoa lebih dahsyat:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (صحيح البخارى – ج 7 / ص 161)
“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161)
Lihat bagaimana Allah memuliakan tanah air / negeri sehingga menjadikannya sebagai nama satu surah: Al Balad (Negeri). Tentunya meski di situ adalah Mekkah, bukan sekedar Mekkah saja. Hendaknya negeri yang diberkahi Allah juga negeri tempat kita tinggal.
“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah)” [Al Balad 1]
“…(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” [Saba’ 15]
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman” [Saba’ 18]
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya…” [Al A’raaf 137]
Loh, tapi kan kita berjuang harus demi Allah. Demi Islam! Kalau demi Nasionalis / Bangsa, berarti matinya adalah jahiliyah.
Tidak senaif itu.
Berjuang cuma demi bangsa/nasionalisme buta sehingga menzalimi Muslim yang lain memang dosa. Misalnya gara-gara Batik lantas Indonesia perang dengan Malaysia.
Ka’ab bin ‘Iyadh Ra bertanya, “Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya, apakah itu tergolong fanatisme?” Nabi Saw menjawab, “Tidak, fanatisme (Ashabiyah) ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman.” (HR. Ahmad)
Tapi jika cinta air itu karena cinta Allah, itu adalah bagian dari Iman. Ini sama halnya dengan mencintai Rasul, mencintai orang tua, mencintai sesama manusia KARENA ALLAH. Itu adalah bagian dari Iman.
Sebaliknya jika kita tidak mencintai orang tua kita misalnya, itu artinya kita durhaka dan tidak bisa masuk surga. Jadi pemahaman kita harus mendalam soal ini.
اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
“Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.”
Lihat bagaimana Nabi menyebut orang yang tewas karena melindungi hartanya (termasuk tanah air) dan keluarganya sebagai mati Syahid. Yang penting kecintaan pada harta atau tanah air itu karena Allah. Itulah sebabnya para ulama dan pejuang kita seperti Bung Tomo, saat perang membela tanah air melawan Inggris dan Belanda mereka senantiasa meneriakkan Allahu Akbar. Ini karena cinta tanah air mereka itu karena cinta kepada Allah:
Dari Abdullah Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang terbunuh karena membela hartanya adalah mati syahid.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i, dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.
Orang yang tewas melindungi keselamatan hartanya mati syahid dan yang membela (kehormatan) keluarganya mati syahid dan membela dirinya (kehormatan dan jiwanya) juga mati syahid. (HR. Ahmad)
Jangan sampai karena menganggap Cinta Tanah Air / Nasionalis itu adalah dusta, kita akhirnya benci dengan tanah air kita dan merusaknya. Tanahnya dirusak, sungainya dicemari, dibuat peperangan, dsb. Ini tidak benar:
“lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu” [Al Fajr 12]
Allah membinasakan satu negeri, jika memang penduduk negeri tsb durhaka kepada Allah:
“Dan telah datang Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri yang dijungkir balikkan karena kesalahan yang besar” [Al Haaqqah 9]
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. ” [Al Israa’ 16]
Sebaliknya Allah tidak akan membinasakan negeri yang penduduknya berbuat kebaikan:
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Huud 117]
Ada sebuah riwayat:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أُخْرِجَ مِنْ مَكَّةَ : اِنِّي لَأُخْرَجُ مِنْكِ وَاِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ اِلَيْهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكَ أَخْرَجُوْنِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ مِنْكِ (مسند الحارث – زوائد الهيثمي – ج 1 / ص 460)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa saat Nabi diusir dari Makkah beliau berkata: Sungguh aku diusir dariMu (Makkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah Negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kafir Quraisy) tidak mengusirku dari mu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)” (Musnad al-Haris, oleh al-Hafidz al-Haitsami 1/460)
Dan ketika Nabi pertama sampai di Madinah beliau berdoa lebih dahsyat:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (صحيح البخارى – ج 7 / ص 161)
“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161)