3 HAL YANG DI PEROLEH SAAT MI’RAJ NABI SAW. PERHITUNGAN KEBAIKAN, AKHIR SURAT AL-QOROH DAN MASUK SURGANYA ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT

3 HAL YANG DI PEROLEH SAAT MI’RAJ NABI SAW. PERHITUNGAN KEBAIKAN, AKHIR SURAT AL-QOROH DAN MASUK SURGANYA ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT

Karunia dan anugerah yang besar dari Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya dalam perjalanan isra’ dan mi’raj tidak hanya berhenti pada syariat shalat saja. Karunia itu terus berlanjut dengan tiga wahyu lainnya. Pertama, adanya aturan baru dalam perhitungan kebaikan dan keburukan. Kedua, penutup surat Al-Baqarah. Ketiga, ampunan yang besar bagi mereka yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Pertama: Aturan baru dalam perhitungan kebaikan dan keburukan.

Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam

يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلاَةٍ عَشْرٌ، فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلاَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

“Hai Muhammad, sungguh shalat yang lima waktu sehari semalam itu, setiap shalatnya dilipat-gandakan sepuluh. Sehingga setara lima puluh kali shalat. Siapa yang berkeinginan kuat melakukan kebaikan, tapi tak jadi melakukannya, dicatat untuknya satu kebaikan. Kalau dia mengamalkannya, dicatat untuknya sepuluh. Siapa yang berkeinginan kuat melakukan keburukan, tapi tak jadi melakukannya, tak dicatat apapun padanya. Kalau ia melakukannya, barulah dicatatkan satu keburukan.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 162).

Aturan ini sangat luar biasa. Allah Ta’ala tidak mencukupkan diri dengan keadilan (membalas dengan balasan serupa), tapi ia memberikan kelebihan.

Kedua: Penutup Surat Al-Baqarah.

Tentang poin kedua dan ketiga terdapat penjelasannya dalam sebuah hadits. Penyebutannya berbarengan dengan penyebutan shalat lima waktu. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

لَمَّا أُسْرِيَ بِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، انْتُهِيَ بِهِ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَهِيَ فِي السَّمَاءِ السَّادِسَةِ، إِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُعْرَجُ بِهِ مِنَ الأَرْضِ فَيُقْبَضُ مِنْهَا، وَإِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُهْبَطُ بِهِ مِنْ فَوْقِهَا فَيُقْبَضُ مِنْهَا”، قَالَ: {إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى} [النجم: 16]، قَالَ: “فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ”. قَالَ: “فَأُعْطِيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثًا: أُعْطِيَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأُعْطِيَ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَغُفِرَ لِمَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ مِنْ أُمَّتِهِ شَيْئًا، الْمُقْحِمَاتُ [2]”[3]. وفي رواية الترمذي بسند صحيح زاد: “فَأَعْطَاهُ اللهُ عِنْدَهَا ثَلاَثًا لَمْ يُعْطِهِنَّ نَبِيًّا كَانَ قَبْلَهُ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diisra’kan, Beliau dihentikan di Sidrah al-Muntaha, yang terletak di langit keenam. Sesuatu yang naik dari bumi akan bermuara di sana dan ditahan di sana. Dan sesuatu dari atasnya berhenti padanya, lalu ditahan di tempat tersebut.

Allah berfirman: ‘(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya).’ (QS. An Najm: 16).

Abdullah bin Mas’ud berkata lagi, “Yaitu hamparan dari emas.” Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan tiga hal. Dianugerahkan kewajiban shalat lima waktu. Penutup Surat Al-Baqarah. Dan diampuni orang-orang yang tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu, al-muqhimat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 173).

Dalam riwayat at-Turmudzi dengan sanad yang shahih terdapat tambahan:

فَأَعْطَاهُ اللهُ عِنْدَهَا ثَلاَثًا لَمْ يُعْطِهِنَّ نَبِيًّا كَانَ قَبْلَهُ

“Allah menganugerahkan tiga hal yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum beliau.”

Imam an-Nawawi menjelaskan makna muqhimat. Maknanya adalah dosa-dosa yang besar. Dosa-dosa besar yang membinasakan pelakunya yang menyebabkan masuk neraka. Sebagai balasan untuk mereka. Orang-orang yang dibalas dosa-dosanya adalah orang yang binasa. Dan yang dimaksud siapa yang wafat dari kalangan umat ini tanpa menyekutukan Allah, ia diberikan ampunan al-muqhamat. Maksud ampunan -Allahu a’lam- adalah tidak membuatnya kekal di neraka. Berbeda dengan orang-orang musyrik. Artinya, bukan berarti dia tidak diadzab sama sekali (al-Minhaj, 3/3).

Dalam kesempatan agung ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu penutup Surat al-Baqarah. Yaitu dua ayat terakhir dari surat terpanjang dalam Alquran itu.

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.” [Quran Al-Baqarah: 285-286].

Dua ayat ini adalah ayat yang agung dalam Alquran. Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

: « إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ ، وَأَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ ، وَلَا تُقْرَآنِ فِيْ دَارٍ فَيَقْرَبُهَا الشَّيْطَانُ ثَلَاثَ لَيَالٍ » هذا حديث صحيح الإسناد ، ولم يخرجاه

Dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menulis sebuah kitab dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Dia menurunkan padanya dua ayat yang menutup Surat Al-Baqarah. Tidaklah dibaca dua ayat itu dalam rumah, kecuali setan tak berani mendekatinya selama tiga malam.”

Diriwayatkan oleh Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلاَثٍ: جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَجُعِلَ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا، وَجُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلاَئِكَةِ، وَأُوتِيتُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهُ أَحَدٌ قَبْلِي، وَلاَ يُعْطَى أَحَدٌ بَعْدِي

“Kita diberi keutamaan dari umat lainnya dengan tiga hal. (1) Dijadikan semua bagian bumi sebagai masjid (tempat shalat) dan tanahnya suci. (2) Dijadikan shaf-shaf seperti shafnya para malaikat. Dan (3) Diberikan padaku ayat-ayat akhir Surat Al-Baqarah yang merupakan bagian dari perbendaharaan Arasy. Tidak pernah diberikan kepada nabi sebelumku juga setelahku.” (HR. an-Nasai dalam Kitab Fadhail Alquran 8022, Ahmad 23299, dan Ibnu Hibban 1697. Lafadz ini adalah riwayat Ibnu Hibban).

Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ بَيْتِ كَنْزٍ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي”

“Aku diberikan penutup Surat Al-Baqarah yang merupakan perbendaharaan arasy. Sesuatu yang tak pernah diberikan kepada nabi sebelumku.” (HR. Ahmad 21382)

Diriwayatkan dari Abu Mas’ur radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ البَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

“Siapa yang dalam satu malam membaca dua ayat akhir dari Surat Al-Baqarah, hal itu cukup untuknya.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail Alquran 4722 dan Muslim dalam Kitab Shalatul Musafirin wa Qashriha 808. Lafadz ini adalah riwayat al-Bukhari).

Lalu, kapan dua ayat ini diturunkan? Kalau yang kita tangkap dari pembahasan di atas, ayat ini turun di malam mi’raj. Sedangkan apabila dilihat dari sisi riwayat-riwayat asbab an-nuzulnya, ayat ini turun di Madinah.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

ما نَزَلَتْ على رسول الله صلى الله عليه وسلم: {لِلهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [البقرة: 284]، قَالَ: فَاشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَأَتَوْا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ بَرَكُوا عَلَى الرُّكَبِ، فَقَالُوا: أَيْ رَسُولَ اللهِ، كُلِّفْنَا مِنَ الأَعْمَالِ مَا نُطِيقُ، الصَّلاَةَ وَالصِّيَامَ وَالْجِهَادَ وَالصَّدَقَةَ، وَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيْكَ هَذِهِ الآيَةُ وَلاَ نُطِيقُهَا. قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “أَتُرِيدُونَ أَنْ تَقُولُوا كَمَا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابَيْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا؟ بَلْ قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ”. قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. فَلَمَّا اقْتَرَأَهَا الْقَوْمُ، ذَلَّتْ بِهَا أَلْسِنَتُهُمْ، فَأَنْزَلَ اللهُ فِي إِثْرِهَا: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} [البقرة: 285]. فَلَمَّا فَعَلُوا ذَلِكَ نَسَخَهَا اللهُ تَعَالَى، فَأَنْزَلَ اللهُ عز وجل: {لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: 286]. قَالَ: “نَعَمْ”. {رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا}. قَالَ: “نَعَمْ”. {رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ}. قَالَ: “نَعَمْ”. {وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ} [البقرة: 286]. قَالَ: “نَعَمْ

“Saat turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ayat:

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Quran Al-Baqarah: 284].

Terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera dengan kendaraan mereka. Mereka berkata, ‘Rasulullah, kami diperintahkan dengan sesuatu yang kami mampui. Shalat, puasa, jihad, dan sedekah. Kemudian turun kepada Anda ayat ini. Kami tak mampu’.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian ingin mengatakan seperti dua kelompok ahlul kitab sebelum kalian: kami mendengar, tapi kami memaksiatinya? Ucapkanlah, kami mendengar dan kami menaatinya. Kami berharap ampunan-Mu wahai Rab kami. Dan kepadamulah kami dikembalikan’.

Para sahabat pun mengatakan, ‘Kami mendengar dan kami menaatinya. Kami berharap ampunan-Mu wahai Rab kami. Dan kepadamulah kami dikembalikan’.

Ketika mereka membacanya, lisan-lisan mereka tunduk dengan ayat itu. Lalu Allah menurunkan sesudah ayat selanjutnya, ‘Rasul telah beriman kepada Aquran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan, ‘Kami dengar dan kami taat’. (Mereka berdoa), ‘Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’. (Quran Al-Baqarah: 285).

