MENTAATI ALLOH SWT SEHINGGA DI CINTAI OLEH MANUSIA
Siapa yang tidak senang mendapat simpati dari manusia? Semua orang berharap agar orang-orang menyukainya. Orang ingin agar tidak memiliki musuh atau orang yang membenci. Dengan itu, ia bisa merasakan nikmat dan nyamannya hidup. Tapi, cinta dan simpati manusia jangan dijemput dengan cara membuat Allah murka. Alias bermaksiat kepada Allah.
Terkadang, ada orang yang ingin diterima dalam pergaulan, ia meminum khamr, merokok, melepas jilbab, dll. Ada orang yang ingin mendapat simpati dan dikatakan bijaksana, ia menafikan prinsip-prinspi agama. Ada juga yang ingin diterima kerja, ia melanggar syariat Rabbnya. Akhirnya, ia mendapatkan cinta dan simpati manusia yang setipe dengannya. Tapi menjemput murka Allah. Belum lagi simpati manusia itu kadang hanya basa-basi saja.
Ada cara yang sempurna. Ia bisa mendapat simpati dan cinta manusia, dan lebih-lebih lagi sekaligus mendapat cinta dari Allah.
Dalam sebuah ayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدّ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” [Quran Maryam: 96].
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Suhail bi Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Dan ia meriwayatkan sebuah kisah, “Kami pernah berada di Arafah. Saat itu lewatlah Umar bin Abdul Aziz yang sedang berhaji. Orang-orang tegak berdiri memandanginya. Aku berkata pada ayahku, “Wahai ayah, aku yakin Allah mencintai Umar bin Abdul Aziz.” “Mengapa demikian?,” tanya ayahku. Aku berkata, “Dari kecintaan yang ada pada hati orang-orang padanya.”
Ayahku mengatakan, “Melalui ayahmu, engkau meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyebutkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِى فِى السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ. فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِى الأَرْضِ. وَإِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَيَقُولُ إِنِّى أُبْغِضُ فُلاَنًا فَأَبْغِضْهُ فَيُبْغِضُهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِى فِى أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ فُلاَنًا فَأَبْغِضُوهُ فَيُبْغِضُونَهُ ثُمَّ تُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِى الأَرْضِ
“Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril: “Sesungguhnya Aku telah mencintai si fulan maka cintailah fulan”. Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru penduduk langit: “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan, maka cintailah kalian fulan”, maka penduduk langit pun mencintainya dan diletakkan baginya penerimaan di tengah-tengah penduduk bumi”.
Dan jika Allah membenci seseorang, maka Allah menyeru Jibril dan berkata: “Sesungguhnya Aku membenci si fulan maka bencilah dia”. Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru penduduk langit: “Sesungguhnya Allah membenci si fulan maka becilah dia”. Penduduk langit pun membencinya, kemudian makluk dibumi pun membencinya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Birru wa ash-Shilatu wa al-Adabu, Bab Idza Ahabballahu ‘Abdan Habbabahu Ila ‘Ibadihi, No: 2637).
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi bahwasanya Abu Darda radhiallahu ‘anhu menulis surat kepada Maslamah bin Mukhallid radahiallahu ‘anhu yang saat itu menjadi Gubernur Mesir. “Keselamatan atasmu. Amma ba’du… Sesungguhnya seorang hamba apabila mengamalkan ketaatan, Allah akan mencintainya. Jika Allah telah mencintainya, Dia akan membuat para hamba-Nya mencintainya. Dan seorang hamba apabila melakuan bermaksiat kepada Allah, Dia akan murka padanya. Jika Allah telah murka padanya, Dia akan membuat hamba-hamba-Nya juga membencinya.”