KETERANGAN LENGKAP TENTANG SHOLAT WITIR
Termasuk shalat sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan) adalah shalat witir.
Witir secara bahasa berarti ‘ganjil’. Karena shalat ini memang harus dilaksanakan dalam jumlah ganjil.
Shalat witir tidak dianjurkan berjama’ah kecuali witir pada bulan Ramadhan.
Meskipun witir boleh dilaksankan hanya satu raka’at (sebagai jumlah minimal) tetapi yang utama dilakukan tiga rakaat dan paling utama adalah lima raka’at, kemudian tujuh raka’at dan lalu sembilan raka’at dan yang paling sempurna adalah sebelas raka’at (sebagai jumlah maksimal). Tidak di perbolehkan shalat witir lebih dari jumlah tersebut.
Jika seseorang melaksanakan witir lebih tiga raka’at, maka dilakukan setiap dua raka’at salam dan ditutup dengan satu raka’at. Bila melaksanakan tiga raka’at boleh dilakukan langsung raka’at seperti shalat maghrib. Tetapi sebagian ulama melihat bahwa dipisah lebih utama, yaitu dua rakaat salam lalu satu rakaat, sebagaimana keterangan hadits “Janganlah menyamakan witirmu dengan Maghrib “. Namun demikian tiga raka’at berturu-turut lebih utama dibandingkan hanya satu rakaat.
Bila tidak memberatkan, shalat witir disunnahkan untuk dikerjakan setiap malam, Abu Ayyub al-Anshari r.a. menjelaskan:
ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﻟْﻮِﺗْﺮُ ﺣَﻖٌّ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻓَﻤَﻦْ ﺍَﺣَﺐَّ ﺍَﻥْ ﻳُﻮْﺗِﺮَ ﺑِﺨَﻤْﺲٍ ﻓَﻠْﻴَﻔْﻌَﻞْ ﻭَﻣَﻦْ ﺍَﺣَﺐَّ ﺍَﻥْ ﻳُﻮْﺗِﺮَ ﺑِﺜَﻠَﺎﺙٍ ﻓَﻠْﻴَﻔْﻌَﻞْ ﻭَﻣَﻦْ ﺍَﺟَﺐَّ ﺍَﻥْ ﻳُﻮْﺗِﺮَ ﺑِﻮَﺍﺣِﺪَﺓٍ ﻓَﻠْﻴَﻔْﻌَﻞْ
Rasulullah s.a.w, bwesabda: “witir itu adalah hak setiap muslim, siapa yang lebih suka witir lima rakaat, maka kerjakanlah, dan barang siapa yang lebih suka witir satu rakaat, maka kerjakanlah”. (Hadits shahih, riwayat abu Daud: 1212 dan al-Nasa’i: 1693).
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍَﻥْ ﻳَﻔْﺮُﻍَ ﻣِﻦْ ﺻَﻠَﺎﺓِ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀِ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ ﺍِﺣْﺪَﻯ ﻋَﺸْﺮَﺓَ ﺭَﻛْﻌَﺔً ﻳُﺴَﻠِّﻢُ ﺑَﻴْﻦَ ﻛُﻞِّ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻭَﻳُﻮﺗِﺮُ ﺑِﻮَﺍﺣِﺪَﺓٍ
Dari Aisyah r.a. menjelaskan: “Nabi s.a.w, shalat sebelas rakaat di antara shalat isya sampai terbit fajar. Beliau salam setiap dua rakaat dan mengerjakan shalat witir dengan satu rakaat “. (hadits shahih, riwayat Muslim: 1216)
Meskipun shalat witir disebut sebagai penutup shalat malam, namun demikian tidak berarti harus selalu dikerjakan pada akhir malam, bisa juga dikerjakan pada awal atau tengah malam.
Dalam hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah r.a, menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w, mengerjakan shalat witir pada setiap malam, pernah berwitir pada permulaannya, pertengahannyam atau penghabisannya.
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻗَﺪْ ﺍَﻭْﺗَﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦْ ﺍَﻭَّﻝِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﺍَﻭْﺳَﻄِﻪِ ﻭَﺍَﺧِﺮِﻩِ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬَﻰ ﻭِﺗْﺮُﻩُ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟﺴَّﺤَﺮِ
Dari Aisyah r.a, menerangkan: “dari setiap malam, Nabi s.a.w, pernah mengerjakan shalat witir pada permulaan malam, pertengahannya dan akhirannya, dan berakhir pada waktu shubuh”. (hadits shahih, riwayat al-Bukhari:941 dan Muslim: 1230).
Bagi siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, sebaiknya melakukan shalat witir sebelum tidur, sedangkan bagi mereka yang yakin bisa bangun di akhir malam untuk mengerjakan tahajjud, maka mengakhirkan shalat witir sebagai penutup shalat malam , cara inilah yang paling afdhal.
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻑَ ﺍَﻥْ ﻟَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻡَ ﻣِﻦْ ﺍَﺧِﺮِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﻠْﻴُﻮْﺗِﺮْ ﺍَﻭَّﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻃَﻤَﻊَ ﺍَﻥْ ﻳَﻘُﻮْﻡَ ﺍَﺧِﺮَﻩُ ﻓَﻠْﻴُﻮْﺗِﺮْ ﺍَﺧِﺮَﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺸْﻬُﻮْﺩَﺓً ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺍَﻓْﻀَﻞُ
Dari Jabir r.a, menuturkan, “rasulullah s.a.w, bersabda: “barang siapa yang merasa tidak akan sanggup bangun pada akhir malam, hendaklah ia menyegerakan shalat witir pada permulaan malam, siapa yang mersa sanggup bangun pada akhir malam, berwitirlah pada akhir malam, karena shalat pada akhir malam itu dihadiri (para malaikat), dan itulah yang paling utama”. (hadits shahih, riwayat Muslim: 1255, al-Tirmidzi:418, Ibn Majah: 1177 dan Ahmad: 13691).
Pada dasarnya witir merupakan shalat penutup bagi shalat malam. Artinya, witir sebaiknya dilaksanakan setelah melakukan berbagai shalat sunnah malam misalkan shalat tahajjud, hajat, istikharah dan lain sebagainya. Itulah fungsi longgarnya waktu shalat witir semenjak usai shalat Isya’ hingga menjelang waktu subuh, dengan harapan menjadikan witir sebagai pungkasan segala shalat malam.
Namun demikian, bagi mereka yang merasa khawatir tidak mampu melaksanakan witir di tengah atau akhir malam, hendaklah melaksanakannya setelah salat Isya’, atau setelah salat Tarawih pada bulan Ramadhan dengan bilangan ganjil (3, 5, atau 7). Dan jikalau ternyata di tengah malam kemudian mereka melaksanakan shalat malam lagi (tahajjud, hajat dll) maka hendaklah menutupnya dengan shalat witir dalam jumlah genap (2 atau 4) sehingga tetap terjaga keganjilannya.
Begitulah pesan Rauslullah saw. dalam sabdanya ” Tidak ada witir dua kali dalam semalam “, karena jikalau shalat witir (ganjil) di tambah witir (ganjil) lagi maka akan menjadi genap.
Adapun niat shalat witir untuk dua rakaat adalah:
“ushollii sunnatam minal witri rok’ataini lillaahhi ta’aalaa”.
“Aku niat sholat sunnat witir 2 roka’at karena Allah Ta’ala”.
Dan Niat yang 1 roka’at:
“ushollii sunnatal witri rok’atal lillaahhi ta’aalaa”.
“Aku niat sholat sunnat witir satu roka’at karena Allah Ta’ala”.
Adapun Surat yang disunnahkan dibaca sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw dalam witir yang tiga raka’at adalah Sabbih-isma Rabiika pada rekaat pertama dan Al-Kafiruun pada rekaat kedua.
Sedangkan untuk satu raka’at yang terpisah adalah surat al-Ikhlas , al-Falaq dan an-nas .
Sedangkan setelah sholat witir disunnahkan membaca do’a.
Do’a Shalat Witir:
ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺎَﻟُﻚَ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﺩَﺍِﺋﻤًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻗَﻠْﺒًﺎ ﺧَﺎﺷِﻌًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻧَﺎﻓِﻌًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻳَﻘِﻴْﻨًﺎ ﺻَﺎﺩِﻗًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺩِﻳْﻨًﺎ ﻗَﻴِّﻤًﺎ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺍﻟْﻌَﻔْﻮَ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎ ﻓِﻴَﺔَ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺗَﻤَّﺎﻡَ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَّﺔِ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺍﻟﺸُّﻜْﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَّﺔِ ﻭَﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺗَﻘَﺒَّﻞْ ﻣِﻨَّﺎ ﺻَﻠَﺎﺗَﻨَﺎ ﻭَﺻِﻴَﺎ ﻣَﻨَﺎ ﻭَﻗِﻴَﺎ ﻣَﻨَﺎ ﻭَﺗَﺨَﺸُﻌَﻨَﺎ ﻭَﺗَﻀَﺮُّﻋَﻨَﺎ ﻭَﺗَﻌَﺒُّﺪَﻧَﺎ ﻭَﺗَﻤِّﻢْ ﺗَﻘْﺼِﻴْﺮَﻧَﺎ ﻳَﺎ ﺃَﻟﻠﻪُ ﻳَﺎﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻴْﺮِ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺃَﺟْﻤَﻌِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ
“Ya Allah, kami mohon pada-Mu, iman yang langgeng, hati yang khusyu’, ilmu yang bermanfaat, keyakinan yang benar,amal yang shalih, agama yang lurus, kebaikan yang banyak.kami mohon kepada-Muampunan dan kesehatan, kesehatan yang sempurna, kami mohon kepada-Mu bersyukur atas karunia kesehatan, kami mohon kepada-Mu kecukupan terhadap sesaama manusia. Ya Allah, tuhan kami terimalah dari kami: shalat, puasa, ibadah, kekhusyu’an, rendah diri dan ibadaha kami, dan sempurnakanlah segala kekurangan kami. Ya allah, Tuhan yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih. Dan semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada makhluk-Nya yang terbaik, Nabi Muhammad s.a.w, demikian pula keluarga dan para sahabatnya secara keseluruhan. Serta segala puji milik Allah Tuhan semestra alam.
SHALAT TAHAJJUD SETELAH WITIR
Kita semua tahu bahwa shalat Tahajjud adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur, sementara ada hadits nabi yang menerangkan bahwa shalat witir itu pelaksanaannya di penghujung shalat malam.
Sabda Nabi SAW. :
ﺍِﺟْﻌَﻠُﻮْﺍ ﺁﺧِﺮَ ﺻَﻼَﺗِﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭِﺗْﺮًﺍ . ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ( ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ ﺹ : 10 )
Artinya :
“Lakukanlah shalat yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir”. HR. Baihaqi dan Abu Dawud.
Hadits ini difahami oleh sebagian orang bahwa setelah shalat witir pada saaat malam itu sudah tidak ada shalat sunat lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, sering muncul pertanyaan : apabila kita sudah melaksanakan shalat witir setelah tarawih sebagaimana yang biasa bita lakukan setiap malam di bulan ramadlan kemudian kita tidur dan nanti menjelang pagi kita bangun, bolehkah kita melakukan shalat tahajjud? Jika hal itu boleh apakah kita masih disunatkan melakukan shalat witir lagi?
Mengenai masalah ini, para fuqaha’ memahami bahwa kata perintah ﺍﺟﻌﻠﻮﺍ dalam hadits Nabi di atas adalah perintah sunat, bukan perintah wajib.
Maka pengertiannya : shalat witir itu sebaiknya dilakukan pada akhir shalat malam. Bagi mereka yang biasa melakukan shalat tahajjud, shalat witirnya diakhirkan setelah tahajjud. Andai kata mereka sesudah melakukan shalat witir kemudian tidur dan nanti bangun malam kemudian melakukan shalat tahajjud, yang demikian itu juga boleh, yang penting mareka tidak melakkukan shalat witir lagi.
Ketentuan hukum seperti tersebut telah difatwakan oleh Syaikh Ibrahim Al-Bajuri dalam kitabnya Hasyiyah Al-Bajuri juz I hal. 132 :
ﻭَﺍﻟْﻮَﺍﺣِﺪَﺓُ ﻫِﻲَ ﺃَﻗَﻞُّ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ …. ﻭَﻭَﻗْﺘُﻪُ ﺑَﻴْﻦَ ﺻَﻼَﺓِ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀِ ﻭَﻃُﻠُﻮْﻉِ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ …. ﻭَﻳُﺴَﻦُّ ﺟَﻌْﻠُﻪُ ﺁﺧِﺮَ ﺻَﻼَﺓِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻟِﺨَﺒَﺮِ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﺤَﻴْﻦِ : ﺍِﺟْﻌَﻠُﻮْﺍ ﺁﺧِﺮَ ﺻَﻼَﺗِﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭِﺗْﺮًﺍ . ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺗَﻬَﺠُّﺪٌ ﺃَﺧَّﺮَ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻬَﺠَّﺪَ، ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﻭْﺗَﺮَ ﺛُﻢَّ ﺗَﻬَﺠَّﺪَ ﻟَﻢْ ﻳُﻨْﺪَﺏْ ﻟَﻪُ ﺇِﻋَﺎﺩَﺗُﻪُ، ﺑَﻞْ ﻻَ ﻳَﺼِﺢُّ، ﻟَﺨَﺒَﺮِ : ﻻَ ﻭِﺗْﺮَﺍﻥِ ﻓِﻲْ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ . ﺍﻫـ
Artinya :
“Shalat witir itu minimal satu rakaat, waktunya antara waktu shalat Isya’ sampai terbit fajar. Disunatkan melaksanakan shalat witir pada akhir shalat malam. Dalilnya hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim : Lakukanlah shalatmu yang paling akhir di waktu malam itu berupa shalat witir. Apabila seseorang biasa bertahajjud, maka witirnya diakhirkan setelah tahajjud dan andai kata dia melakukan witir lebih dulu kemudian baru melakukan shalat tahajjud, maka dia tidak disunatkan mengulang shalat witir, bahkan tidak sah jika diulang. Dalilnya hadits nabi : tidak ada pelaksanaan shalat witir dua kali pada satu malam”.
Demikian fatwa syaikh Ibrahim Al-Bajuri. Tidak berbeda dengan fatwa tersebut syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Abd. Rahman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i dalam kitabnya “Rahmatul Ummah” hal. 55 juga menulis sebagai berikut :
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﻭْﺗَﺮَ ﺛُﻢَّ ﺗَﻬَﺠَّﺪَ ﻟَﻢْ ﻳُﻌِﺪْﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻷَﺻَﺢِّ ﻣِﻦْ ﻣَﺬْﻫَﺐِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ ﻭَﻣَﺬْﻫَﺐِ ﺃَﺑِﻲْ ﺣَﻨِﻴْﻔَﺔَ
Artinya :
“Apabila seseorang sudah melakukan shalat witir kemudian dia bertahajjud, maka witirnya tidak usah diulang. Demikian menurut pendapat yang paliang shahih dalam madzhab Imam Syafi’i dan madzhab Imam Abi Hanifah”.
Juga disebutkan dalam hadits:
ﻋِﻨْﺪَ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻣِﻦْ ﻃَﺮِﻳﻖِ ﺃَﺑِﻲ ﺳَﻠَﻤَﺔَ ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﻭَﻫُﻮَ ﺟَﺎﻟِﺲٌ ﻭَﻗَﺪْ ﺫَﻫَﺐَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑَﻌْﺾُ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻭَﺟَﻌَﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮَ ﻓِﻲ ﻗَﻮْﻟِﻪِ : ﺍﺟْﻌَﻠُﻮﺍ ﺁﺧِﺮَ ﺻَﻠَﺎﺗِﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭِﺗْﺮًﺍ ﻣُﺨْﺘَﺼًّﺎ ﺑِﻤَﻦْ ﺃَﻭْﺗَﺮَ ﺁﺧِﺮَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﺃَﺟَﺎﺏَ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﻘُﻞْ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺑِﺄَﻥَّ ﺍﻟﺮَّﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﺍﻟْﻤَﺬْﻛُﻮﺭَﺗَﻴْﻦِ ﻫُﻤَﺎ ﺭَﻛْﻌَﺘَﺎ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ ﻭَﺣَﻤَﻠَﻪُ ﺍﻟﻨَّﻮَﻭِﻱُّ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧَّﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻌَﻠَﻪُ ﻟِﺒَﻴَﺎﻥِ ﺟَﻮَﺍﺯِ ﺍﻟﺘَّﻨَﻔُّﻞِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﻭَﺟَﻮَﺍﺯِ ﺍﻟﺘَّﻨَﻔُّﻞِ ﺟَﺎﻟِﺴًﺎ
Hadits Imam Malik dari Abi Salamah, dari Aisyah: Rasulullah pernah shalat 2 rakaat sesudah shalat witir, dia mengerjakannya sambil duduk. Sebagian pakar ada yang berpendapat, dan mereka menjadikan persoalan ini dalam kaitannya hadits: Tutuplah akhir shalat sunnahmu di malam hari dengan shalat witir, terutama bagi anda yang suka witir di akhir malam. Imam an-Nawawi memberi komentar bahwa nabi telah mengerjakannya, dan itu tentu saja menunjukkan diperbolehkannya shalat sunnah sesudah witir sekaligus memperkenankan menjalankan shalat sunnah sambil duduk. (Lihat Fath. Al-Bari Syarh al-Bukhari, Juz III, hal. 33)
Dalam kitab Nail al-Authar, Juz III, hal. 54 diterangkan:
“Mengenai hadits riwayat Abu Bakar dan Umar hadir dari ragam jalur, sampai keterangan: Bila tambahan ini dipandang shahih, yakni tentang apa yang dipaparkan Khaththaby, maka patut juga dijadikan alasan terhadap pendapat diperbolehkannya shalat sunnah sesudah witir.”
Dalam kitab Nihayat al-Zain, hal. 102 diterangkan:
“Disunnahkan bagi seorang yang mengerjakan shalat malam/Tahajjud, hendaknya shalat witir dijalankan yang paling akhir. Hal ini bila memang yang bersangkuta yakin bisa bangun tengah malam. Dan jika tidak yakin, sebaiknya menyegerakannya, artinya shalat witir dijalankan sesudah shalat fardlu (Isya’). Apabila orang itu telah mengerjakan shalat witir di awal malam (setelah isya’), lalu ia bangun di akhir malam, baginya tidak perlu menjalankan shalat witir karena ada hadits: Tidak ada dua witir dalam satu malam.”
Qunut Didalam Shalat Witir Pada Pertengahan Akhir Ramadhan
Qunut merupakan do’a yang dilakukan didalam shalat pada tempat tertentu ketika berdiri. Qunut, selain disunnahkan dilakukan pada setiap shalat shubuh dan ketika terjadi mushibah yang menimpa umat Islam (qunut nazilah), juga disunnahkan dikerjakan pada shalat witir di pertengahan terakhir bulan Ramadhan.
Imam Al-Baihaqi didalam kitabnya Ma’rifatus Sunani wal Atsar dan As-Sunanul Kubro pada “Bab Man Qaala Laa Yaqnut fil Witri Illaa Fin Nishfil Akhiri Min Ramadhan (Bab komentar Orang-orang yang tidak berqunut kecuali pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan) menyebutkan beberapa riwayat, diantaranya Imam Al-Syafi’i rahimahullah berkata :
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ : ﻭﻳﻘﻨﺘﻮﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺗﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﺍﻵﺧﺮ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻛﺎﻥ ﻳﻔﻌﻞ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻭﻣﻌﺎﺫ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ
“Mereka berqunut didalam shalat witir pada pertengahan akhir bulan Ramadhan, seperti itulah yang dilakukan oleh Ibnu ‘Umar dan Mu’adz Al-Qari”
ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ، « ﺃﻥ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺗﺮ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ
“Dari Nafi’ : Bahwa Ibnu ‘Umat tidak berqunut didalam shalat witir, kecuali pada pertengahan dari bulan Ramadhan (pertengahan akhir, penj)”
ﺃﻥ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ « ﺟﻤﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ، ﻓﻜﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻟﻬﻢ ﻋﺸﺮﻳﻦ ﻟﻴﻠﺔ ﻭﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﺑﻬﻢ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﺍﻟﺒﺎﻗﻲ » . ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ ﺗﺨﻠﻒ ﻓﺼﻠﻰ ﻓﻲ ﺑﻴﺘﻪ، ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ : ﺃﺑﻖ ﺃﺑﻲ
“Sesungguhnya Umar bin Khaththab mengumpulkan jama’ah shalat tarawih pada Ubay bin Ka’ab, mereka shalat selama 20 malam, dan mereka tidak berqunut kecuali pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan. Ketika masuk pada 10 akhir Ubay memisahkan diri dan shalat dirumahnya, maka mereka mengira dengan mengatakan : Ubay telah bosan”.
ﻋَﻦْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻫُﻮَ ﺍﺑْﻦُ ﺳِﻴﺮِﻳﻦَ، ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ” ﺃَﻥَّ ﺃُﺑَﻲَّ ﺑْﻦَ ﻛَﻌْﺐٍ ﺃَﻣَّﻬُﻢْ، ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻓِﻲ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﺍﻟْﺄَﺧِﻴﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Dari Muhammad bin Sirin, dari sebagian sahabatnya, bahwa Ubay bin Ka’ab mengimami mereka, yakni pada bulan Ramadhan, ia berqunut pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan”
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﺎﺭِﺙِ، ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ” ﺃَﻧَّﻪُ ” ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﺍﻟْﺄَﺧِﻴﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Dari Al-Harits, dari ‘Ali radliyallahu ‘anh, bahwa ia berqunut pada pertengahan terakhir dari bulan Ramadhan”
ﻋﻦ ﺳَﻠَﺎﻡ ﻳَﻌْﻨِﻲ ﺍﺑْﻦَ ﻣِﺴْﻜِﻴﻦٍ، ﻗَﺎﻝَ : ” ﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﺳِﻴﺮِﻳﻦَ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺍﻟْﻘُﻨُﻮﺕَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﺇِﻟَّﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Ibnu Miskin berkata : Ibnu Sirin tidak menyukai qunut didalam shalat witir, kecuali pada pertengahan akhir shalat bulan Ramadhan
ﻋﻦ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓ ﻗَﺎﻝَ : ” ﺍﻟْﻘُﻨُﻮﺕُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Dari Qatadah : qunut dilakukan pada pertengahan akhir bulan Ramadhan”
Imam An-Nawawi rahimahullah didalam kitabnya Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menjelaskan dengan panjang lebar dan adil sebagai berikut,
“Madzhab bahwa sunnah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat witir pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan adalah pendapat masyhur didalam madzhab Syafi’iyah dan Imam Al-Syafi’i telah menyatakan hal tersebut; Pada satu pendapat disebutkan bahwa disunnahkan pada seluruh bulan Ramadhan dan itu madzhab Imam Malik, dan satu pendapat pula dikatakan bahwa disunnahkan didalam shalat witir sepanjang tahun dan pendapat ini juga ada pada 4 ulama besar kami yakni Abdullah Az-Zubairiy, Abul Walid Al-Nasaiburiy, Abul Fadll bin ‘Abdan dan Abu Manshur bin Mahran, pendapat yang ini dikuatkan didalam dalil hadits Al-Hasan bin ‘Ali radliyallahu ‘anhuma yang telah berlalu penjelasannya pada masalah qunut, akan tetapi yang masyhur didalam madzhab Syafi’iyah adalah pendapat yang sebelumnya yakni bahwa disunnahkan berqunut pada pertengahan akhir bulan Ramadhan, inilah yang dipegang oleh jumhur ulama Syafi’iyah. Bahkan Imam Al-Rafi’I berkata ; dhohir perkataan Imam Al-Syafi’I rahimahullah adalah makruh berqunut pada selain pertengahan akhir dibulan Ramadhan, sehingga seandainya meninggalkannya maka disunnahkan sujud sahwi, namun jika langsung berqunut seketika itu maka tidak disunnahkan sujud syahwi.
Al-Ruyani menghikayatkan sebuah pendapat bahha berqunut sepanjang tahun (dalam shalat witir) tidak makruh dan tidak perlu sujud sahwi bila meninggalkannya pada selain pertengahan akhir bulan Ramadhan, ia mengatakan, inilah yang hasan, dan inilah pendapat yang dipilih oleh para masyayikh Thabaristan”.
Menurut Imam Al-‘Imraniy, seorang ulama Syafi’i, didalam kitabnya Al-Bayan, mengatakan bahwa dalil qunut didalam shalat witir pada pertengahan akhir bulan Ramadhan adalah berdasarkan ijma para sahabat,
“Dalil kami adalah ijma’ sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi), bahwa Khalifah ‘Umar bin Khaththab mengumpulkan jama’ah tarawih untuk bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab, mereka shalat tarawih selama 20 malam, dan tidak berqunut kecuali pada pertengahan terakhir (kedua) Ramadhan, kemudina ia shalat sendirian di rumahnya, maka dikatakan : “Ubay telah bosan”. Kejadian ini dengan dihadiri (disaksikan) oleh para sahabat, dan tidak ada satu pun sahabat yang mengingkarinya”.
Imam Ahmad Al-Mahamiliy didalam Al-Lubab berkomentar mengenai qunut didalam shalat witir tersebut,
“Tidak ada qunut didalam shalat witir, kecuali ada pertengahan terakhir bulan Ramadhan, adapuan pada shalat Shubuh, berqunut selamanya, apabila Imam berqunut maka orang yang mengikutinya meng-amin-kannya”.
Imam Al-Qaffal Al-Faquriy didalam Hilyatul ‘Ulama’ fiy Ma’rifati Madzahibil Fuqaha’
“Sunnah melakukan qunut pada pertengahan terakhir bulan Ramadhan didalam shalat witir, ini juga pendapat yang dipegang oleh Imam Malik, namun riwayat yang lain darinya menyatakan tidak disunnahkan pada bulan Ramadhan.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat disunnahkan qunut didalam shalat witir sepanjang tahun, ini juga qaul Abdullah Az-Zubairy dari ulama kami, namun posisinya setelah ruku’. Dari ulama kami juga ada yang menyatakan bahwa tempatnya qunut pada shalat witir adalah sebelum ruku’ berbeda dengan shalat shubuh. Akan tetapi yang dipegang didalam madzhab Syafi’i adalah yang pertama”
Terkait tempat dilakukan qunut pada shalat witir, menurut Imam An-Nawawi adalah dilakukan setelah ruku’ berdasarkan pendapat yang masyhur dan shahih, serta tanpa melakukan takbir.
Dan lafadznya pun sebagaimana qunut pada shalat shubuh yakni
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻫﺪﻧﻲ ﻓﻲ ﻣﻦ ﻫﺪﻳﺖ ﻭﻋﺎﻓﻨﻲ ﻓﻲ ﻣﻦ ﻋﺎﻓﻴﺖ، ﻭﺗﻮﻟﻨﻲ ﻓﻲ ﻣﻦ ﺗَﻮَﻟَّﻴْﺖَ، ﻭﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟِﻲ ﻓﻲ ﻣﺎ ﺃَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﻗِﻨﻲ ﺷَﺮَّ ﻣﺎ ﻗَﻀَﻴْﺖَ، ﻓﺈﻧَّﻚَ ﺗَﻘْﻀِﻲ ﻭَﻻ ﻳُﻘْﻀَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻚَ، ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻻ ﻳَﺬِﻝُّ ﻣَﻦْ ﻭَﺍﻟَﻴْﺖَ ﻭﻻ ﻳﻌﺰ ﻣﻦ ﻋﺎﺩﻳﺖ ﺗَﺒَﺎﺭَﻛْﺖَ ﺭَﺑَّﻨﺎ ﻭَﺗَﻌﺎﻟَﻴْﺖَ
Redaksi ini berdasarkan hadits hasan, dan Imam Al-Turdmizi berkata “kami tidak mengetahui redaksi qunut yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam yang lebih bagus dari ini”. Lafadz “wa laa Ya’izzu Man ‘Adaiyt” merupakan kombinasi yang berdasarkan riwayat yang lain. Dianjurkan pula mengiringi qunut diatas dengan shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam karena hukumnya sunnah.
Atau boleh juga sebagaimana qunut Sayyidina ‘Umar bin Khaththab berikut ini,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴﻨُﻚَ، ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ، ﻭَﻻَ ﻧَﻜْﻔُﺮُﻙَ، ﻭَﻧُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﻚَ، ﻭَﻧَﺨْﻠَﻊُ ﻣَﻦْ ﻳَﻔْﺠُﺮُﻙَ؛ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇﻳَّﺎﻙَ ﻧﻌﺒﺪُ، ﻭﻟَﻚَ ﻧُﺼﻠﻲ ﻭَﻧَﺴْﺠُﺪ، ﻭَﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻧَﺴْﻌَﻰ ﻭَﻧﺤْﻔِﺪُ، ﻧَﺮْﺟُﻮ ﺭَﺣْﻤَﺘَﻚَ ﻭَﻧَﺨْﺸَﻰ ﻋَﺬَﺍﺑَﻚَ، ﺇﻥَّ ﻋَﺬَﺍﺑَﻚَ ﺍﻟْﺠِﺪَّ ﺑﺎﻟﻜُﻔَّﺎﺭِ ﻣُﻠْﺤِﻖٌ . ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻋَﺬّﺏِ ﺍﻟﻜَﻔَﺮَﺓَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺼُﺪُّﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻠِﻚَ، ﻭﻳُﻜَﺬِّﺑُﻮﻥَ ﺭُﺳُﻠَﻚَ، ﻭَﻳُﻘﺎﺗِﻠُﻮﻥَ ﺃﻭْﻟِﻴَﺎﺀَﻙَ . ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭﺍﻟﻤﺆﻣﻨﺎﺕ ﻭﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﻤُﺴْﻠِﻤﺎﺕِ، ﻭﺃﺻْﻠِﺢ ﺫَﺍﺕَ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻢْ، ﻭﺃَﻟِّﻒْ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢْ، ﻭَﺍﺟْﻌَﻞْ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥَ ﻭَﺍﻟﺤِﻜْﻤَﺔَ، ﻭَﺛَﺒِّﺘْﻬُﻢْ ﻋﻠﻰ ﻣِﻠَّﺔِ ﺭﺳﻮﻟِﻚ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭَﺃَﻭْﺯِﻋْﻬُﻢْ ﺃﻥْ ﻳُﻮﻓُﻮﺍ ﺑِﻌَﻬْﺪِﻙَ ﺍﻟَّﺬﻱ ﻋﺎﻫَﺪْﺗَﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻭَﺍﻧْﺼُﺮْﻫُﻢْ ﻋﻠﻰ ﻋَﺪُّﻭَﻙَ ﻭَﻋَﺪُﻭِّﻫِﻢْ، ﺇِﻟﻪَ ﺍﻟﺤَﻖّ، ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨﺎ ﻣﻨﻬﻢ
Bahkan boleh dengan do’a apa saja bila tidak hafal redaksi do’a qunut diatas, dan itu sudah hasil sebagai qunut. Hal ini, menurut Imam Nawawi adalah pendapat yang mukhtar (yang dipilih dalam madzhab Syafi’iyah). Dianjurkan juga bersamaan antara imam dan makmum dalam mengucapkan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa didalam qunut, karena tidak ada “amin” pada rentan waktu tersebut sehingga mengucapkan bersamaan itu lebih utama.
Disunnahkan juga mengangkat kedua tangan ketika berqunut tanpa mengusap muka, menurut pendapat yang lebih shahih, namun tidak apa-apa bila mengusap muka, tapi sebagian ulama ada yang memakruhkan mengusap muka ketika qunut.
Qunut dianjurkan di-jahrkan (dinyaringkan) apabila shalat witir secara berjama’ah dan makmum meng-amin-kannya, sedangkan apabila sendirian maka dianjurkan di-lirihkan (sir), hal ini berdasarkan pendapat shahih yang dipilih dan banyak dipegang oleh mayoritas ulama.