PENJELASAN HUKUM DAN SYARAT BERJIHAD VERSI KITAB FATHUL QORIB
KITAB HUKUM-HUKUM JIHAD
Hukum jihad Di masa Rasulullah Saw setelah hijrah adalah fardlu kifayah.
وَكَانَ الْأَمْرُ بِهِ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الْهِجْرَةِ فَرْضَ كِفَايَةٍ
Keadaan Orang Kafir
Sedangkan setelah masa beliau, maka kaum kafir memiliki dua keadaan.
وَ أَمَّا بَعْدَهُ فَلِلْكُفَّارِ حَالَانِ
Salah satunya adalah mereka berada di daerahnya sendiri. Maka hukum jihad adalah fardlu kifayah bagi kaum muslimin di dalam setiap tahun.
أَحَدُهُمَا أَنْ يَكُوْنُوْا بِبِلَادِهِمْ فَالْجِهَادُ فَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ
Sehingga, ketika sudah ada orang yang melakukannya dan ia bisa mencukupi, maka hukum dosa gugur dari yang lainnya.
فَإِذَا فَعَلَهُ مَنْ فِيْهِ كِفَايَةٌ سَقَطَ الْحَرَجُ عَنِ الْبَاقِيْنَ
Kedua, orang-orang kafir masuk ke salah satu daerah kaum muslimin, atau mereka berada di dekat daerah tersebut, maka ketika demikian, hukum jihad adalah fardlu ‘ain bagi kaum muslimin.
وَالثَّانِيْ أَنْ يَدْخُلَ الْكُفَّارُ بَلْدَةً مِنْ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ يَنْزِلُوْا قَرِيْبًا مِنْهَا فَالْجِهَادُ حِيْنَئِذٍ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَيْهِمْ
Sehingga, bagi penduduk daerah tersebut wajib menolak kaum kafir dengan apapun yang mereka bisa
فَيَلْزَمُ أَهْلَ ذَلِكَ الْبَلَدِ الدَّفْعُ لِلْكُفَّارِ بِمَا يُمْكِنُ مِنْهُمْ
Syarat-Syarat Jihad
Syarat wajibnya jihad ada tujuh perkara.
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْجِهَادِ سَبْعُ خِصَالٍ)
Pertama adalah islam, sehingga tidak wajib jihad bagi orang kafir.
أَحَدُهَا (الْإِسْلَامُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى كَافِرٍ
Yang kedua adalah baligh, sehingga tidak wajib jihad bagi anak kecil.
(وَ) الثَّانِيْ (الْبُلُوْغُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى صَبِيٍّ
Yang ketiga adalah berakal, sehingga tidak wajib jihad bagi orang gila.
(وَ) الثَّالِثُ (الْعَقْلُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى مَجْنُوْنٍ
Yang ke empat adalah merdeka, sehingga tidak wajib jihad bagi seorang budak walaupun majikannya memerintahkan, dan walaupun dia adalah budak muba’adl. Dan tidak wajib pula bagi budak mudabbar dan budak mukatab.
(وَ) الرَّابِعُ (الْحُرِّيَّةُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى رَقِيْقٍ وَلَوْ أَمَرَ سَيِّدُهُ وَلَوْ مُبَعَّضًا وَلَا مُدَبَّرًا وَلَا مُكَاتَباً
Yang kelima adalah laki-laki, sehingga tidak wajib jihad bagi orang perempuan dan khuntsa musykil.
(وَ) الْخَامِسُ ( الذُّكُوْرِيَّةُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى امْرَأَةٍ وَخُنْثًى مُشْكِلٍ
Yang ke enam adalah sehat, sehingga tidak wajib jihad bagi orang yang sakit yang menghalanginya untuk berperang dan naik kendaraan kecuali dengan menanggung kesulitan yang berat seperti demam yang terus menerus.
(وَ) السَّادِسُ (الصِّحَّةُ) فَلَا جِهَادَ عَلَى مَرِيْضٍ بِمَرَضٍ يَمْنَعُهُ عَنْ قِتَالٍ وَرُكُوْبٍ إِلَّا بِمَشَقَّةٍ شَدِيْدَةٍ كَحُمًى مُطْبِقَةٍ
Yang ke tujuh adalah mampu berperang sehingga tidak wajib jihad bagi semisal orang yang tangannya terpotong, dan tidak wajib bagi orang yang tidak menemukan / memiliki bekal berperang seperti senjata, kendaraan dan nafaqah.
(وَ) السَّابِعُ (الطَّاقَةُ) عَلَى الْقِتَالِ (فَلَا جِهَادَ عَلَى أَقْطَعِ يَدٍّ مَثَلًا وَلَا عَلَى مَنْ عَدِمَ اُهْبَةَ الْقِتَالِ كَسِلَاحٍ وَمَرْكُوْبٍ وَنَفَقَةٍ
Macam-Macam Tawanan
Tawanan dari pihak kaum kafir ada dua kelompok :
(وَمَنْ أُسِرَ مِنَ الْكُفَّارِ فَعَلَى ضَرْبَيْنِ
Satu kelompok adalah kelompok yang tidak ada hak bagi imam untuk memilih kebijakan, bahkan mereka langsung menjadi budak dengan penawanan tersebut. Dalam sebagian redaksi menggunakan lafadz “yashiru” sebagai ganti dari lafadz “yakunu”.
ضَرْبٍ) لَا تَخْيِيْرَ فِيْهِ لِلْإِمَامِ بَلْ (يَكُوْنُ) وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ بَدَلَ يَكُوْنُ يَصِيْرُ (رَقِيْقًا بِنَفْسِ السَّبْيِ) أَيِ الْأَخْذِ
Mereka adalah anak-anak kecil dan para wanita, maksudnya anak-anak kecil dan para wanita dari pihak kaum kafir.
(وَهُمُ الصِّبْيَانُ وَالنِّسَاءُ) أَيْ صِبْيَانُ الْكُفَّارِ وَنِسَاؤُهُمْ
Kaum khuntsa dan orang-orang gila disamakan dengan mereka.
وَيُلْحَقُ بِمَا ذُكِرَ الْخُنَاثَى
وَالْمَجَانِيْنُ
Dengan keterangan “pihak kaum kafir”, mengecualikan para wanitanya kaum muslimin. Karena sesungguhnya penawanan tidak bisa diberlakukan pada kaum muslimin.
وَخَرَجَ بِالْكُفَّارِ نِسَاءُ الْمُسْلِمِيْنَ لِأَنَّ الْأَسْرَ لَا يُتَصَوَّرُ فِيْ الْمُسْلِمِيْنَ
Dan satu kelompok adalah kelompok yang tidak langsung menjadi budak dengan penawanan tersebut.
(وَضَرْبٍ لَا يُرَقُّ بِنَفْسِ السَّبْيِ
Mereka adalah orang-orang kafir asli yang laki-laki, baligh, merdeka dan berakal.
وَهُمُ) الْكُفَّارُ الْأَصْلِيُّوْنَ (الرِّجَالُ الْبَالِغُوْنَ) الْأَحْرَارُ الْعَاقِلُوْنَ.
Bagi imam diperkenankan memilih kebijakan pada mereka di antara empat perkara :
(وَالْإِمَامُ مُخَيَّرٌ فِيْهِمْ بَيْنَ أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ)
Salah satunya adalah membunuh dengan memenggal leher tidak dengan membakar dan menenggelamkan semisal.
أَحَدُهَا (الْقَتْلُ) بِضَرْبِ رَقَبَةٍ لَا بِتَحْرِيْقٍ وَلَا تَغْرِيْقٍ مَثَلًا
Yang kedua adalah menjadikan budak. Hukum mereka setelah dijadikan budak adalah seperti hukum harta-harta ghanimah.
(وَ) الثَّانِيْ (الْاِسْتِرْقَاقُ) وَحُكْمُهُمْ بَعْدَ الْاِسْتِرْقَاقِ كَبَقِيَّةِ أَمْوَالِ الْغَنِيْمَةِ
Yang ketiga adalah memberi anugerah kepada mereka dengan membebaskan jalan mereka.
(وَ) الثَّالِثُ (الْمَنُّ) عَلَيْهِمْ بِتَخْلِيَّةِ سَبِيْلِهِمْ
Yang ke empat adalah meminta tebusan adakalanya dengan harta atau dengan kaum laki-laki, maksudnya dengan tawanan dari kaum muslimin.
(وَ) الرَّابِعُ (الْفِدْيَةُ) إِمَّا (بِالْمَالِ أَوْ بِالرِّجَالِ) أَيِ الْأُسْرَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Uang tebusan mereka hukumnya seperti harta rampasan yang lain.
وَمَالُ فِدَائِهِمْ كَبَقِيَّةِ أَمْوَالِ الْغَنِيْمَةِ
Satu orang kafir boleh ditebus dengan satu orang islam atau lebih, dan boleh beberapa orang kafir ditebus dengan satu orang muslim.
وَيَجُوْزُ أَنْ يُفَادَى مُشْرِكٌ وَاحِدٌ بِمُسْلِمٍ أَوْ أَكْثَرَ وَمُشْرِكُوْنَ بِمُسْلِمٍ
Dari semua itu, sang imam melakukan apa yang mendatangkan kemaslahatan pada kaum muslimin.
(يَفْعَلُ) الْإِمَامُ (مِنْ ذَلِكَ مَا فِيْهِ الْمَصْلَحَةُ) لِلْمُسْلِمِيْنَ
Sehingga, jika yang lebih bermanfaat masih samar bagi sang imam, maka ia menahan para tawanan tersebut hingga jelas baginya mana yang paling bermanfaat kemudian ia lakukan.
فَإِنْ خَفِيَ عَلَيْهِ الْأَحَظُّ حَبَسَهُمْ حَتَّى يَظْهَرَ لَهُ الْأَحَظُّ فَيَفْعَلُهُ
Dengan keterangan saya di depan “kafir asli”, mengecualikan pasukan kafir yang tidak asli seperti orang-orang murtad, maka sang imam menuntut mereka agar masuk islam. Sehingga, jika mereka tidak mau melakukannya, maka sang imam membunuhnya.
وَخَرَجَ بِقَوْلِنَا سَابِقًا الْأَصْلِيُّوْنَ الْكُفَّارُ غَيْرُ الْأَصْلِيِّيْنَ كَالْمُرْتَدِّيْنَ فَيُطَالِبُهُمُ الْإِمَامُ بِالْإِسْلَامِ فَإِنِ امْتَنَعُوْا قَتَلَهُمْ
Barang siapa dari pihak kafir yang telah masuk islam sebelum tertangkap, maksudnya tertangkap oleh imam, maka harta, nyawa, dan anak-anak kecil mereka harus dijaga dari penawanan.
(وَمَنْ أَسْلَمَ) مِنَ الْكُفَّارِ (قَبْلَ الْأَسْرِ) أَيْ أَسْرِ الْإِمَامِ لَهُ (أُحْرِزَ مَالُهُ وَدَمُّهُ وَصِغَارُ أَوْلَادِهِ) عَنِ السَّبْيِ
Anak-anak kecil tersebut dihukumi islam sebab islamnya orang tua mereka karena mengikut padanya, berbeda dengan anak-anak mereka yang sudah baligh, maka status islam orang tua mereka tidak bisa melindungi mereka.
وَحُكِمَ بِإِسْلَامِهِمْ تَبْعًا لَهُ بِخِلَافِ الْبَالِغِيْنَ مِنْ أَوْلَادِهِ فَلَا يَعْصِمُهُمْ إِسْلَامُ أَبِيْهِمْ
Islamnya kakek juga bisa melindungi cucu mereka yang masih kecil.
وَإِسْلَامُ الْجَدِّ يَعْصِمُ أَيْضًا الْوَلَدَ الصَّغِيْرَ
Islamnya laki-laki kafir tidak bisa melindungi istrrinya dari hak untuk dijadikan sebagai budak walaupun istrinya tersebut dalam keadaan hamil.
وَإِسْلَامُ الْكَافِرِ لَا يَعْصِمُ زَوْجَتَهُ عَنِ اسْتِرْقَاقِهَا وَلَوْ كَانَتْ حَامِلاً
Sehingga, ketika sang istri menjadi budak, maka status pernikahannya menjadi terputus seketika.
فَإِنِ اسْتَرَقَّتْ انْقَطَعَ نِكَاحُهُ فِيْ الْحَالِ.
Anak Kecil Hukumnya Islam
Anak kecil dihukumi islam ketika wujud tiga sebab.
(وَ يُحْكَمُ لِلصَّبْيِ بِالْإِسْلَامِ عِنْدَ وُجُوْدِ ثَلَاثَةِ أَسْبَابٍ)
Salah satunya adalah salah satu dari kedua orang tuanya masuk islam, maka anak tersebut dihukumi islam karena mengikut pada orang tuanya.
أَحَدُهَا (أَنْ يُسْلِمَ أَحَدُ أَبَوَيْهِ) فَيُحْكَمُ بِإِسْلَامِهِ تَبْعًا لَهُمَا
Adapun anak yang baligh dalam keadaan gila, atau baligh dalam keadaan berakal namun kemudian gila, maka ia seperti anak kecil.
وَأَمَّا مَنْ بَلَغَ مَجْنُوْنًا أَوْ بَلَغَ عَاقِلًا ثُمَّ جُنَّ فَكَالصَّبِيِّ
Sebab kedua disebutkan di dalam perkataan mushannif, “atau anak kecil tersebut ditawan oleh orang islam ketikaa ia tidak bersamaan dengan kedua orang tuanya.”
وَالسَّبَبُ الثَّانِيْ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (أَوْ يَسْبِيْهِ مُسْلِمٌ) حَالَ كَوْنِ الصَّبِيِّ (مُنْفَرِدًا عَنْ أَبَوَيْهِ)
Sehingga, jika anak kecil tersebut ditawan bersama dengan salah satu kedua orang tuanya, maka sang anak tidak mengikuti agama orang yang menawannya.
فَإِنْ سُبِيَّ الصَّبِيُّ مَعَ أَحَدِ أَبَوَيْهِ فَلَا يَتْبَعُ الصَّبِيٌّ السَّابِيَ لَهُ
Maksud dari keberadaan sang anak bersama dengan salah satu dari kedua orang tuanya adalah mereka berada dalam satu pasukan dan ghanimah yang satu juga, tidak harus orang yang memiliki keduanya adalah orang satu.
وَمَعْنَى كَوْنِهِ مَعَ أَحَدِ أَبَوَيْهِ أَنْ يَكُوْنَا فِيْ جَيْشٍ وَاحِدٍ وَغَنِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لَا أَنَّ مَالِكَهُمَا يَكُوْنَ وَاحِدًا
Seandainya anak kecil tersebut ditawan oleh orang kafir dzimmi dan ia membawa anak tersebut ke daerah islam, maka sang anak tidak dihukumi islam menurut pendapat al ashah.
وَلَوْسَبَّاهُ ذِمِّيٌ وَحَمَلَهُ إِلَى دَارِ الْإِسْلَامِ لَمْ يُحْكَمْ بِإِسْلَامِهِ فِيْ الْأَصَحِّ
Bahkan anak tersebut mengikuti agama orang yang menawannya.
بَلْ هُوَ عَلَى دِيْنِ السَّابِيْ لَهُ
Sebab yang ketiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “atau anak kecil yang ditemukan terlantar di daerah islam, walaupun di sana ada penduduk kafir dzimmi. Maka sesungguhnya anak tersebut adalah islam.”
وَالسَّبَبُ الثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (أَوْ يُوْجَدُ) أَيِ الصَّبِيُّ (لَقِيْطًا فِيْ دَارِ الْإِسْلَامِ) وَإِنْ كَانَ فِيْهَا أَهْلُ ذِمَّةٍ فَإِنَّهُ يَكُوْنَ مُسْلِمًا
Begitu juga -hukumnya islam- seandainya anak kecil tersebut ditemukan terlantar di daerah kafir dan di sana ada penduduk muslimnya.
وَكَذَا لَوْ وُجِدَ فِيْ دَارِ كُفَّارٍ وَفِيْهَا مُسْلِمٌ.
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)