MENGAPA BERWUDLU KARENA KENTUT DAN KENTUT DI HADAPAN PUBLIK

Mengapa Kentut Diwajibkan Wudhu?
Kentut merupakan salah satu nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Orang tidak bisa kentut akan mengalami penyakit dispepsia. Tentu akan butuh biaya banyak ke dokter untuk menyembuhkan penyakit susah kentut. Namun demikian, walaupun kentut merupakan nikmat Allah, seorang muslim sebaiknya tidak kentut di sembarang tempat. Hal ini dilakukan untuk menjaga etika dan tatakrama pada orang lain.
Dalam hadis riwayat Aisyah, Nabi bersabda:
إِذَا أَحْدَثَ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَأْخُذْ بِأَنْفِهِ ثُمَّ لِيَنْصَرِفْ (رواه أبو داود)
Ketika kalian kentut saat shalat, maka tutuplah hidung kalian, dan kemudian beranjak keluar (dari jamaah shalat).
Menurut Imam al-Khattabi, perintah menutup hidung itu termasuk bagian dari etika di hadapan banyak orang. Hal ini supaya orang lain menganggap bahwa menutup hidung itu merupakan ekspresi orang yang sedang mimisan, karena keluar darah dari hidungnya. Dalam salah satu keterangan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Thabari, dan Tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa salah satu tradisi buruk umat Nabi Luth itu membiasakan kentut sembarangan di muka umum.
Dalam fikih Syafi’i, kentut (flatus) merupakan salah satu penyebab yang membatalkan wudhu seseorang. Karena itu, jika seseorang ingin shalat atau memegang Alquran maka diwajibkan wudhu kembali.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa diwajibkan wudhu, tidak cukup cebok saja? Keluar kentut itu kan dari dubur atau anus, mengapa yang dibasuh bukan anusnya melainkan anggota wudhu, seperti wajah, tangan, dan seterusnya?
Pertama, dalil kentut membatalkan wudhu itu sudah jelas dalam Hadis Nabi.
عن عباد بن تميم عن عمه : أنه شكا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل الذي يخيَّل إليه أنه يجد الشيء في الصلاة ، فقال : لا ينفتل – أو: لا ينصرف – حتى يسمع صوتاً أو يجد ريحا ”
Diriwayatkan dari paman Abbad bin Tamim yang mengadu kepada Rasulullah Saw. mengenai lelaki yang bingung sepertinya dia kentut saat shalat. Lalu Nabi bilang, “Jangan batalkan shalat kalau dia tidak benar-benar mendengar suara (kentut) atau mencium bau (kentut).”
Menurut imam an-Nawawi, kentut itu membatalkan wudhu bila seseorang yakin memang dia benar-benar kentut. Karena itu, orang ragu kentut atau tidak, maka wudhunya tidak batal.
Kedua, kentut (flatus) itu pasti melewati saluran anus, tempat buang feses, alias tinja. Kita bisa bayangkan, seorang lelaki yang ingin bertemu pujaan hatinya pasti mempersiapkan diri dengan begitu rapih dan wangi, masa mau bertemu Tuhan, habis kentut langsung shalat? Mengapa kentut membatalkan wudhu? Ini karena keluarnya kentut itu menyerempet tempat anus. Hal ini dibuktikan antara lain jika seorang sudah tak tertahan (sudah enggak kebelet) ingin buang hajat besar, tentu kentutnya pun akan bau, karena kentutnya itu sedikit menyerempet feses. Hal ini berbeda dengan seseorang yang tidak ingin buang hajat, biasanya kentutnya tidak bau. Keluar kentut itu ibarat keluar feses dari anus. Keluar feses itu membatalkan wudhu, tentu kentut pun demikian.
Malah, dalam sebagian riwayat cebok setelah kentut itu sampai tidak diaku sebagai umat Nabi.
من استنجى من ريح فليس منا رواه ابن عدي
Orang yang habis kentut terus cebok itu bukan termasuk umat Nabi (HR Ibn Adi)
Dalil di atas dianggap dhaif. Pasalnya, dalam hadis tersebut terdapat nama Syarqi bin Qathami yang dianggap rawi pendusta oleh Ibnu Nadim. Karena itu, sebagian ulama Syafiiyyah hanya memakruhkan cebok setelah kentut. Awalnya, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fathul Jawwab berpendapat bahwa cebok setelah kentut bila anus basah itu hukumnya sunah. Namun demikian, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mentarjih bahwa cebok setelah kentut itu hukumnya mubah saja sekalipun anus selepas kentut itu basah.
Berdosakah Kentut di Hadapan Istri?
Setiap orang pasti melakukan buang gas atau kentut. Perbedaan intensitas buang gas ini tergantung dari sehat atau tidaknya perut seseorang. Perlu diketahui, sengaja mengeluarkan kentut di depan orang adalah tindakan tidak terpuji. Hal ini tentu tidak semestinya dilakukan oleh orang-orang yang ingin menjaga martabatnya. Tak terkecuali saat berada di rumah, maka sepatutnya seorang suami menjaga wibawanya kepada istri dan anak-anaknya.
Namun jika memiliki uzur, boleh saja kentut namun dianjurkan untuk menjauh dan cari tempat terbuka. Sementara, jika hal itu dianggap sebagai penyakit yang sudah diidap maka disarankan untuk segera berobat.
فتعمد إخراج الريح أمام الناس أمر مستقبح ومضر، ولا يليق بصاحب المروءة، ومن كان به عذر فليفعل ذلك بعيدا عن الناس، ومن كان مريضا فليبحث لنفسه عن العلاج.
“Sengaja mengeluarkan kentut di depan orang adalah tindakan tidak terpuji dan membahayakan. Tidak patut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keluhuran budi/ martabat (muruah). Untuk yang memiliki uzur, boleh saja kentut namun menjauhlah dari orang-orang. Yang sakit, carilah obat.”
Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 19:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Wahai para suami, perlakukanlah mereka (istri) dengan cara yang baik.” ( QS an-Nisa’: 19)
Seorang muslim adalah makhluk Allah yang mulia, memiliki martabat yang tinggi. Sepatutnya dia menjauhi segala perbuatan yang dapat merusak wibawa atau muruahnya. Kentut sembarangan, salah satu perbuatan yang bertentangan dengan menjaga muruah dan keluhuran akhlak.
Maka, cara menjaga muruah itu cukup mudah. Di antaranya mejaga rasa malu, karena malu dapat mencegah seseorang dari tindakan tercela dan tidak baik.
Nabi Saw bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: jika engkau tidak malu perbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari)
Kalimat “berbuatlah sesukamu” itu bermakna ancaman. Maksudnya silakan berbuat sesuai dengan kehendak diri, namun ingat segala tindakan yang dilakukan tersebut mendapat balasan dari Allah SWT.
Pernah ada seorang A’robi menemui Umar RA, kemudian ia meminta agar diajarkan kepadanya Islam. Umar menjawab:
أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وتقيم الصلاة ، وتؤتي الزكاة ، وتحج البيت ، وتصوم رمضان ، وعليك بالعلانية ، وإياك والسر وكل ما يستحى منه
“Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan salat, membayar zakat, berhaji, puasa ramadan, jauhi dosa-dosa di depan khalayak dan saat sendirian, serta jauhilah segala tindakan yang memalukan.” (Dinukil dalam syu’abul iman)
Tidak hanya itu, ketut sembarangan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth. Barangkali ada anggapan orang yang mengatakan “di awal pernikahan memang malu, tapi makin tua usia pernikahan menjadi biasa dan kentut menjadi suatu hal yang lucu.”
Lebih jelas, Allah berfirman:
أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ ۖ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan melakukan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan kalian? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” (QS al-Ankabut: 29)
Dalam tafsir al-Qurtubi dijelaskan maksud ayat di atas adalah:
وقالت عائشة وابن عباس والقاسم بن أبي بزة والقاسم بن محمد : إنهم كانوا يتضارطون في مجالسهم
“Aisyah, Ibnu Abbas, al-Qosim bin Abi Bazzah dan al-Qosim bin Muhammad menjelaskan makna melakukan kemungkaran itu adalah di tempat-tempat pertemuan kalian.”
وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ
“Mereka memiliki kebiasaan saling berbalas kentut di acara-acara mereka.”
Kisah Ulama 15 Tahun Pura-pura Tuli
Hatim Al-Asham merupakan salah seorang ulama besar yang wafat di Baghdad, Irak tahun 852 M atau 237 H. Terdapat sebuah kisah penuh hikmah yang mendasari kata ‘al-asham’, berarti tuli, yang menjadi julukannya, sebagaimana diriwayatkan Imam Ghazali dalam kitab Nashaihul Ibad.
Sejatinya Hatim tidak-lah tuli, hingga pada suatu hari, seorang wanita datang ke tempat Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak dinyana, ketika melontarkan pertanyaannya di hadapan Hatim, belum selesai ia bertanya, wanita tadi tak kuasa untuk menahan kentutnya.
Bunyinya terdengar jelas, hingga membuat ia salah tingkah dan terdiam. Di tengah kegalauan wanita itu, tiba-tiba Hatim berkata dengan suara keras.
“Tolong bicara yang keras! Saya tuli,”
Namun, yang bertanya justru bingung. Dalam kebingungannya, ia kembali dikagetkan dengan suara keras Hatim.
“Hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan,” teriak Hatim.
Wanita tadi kemudian menduga bahwa Hatim ini seorang yang tuli. Ia pun merasa sedikit lega, karena suara kentutnya tidak didengar Hatim. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya.
Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli” dan bahkan ia melakukan hal tersebut selama wanita tadi masih hidup. Ya, demi menjaga perasaan dan kehormatan wanita itu, ia terus berpura-pura tuli selama 15 tahun.