Ketika mereka melakukan hal tersebut, maka Allah menghapusnya, lalu menurunkan: ‘(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah) ‘ Allah menjawab: “Ya.” ‘(Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami) ‘ Allah menjawab: “Ya.” ‘(Wahai Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya) ‘ Allah menjawab: “Ya.” ‘(Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. (Quran Al-Baqarah: 286). Allah menjawab: “Ya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 179).

Jadi, ayat ini Allah berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam mi’raj. Tapi, diturunkan di Madinah saat kondisinya tepat. Sehingga dalam keadaan tersebut kaum muslimin benar-benar merasakan rahmat dan keutamaan dari Allah.

Ketiga: Ampunan bagi mereka yang tak pernah menyekutukan Allah.

Al-muqhimat adalah dosa-dosa besar. Sehingga pelakunya mendapat hukuman dengan dimasukkan ke dalam neraka. Orang-orang yang melakukan dosa besar, hukum asalnya mereka pantas mendapat hukuman dari Allah. Seperti mereka yang durhaka kepada dua orang tua, bermuamalah ribawi, meminum khamr, membunuh, dan lain-lain. Namun, dalam malam isra’ mi’raj ini, Allah memberikan peluang pada mereka untuk terbebas dari siksa. Syaratnya adalah mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat yang benar. Jika mereka tidak bertaubat, mereka akan diadzab di neraka walaupun tidak kekal di dalamnya jika tidak melakukan kesyirikan.

Misalnya, dosa pembunuhan. Sebuah dosa yang pantas mendapatkan adzab di neraka. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” [Quran An-Nisa: 93].

Dalam ayat ini, seorang pembunuh berhak mendapatkan adzab. Bahkan teks ayat menunjukkan ia kekal di neraka. Tapi, dengan rahmat Allah dan kasih sayang-Nya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya, Dia ampuni dosa besar ini. Kalau si pembunuh benar dalam taubatnya. Sebagaimana kisah seorang pembunuh 100 nyawa:

كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لاَ. فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ، وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى اللهِ. وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ. فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ، فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: قِيسُوا مَا بَيْنَ الأَرْضَيْنِ، فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Anbiya 3283 dan Muslim dalam Kitab at-Taubah 2766).

Si pembunuh ini, awalnya ia adalah seorang yang terhukum. Tapi kemudian ia bertaubat dengan sungguh-sungguh. Allah terima taubatnya dan mengampuninya. Untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal ini merupakan bagian dari keberkahan malam al-mi’raj.

Contoh lainnya, tentang seorang pezina dan pencuri. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwasanya Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata,

أَتَيْتُ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم وعليه ثوبٌ أبيض، وهو نائمٌ، ثمَّ أتيته وقد استيقظ، فقال: “مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلاَّ دَخَلَ الجَنَّةَ”. قُلْتُ: وإن زنى وإن سرق؟ قال: “وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ”. قُلْتُ: وإن زنى وإن سرق؟ قال: “وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ”. قُلْتُ: وإن زنى وإن سرق؟ قال: “وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ عَلَى رَغْمِ أَنْفِ أَبِي ذَرٍّ”. وكان أبو ذرٍّ إذا حدَّث بهذا قال: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ

قال أبو عبد الله: هذا عند الموت، أو قبله إذا تاب وندم، وقال: لا إله إلا الله. غُفِرَ لَهُ

“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang tidur. Saat itu beliau memakai baju berwana putih. Kemudian saat aku mendatanginya (lagi), beliau masih tidur. Kemudian ketika aku mendatanginya lagi beliau telah terjaga. Aku lantas duduk dengan menghadap ke arahnya. Lalu beliau bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengatakan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah’, kemudian dia meninggal dengan berpegang teguh pada hal tersebut. Melainkan dia pasti masuk surga.’ Aku bertanya, ‘Walaupun dia berzina dan mencuri.’ Beliau menjawab, ‘Walaupun dia berzina dan mencuri.’ Aku bertanya, ‘Walaupun dia berzina dan mencuri.’ Beliau menjawab, ‘Walaupun dia berzina dan mencuri.’ Tiga kali. Kemudian pada kali keempatnya beliau berkata, ‘Meskipun Abu Dzar kurang setuju.’ Perawi berkata, “Abu Dzar pun keluar, sedangkan dia berkata, ‘Meskipun Abu Dzar kurang setuju.” Abu Abdullah (Imam al-Bukhari) berkata, “Perkataan ini ia ucapkan menjelang wafat. Atau sebelumnya. Apabila ia bertaubat dan menyesal. Ia berkata, ‘Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah’. Diampuni dosa-dosanya.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Libas 5489 dan Muslim dalam Kitab al-Iman 94).

Inilah tiga wahyu lainnya yang diterima Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat malam isra’ mi’raj, selain dari wahyu shalat.

Leave your comment here: