TERORISME DAN SOLUSI DARI NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENGATASINYA
Indonesia Belum Selesai Mengatasi Terorisme
Beberapa hari lalu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror berhasil menangkap Husein alias Abu Hamzah dan dua kawannya. Sementara istri Husein meledakkan diri bersama anaknya yang masih berusia dua tahun.
“Ini menunjukkan kita masih belum selesai mengatasi kekerasan, ancaman terorisme,” kata M Imdadun Rahmat, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jalan Taman Amir Hamzah No. 5, Pegangsaan, Jakarta, Jumat (15/3).
Imdad menilai kelompok yang baru tertangkap itu sangat radikal. Mereka, katanya, tergolong pada salafi takfiri. Mereka mulanya berasal dari jaringan Al-Qaida, tetapi menyempal dan membentuk jaringan baru di bawah ISIS.
“Prioritas utamanya musuh dekat (pemerintah). Meskipun dalam praktiknya, musuh jauh dan dekat disikat bersama-sama. Misalnya kasus di Surabaya, selain mereka menyerang polisi, juga mereka menyerang gereja,” kata Imdad.
Ia juga mengungkapkan bahwa kasus terorisme di Sibolga keburu tercium oleh kepolisian. “Korbannya masih dirinya sendiri meskipun properti tetangga hancur,” katanya.
Melihat fakta tersebut, Imdad menilai bahwa Indonesia masih punya PR banyak dalam hal terorisme ini. Oleh karena itu, ia mengajak untuk bersama-sama melawan tindakan dan pandangan yang mendukung kekerasan dan terorisme.
“Kita sebagai bangsa masih harus bekerja keras untuk bersama-sama melawan kekerasan sebagai tindakan penembakan, pengeboman, dan sebagainya, maupun sikap dan pandangan yang menghalalkan, mendukung, mensuport kekerasan,” tegasnya.
Apalagi menjadikan kekerasan dan teror itu sebagai bagian dari ajaran agama. “Itu dua-duanya harus dilawan secara bersama-sama oleh bangsa kita,” pungkas Direktur SAS Institute itu.
Solusi Nabi Muhammad untuk Mengatasi Terorisme
Pangkal dari terorisme diantaranya adalah karena ketidakadilan, kebencian yang mendalam kepada liyan, dan pemahaman terhadap sesuatu hal secara ekstrem. Aksi terorisme dan kekerasan tidak hanya terjadi baru-baru ini saja, namun itu juga ada di sepanjang sejarah umat manusia. Termasuk pada zaman Nabi Muhammad saw.
Salah satu bukti aksi terorisme juga terjadi pada era Nabi Muhammad saw. adalah pengakuan Ja’far bin Abi Thalib ketika hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Kepada Raja Najasyi, Ja’far bin Abi Thalib menyampaikan keadaan masyarakat musyrik Makkah yang tidak segan menumpahkan darah dan penuh dengan aksi kekerasan.
“Wahai raja, kami adalah kaum yang melakukan kemusyrikan, kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat kepada tetangga, menghalalkan yang haram antar sesama kami seperti menumpahkan darah, dan yang lainnya,” kata Ja’far sebagaimana terekam dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyyah (Ibnu Hisyam).
Kehadiran Nabi Muhammad saw. di tengah-tengah masyarakat yang seperti itu seolah menjadi titik terang untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, damai, dan saling menghormati serta menghapuskan kehidupan masyarakat yang penuh teror dan kekerasan. Sebagaimana dikutip dari buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011), dengan membawa risalah Islam, Nabi Muhammad saw. menawarkan setidaknya tiga hal untuk mengatasi atau menghilangkan aksi-aksi terorisme yang mendera suatu masyarakat.
Pertama, menyebarkan ruh kasih sayang dan keadilan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan gender. Nabi Muhammad saw. selalu menekankan kepada para sahabatnya untuk berlaku adil kepada siapapun, termasuk kepada non-Muslim. Juga mencurahkan kasih sayang kepada sesama meskipun dia beda.
Alkisah, suatu ketika ada sekelompok Yahudi yang datang kepada Nabi Muhammad saw. Ketika sampai di depan bilik Nabi Muhammad saw., mereka lantas mengucapkan Assamu ‘alaikum (semoga kematian untuk kalian). Iya, mereka mendoakan yang jelek untuk Nabi Muhammad saw. Sayyidah Aisyah yang saat itu tengah bersama Nabi Muhammad saw. tidak terima dengan salam laknat yang disampaikan sekelompok Yahudi itu.
“Dan bagi kalian kematian dan laknat,” timpal Sayyidah Aisyah.
Mendengar hal itu, Nabi Muhammad saw. langsung menegur Sayyidah Aisyah. Ia meminta agar istrinya itu menjauhi berkata kotor dan kekerasan, meski didoakan yang tidak baik. Nabi Muhammad saw. juga mengingatkan Sayyidah Aisyah bahwa Allah mencintai berbelas kasih dalam segala perkara.
Kedua, mengasihi mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Nabi Muhammad saw. tidak lantas menghukum mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Bahkan sebaliknya, Nabi Muhammad saw. memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Nabi Muhammad saw. sadar bahwa perlakuan kasih sayang kepada mereka yang tidak tahu dan berbuat salah akan membuatnya lunak. Sebaliknya, jika seandainya dikerasin maka bisa saja mereka nantinya akan balas dendam dan berbuat kekerasan.
Terkait hal ini, ada sebuah kisah menarik. Pada saat itu, Nabi Muhammad dan sebagian sahabatnya sedang duduk-duduk di dalam masjid. Tiba-tiba datang seorang badui. Dia masuk ke dalam masjid dan kencing di dalamnya. Para sahabat yang melihat kelakuan badui itu geram dan berniat untuk menghentikannya. Namun Nabi Muhammad saw. mencegahnya. Dia malah menyuruh para sahabatnya untuk membiarkan badui itu hingga selesai kencing.
“Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak untuk (dijadikan tempat) kencing dan kotoran. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur’an,” kata Nabi Muhammad saw. dengan lembut kepada badui itu setelah dia menyelesaikan hajatnya. Nabi Muhammad saw. kemudian meminta para sahabatnya untuk mengambil seember air dan menyiramkannya ke tempat yang dikencingi badui itu.
Ketiga, mengedepankan nilai-nilai moderat atau tidak berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. pernah mengatakan kalau sebaik-baiknya suatu perkara adalah yang tengah-tengah. Tidak terlalu ekstrim ke kanan. Juga tidak terlalu ekstrim ke kiri. Begitu pun dalam memahami agama ataupun hal lainnya.
Karena jika seseorang sudah pada level berlebih-lebihan dalam suatu hal, maka dia menganggap kalau kebenaran hanya ada pada dirinya dan kelompoknya. Dia cenderung akan memaksakan kehendaknya kepada orang yang berbeda pendapat dan dapat menuntun kepada kekerasan. Berlebih-lebihan dalam memahami atau menganut suatu hal juga sangat berpotensi untuk menihilkan yang lain. Mereka menganggap bahwa mereka yang berbeda dengan diri dan kelompoknya adalah sebuah ancaman. Oleh karenanya harus dilenyapkan.
Begitu lah solusi Nabi Muhammad saw. untuk mengatasi masalah terorisme dan kekerasan. Beliau selalu menenkankan untuk mencurahkan kasih sayang, menegakkan keadilan, dan bersikap moderat atau tidak berlebih-lebihan dalam hal apapun dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis dan damai. Kalau seandainya nilai-nilai itu sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dan menyasar siapapun, maka tidak akan ada lagi aksi-aksi terorisme dan radikalisme.
Dukungan untuk Pemerintah Selandia Baru dari Nahdlatul Ulama
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Australia dan Selandia Baru (PCI NU ANZ) mengucapkan belasungkawa yang terdalam bagi keluarga dan sanak famili korban aksi terorisme di Masjid Christchurch di Selandia Baru.
“Pengurus PCINU berharap Allah akan memberikan kesaksian kepada mereka yang telah jatuh dalam tragedi, pemulihan, kesabaran, dan ketahanan terhadap mereka yang terluka,” kata Ketua Tanfidiyah NU Australia dan Selandia Baru Tufel Musayyad melalui keterangannya, Ahad (17/3).
Menaggapi aksi biadab tersebut, NU Australia dan Selandia Baru sepenuhnya mendukung pemerintah Selandia Baru untuk melakukan pemberantasan terhadap aksi terorisme. “Terutama untuk Perdana Menteri Jacinda Ardern untuk mengambil langkah-langkah hukum yang tegas untuk memastikan bahwa mereka yang terlibat dalam penyerangan dibawa ke pengadilan,” lanjutnya.
“Pengurus NU Australia dan Selandia Baru juga memberikan dukungan yang diperlukan kepada para korban, termasuk pemakaman yang layak, keluarga dan sanak famili mereka, dan semua yang terkena dampak dan memastikan keselamatan, martabat, dan hak-hak rekan Muslim dan migran,” katanya.
Melihat kejadian ini, NU menyerukan pada komunitas global, akademik, agama, dan politik untuk terus mempromosikan perdamaian, dialog, saling pengertian dan global dan untuk mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk pemikiran ekstremis yang mengarah pada kekerasan.
Bagaimanapun, menurutnya, ekstremisme dan terorisme tidak dapat diterima karena alasan apa pun, dan oleh karena itu, mengutuk keras serangan kejam di Christchurch sebagai kekejaman terhadap kemanusiaan.
Serangan terorisme, selain bertentangan dengan rasa kemanusiaan, ia juga berlawanan dengan ketentuan dalam Al-Qur’an yang tertuang dalam surat Al-Maidah ayat 32; ‘Barangsiapa yang membunuh jiwa kecuali jiwa atau kerusakan [dilakukan] di negeri itu seolah-olah ia telah membunuh manusia sepenuhnya. Dan barangsiapa yang menyelamatkan seorang seolah-olah ia telah menyelamatkan umat manusia sepenuhnya’.
Sebelumnya, sebanyak 50 Muslim meninggal dunia di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, akibat aksi yang dilakukan lone-wolf di negara yang terkenal kedamaiannya itu. Brenton Tarrant salah seorang pelaku teror di Masjid Al-Noor memamerkan aksi biadabnya melalui live streaming ke seluruh dunia dengan kamera yang dipasang di kepalanya.
Selain dukungan dari PCINU Australia dan Selandia Baru, dukungan serupa juga disampaikan oleh pimpinan Ponpes Al-Mizan Jatiwangi, H Maman Imanulhaq. Ia meminta pemerintah Indonesia proaktif mendukung Pemerintah Selandia Baru untuk menangkap dan meminta pertanggungjawaban aksi biadab pelaku.
Selain itu ia meminta pemerintah untuk membatasi penyebaran video penembakan yang beredar di masyarakat. “Kementerian Kominfo bekerja sama dengan Polri harus menelusuri akun-akun yang menyebarkan konten negatif berupa aksi kekerasan,” kata dia.
Maman juga meminta masyarakat untuk tidak membagikan atau meneruskan video penembakan yang menewaskan puluhan orang muslim tersebut. Karena menurutnya dengan menyebarkan video tersebut akan terjadi ketakutan di kalangan muslim dan dapat menginspirasi beberapa orang yang phobi terhadap Islam untuk melakukan kebiadaban serupa.
Kiai muda NU ini juga berharap semua elemen masyarakat untuk bersatu padu makin mempererat ukhuwah atau persaudaraan untuk melawan segala bentuk tindakan keji dan kekerasan oleh siapapun dan atas nama apapun.
Ia juga meminta semua pihak terutama media barat untuk bersikap objektif dan jujur dalam mengungkap tragedi tersebut.“Siapapun yang melakukan serangan, ia adalah teroris yang keji. Label teroris jangan hanya disematkan pada seorang Muslim. Kita mengutuk tindakan terorisme ini. Tapi kita tidak boleh takut,” tutup Maman.
Dukung Muslim Setelah Aksi Teror, Wanita Selandia Baru Ramai-ramai Berkerudung
Wanita Selandia Baru ramai-ramai mengenakan kerudung untuk menunjukkan solidaritasnya kepada umat Islam menyusul aksi teror di dua masjid di Christchurch pekan lalu. Di media sosial, ramai tagar #headscarffharmony sebagai bentuk kampanye untuk mengajak warga non-Muslim Selandia Baru bersimpati terhadap umat Islam dengan berkerudung.
Aksi solidaritas dengan memakai kerudung dilakukan para wanita di Selandia Baru bersamaan dengan aksi peringatan sepekan yang diselenggarakan di lapangan Hagley Park, Jumat (22/3) waktu setempat. Lapangan Hagley Park merupakan lokasi yang berseberangan dengan Masjid Al-Noor, salah satu masjid yang menjadi sasar aksi teror pekan lalu.
Salah satu wanita Selandia Baru yang terlibat dalam kampanye kerudung untuk harmoni Rachel MacGregor mengatakan, dirinya mengaku cemas dengan kepala tertutup ketika keluar rumah. Dia mengaku, orang-orang menatap dirinya ketika memasuki kantornya.
“Ini memberi saya untuk pertama kalinya penghargaan untuk apa rasanya menjadi minoritas dan memakai pakaian yang mungkin biasanya tidak dipakai oleh mayoritas,” kata Rachel, dikutip Reuters, Jumat (22/3).
Sementara seorang doktor di Auckland Thaya Ashman memiliki ide untuk mendorong orang mengenakan jilbab setelah mendengar tentang seorang wanita yang terlalu takut untuk keluar karena dia merasa jilbabnya akan menjadikannya target terorisme.
“Saya ingin mengatakan:” Kami bersama Anda, kami ingin Anda merasa betah di jalan-jalan Anda sendiri, kami mencintai, mendukung, dan menghormati Anda,” katanya.
Para polisi wanita dan relawan non-Muslim yang hadir di lapangan Hagley Park untuk ikut serta dalam acara refleksi nasional sepekan setelah aksi teror juga mengenakan kerudung. Mereka melakukan itu sebagai bentuk penghormatan untuk komunitas Islam.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan beberapa elit masyarakat Selandia Baru juga turut hadir dalam acara peringatan sepekan aksi teror tersebut. Dalam pidatonya, Ardern menegaskasn bahwa Selandia Baru bersama dengan umat Islam.
“Kami hadir di sini turut bersimpati terhadap saudara Muslim kami. Ketika salah satu bagian tubuh kita terganggu, seluruh tubuh merasakan sakit. Selandia Baru turut berduka dengan kalian. Kita adalah satu,” kata Ardern yang disambut gemuruh tepuk tangan sesaan sebelum adzan dikumandangkan, diberitakan RadioNZ, Jumat (22/3).
Aksi solidaritas dengan berkerudung ini mendapatkan dukungan dari Dewan Wanita Islam dan Asosiasi Muslim Selandia Baru.
Pada Jumat (15/3) lalu, Brenton Tarrant, seorang anti-imigran dan pendukung ‘aliran’ supremasi kulit putih melakukan penembakan massal di Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood di Christchurch. Kejadian itu menyebabkan 50 orang meninggal dan 50 lainnya mengalami luka-luka.