KALAM HABIB AHMAD BIN ZEIN AL-HABSYI : PAHALA ITU TIADA BATAS

KALAM HABIB AHMAD BIN ZEIN AL-HABSYI : PAHALA ITU TIADA BATAS

Kalam Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi

Negeri ini tengah muram. Bencana demi bencana menerpa silih berganti. Kasihan saudara kita yang tertimpa. Mereka menderita, sedih, dan mengharap uluran tangan. Kita musti berempati. Ibarat satu raga, bila seorang muslim merasakan sakit, muslim yang lain turut merasakan perihnya itu.

Tapi mereka tak perlu berkecil hati. Setiap bencana memendam berlaksa hikmah. Yang Maha Kuasa telah menyediakan pahala yang jumlahnya tak terhingga untuk mereka. Dan pahala itu bisa mereka petik dengan satu sikap yang kita yakin mereka punya: sabar.

Dengan bijak, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi mengurai kesabaran dalam kalam-kalamnya. Coba kita simak penuh seksama.

“Sabar adalah puncak Islam dan iman, sekaligus hakikat agama yang semestinya. Sabar berarti menahan dan menabahkan diri agar senantiasa berteguh pada tuntunan syariat. Dari satu sisi, sabar dan syukur masih satu makna. Akan tetapi, di sisi lain, sabar merupakan esensi syukur. Syukur tak bakal sempurna tanpa dibarengi kesabaran. Seorang yang bersabar, berarti ia telah mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepadanya.

Insan mukmin, tatkala harus memilih antara kepentingan individu dan agama, lalu ia mengedepankan agama dari egonya, maka ia telah melintasi maqam sabar dalam sikapnya itu. Dalam kitab-Nya yang agung, Allah SWT berulang kali menyitir dan menyanjung kesabaran serta pelakunya. Begitu pula baginda Rasul, dalam hadis-hadisnya, juga para pesuluk jalan Allah SWT.

Sabar memiliki beragam arti. Setiap laku menuntut kesabaran tersendiri. Ada sabar dari godaan maksiat dan hawa nafsu, sabar menjalani ibadah, sabar tatkala didera musibah, dan ada sabar untuk tidak berkeluh kesah kepada sesama makhluk. Adapun menyambat kepada Sang Kuasa itu adalah perbuatan elok.

Dalam salah satu firman, Allah SWT menyitir munajat Nabiyullah Ayub kepada-Nya,

أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“(Ya Tuhanku), Sesungguhnya Aku Telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”.

Allah SWT kemudian memuji dan mengakui ketabahan Nabi Ayub A.S,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا

“Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar.”

Kedua ayat tersebut mengilustrasikan bahwa Allah SWT memberikan cobaan kepada makhluk yang dicintai-Nya karena Ia memang ingin mendengar ratapannya, hanya kepada-Nya.

Ada begitu banyak faedah kesabaran. Ayat-ayat suci serta hadis nabawi berulang kali menyebutkan keutamaan sabar. Allah SWT berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Ketahuilah, pahala kesabaran tiada batas maupun ukuran. Orang sabar bakal mendapat balasan terbaik dari-Nya. Allah SWT berfirman lagi,

وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Mereka, orang-orang yang memiliki sikap sabar, adalah panutan umat. Dalam Al Quranul Karim, Allah SWT menyebut maqam sabar di lebih dari tujuh puluh ayat.

Mengenai keistimewaan sikap sabar, Rasulullah SAW menyabdakan, “Sabar adalah separo iman.” Beliau menambahkan pula, “Barangsiapa telah memperoleh keyakinan dan sifat sabar, maka kelak tak dipertanyakan lagi apakah ia kerap bangkit untuk salat malam atau banyak melakukan puasa sunnah.”

Sabar adalah investasi akhirat. Ketika ditanya tentang keimanan, Rasulullah pernah memberikan jawab, “Iman adalah sabar dan mudah memaafkan.”

HIKMAH

“Pangkal dari rasa syukur adalah kesenangan, adapun pangkal dari kesabaran adalah kesedihan. Namun, terkadang, keduanya bermuara dari satu hal yang sama: musibah, salah satunya.

Untuk sebagian orang, musibah tak ubahnya suatu kenikmatan, dan karena itu, ia mensyukurinya. Betapa tidak. Musibah adalah azab yang ditimpakan lebih cepat di dunia. Dan itu berarti anugerah. Sebab kelak ia akan terbebas dari siksa akhirat—yang sejatinya lebih pedih dan lebih abadi. Musibah juga merupakan wujud tarbiyah Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman. Seakan-akan, dengan musibah itu, Allah SWT mengingatkan manusia: untuk apa kau mencintai dunia? Apa yang bisa diharap dari kesenangan dunia? Kenapa hatimu merasa nyaman dengan dunia? Inilah perhatian dari-Nya. Tiada bimbingan yang lebih indah dari bimbingan-Nya. Karenanya, tiap insan patut mensyukuri. Di balik bencana yang tampak oleh mata, tersimpan serpihan-serpihan hikmah yang luhur dari-Nya.”

Leave your comment here: