MENANAMKAN AKHLAK KEPADA BUAH HATI HARUSLAH SEMENJAK DINI

MENANAMKAN AKHLAK KEPADA BUAH HATI HARUSLAH SEMENJAK DINI

Realita  mengatakan bahwa masa kanak-kanak menjadi periode  yang sangat penting dalam siklus kehidupan manusia. Karena di masa itulah, seluruh pengetahuan dasar yang akan menjadi pondasi dirinya mulai terbangun. Karena pada hakikatnya terbangun untuk menerima kebaikan dan keburukan, bisa disimpulkan bahwa masa kanak-kanak dapat dikatakan sebagai masa yang berada di antara dua kemungkinan tersebut. Sebagai lingkungan yang pertama kali dikenal oleng sang anak, orang tua menempati posisi vital dalam mencetak karakternya. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah Saw mengatakan:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidak ada anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Majusi.” (lihat: Shahih Al-Bukhari, VI/114, Maktabah Syamilah)

Dengan demikian, peranan orang tua sangat berpengaruh secara maksimal di masa kanak-kanak. Berbagai formulasi pendidikan yang relevan harus ditanamkan sejak dini, terutama adalah membangun karakter dengan media pendidikan akhlak. Keperibadian dan kerangka watak seorang anak yang masih bersih dan suci harus diwarnai dengan akhlak sesuai dengan tuntunan agama.

Di dalam al-Qur’an surat Luqman, tertuang berbagai gambaran jelas mengenai pendidikan akhlak kepada anak-anak. Setidaknya, dapat dirangkum dalam beberapa aspek berikut:

Akhlak Kepada Allah

Allah Swt berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman mengatakan kepada anak-anaknya untuk memberikan pelajaran: Hai anakku! janganlah engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah suatu kesalahan besar.” (QS. Luqman: 13)

Ucapan Luqman Hakim dapat dipahami bahwa ayat tersebut memberikan sebuah isyarat bagaimana seharusnya orang tua mendidik anaknya dalam ranah tauhid. Dalam konteks tersebut, orang tua mengajarkan bagaimana seharusnya sang anak untuk senantiasa mengesakan Allah Swt dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.

Selain itu, dalam ranah syariat orang tua memiliki kewajiban menyuruh mereka sholat dan senantiasa menciptakan lingkungan yang baik serta jauh dari kemungkaran. Sebagaimana ucapan Luqman Hakim dalam ayat lain:

يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Wahai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah (mereka) dari perbuatan yang munkar.” (QS. Luqman: 17)

Akhlak Kepada Orang Tua

Allah Swt berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Akulah kamu akan kembali.” (QS. Luqman: 14)

Dalam ayat tersebut, Islam memberikan pendidikan kepada anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap kedua orang tuanya. Hal itu ditujukan sebagai rasa terima kasih dan balas budi atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Bahkan perintah untuk bersyukur kepada orang tua yang menempati posisi setelah perintah bersyukur kepada Allah Swt menunjukkan betapa besarnya apresiasi yang diberikan oleh syariat kepada jasa yang telah dikorbankan oleh orang tua.

Akhlak Kepada Orang Lain

Allah Swt berfirman:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي الاَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّه َ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Sebagai manusia sosial, pada saatnya anak-anak akan berinteraksi di tengah- tengah masyarakat. Berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat tersebut, anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka, dan bersikap serta berperilaku congkak. Karena pada kenyataannya, perilaku-perilaku tersebut tidak disenangi oleh Allah Swt dan sangat dibenci oleh masyarakat.

Akhlak Kepada Diri Sendiri

Allah Swt berfirman:

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk–buruknya suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19)

Dalam ayat tersebut, Allah Swt memberikan gambaran bagaimana selayaknya manusia bersikap tas dirinya sendiri. Allah Swt memerintahkan untuk bersikap sederhana dalam berjalan dan memelankan suara. Yang mana hal tersebut adalah budi pekerti yang luhur. Sikap seperti itulah yang seharusnya ditanamkan oleh orang tua dalam mendidik akhlak anaknya, yang berkaitan dengan kehidupan anak itu sendiri.

Walhasil, Allah Swt telah memberikan contoh kongkret bagaimana formulasi relevan dalam mendidik akhlak anak-anak. Apabila setiap orang tua dapat menjalankannya dengan benar dan baik, besar harapan akan muncul anak-anak yang tumbuh menjadi manusia-manusia yang berakhlak luhur dan memiliki integritas karakter yang baik.

Leave your comment here: