BERBAHAGIA DAN KEUNTUNGAN DENGAN BERSABAR KETIKA SAKIT
Sebagai manusia, dalam mengarungi biduk kehidupan, tentu tak selamanya kita dianugerahi kesehatan yang sempurna. Ada masa-masa dimana kita harus mengecap pahitnya penyakit yang mengidap tubuh kita, yang kemudian menghalangi aktivitas-aktivitas yang seharusnya kita jalankan sehari-hari. Apapun saja. Mulai dari penyakit yang ringan maupun yang parah. Pilihannya, menurut Imam Ghazali, manakala kita tertimpa musibah berupa penyakit, langkah yang harus kita tempuh ialah bersyukur.
Banyak alasan perihal mengapa yang dipilih harus bersyukur ketimbang bersabar.
Pertama. Dalam keadaan tak sehat, kita diberi ampunan oleh Allah SWT. Dosa-dosa atau maksiat-maksiat yang pernah kita kerjakan dihapus oleh Allah SWT lantaran penyakit yang menyelinap di tubuh kita. Hal demikian sebagaimana yang pernah disinggung oleh Nabi Muhammad SAW. dalam kitab Jâmi’us Shagîr, karya Imam Suyuthi.
إِذَا اِشْتَكَى الْمُؤْمِنُ أَخْلَصَهُ مِنَ الذُّنُوْبِ كَمَا يُخْلِصُ الْكِيْرُ خُبْثَ الْحَدِيْدِ
“Ketika seorang mukmin jatuh sakit, Allah akan membersihkan dosa-dosanya sebagaima tukang pande besi membersihkan karat-karat yang terdapat dalam besi” (HR. Bukhari, Ibnu Hibban dan Thabrani)
Masih dalam kitab yang sama, Imam Suyuthi juga mengutip hadits dla’îf yang diriwayatkan oleh Imam Thobroni.
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Jika seorang hamba tertimpa penyakit selama tiga hari lamanya, niscaya Allah akan mengeluarkan dosa-dosanya (tidak memiliki dosa) sebagaimana hari dimana ia dilahirkan oleh Ibunya”
Dalam kitab Faidhul Qadîr, Al-Munawi tidak membatasi terhadap tingkatan penyakit yang diderita. Maka penyakit apa saja mulai dari yang ringan seperti demam, pusing dan sejenisnya hingga penyakit yang begitu kronis seperti stroke, gagal ginjal dan sejenisnya, tercakup dalm hadits bersangkutan. Sementara itu, dalam kitab at-Tanwîr dijelaskan bahwa penghapusan dosa terhadap hamba yang tertimpa penyakit itu bisa jadi karena kesabaran dalam menghadapi penyakit tersebut serta bisa jadi pula karena memang penyakit itu turun dengan membawa pengampunan.
Kedua. Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa tatkala seorang mukmin terserang penyakit, lantas kemudian penyakit tersebut mencegahnya untuk menunaikan ibadah, maka ia tetap diberi pahala oleh Allah SWT seperti pahala beribadah pada yang ia peroleh dalam kondisi sehat.
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كَتَبَ اللهُ تَعَالَى لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَا كَانَ يَعْمَلُ صَحِيْحًا مُقِيْمًا
“Tatkala seorang hamba jatuh sakit atau tengah bepergian, Allah mencatat baginya suatu pahala yang seperti pahala yang ia peroleh mankala dalam keadaan sehat atau bermukim” (HR. Ahmad)
Al-Munawi menambahkan, pahala ibadah akan diraih jika ada niat yang ditanamkan dalam hatinya untuk melakukan suatu ibadah tersebut. Dan beberapa ulama’ bersilang pendapat perihal kandungan hadits di atas, apakah hanya khusus untuk ibadah yang bersifat sunnah atau justru ibadah fardlu sekaligus. Ibnu Bathal mengatakan bahwa hadits tersebut hanya diperuntukkan untuk ibadah sunnah belaka. Sementara Ibnu Munir lebih cenderung mengarahkan hadits ini diperuntukkan juga pada ibadah fardlu.
Sebagai akhir catatan, disebutkan dalam kitab Kâsyifatussajâ syarh Safînatunnajâh, ada seorang sahabat senior yang bernama Sayyid ‘Imran. Pada suatu saat, ketika ia jatuh sakit, para malaikat senantiasa tampak di hadapannya seraya mengucap salam. Beberapa waktu kemudian, atas doa yang dipanjatkan Nabi Muhammad SAW., kondisinya berangsur-angsur sembuh. Akan tetapi, dalam keadaan sehat dan bugar, ‘Imran justru tak lagi menjumpai para malaikat yang sebelumnya selalu hadir untuk mengucap salam. Kenyataan ini tentu membuat hati ‘Imran gusar. Dia lantas mengadu kepada Nabi Muhammad SAW., dan Rasulullah SAW. pun memberitahu kepadanya bahwa kealpaan para Malaikat tersebut lantaran karena kondisi ‘Imron sudah tak sakit lagi. Mendengar apa yang diucap Rasulullah SAW., ‘Imran lantas meminta doa kepada Nabi Muhammad SAW supaya tubuhnya diserang penyakit lagi. Terkabullah apa yang diminta ‘Imran.