MENGENAL MACAM- MACAM UJIAN SERTA HIKMAH DI BALIK SIKSAAN
Bala’ atau musibah itu ada tiga macam tujuannya : Yaitu bala’ sebagai hukuman, bala’ sebagai penghapus dosa dan bala’ sebagai pengangkat derajat.
Hal ini berdasarkan keadaan atau reaksi orang yang terkena bala’ tersebut, sebagaimana keterangan dari Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani dalam kitab At Tabaqotul Kubro karya Syeikh Abdul Wahhab As-Sya’roni.
Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani berkata :
علامة الابتلاء على وجه العقوبة، والمقابلة عدم الصبر عند وجود البلاء والجزع، والشكوى إلى الخلق، وعلامة الابتلاء تكفيراً، وتمحيصاً للخطيئات، وجود الصبر الجميل من غير شكوى، ولا جزع ولا ضجر، ولا ثقل في أداء الأوامر، والطاعات، وعلامة الابتلاء لارتفاع الدرجات، وجود الرضا والموافقة، وطمأنينة النفس والسكون للأقدار حتى تنكشف
” Tandanya bala’/ musibah sebagai hukuman dan pembalasan adalah orang yang menerima bala’ tersebut tidak bersabar, malah bersedih dan mengeluh kepada makhluk.
Tandanya bala’/musibah sebagai penebus dan penghapus kesalahan-kesalahan adalah kesabaran yang bagus tanpa adanya mengeluh , tidak bersedih dan tidak gelisah, serta tidak merasa berat ketika melakukan ketaatan – kataatan.
Sedangkan tandanya bala’/ musibah sebagai pengangkat derajat adalah adanya ridho , merasa cocok dan tenangnya jiwa serta tunduk patuh terhadap ketetapan ketetapan Allah hingga hilangnya bala’ tersebut “.
HAKIKAT UJIAN DAN COBAAN HIDUP
الابتلاء ليس احتبارا عن قوتك الذاتية ولكن احتبار عن قوة استعانتك بالله
Ujian dan cobaan dalam kehidupan sejatinya bukan untuk mengukur kekuatan dirimu tetapi untuk mengukur kekuatan kepasrahan, tawakkal dan kesungguhanmu memohon pertolongan dari Allah Azza Wa Jalla
عَنْ سعد بن أبي وقاص قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash beliau berkata :
“Aku bertanya kepada Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam : “Ya Rasulallah, siapa manusia yang paling berat cobaannya ?”.
Rasulullah menjawab : “Para Nabi lalu orang-orang shalih lalu orang-orang yang semisal dengan mereka lalu yang semisal dengan mereka. Seseungguhnya seseorang akan diuji sesuai dengan kualitas Dien (agama) nya, semakin kuat ia berpegang teguh dengan Dien nya, semakin berat cobaan dan ujian yang diterimanya. Sedangkan yang Dien nya biasa-biasa saja, maka ia diuji sebatas kualitas Dien nya itu. Dan ujian itu akan terus menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di atas bumi tanpa dosa”.
(HR Tirmidzi dengan derajat Hasan Shahih, Al Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban)
Tuhfatul Ahwadzi
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻗﺘﻴﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﻋﻦ ﻋﺎﺻﻢ ﺑﻦ ﺑﻬﺪﻟﺔ ﻋﻦ ﻣﺼﻌﺐ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻱ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺷﺪ ﺑﻼﺀ ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﺛﻢ ﺍﻷﻣﺜﻞ ﻓﺎﻷﻣﺜﻞ ﻓﻴﺒﺘﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺐ ﺩﻳﻨﻪ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﺻﻠﺒﺎ ﺍﺷﺘﺪ ﺑﻼﺅﻩ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﺭﻗﺔ ﺍﺑﺘﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺐ ﺩﻳﻨﻪ ﻓﻤﺎ ﻳﺒﺮﺡ ﺍﻟﺒﻼﺀ ﺑﺎﻟﻌﺒﺪ ﺣﺘﻰ ﻳﺖﺭﻛﻪ ﻳﻤﺸﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﻄﻴﺌﺔ ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻋﻴﺴﻰ ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺒﺎﺏ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻭﺃﺧﺖ ﺣﺬﻳﻔﺔ ﺑﻦ ﺍﻟﻴﻤﺎﻥ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺌﻞ ﺃﻱ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺷﺪ ﺑﻼﺀ ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﺛﻢ ﺍﻷﻣﺜﻞ ﻓﺎﻷﻣﺜﻞ
ﻗﻮﻟﻪ : ) ﺃﻱ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺷﺪ ( ﺃﻱ ﺃﻛﺜﺮ ﻭﺃﺻﻌﺐ ) ﺑﻼﺀ ( ﺃﻱ ﻣﺤﻨﺔ ﻭﻣﺼﻴﺒﺔ ) ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ( ﺃﻱ ﻫﻢ ﺃﺷﺪ ﻓﻲ ﺍﻻﺑﺘﻼﺀ ﻷﻧﻬﻢ ﻳﺘﻠﺬﺫﻭﻥ ﺑﺎﻟﺒﻼﺀ ﻛﻤﺎ ﻳﺘﻠﺬﺫ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﺑﺎﻟﻨﻌﻤﺎﺀ ، ﻭﻷﻧﻬﻢ ﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﺒﺘﻠﻮﺍ ﻝﺗﻮﻫﻢ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻷﻟﻮﻫﻴﺔ ، ﻭﻟﻴﺘﻮﻫﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻣﺔ ﺍﻟﺼﺒﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﻠﻴﺔ . ﻭﻷﻥ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﺃﺷﺪ ﺑﻼﺀ ﻛﺎﻥ ﺃﺷﺪ ﺗﻀﺮﻉﺍ ﻭﺍﻟﺘﺠﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ) ﺛﻢ ﺍﻷﻣﺜﻞ ﻓﺎﻷﻣﺜﻞ( ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ : ﺍﻷﻣﺜﻞ ﺃﻓﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺜﺎﻟﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﻊ ﺃﻣﺎﺛﻞ ﻭﻫﻢ ﺍﻟﻔﻀﻼﺀ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻤﻠﻚ : ﺃﻱ ﺍﻷﺷﺮﻑ ﻓﺎﻷﺷﺮﻑ ﻭﺍﻷﻋﻠﻰ ﻓﺎﻷﻋﻠﻰ ﺭﺗﺒﺔ ﻭﻣﻨﺰﻟﺔ . ﻳﻌﻨﻲ ﻣﻦ ﻫﻮ ] ﺹ: 67 [ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻼﺅﻩ ﺃﺷﺪ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺛﻮﺍﺑﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺒﻲ : ” ﺛﻢ ” ﻓﻴﻪ ﻟﻠﺘﺮﺍﺧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺗﺒﺔ ﻭﺍﻟﻔﺎﺀ ﻟﻠﺘﻌﺎﻗﺐ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻮﺍﻟﻲ ﺗﻨﺰﻻ ﻣﻦ ﺍﻷﻋﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺳﻔﻞ ﻭﺍﻟﻼﻡ ﻓﻲ ﺍﻷﻥﺑﻴﺎﺀ ﻟﻠﺠﻨﺲ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ : ﻭﻳﺼﺢ ﻛﻮﻧﻬﺎ ﻟﻼﺳﺘﻐﺮﺍﻕ ﺇﺫ ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻋﻈﻴﻢ ﻣﺤﻨﺔ ﻭﺟﺴﻴﻢ ﺑﻠﻴﺔ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻷﻫﻞ ﺯﻣﻨﻪ ، ﻭﻳﺪﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ : ) ﻳﺒﺘﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺐ ﺩﻳﻨﻪ ( ﺃﻱ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﺿﻌﻔﺎ ﻭﻗﻮﺓ ﻭﻧﻘﺼﺎ ﻭﻛﻤﺎﻻ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺒﻲ : ﺍﻟﺠﻤﻠﺔ ﺑﻴﺎﻥ ﻟﻠﺠﻤﻠﺔ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﻭﺍﻟﻼﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻼﺳﺘﻐﺮﺍﻕ ﻓﻲ ﺍﻷﺟﻨﺎﺱ ﺍﻟﻤﺘﻮﺍﻟﻴﺔ ) ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ( ﺗﻔﺼﻴﻞ ﻟﻼﺑﺘﻼﺀ ﻭﻗﺪﺭﻩ ) ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﺻﻠﺒﺎ ( ﺑﻀﻢ ﺍﻟﺼﺎﺩ ﺍﻟﻤﻬﻤﻠﺔ ﺃﻱ ﻗﻮﻳﺎ ﺷﺪﻳﺪﺍ ﻭﻫﻮ ﺧﺒﺮ ﻛﺎﻥ ﻭﺍﺳﻤﻪ ﺿﻤﻴﺮ ﺭﺍﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻭﺍﻟﺠﺎﺭ ﻣﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﺨﺒﺮ ) ﺍﺷﺘﺪ ﺑﻼﺅﻩ ( ﺃﻱ ﻛﻤﻴﺔ ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ) ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﺭﻗﺔ ( ﺃﻱ ﺫﺍ ﺭﻗﺔ ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺭﻗﺔ ﺍﺳﻢ ﻛﺎﻥ ﺃﻱ ﺿﻌﻒ ﻭﻟﻴﻦ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺒﻲ : ﺟﻌﻞ ﺍﻟﺼﻼﺑﺔ ﺻﻔﺔ ﻟﻪ ﻭﺍﻟﺮﻗﺔ ﺻﻔﺔ ﻟﺪﻳﻨﻪ ﻣﺒﺎﻟﻐﺔ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻷﺻﻞ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ : ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻠﺐ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺜﺚ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺮﻗﺔ ﺃﻥ ﺗﺴﺘﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻲ ، ﻭﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻔﻨﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺭﺓ ، ﺍﻧﺘﻬﻰ . ) ﺍﺑﺘﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺩﻳﻨﻪ ( ﺃﻱ ﺑﺒﻼﺀ ﻫﻴﻦ ﺳﻬﻞ ، ﻭﺍﻟﺒﻼﺀ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﺑﻠﺔ ﺍﻟﻨﻌﻤﺔ ، ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻨﻌﻤﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻓﺒﻼﺅﻩ ﺃﻏﺰﺭ ) ﻓﻤﺎ ﻳﺒﺮﺡ ﺍﻟﺒﻼﺀ ( ﺃﻱ ﻣﺎ ﻳﻔﺎﺭﻕ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻳﺰﺍﻝ ) ﺑﺎﻟﻌﺒﺪ ( ﺃﻱ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ) ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺮﻛﻪ ﻳﻤﺸﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﻄﻴﺌﺔ ( ﻛﻨﺎﻳﺔ ﻋﻦ ﺧﻼﺻﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ، ﻓﻜﺄﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺒﻮﺳﺎ ﺛﻢ ﺃﻃﻠﻖ ﻭﺧﻠﻲ ﺳﺒﻴﻠﻪ ﻳﻤﺸﻲ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺄﺱ . ﻗﻮﻟﻪ : ) ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ ( ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻲ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻛﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺘﺢ
KEUTAMAAN BERSABAR ATAS UJIAN
Berikut ini sebagian Hadist yg menjelaskan keutamaan sabar.
- Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)
- Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa. (HR. Bukhari)
- Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?”Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru mereka dan yang meniru mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (berat). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
- Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah). (HR. Bukhari)
- Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)
- Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). (HR. Al-Baihaqi)
- Apabila Aku menguji hambaKu dengan membutakan kedua matanya dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. (HR. Ahmad)
- Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampai pun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Bukhari)
- Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lobang biawak, Allah akan menentukan baginya orang yang mengganggunya. (HR. Al Bazzaar)
- Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?” Nabi Saw menjawab, “Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
- Bukanlah dari (golongan) kami orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek bajunya apalagi berdoa dengan doa-doa jahiliyah. (HR. Bukhari)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Bukan dari golongan kamiorang yang menampar-nampar pipi, mengoyak-ngoyak baju dan meratap dengan ratapan Jahiliyyah’,” (HR Bukhari [1294] dan Muslim [103]).
Penjelasan:
Dilakukan pada saat kematian anggota keluarga pada jaman jahiliyah.
- Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)
- Salah seorang dari mereka lebih senang mengalami ujian dan cobaan daripada seorang dari kamu (senang) menerima pemberian. (HR. Abu Ya’la)
- Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. (HR. Ahmad)
- Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani)
- Bencana yang paling payah ialah bila kamu membutuhkan apa yang ada di tangan orang lain dan kamu ditolak (pemberiannya). (HR. Ad-Dailami)
- Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi)
Wallohu A’lam