PENYEBAB BERMAKSIAT DAN NIKMATNYA KELUAR DARI MAKSIAT
Dalam sebuah hadistnya Rasulullah bersabda:
إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه
“Sesungguhnya seorang hamba akan terhalang untuk memperoleh rezeki karena sebuah dosa yang dia lakukan”
Sarana seseorang memperoleh rezeki sungguh sangat banyak, begitu pula jenis dosanya.
Seseorang terkadang berbuat dosa yang berhubungan dengan rezekinya, sebagai contoh adalah seseorang yang dalam jual belinya ia suka mengurangi timbangan, takaran atau berurusan dengan bank untuk mendapatkan modal usahanya sehingga hidupnya pun bergelut dengan riba dan masih banyak lagi sejenisnya..
Maka perbuatannya ini akan menghalanginya untuk memperoleh rezeki yang berkah dari jual belinya itu, keberkahan jual belinya akan sirna dan hartanya akan musnah karena bencana tertentu. Akhirnya ia akan jatuh miskin dan bangkrut. Fal’iyadzubillah..
Sedangkan seseorang yang berbuat dosa yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya, seperti meninggalkan sholat, suka menggunjing, dan sejenisnya, maka keburukan dosanya tersebut akan mempengaruhi seluruh dirinya, baik umurnya maupun rezekinya.
Sebaliknya, apabila seseorang selalu taat terhadapa perintah Allah dan berbuat baik dalam semua pekerjaannya, maka semua usahanya akan menjadi berkah dan tumbuh maju.
SHALAT TAPI MAKSIAT
Salah satu fungsi ibadah shalat adalah mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar ( maksiat ). Allah SWT berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Sungguh, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. (QS al Ankabut: 45)
Akan tetapi banyak orang yang mengerjakan shalat tapi tetap bermaksiat ? Padahal ada ancaman besar bagi mereka yang shalatnya demikian.
Nabi Muhammad SAW bersabda
” Siapa orang shalatnya tidak bisa mencegah dia dari perbuatan keji dan mungkar maka shalatnya tidak menambah apa pun kecuali jauhnya dari Allah SWT.”
Ini adalah ancaman bagi orang yang melaksanakan shalat tetapi tidak khusyu, maka bagaimana dengan ancaman bagi orang yang tidak shalat sama sekali?
Apakah sebab shalat kita tidak dapat mencegah dari kemunkaran?
Imam Ghozali ra mengatakan :
” Shalatnya orang yang lalai, tidak khusyuk, hatinya tidak hadir maka shalatnya tidak bisa mencegah dia dari perbuatan keji dan mungkar.”
Walhasil, shalat yang bisa mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar ( maksiat ) adalah shalatnya orang yang hati hadir, khusyuk, merenungi ayat-ayat al Qur’an yang dia baca di dalam shalatnya dan mengagungkan Dzat yang ia berdiri dihadapannya, yaitu Allah SWT.
PENYEBAB MELAKUKAN MAKSIAT
1- Mengkonsumsi yang haram
Apa yang masuk kedalam perut kita maka akan diproses menjadi energi bagi tubuh kita, apabila yang masuk kedalam perut kita bersumber dari yang halal maka energi yang dihasilkan untuk tubuh kita akan menjadi hal yang positif, sebaliknya apabila yang masuk kedalam perut kita bersumber dari yang haram maka energi yang dihasilkan untuk tubuh kita akan menjadi hal yang negatif
Nabi Muhammad saw bersabda : siapa orang yang memakan makanan yang halal maka mau tidak mau anggota tubuhnya akan taat kepada Allah swt, dan apabila memakan makanan yang haram maka mau tidak mau anggota tubuhnya akan bermaksiat kepada Allah swt.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أكل الحلال اطاعت جوارحه شاء ام أبى و من أكل الحرام عصت جوارحه شاء ام أبى
2- Lupa dengan kematian
Sofyan as-sauri berkata : tidak akan menyiapkan bekal untuk kematiannya orang yang menyangka besok pagi dia masih hidup.
Macam-macam bentuk ketaatan itu munculnya dari mengingat mati, dan macam-macam kemaksiatan itu munculnya dari pada lupa dengan kematian.
ومان سفيان الثوري يقول : ما استعدّ للموت من ظن انه يعيش غدا. وكان يقول : الطاعات تتفرع من ذكر الموت، والمعاصي تتفرع من نسيانه
( Tanbihul-Mughtarriin. 65 )
NIKMATNYA KELUAR DARI MAKSIAT
Imam Ja’far bin Muhammad pernah berkata ” siapa orang yang Allah swt keluarkan dari hinanya maksiat, maka Allah swt akan cukupi dia tanpa harta, Allah swt muliakan dia walaupun tanpa pengikut, dan Allah swt akan senangkan dia tanpa perantara manusia maksudnya adalah Allah swt langsung yang menghibur dia walaupun dia hidup sebatang kara”.
( Tanbihul-Mughtarriin. Hal. 49 )