KISAH ISLAMY : COBAAN DALAM AGAMA DAN PAHALA MENGAJAR SATU HURUF
Dari Khabbab bin al-Aratti Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahua ‘alaihi wa sallam, ketika itu beliau sedang berbantalkan sorbannya di bawah lindungan Ka’bah. Kemudian kami bertanya, ‘Apakah engkau tidak memintakan pertolongan untuk kami? Apakah engkau tidak mendoakan untuk kebaikan kami?’
Beliau bersabda, ‘Orang-orang yang sebelum kamu itu ada seseorang yang ditanam hidup-hidup, ada seseorang digergaji dari atas kepalanya sehingga tubuhnya terbelah dua dan ada pula seseorang yang disisir dengan sisir besi yang mengenai daging dan tulangnya, tetapi yang demikian itu tidak menggoyahkan mereka dari agamanya.
Demi Allah, Allah pasti akan mengembangkan agama Islam hingga merata dari Shan’a sampai ke Hadhramaut, dan masing-masing dari mereka tidak takut melainkan hanya kepada Allah atau takut serigala menyerang kambingnya. Tetapi kamu sekalian sangat tergesa-gesa’.” [1]
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Menerangkan keutamaan sabar dan cobaan dalam beragama.
Menerangkan salah satu mu’jizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni tersiarnya Islam dan terwujudnya keamanan dan kedamaian.
Kesabaran para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamatas siksaan yang bertubi-tubi dengan penuh kerelaan dan jiwa yang tenang.
Anjuran untuk beruswah kepada orang-orang yang shalih yang banyak mendapat cobaan dan mereka tetap bersabar dalam menghadapinya.
Islam adalah agama yang penuh kedamaian dan ketenangan hingga datang hari kiamat.
Satu huruf mendapatkan pahala 80.000 dirham
Seorang pakar nahwu, bahasa, syair, adab dan hadits, Nadhr bin Syumail Al-Mazini, lahir tahun 122 H. dan wafat tahun 203 H. Al-Qadhi Ibnu Khallikan menuturkan tentang biografinya dalam kitab Wafayatul A’yan II: 161, Abu Ubaidah menyebutkan dalam kitab Matsalibul Bashrah, ia berkata, “Nadhr bin Syumail merasakan kehidupan yang sempit di Bashrah, maka ia pun pergi menuju Khurasan. Ia dilepas oleh sekitar 3000 orang penduduk Bashrah. Tidak seorang pun dari mereka selain ahli hadits, ahli nahwu,ahli bahasa, ahli ‘arudh atau ahli sejarah.
Ketika sampai di Al-Marbad, ia duduk dan berkata, “Wahai orang-orang Bashrah,berat bagiku berpisah dengan kalian! Demi Allah, seandainya aku mendapatkan kacang satu kailajah[1] setiap hari, niscaya aku tidak akan berpisah dari kalian.” Abu Ubaidah berkata, “Tak ada seorang pun dari mereka yang menjamin itu baginya. Maka, ia berjalan sampai tiba di Khurasan. Disana ia mendapatkan harta yang banyak, dan ia bermukim di Marwa.”
Telah terjadi sejumlah cerita dan peristiwa unik diantara dirinya dengan Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid, ketika ia bermukim di Marwa. Nadhr berkata, “Aku pernah mendatangi al-Ma’mun pada waktu malam. Aku datang kepadanya dengan pakaian bertambal. Ia berujar, ‘Wahai Nadhr, kesahajaan apakah ini, sehingga engkau menemui Amirul Mukmin dengan pakaian tambalan seperti ini?’ Aku menjawab, ‘Ya Amirul Mukminin, aku adalah lelaki tua yang lemah, sedangkan cuaca Marwa sangat panas. Dengan baju bertambal ini aku bisa mendinginkan diri.’ Ia berkata, ‘Tidak, tapi engkau memang orang yang bersahaja.’
Kemudian pembicaraan kami pun mengalir. Ia sendiri menyinggung tentang wanita, seraya berkata, “Husyaim menceritakan kepada kami dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Jika seorang laki-laki menikahi wanita karena agama dan kecantikannya, maka ia mendapatkan bekal untuk menutupi kebutuhan.” Ia membaca sadad dengan mem-fathah ( _َ )huruf sin ( س ). Maka aku berkata, ‘ Wahai Amirul Mukminin, Husyaim benar, Auf bin Abi Jamilah menyampaikan kepada kami dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib,ia berkata, ’Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Jika seorang laki-laki menikahi wanita karena agama dan kecantikannya, maka ia mendapatkan bekal untuk menutupi kebutuhan.”
Ia berkata, ”Al-Ma’mun duduk bersandar, lalu ia duduk dengan posisi lurus, seraya berkata, ’Wahai Nadhr, bagaimana engkau membaca sidad?’ Aku menjawab, karena sadad– dengan sin yang dibaca fathah- disini adalah keliru.’ Ia berkata, ’Engkau mengatakan aku keliru?’ Aku menjawab, ’Yang keliru adalah Husyaim. Ia adalah orang yang sering keliru,dan engkau wahai Amirul Mukminin, mengikuti lafazhnya.’ Ia bertanya lagi, ‘Lalu apa perbedaan antara sadad dengan sin yang dibaca fathah, dan sidad dengan sin yang dibaca kasrah?’ Aku menjawab, ’Yang pertama berarti keseimbangan dalam agama dan jalan lurus, sementara yang kedua berarti kehidupan yang sepadan, dan segala sesuatuyang engkau gunakan untuk meluruskan sesuatu maka ia adalah sidad.’ Ia bertanya pula, ‘Apakah orang-orang Arab mengetahui hal itu?’ Aku menjawab, ‘Ya, Al-Arja bertutur :
“Mereka menyia-nyiakanku dan mereka benar menyia-nyiakan seorang pemuda
Untuk hari yang dibenci dan bekal ke perbatasan.”
Al-Ma’mun berkata, “ Semoga Allah memburukkan orang yang tidak mengenal sastra.” Lalu ia tertunduk sesaat, dan berkata, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Nadhr?” Aku menjawab, “Sebidang tanah sempit di Marwa, aku mengutamakan dan menyayanginya.” Ia berkata,”Apakah engkau berkenan kalau kami memberikan tambahan harta kepadamu bersamanya?” Aku menjawab, “Benar, aku sangaat membutuhkannya.” Lalu ia mengambil kertas, namun aku tidak paham apa yang ia tulis. Ia berkata kepada pelayannya, “Sampaikan kertas ini bersamanya kepada Al-Fadhl bin Sahal.” Ketika Al-Fadhl membaca tulisan tersebut, ia berujar, “Wahai Nadhr,sesungguhnya Amirul Mukminin telah memerintahkan untuk memberimu uang 50.000 dirham, apakah gerangan yang terjadi?” Aku pun bercerita kepadanya apa adanya. Lalu, ia memberiku tambahan 30.000 dirham, sehinnga aku menerima uang sejumlah 80.000 dirham, hanya karena satu huruf yang diambil manfaatnya dariku.” Demikian ringkasan dari kitab Wafayatul A’yam.