AYAT MUTASYABBIHAT DALAM PENGERTIAN MACAM DAN HIKMAHNYA

AYAT MUTASYABBIHAT DALAM PENGERTIAN MACAM DAN HIKMAHNYA

Pengertian Ayat Mutasyabih

Mutasyabih berasal dari kata syabaha, yang menurut bahasa berarti keserupaan, yaitu bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhat adalah keadaan dimana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak. Seperti firman Allah kepada penghuni surga, Q.S, surah al-Baqarah/2:25.

Dengan kalimat lain, yang dimaksud dengan Mutasyabih adalah kata yang dipakai oleh Alquran untuk menunjuk ayat-ayat yang bersifat global (mujmal) yang membutuhkan takwil dan sukar dipahami, sebab ayat-ayat yang mujmal membutuhkan rincian, ayat-ayat yang muawal (perlu ditakwil) baru diketahui maknanya setelah ditakwilkan.

Pendapat Ulama tentang Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi muhkam dan mutasyabih. Al-Zarqani mengemukakan 11 defenisi yang sebagiannya dikutip dari as-Suyuthi. Diantaranya defenisi yang dikemukakan al-Zarqani adalah berikut ini.

Muhkam adalah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang samar (tidak jelas) maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf muqatta’ pada awal surah. Pendapat ini disandarkan kepada oleh al-Alusy kepada mazhab Hanafi.

Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah mengetahui maksudnya, seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal dan huruf-huruf muqatta’ diawal surah. Pendapat ini disandarkan kepada ahlussunnah sebagai pendapat yang terkuat dikalangan mereka.

Muhkam ialah ayat yang hanya dapat ditakwil dengan satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak makna takwil. Pendapat ini disandarkan pada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli ushul fiqih.

Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tapi memerlukan keterangan karena adanya perbedaan takwil yang beragam. Pendapat ini disandarkan pada Imam Ahmad bin Hanbal.

Muhkam ialah ayat yang memiliki susunan dan urutan yang baik sehingga membawa kepada makna yang tepat tanpa pertentangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak terjangkau ilmu bahasa manusia kecuali bila ada bersamanya indikasi atau tanda-tanda yang menjelaskannya. Pendapat ini disandarkan pada Imam al-Haramain.

Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya hingga tidak mengakibatkan kesulitan arti. Mutasyabih ialah ayat yang tidak dapat dipahami maknanya sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Pendapat ini disandarkan pada Imam Ath-Thibi.

Muhkam ialah ayat yang tunjukkan maknanya kuat baik secara lafal nash atau lafal zhahir. Mutasyabih ialah ayat yang tunjukkan maknanya tidak kuat (lemah) yaitu lafal mujmal, muawwal, musykil. Pendapat ini disandarkan pada Imam al-Razidan banyak peneliti yang memilihnya.

Muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat diamalkan, karena sudah jelas dan tegas. Mutasyabih ialah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan melainkan cukup diyakini. Pendapat ini disandarkan pada Ikrimah dan Qatadah.

Muhkam ialah ayat yang maknanya rasional artinya dengan akal manusia saja pengertian ayat itu sudah dapat ditangkap. Mutasyabih mengandung pengertian yang tidak dapat dirasionalkan.

Muhkam ialah yang tidak berulang-ulang lafal-lafalnya dan mutasyabih ialah yang berulang-ulang lafalnya.

Muhkam ialah lafal yang tidak dinasakh atau tidak dihapuskan isi hukumnya, dan mutasyabih ialah lafal yang sudah dinasakh hukumnya sehingga tidak berlaku lagi.

Menurut al-Zarqani bahwa defenisi-defenisi ini tidak bertentangan bahkan diantaranya terdapat persamaan dan kedekatan makna. Namun, menurut dia, pendapat Imam al-Razi lebih jelas karena masalah ihkam dan tasyabuh sebenarnya kembali kepada persoalan jelas atau tidaknya makna yang dimaksud Allah dari kalam yang diturunkannya. Defenisi yang dikemukakan Imam al-Razi merupakan defenisi yang jami’ (mencakup person-personnya) dan mani’ (menolak segala yang diluar person-personnya).

Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabihat

Secara rinci, adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Quran adalah disebabkan tiga hal; yaitu karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan pada lafal dan maknanya.

Kesamaran pada Lafal

Sebagian adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Quran itu disebabkan karena kesamaran pada lafal, baik lafal yang masih mufrad ataupun yang sudah murakab.

Kesamaran pada lafal mufrad, maksudnya adalah ada lafal-lafal mufrad yang artinya tidak jelas,baik disebabkan lafalnya yang gharib (asing), atau musytarak (bermakna ganda). Contoh lafal mufrad seperti kata أَبًّا dalam ayat 31 surah Abasa : وَفاَكِهَةً وَأَبًّا (dan buah-buahan serta rerumputan). Kata abban tersebut jarang terdapat dalam al-Quran, sehingga asing. Kalau tidak ada penjelasan dari ayat berikutnya sulit dimengerti.

Adapun kesamaran lafal mufrad bermakna ganda, seperti lafal اليَمِيْنِ dalam ayat 93 surah al-Shaad : فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِاليَمِيْنِ (lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kananya/dengan kuatnya/sesuai dengan sumpahnya).

Kesamaran pada lafal murakab disebabkan karena lafal-lafal murakab itu terlalu ringkas atau terlalu luas, atau karena susunan kalimatnya kurang tertib. Contoh lafal murakab yang ringkas Q.S. an-Nisa/3:4.3

Tentunya sukar memahami terjemahan ayat tadi. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh kawin wanita yang baik-baik, dua, tiga, atau empat. Contoh lafal murakab yang terlalu luas QS asy-Syuura/42:11.

Pengertian Allah tidak menjadikan kebengkokan dalam al-Quran dan menjadikannya lurus, tentu merupakan hal yang sukar dipahami. Hal itu disebabkan karena dalam ayat tersebut susunan kalimatnya ada yang kurang tertib.

Kesamaran pada Makna Ayat

Terkadang terjadinya ayat mutasyabihat itu disebabkan karena adanya kesamaran pada makna ayat. Contohnya seperti makna dari sifat-sifat Allah swt, makna ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur dan siksa neraka. Akal pikiran manusia tidak akan bisa menjangkau semua hal tersebut, sehingga maknanya sulit ditangkap. Hal ini seperti hadis Nabi saw :

مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ وَلاَ اُذُنٌ سَمِعَتْ وَلاَ خَطَرٌ فِى قَلْبِ اْلبَشَرِ

Kesamaran dalam hal-hal tersebut, tidak karena lafalnya yang asing, bermakna ganda, atau karena tertibnya melainkan karena makna dari lafal-lafalnya tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia.

Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat

Terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran dalam lafal dan makna ayat-ayat itu. Contoh Q.S. al-Baqarah/2:189.

Orang yang tidak mengerti adat istiadat bangsa Arab pada masa jahiliah, tidak akan paham pada maksud ayat tersebut. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiadaan khusus orang Arab, yang tidak mudah diketahui oleh bangsa-bangsa lain.

Macam-macam Ayat Mutasyabihat

Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam al-Quran, maka macam-macam ayat-ayat mutasyabih dapat dibagi tiga macam:

Ayat-ayat yang kandungannya mustahil diketahui manusia kecuali Allah swt, seperti ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah, waktu kedatangan hari kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Seperti Q.S. Lukman/ 31:34.

    “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ayat-ayat yang dapat diketahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian seksama, seperti ayat-ayat yang kandungannya bersifat umum, atau yang kesamarannya lahir dari singkatnya redaksi dan atau susunan kata-katanya. Seperti dalam Q.S. an-Nisa/4:3.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh Allah Swt dan para ulama tertentu yang sangat mendalam ilmu pengetahuan dengan melakukan ijtihad dan tadabbur terhadap al-Quran. Ayat-ayat semacam ini tidak terungkap maknanya hanya dengan menggunakan nalar semata-mata. Seperti keterangan Q.S. Ali Imran/3:7.

    “Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya.”

Dengan adanya tiga kelompok ayat-ayat mutasyabih yang kami sebutkan seperti ini bertujuan sekurang-kurangnya bagi kelompok yang pertama untuk menyadarkan manusia tentang keterbatasan ilmu mereka disamping menjadi semacam ujian tentang kepercayaan manusia terhadap informasi Allah swt. Sementara itu, untuk ayat-ayat kelompok kedua dan ketiga ia merupakan dorongan untuk lebih giat melakukan pembahasan dan penelitian, sekaligus untuk menunjukkan peringkat pengetahuan dan kedudukan ilmiah seseorang.

Hikmah Ayat Muhkam dan Ayat Mutasyabih

Ayat-ayat al-Quran baik yang muhkam maupun yang mutasyabih semuanya bersumber dari Allah swt. Jika yang muhkam maknanya jelas dan mudah dipahami sementara yang mutasyabih maknanya samar dan tidak semua orang dapat manangkapnya, mengapa tidak sekalian saja diturunkan muhkam sehingga semua orang dengan mudah memahaminya. Oleh karena itu para ulama berusaha melakukan pengkajian untuk mengetahui rahasia dan hikmah tersebut.

Adapun hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran diantaranya :

Ayat-ayat mutasyabih mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya dengan jalan lebih giat belajar, tekun mengkaji sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.

Sekiranya al-Quran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab. Sebab, kejelasannya akan membatalkan semua mazhab diluarnya. Sedangkan yang demikian tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya. Akan tetapi jika al-Quran mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya.

Ayat-ayat mutasyabihat merupakan rahmat Allah swt bagi manusia yang lemah yang tidak mampu mengetahui segala sesuatu.

Keberadaan ayat-ayat ini juga merupakan cobaan dan ujian bagi manusia, apakah mereka percaya atau tidak tentang hal-hal ghaib berdasarkan berita yang disampaikan oleh orang benar.

Sebagai bukti atas kelemahan dan kebodohan manusia. Bagaimanapun besar kesiapan dan banyak ilmunya, namun Tuhan sendirilah yang mengetahui segala-galanya.

Adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran merupakan sebuah bukti kemukjizatannya.

Mempermudah orang menghafal dan memeliharanya. Sebab setiap lafal yang mengandung banyak penafsiran yang berakibat pada ketidakjelasan akan menunjuk banyak makna. Sekiranya makna-makna tersebut diungkapkan dengan lafal secara langsung niscaya al-Quran menjadi berjilid-jilid. Hal ini tentunya menyulitkan untuk menghafal dan memeliharanya.

Memberikan ruang kepada manusia untuk menggunakan potensi yang ada yaitu akal disamping dalil-dalil yang naqli. Untuk berperan dalam mengemukakan argumen sehingga ia bebas dari taqlid.

Hikmah Ayat-ayat Muhkamat

Adanya ayat-ayat muhkamat dalam al-Quran jelas banyak hikmahnya bagi umat manusia, diantaranya sebagai berikut :

Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.

Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam mengahayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.

Mendorong umat agar giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan al-Quran.

Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya.

Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat al-Quran.

Membantu para guru, dosen, muballigh, dan juru dakwah dalam usaha menerangkan isi ajaran kitab al-Quran dan tafsiran ayat-ayatnya kepada masyarakat.

Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an (penghafalan al-Quran).

WALLOHU A’LAM BIS SHOWAB

Leave your comment here: