PLESETAN SINGKATAN NU YANG ASLINYA NAHDLATUL ULAMA “KEBANGKITAN ULAMA”

PLESETAN SINGKATAN NU YANG ASLINYA NAHDLATUL ULAMA “KEBANGKITAN ULAMA”

Logo dan nama NU tidak hanya menempel di bendera atau kop surat, tapi juga di kaos, topi, kendaraan, dan jadi merk air minum. Pedagang bilang,”Lebih baik jualan gelas atau bendera NU, daripada jualan NU.”

Nahdlatul Ulama, disingkat menjadi NU. NU singkatan dari Nahdlatul Ulama. Sebagaimana umumnya organisasi keagamaan pada waktu itu,  Nahdlatul Ulama –yang berdiri pada 31 Januari 1926– menggunakan nama Arab, yang artinya “Kebangkitan Ulama”.

Bahasa Arab juga dipakai oleh orang-orang Arab di Indonesia ketika mendirikan oranisasi Jami’atul Khoir tahun 1905 atau Al-Irsyad yang berdiri 1914. Dan tak lupa, nama Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912.

Mungkin hanya Serikat Dagang Islam atau SDI, yang didirikan oleh HOS Cokroaminoto, Haji Agus Salim, Haji Samanhudi, yang memakai nama agak lokal, ada kata “dagang”-nya. Organisasi yang berdiri Oktober 1905 ini, kemudian berganti nama Syarikat Islam atau SI.

Di antara sekian organisasi Islam, mungkin hanya NU yang mengalami olok-olok, ejekan, hinaan perihal nama. Kepanjangan NU diplesetkan sedemikian rupa buruk, baik oleh orang luar atau orang dalam sendiri. Ini menyakitkan.

Ini empat singkatan NU yang menyakitkan tersebut:

Satu:

Nasi Uduk. Singkatan ini dilontarkan oleh partai-partai yang tidak suka Partai Nahdlatul Ulama pada saat pemilu 1955.  NU diolok-olok sebagai partai yang mampunya tahlilan, kenduren, atau acara-acara keagamaan lainnya, yang di dalamnya makan “NU”: Nasi Uduk.

Dua:

Nunut Urip. Ini bahasa Jawa, artinya numpang hidup. Plesetan ini datang dari dalam Nahdlatul Ulama sendiri. Plesetan nunut urip dimaksudkan untuk mengkritik aktivis NU yang tidak punya kemampuan apapun, ngaji gak bisa, sekolah abal-abal, jaringan ke masyarakat bodong, skil pengorganisasi klaim saja.

Mereka di NU hanya mencari penghasilan, menggunakan NU sebagai kendaraan untuk mencari makan, mencari kekuasaan, mencari status sosial dan memperkaya diri.

Tiga:

Nunut Udud. Ini juga bahasa Jawa, artinya numpang merokok. Ini tak kalah kurang ajar dari nomor dua tadi. Ini dilontarkan oleh para perokok, baik oleh orang NU ataupun bukan. Mereka datang ke kantor NU untuk merokok, karena di kantor Muhammadiyah, kantor persis dilarang merokok. Ataupun orang NU yang oleh istrinya tidak boleh merokok di rumah. Jadilah dia “NU” (numpang udud) di kantor NU.

Empat:

Nahdlatul Umaro. Kalau yang ini bahasa Arab, artinya kebangkitan pemerintah. Plesetan ini dilontar baik dari dalam NU ataupun dari luar NU.

Plesetan ini dimaksudkan untuk mengkritik orang NU yang terlalu dekat dan menempel pemerintah untuk mendapatkan “kue” kekuasaan. “NU” begini, singkatannya bukan Nahdlatul Ulama, bukan kebangkitan ulama, melainkan Nahdlatul Umaro, kebangkitan pemerintah.

Plesetan-plesetan di atas menyakitkan sekali, tidak beradab, menghina Nahdlatul Ulama. Tapi satu waktu, jika kita membacanya dengan sehat, permainan kata tersebut bisa jadi kritik yang mengkuatkan dan membesarkan, ataupun jadi humor sarat makna. Apalagi jika kita mengingat bahwa tidak ada entitas apapun yang sempurna, termasuk Nahdlatul Ulama atau NU.

Leave your comment here: