KISAH KAROMAHNYA PARA SHOHABAT NABI SAW. DAN WALI ALLOH SWT.
Karomah sahabat Nabi Abu Hurairah r a.
Al-Qadhi Abu Tayyib bercerita, “Ketika kami sedang berdiskusi, datanglah seorang pemuda Khurasan bertanya tentang ternak yang tidak diperah sehingga ambing susunya penuh, dan meminta dalil tentangnya.
Ia diberi dalil hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berasal dari Abu Hurairah. Dia yang pengikut Hanafi berkata, `Hadis Abu Hurairah tidak bisa diterima.’
Belum sempat dia menyelesaikan pembicaraannya, tibatiba ada seekor ular jatuh menimpanya sehingga orang-orang lari terbirit-birit.
Ular tersebut hanya mengejar pemuda itu, tidak yang lainnya. Lalu ia berkata, ‘Celaka, celaka.’ Ular tersebut kemudian hilang tanpa jejak.”
(Dituturkan oleh Al-Munawi dalam kitabAl-Tabagatal-Qubra pada pembahasan tentang biografi Ibnu Najjar dan perjalanan Ibnu Shalah)
Karomah sahabat Nabi Asid bin Hadhir r.a.
Asid adalah orang yang paling merdu bacaan Al-Qur’annya. Ia bercerita, ‘Pada suatu malam aku membaca surah Al-Baqarah, sementara kudaku dalam keadaan terikat, di sampingku terbaring anak laki-lakiku yang masih kecil.
Tiba-tiba kudaku berputar-putar, aku berdiri karena mencemaskan anakku. Aku melanjutkan membaca Al-Qur’an, dan kuda itu berputar-putar lagi.
Aku kembali bangkit karena mencemaskan anakku. Aku kembali membaca surah Al-Baqarah, kudaku berputar-putar lagi. Maka aku mendongakkan kepalaku, terlihat ada sesuatu seperti bayangan mirip lampu turun dari langit.
Kejadian tersebut membuatku takut, lalu aku terdiam. Esok paginya, aku segera menemui Rasulullah dan menceritakan kejadian semalam. Beliau berkata, `Itu malaikat, mereka mendekat karena ingin mendengar suaramu.
Seandainya kamu membaca sampai pagi, tentu orang-orang juga akan melihat mereka.”‘ (Diriwayatkan oleh Ibnu Atsir dalam kitab Usud al-Ghabah )
Kisah sahabat Nabi Hamzah bin ‘Abdul Muthalib r.a.
Kisah I
Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahwa Hamzah wafat dalam keadaan junub (belum suci dari hadas), lalu Rasulullah Saw berkata, “Malaikat telah memandikannya.” (HR Al-Hakim)
Hasan menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah Saw berkata, “Aku benar-benar melihat malaikat sedang memandikan Hamzah.” (HR Ibnu Sa’ad)
Kisah 2
Fatimah al-Khaza’iyyah bercerita, “Aku menziarahi makam Hamzah, lalu aku mengucapkan `Assalamu ‘alaika, wahai paman Rasulullah.’ Aku mendengar jawaban `Wa ‘alaikumussalam warahmatullah. ” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari AI Waqidi)
Diceritakan juga bahwa Syaikh Mahmud al-Kurdi al-Syaikhani singgah di Madinah untuk menziarahi makam Hamzah r.a. Sewaktu ia mengucapkan salam, terdengar jawaban salam dari makam Hamzah dan perintah untuk menamai anaknya dengan nama Hamzah. Kemudian ia memiliki anak, maka ia menamainya dengan Hamzah. Ia juga menceritakan bahwa sewaktu ia mengucapkan salam untuk Nabi Saw di hadapan pusara beliau, Nabi Saw menjawab salamnya. Ia sungguh-sungguh mendengar jawaban salam itunya, tak diragukan sedikit pun. (Dikutip dari kitabAl-Bagiyah al-Shalihat karya Syaikh Mahmud al-Kurdi al-Syaihani)
Syaikh Abdul Ghani al-Nablusi menceritakan dalam Syarhnya atas kitab Shalat al-Ghauts al Jailani, bahwa ia pernah bertemu dengan Syaikh Mahmud al-Kurdi di Madinah pada tahun 1205 H. Ia mengundang Syaikh Mahmud ke rumah, menjamu, dan memuliakannya.
Syaikh Mahmud menceritakan kepada Syaikh ‘Abdul Ghani bahwa ia sering bertemu dengan Nabi Saw dalam keadaan terjaga dan Abdul Ghani mempercayainya setelah melihat tanda-tanda kejujurannya. Pembahasan tentang bertemu Nabi Saw dalam keadaan terjaga atau tidur sudah cukup saya (Yusuf bin Ismail An-Nabhani) kemukakan dalam kitab Sa`adatal-Darain fs al-Shalah `ala Sayyid al-Kaunaini .
Kisah 3
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Dimyathi yang terkenal dengan sebutan Ibnu ‘Abdul Ghani al-Bina’, seorang ulama yang memadukan antara syariah dan tasawuf (wafat di Madinah pada bulan Muharram 116 M.), bercerita, ‘Aku menunaikan ibadah haji bersama ibuku pada masa paceklik. Kami menunggang dua ekor unta yang dibeli di Mesir.
Sesudah menunaikan haji, kami pergi ke Madinah, dan kedua unta itu mati di sana, padahal kami sudah tidak punya uang untuk membeli atau menyewa unta dari orang lain. Hal itu membuatku risau, karena itu aku pergi menemui Syaikh Shafiyyuddin al-Qusyasyi. Aku menceritakan keadaanku dan berkata, Aku beri’tikaf di Madinah, tetapi kemudian aku mengalami kesulitan untuk melanjutkan perjalanan, sampai Allah memberi kelapangan.’ Syaikh Shafiyuddin diam sejenak, lalu berkata, `Pergilah sekarang juga ke makam Sayyidina Hamzah bin `Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad Saw. Bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang paling mudah dan ceritakan keadaanmu dari awal hingga akhir, seperti yang baru kau ceritakan kepadaku, lakukan itu sambil berdiri di sisi makamnya yang mulia.’
Aku ikuti anjuran Syaikh Shafiyyuddin. Aku segera pergi pada waktu dhuha ke makam Sayyidina Hamzah. Aku membaca ayat-ayat AlQur’an, lalu menceritakan keadaanku seperti yang diperintahkan Syaikh Shafiyuddin. Aku segera kembali sebelum zuhur, lalu memasuki tempat suci Babu Rahmah .
Aku berwudhu, lalu masuk ke dalam masjid. Tiba-tiba ibuku yang berada di dalam masjid berkata kepadaku, Ada seorang laki-laki menanyakanmu, temuilah dia!’ Aku bertanya, ‘Di mana dia?’ Ibu menjawab, `Lihatlah di ujung masjid.’
Aku menemui laki-laki yang mencariku. Sewaktu bertemu, ternyata ia seorang laki-laki berjenggot putih yang tampak disegani. Laki-laki itu menyapa, `Selamat datang Syaikh Ahmad.’ Aku sambut uluran tangannya, lalu ia berkata lagi, ‘Pergilah ke Mesir!’ Jawabku, ‘Tuan, dengan siapa aku pergi?’ Ia menjawab, ‘Pergilah bersamaku, aku akan menyewakan unta untukmu kepada seseorang.’
Aku pergi bersamanya hingga kami sampai di tempat singgah unta-unta jamaah haji asal Mesir di Madinah. Laki-laki berjenggot itu memasuki tenda salah seorang penduduk Mesir dan aku menyusul di belakangnya. Ia menghaturkan salam kepada penghuni tenda, pemilik tenda berdiri dan mencium kedua tangannya dengan sikap sangat hormat. Laki-laki berjenggot itu berkata kepada pemilik tenda, Aku ingin anda membawa Syaikh Ahmad ini dan ibunya ke Mesir.’
Pada tahun itu, unta sangat berharga karena banyak yang mati, dan menyewa unta cukup sulit. Pemilik tenda mengikuti kemauan laki-laki berjenggot itu. Lelaki berjenggot itu bertanya, Berapa Anda akan menarik ongkosnya?’ Pemilik tenda itu menjawab, ‘Terserah Tuan.’ Lelaki berjenggot berkata, ‘Sekian, sekian.’ Mereka berijab kabul dan lelaki berjenggot membayar uang sewa. Laki-laki berjenggot itu lalu berkata kepadaku, `Bangkitlah, pergilah bersama ibumu, dan bawa serta barang-barangmu.’ Aku berdiri, sementara ia duduk di samping pemilik unta, kemudian mendatangi keduanya dan mengadakan perjanjian untuk membayar sisa uang sewa setelah sampai di Mesir. Ia menyetujui perjanjian itu, membaca surah Al-Fatihah, dan memujiku.
Aku berdiri di samping lelaki berjenggot putih itu lalu pergi bersamanya. Ketika sampai di masjid, ia berkata, `Masuklah dulu!’ Aku masuk dan menunggunya ketika waktu shalat tiba, tetapi aku tidak melihatnya. Berulang kali aku mencarinya, tetapi tidak menemukannya.
Lantas aku menemui orang yang menyewakan unta untukku dan bertanya tentang lelaki berjenggot putih itu dan tempat tinggalnya. Ia menjawab, Aku tidak mengenalnya dan belum pernah melihatnya sebelum ini. Tetapi ketika ia masuk ke tempatku, aku merasa segan dan hormat kepadanya, sesuatu yang belum pernah kurasakan seumur hidup.’
Aku kembali mencari lelaki berjenggot putih itu, tetapi tidak menemukannya. Maka aku pergi menemui Syaikh Shafiyyuddin Ahmad al-Qisyasyi r.a. dan menceritakan hal tersebut. Syaikh Shafiyuddin berkata, ‘Itu ruh Sayyid Hamzah bin Abdul Muthallib r.a. yang mewujud padamu.’
Lalu aku kcmbali rnenemui orang yang menyewakan unta kepadaku. Aku pulang ke Mesir bersamanya sebagai teman haji. Aku melihatnya sebagai seorang yang penyayang, mulia, dan berakhlak baik, belum pernah aku bertemu dengan orang seperti dirinya.
Semua itu karena barakah dari Sayyidina Hamzah r.a. hingga kami bisa mengambil manfaat darinya. Segala puji hanya milik Allah atas semua yang terjadi.” (Cerita ini dikutip oleh Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji al-Madani dalam kitabnya Jaliyat al-Kurab bi Ashhab al-Ajam wa al-Arabi Sallallahu `alaihi Wasallama , sebuah kitab tentang memohon pertolongan melalui para sahabat yang mengikuti perang Badar dan Uhud, dari Al-Hamwi dalam kitabnya Nataij al-Irtihal wa al-Safar fi Akhbari ithli al-Qarni al-Hadi Asyara)
Kisah 4
Karamah Sayyidina Hamzah yang lain adalah kisah yang diceritakan oleh Al-Marhum Abdul Lathif al Tamtami al-Malaki al-Madani berikut ini, “Syaikh Sa’id bin Qutb al-Rabbani al-Mala Ibrahim al-Kurdi pergi untuk menziarahi pemimpin para syahid, Hamzah paman Rasulullah Saw, sebelum melakukan ziarah yang telah kami sepakati ke makam para syahid lain di Madinah pada tanggal 12 Rajab. Ia mempercepat perjalanannya ke makam Sayyidina Hamzah agar bisa ikut berziarah bersama kami. Pada tanggal 12 Rajab, kami pergi ziarah dengan Syaikh Sa’id bin Qutb yang masih setengah mengantuk.
Lalu kami istirahat di sebuah bangku bersandaran. Ketika gelap telah menyelimuti malam, teman-temanku tidur dan aku berjaga-jaga. Tiba-tiba aku melihat seekor kuda mengelilingi tcmpat yang sedang kami pakai beberapa kali, tetapi aku malas bangun untuk mengusirnya.
Dalam hati aku berkata, `Sampai kapan ia berputar-putar?’ Aku bangkit, lalu berjalan ke arahnya dan bertanya, ‘Siapa kau?’ Kuda itu menjawab, `Sedang apa kamu? kamu singgah di wilayah perlindunganku dan menyakitiku karena kamu tidak tidur untuk berjaga jaga, padahal aku selalu menjaga kalian semua?-Aku Hamzah bin Abdul Muthalib.’ Kuda itu kemudian menghilang.”
Karomah sahabat Nabi Hanzhalah r.a.
Qatadah menceritakan bahwa pada perang Uhud, Rasulullah Saw. berkata, ` Hanzhalah akan dimandikan oleh malaikat.” Maka para sahabat bertanya kepada keluarga Hanzhalah, “Apa yang terjadi dengannya?” Qatadah juga bertanya kepada istri Hanzhalah, lalu ia menjawab, “Ketika terdengar seruan perang Uhud, Hanzhalah segera pergi untuk berjihad padahal sedang berhadas besar.”
Rasulullah Saw. berkata, “Karena itulah ia akan dimandikan malaikat.” (HR Ibnu Ishaq dari Ashim bin `Umar bin Qatadah)
Dalam kisah lain, Urwah bercerita, “Aku benar-benar melihat malaikat sedang memandikan Hanzhalah di antara langit dan bumi dengan air dari awan dalam sebuah tempat besar terbuat dari perak.” Abu Asid al-Sa`idi lalu berkata, “Kami pergi melihat Hamzah, kepalanya meneteskan air.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Sa’ad dari Hisyam bin Urwah)
Karomah sahabat Nabi Khalid bin Walid r.a.
Kisah 1
Suatu hari, Khalid bin Walid singgah di suatu kampung. Orang-orang memperingatkannya, “Waspadalah terhadap racun, jangan minum suguhan orang-orang asing!” Namun Khalid menjawab, “Berikan racun itu kepadaku!” Kemudian ia mengambil minuman beracun itu, lalu meneguknya sambil membaca basmalah, dan tidak terjadi sesuatu pun yang membahayakannya. (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Al-Baihaqi, dan Abu Na`im dari Abu Safar)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Khalid bin Walid pergi ke suatu kampung. Penduduk kampung itu menyuruh Abdul Masih menyambut Khalid dengan membawa minuman yang mengandung racun ganas.
Khalid berkata kepada Abdul Masih, “Berikan minuman itu!” Ketika ia istirahat, Khalid mengambil minuman beracun itu lalu berdoa, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan langit dan bumi. Dengan menyebut nama Allah yang tidak akan mencelakakan hamba-Nya, karena nama-Nya mengandung obat.”
Kemudian Khalid meneguk minuman beracun itu. Abdul Masih kembali ke kaumnya, lalu berkata, “Hai kaumku, ia telah minum racun ganas itu, tetapi ia tidak apa-apa.” Akhirnya kaum itu berdamai dengan orang-orang muslim. (Dikisahkan oleh Al-Kalbi)
Kisah 2
Diceritakan juga bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Khalid dengan membawa geriba berisi arak. Khalid lalu berdoa, “Ya Allah jadikanlah arak ini madu.”
Lalu arak itu berubah menjadi madu. Dalam versi lain diceritakan bahwa ada seorang laki-laki melewati Khalid dengan membawa geriba berisi arak. Khalid bertanya kepadanya, “Apa ini?” la menjawab, “Cuka.”
Kemudian Khalid berdoa, “Ya Allah, jadikan isi geribah ini cuka”. Lalu orang-orang melihat geribah itu berisi cuka, padahal sebelumnya arak. (Riwayat Ibnu Abi Dunya dari Khaitsamah)
Riwayat lainnya menceritakan, Khalid bin Walid mendapat laporan bahwa ada angggota pasukannya yang minum arak. Maka Khalid menginspeksi pasukannya, dan ia menemukan seseorang membawa geriba berisi arak.
Khalid bertanya, “Apa ini?” Laki-laki itu menjawab, “Cuka.” Khalid berdoa, “Ya Allah, jadikanlah geriba itu berisi cuka.” Laki-laki itu membuka geriba, dan ternyata isinya telah berubah menjadi cuka, ia lalu berujar, “Ini berkat doa Khalid.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Maharib bin Datstsar)
Karomah sahabat Nabi Maisarah bin Masruq al-Absi
Kisah 1
Maisarah adalah salah satu di antara sembilan utusan Bani Absi yang datang kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw menunaikan haji wada’, Maisarah berjumpa dengan beliau, lalu la bertanya, “Wahai Rasulullah, aku sangat ingin menjadi pengikutmu.” Kemudian ia masuk Islam dan keislamannya sangat baik. Maisarah berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari neraka karena adanya engkau (Muhammad).”
Maisarah diberi jabatan bagus oleh Abu Bakar. (Diriwayatkan oleh Ibnu Atsir dalam Usud al-Ghabah)
Maisarah bin Masruq al-‘Absi r.a. termasuk salah satu pemimpin tentara di Palestina dan ia meninggal di sana serta dimakamkan dekat daerah Baqah termasuk wilayah Nablus. Makamnya terkenal sebagai tempat ziarah.
Kisah 2
Yusuf al-Nabhani bercerita, “Aku menziarahi makam Maisarah bin Masruq al-Absi r.a. kira-kira dua puluh tahun yang lalu. Aku belum mengetahui lokasi makamnya, tetapi ketika aku melewati sebuah jalan di samping makamnya, aku melihat orang-orang berbondong-bondong menziarahinya. Pada waktu itu adalah hari Arafah tahun 1305 H.
Kemudian aku bertanya kepada seorang penduduk daerah itu yang ada di sisiku. Penduduk itu memberitahuku bahwa hari Arafah adalah hari yang khusus untuk menziarahi makam Maisarah, karenanya banyak penduduk daerah-daerah sekitar yang datang berziarah saat itu. Sebuah tradisi lama yang berlangsung terus setiap tahun tanpa terputus. Mereka juga melakukan ziarah di hari terakhir bulan Ramadhan.
Pada tahun itu juga, aku pergi ke Beirut untuk tugas pemerintahan negara yang mengharuskanku sampai sekarang menetap di sana. Kurang lebih tiga tahun setelah tinggal di Beirut, yakni 1308 H., aku jatuh sakit yang divonis oleh semua dokter sebagai penyakit ganas lemahnya syaraf pencernaan.
Penyakit itu sangat memayahkanku. Ketika aku telah putus asa untuk sembuh, dalam mimpi aku mendengar ada orang menyuruhku menziarahi makam Maisarah. Aku tahu yang dimaksud adalah Maisarah al-Absi, dan dengan menziarahnya aku akan memperoleh obat penyakitku ini. Ketika terbangun, aku berniat kuat untuk menziarahinya. Setelah melewati makamnya tiga tahun lalu, aku sudah melupakan keberadaan Maisarah r.a. sebelum mimpi itu muncul. Oleh karena itu, aku yakin mimpi itu benar.
Aku memantapkan diri uiituk menziarahinya pada hari Arafah 1308 H. Aku memutuskan untuk bermalam di daerah yang dekat dengan makamnya yang bernama Wadi ‘Arah, di rumah ‘Abdul Karim Affandi bin Muhammad Husain Abdul Hadi. Ia sangat menghormatiku sebagai tamunya dan menjamuku dengan sangat baik.
Malamnya, aku merasa sehat kembali lebih dari sebelumnya, padahal selama berbulan-bulan aku minum berbagai macam obat dan mengikuti saran beberapa dokter terkenal. Pagi harinya, aku berangkat untuk berziarah. Aku sampai ke’makamnya di siang hari ketika banyak orang berziarah ke sana. Di makamnya, aku membaca surah-surah pendek dan kitab Dalail al-Khairat. Kemudian aku pulang dengan penuh rasa syukur dan pujian kepada Allah. Secara perlahan-lahan aku sehat kembali, hingga hilanglah penyakitku itu secara total. Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Karomah sahabat Nabi Sa’ad bin Mu’adz r.a.
Sa’ad bin Abi Waqash r.a. menceritakan bahwa ketika Sa’ad bin Mu’adz wafat setelah perang Khandaq, Rasulullah Saw tergesa-gesa keluar, sampai memutuskan tali sandal seseorang dan tidak membetulkannya, tidak melilitkan kembali selendangnya yang terurai, dan tidak menyapa seorang pun.
Orang-orang bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau mengabaikan kami?” Beliau menjawab, “Aku khawatir malaikat mendahului kita untuk memandikan jenazah Sa’ad bin Mu`adz, seperti halnya ia mendahului kita memandikan jenazah Hanzhalah.” (Riwayat Abu Na’im)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa pada perang Khandaq, mata Sa’ad bin Mu’adz terkena tombak yang dilemparkan Hayyan bin Arqah. Tenda untuk Nabi Saw. telah dipasang di dalam masjid karena beliau akan segera kembali dari perang.
Sewaktu Nabi Saw. pulang dari Khandaq, beliau melepas baju besinya, kemudian mandi. Ketika beliau sedang mengibaskan debu di kepalanya, Jibril datang lalu berkata, “Engkau telah melepas baju besimu.
Demi Allah, jangan melepasnya dulu, temuilah mereka!” Nabi Saw bertanya, “Ke mana?” Jibril menunjuk ke arah perkampungan Band Quraizhah. Rasulullah Saw segera menuju ke sana. Mereka bertempur untuk menegakkan keadilan atas Sa’ad.
Rasulullah berkata, “Sungguh aku akan menghukum mereka, mengobarkan peperangan, menawan para wanita dan anak-anak, juga membagi harta kekayaan mereka.” Kemudian Sa’ad berdoa, “Ya Allah, Engkau Maha Tahu, tidak satu pun yang begitu ingin aku perangi karena Engkau selain kaum yang mendustakan dan mengusir Rasul-Mu.
Ya Allah, aku sungguh yakin bahwa Engkau telah mengobarkan peperangan di antara kami dan mereka. Jika masih ada peperangan dengan kaum Quraisy, beri aku kesempatan untuk memerangi mereka karena Engkau.
Jika Engkau mengobarkan peperangan, izinkan aku mengikutinya dan biarkan aku mati di sana.” Malam itu, peperangan dengan Bani Quraizhah berkobar, akhirnya Sa’ad bin Muadz wafat karenanya. (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah)
Dikisahkan pula bahwa pada saat perang Ahzab (Khandaq), mata Sa’ad bin Mu`adz terkena tombak sehingga mengucurkan banyak darah. Sa’ad berdoa, “Ya Allah, jangan cabut nyawaku agar mataku tetap terbuka sampai di tempat Bani Quraizhah.”
Lalu ia menahan pembuluh darah di matanya, tetapi tidak keluar setetes pun darah, sampai kaum muslimin memerangi Bani Quraizhah. Seusai perang, pembuluh darah di mata Sa’ad bin Mu`adz pecah, dan ia menemui ajalnya. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Jabir r.a.)
Rasulullah Saw pernah bersabda tentang Sa’ad bin Mu’adz, “Sa’ad telah menggoncangkan ‘Arsy, dan jenazahnya diantar 70.000 malaikat.” (HR Al-Baihagi dari Ibnu `Umar r.a.)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Jibril menemui Nabi Saw lalu bertanya, “Siapakah hamba saleh yang wafat sehingga pintu-pintu langit terbuka untuknya dan `Arsy bergetar?” Nabi kemudian keluar, ternyata Sa’ad bin Mu`adz telah wafat. (HR Al-Baihaqi dari Jabir r.a)
Rafi` al-Zargi menceritakan bahwa salah seorang kaumnya memberitahu bahwa Jibril telah mendatangi Nabi Saw di tengah malam dengan mengenakan ikat kepala dari sutra tebal, lalu Jibril bertanya, “Jenazah siapa gerangan yang telah membuka pintu langit dan menggoncangkan Arsy?” Beliau segera berdiri menemui Sa’ad bin Mu’adz dan menemukannya telah gugur. Dalam riwayat lain Hasan Al-Bashri berkata, “Sa’ad bin Mu`adz telah menggoncangkan ‘Arsy Zat Yang Maha Pengasih, karena gembira dengan kedatangan ruhnya.” (Kedua riwayat ini diceritakan oleh Al-Baihaqi)
Muslimah bin Aslam bin Harisy bercerita, “Rasulullah Saw memasuki rumah Sa’ad, tetapi tak ada seorang pun di dalamnya kecuali Sa’ad yang ditutupi kain. Kemudian aku melihat beliau melangkah dan memberi isyarat kepadaku agar berhenti.
Aku berhenti dan mundur ke belakang, beliau duduk sebentar lalu keluar. Aku berkata, `Ya Rasulullah, aku tidak melihat seorang pun di sana, namun aku melihatmu melangkah.’ Beliau menjawab, Aku tidak bisa duduk, sampai salah satu malaikat melepaskan salah satu sayapnya.”‘ (HR Ibnu Sa’ad)
Riwayat lain menceritakan hahwa ketika Sa’ad bin Mu’adz wafat, Rasulullah Saw menggenggam kedua lutut Sa’ad lalu berkata, “Malaikat masuk, tetapi tidak mendapatkan tempat duduk, maka aku lapangkan tempat untuknya.”
Ketika orang-orang mengusung jenazah Sa’ad bin Mu’adz yang pada masa hidupnya ia adalah orang yang paling besar dan tinggi, salah seorang munafik berkata, “Kami belum pernah mengusung jenazah yang lebih ringan daripada hari ini.” Lalu Nabi Saw bersaada, “Jenazah Sa’ad bin Mu’adz disaksikan 70.000 malaikat yang tidak menginjak bumi sama sekali.” (Riwayat Abu Na’im dari Asy’at bin Ishaq bin Sa’ad bin Abi Waqash)
Diceritakan pula bahwa ketika mengusung jenazah Sa’ad, orang-orang mengatakan, “Ya Rasulullah, kami belum pernah mengusung jenazah yang lebih ringan daripada ini.” Beliau menjelaskan, “Kalian merasa ringan, karena malaikat telah turun tangan, padahal sebelumnya mereka belum pernah ikut mengusung jenazah bersama-sama kalian.” (Riwayat Ibnu Sa’ad dari Mahmud bin Lubaid)
Muhammad bin Syarahbil bin Hasanah menceritakan bahwa pada hari itu, orang-orang mengambil tanah kuburan Sa’ad dan membawanya pulang. Setelah pulang, mereka melihat tanah tersebut telah berubah menjadi minyak wangi.
Rasulullah Saw berkata, “Maha Suci Allah, Maha Suci Allah.” Lalu beliau mengusapkan minyak wangi itu ke wajahnya dan berkata lagi, “Segala puji hanya bagi Allah, kalau ada orang yang selamat dari himpitan kubur, Sa’ad lah orangnya. Ia dikenai satu himpitan, kemudian Allah membebaskannya.” (HR Ibnu Sa’ad dan Abu Na’im dari jalur Muhammad bin Munkadir)
Anni Sa’id al-Khudri r.a. berkata, “Aku ikut menghadiri pemakaman Sa’ad. Setiap kami menggali sebongkah tanah kuburnya, kami mencium harum minyak wangi.” (Riwayat Ibnu Sa’ad)
Karomah sahabat Nabi Sa’ad bin Rabi’ r.a.
Zaid bin Tsabit r.a. menceritakan bahwa pada perang Uhud, Rasulullah Saw menyuruhnya mencari Sa’ad bin Rabi’. Rasulullah Saw berkata, “Kalau kamu bertemu dengannya, sampaikan salamku untuknya dan tanyakan kabarnya.”
Zaid menemukan Sa’ad bin Rabi’ sedang sekarat karena terkena 70 luka tusukan tombak, sabetan pedang, dan lemparan anak panah.
Kemudian Sa`ad berkata, “Katakan kepada Rasulullah bahwa aku benar-benar telah mencium wangi surga. Katakan juga kepada kaumku Anshar agar mereka jangan khawatir jika telah mengikhlaskan diri kepada Rasulullah Saw. dan sesungguhnya mereka telah berada di ujung perjalanan.”
Akhirnya Sa’ad bin Rabi’ menghembuskan nafas terakhirnya. (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Karomah sahabat Nabi Sa`ad bin Abi Waqash r.a.
Kisah 1
Jabir r.a. menceritakan bahwa penduduk Kufah mengadukan Sa’ad bin Abi Waqash kepada Khalifah `Umar. ‘Umar lalu mengutus seseorang untuk bertanya tentang Sa’ad kepada orang-orang Kufah.
Utusan itu berkeliling dari masjid ke masjid di Kufah dan semua orang yang ditanyainya memberikan penilaian positif terhadap Sa’ad. Akhirnya ia berhenti di sebuah masjid dan bertemu dengan seorang laki-laki yang mengaku bernama Abu Sa’dah.
Laki-laki itu berkata, “Kami mengadukan Sa’ad karena ia tidak membagi rampasan secara sama rata, tidak berjalan bersama pasukannya,dan tidak berlaku adil dalam menghukumi sesuatu.”
Maka Sa’ad berdoa, “Ya Allah, kalau ia berdusta, maka panjangkanlah umurnya, panjangkan kefakirannya, dan timpakan berbagai fitnah padanya.”
Ibnu Amir menceritakan bahwa ia menyaksikan laki-laki yang mengadukan Sa’ad itu berumur panjang, sampai-sampai alisnya menutupi mata karena saking panjangnya, ia betul-betul ditimpa kemiskinan, dan di sebuah jalan ia pernah bertemu dengan budak-budak perempuan kemudian merabanya, karena itu ia terkena fitnah.
Sewaktu ditanya, “Mengapa kamu bisa jadi begini?” Jawabnya, “Aku menjadi tua bangka dan terkena fitnah karena doa Sa’ad.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Al-Baihaqi dari jalur Abdul Mulk bin Amir)
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Sa’ad tengah berpidato di hadapan penduduk Kufah, ia bertanya, “Bagaimana kepemimpinanku menurut pandangan kalian?” Seorang laki-laki berseru, “Engkau sungguh tidak adil dalam mengemban tanggung jawab, tidak membagi secara rata, dan tidak ikut berperang bersama pasukan.”
Sa’ad berdoa, “Ya Allah, kalau ia berdusta, maka butakanlah matanya, segerakan kefakirannya, panjangkan umumya, dan timpakan fitnah padanya.” Lelaki itu kemudian buta, jatuh miskin sehingga menjadi peminta-peminta, difitnah sebagai orang yang sombong dan pembohong, dan karena itu ia dibunuh. (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalur Mush’ab bin Sa’ad)
Riwayat lain menceritakan bahwa ada seorang laki-laki muslim mengejek Sa’ad bin Abi Waqash. Kemudian Sa’ad berdoa, “Ya Allah, potonglah lidah dan tangannya dengan kehendak-Mu.” Pada waktu perang Kadisiyah, laki-laki itu terlempar hingga lidah dan tangannya putus. Ia tidak bisa berbicara sepatah kata pun sampai ajal menjemputnya. (Diriwayatkan oleh Al Thabrani, Ibnu `Asakir dan Abu Na’im dari Qabishah bin Jabir)
Dikisahkan pula bahwa ada seorang perempuan yang mempunyai perawakan seperti anak kecil. Orang-orang mengolok-oloknya, “Itu puteri Sa’ad, ia membenamkan tangannya pada tempat bersuci Sa’ad.” Kemudian Sa’ad berdoa, “Semoga Allah menunjukkan kekuatanmu meskipun engkau tidak bisa tumbuh besar lagi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Asakir dari Mughirah)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ada seorang perempuan terus menerus memperhatikan Sa`ad, Sa’ad menegurnya, tetapi ia tidak mengindahkannya. Suatu hari ketika perempuan itu muncul, Sa’ad berkata, “Buruk sekali wajahmu.” Tiba-tiba wajah perempuan itu memuntir ke belakang dan tidak bisa menoleh ke depan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Asakir dari Mana’ dari Abdurrahman bin Auf)
Qais bertutur, “Ada seorang laki-laki mengejek Ali. Maka Sa’ad berdoa, ‘Ya Allah, laki-laki ini telah mengejek salah seorang walimu. Jangan pisahkan golongan ini, sampai Engkau perlihatkan kekuasaanMu.’ Demi Allah, kami belum berpisah, hingga kudanya terbenam ke dalam lumpur, kemudian ia terlempar di bebatuan, sampai otaknya keluar dan akhirnya mati” (Riwayat Al- Hakim).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Sa’ad mendoakan buruk untuk seorang laki-laki. Tiba-tiba laki-laki itu tertubruk seekor unta betina hingga ia mati. Kemudian Sa’ad menahan nafas dan bersumpah tidak akan mendoakan buruk untuk seorang pun (Riwayat Al-Hakim dari Mush’ab bin Sa’ad).
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Al-Musayyab bahwasanya Marwan pernah berkata, “Harta ini milik kami maka kami berhak memberikannya kepada orang yang kami kehendaki.” Kemudian Sa`ad mengangkat kedua tangannya dan berkata, ‘Aku akan berdoa.” Marwan meloncat, lalu merangkulnya sambil berseru, “Engkau akan berdoa kepada Allah, hai Abu Ishaq. Tolong jangan berdoa, karena harta itu adalah milik Allah.”
Diceritakan pula bahwa Sa’ad bin Abi Waqash pernah berdoa, “Ya Allah, hamba memiliki anak-anak yang masih kecil, maka tangguhkan kematianku sampai mereka dewasa (balig).” Dua puluh tahun kemudian, Sa’ad baru menemui ajalnya, sesudah menderita sakit parah. (Riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Asakir dari Yahya bin Abdurrahman bin Labibah)
Dikisahkan juga bahwa ketika Sa’ad sedang berjalan-jalan, lewatlah seorang laki-laki sambil mencaci maki Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad berkata kepada laki-laki itu, “Kamu mencaci-maki para pemimpin yang dianugerahi keunggulan oleh Allah.
Demi Allah, kamu harus menghentikan cacianmu kepada mereka atau aku akan mendoakan keburukan untukmu.” Laki-laki itu menjawab, “Kamu menakutiku, seolah-olah kamu ini nabi.” Sa’ad lalu berdoa, “Ya Allah, ia telah mencaci-maki para pemimpin yang telah Engkau unggulkan, maka timpakan malapetaka padanya hari ini.”
Tiba-tiba datanglah seorang peramal perempuan sehingga orang-orang berlarian menghindarinya, lalu sang peramal memukul laki-laki itu dengan keras. Orang-orang mengikuti Sa’ad, dan berkata, ‘Allah telah mengabulkan doamu, ya Abu Ishaq.” Doa Sa’ad mustajab, karena Nabi Saw telah mendoakan agar doanya mustajab. (Riwayat Al Thabrani dari Amir bin Sa’ad)
Al-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dan menyatakan kesahihan hadis Nabi tentang Sa’ad, “Ya Allah, kabulkanlah semua doa yang dipanjatkan Sa’ad!” Hingga setiap doa yang dilantunkan Sa’ad selalu dikabulkan Allah. Dalam hadis lain juga dinyatakan, “Ya Allah, kabulkanlah doa Sa’ad dan tepatkanlah lemparan panahnya!”
Kisah 2
Riwayat lain menceritakan bahwa ketika Sa’ad bin Abi Waqash r.a. sampai di sungai Tigris, ia mencari perahu untuk menyeberang, tetapi ia tidak berhasil karena perahu-perahu telah ditambatkan. Sa’ad dan pasukannya tinggal di sana beberapa hari pada bulan Safar. Tiba-tiba datang air pasang.
Sa’ad bermimpi melihat sekawanan kuda milik pasukan muslimin menceburkan diri ke sungai, lalu menyeberangi air pasang itu, padahal air pasang sungai Tigris sangat tinggi. Sa’ad menakwilkan mimpinya sebagai petunjuk agar ia menyeberangi sungai itu.
Maka ia mengumpulkan pasukannya, lalu berkata, ‘Aku akan menyeberangi sungai ini,” dan mereka menyetujuinya. Sa`ad mempersilakan pasukannya untuk menceburkan diri ke sungai, lalu berkata, “Katakanlah! Kami memohon pertolongan Allah dan bertawakkal kepada-Nya.
Cukuplah Allah bagi kami, sebaik-baik Zat tempat memasrahkan diri. Tiada daya dan kekuatan, kecuali milik Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” Lalu mereka menceburkan diri ke Sungai Tigris, menyeberangi air yang pasang itu, dan terombang-ambing ombak.
Sungguh ajaib, mereka terapung di sungai itu sambil berbincang-bincang dan berpasangan, seperti ketika berjalan di daratan. Orang-orang Persia merasa heran dengan hal yang tidak masuk akal tersebut. Pasukan muslimin kemudian menaklukkan Persia dan segera mengumpulkan sebagian besar kekayaan mereka, yaitu kota-kota di Persia. Pada bulan Safar tahun 16 H, kaum muslimin menguasai rumah-rumah peninggalan kerajaan Persia. (Riwayat Abu Na’im dari Ibnu al-Dafili)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Sa’ad berkata, “Kami menyeberangi sungai Tigris sambil membawa kuda dan binatang piaraan kami, sampai tak seorang pun melihat air dari dua tepinya.
Kuda-kuda itu mendatangi pasukanku sambil menghela surainya diiringi ringkikan. Ketika melihat tingkah kuda tersebut, pasukanku segera menyeberangi sungai itu tanpa memedulikan apa pun. Tidak ada sesuatu pun milik pasukanku yang hilang dalam air, hanya sebuah gelas yang pegangannya telah pecah. Gelas itu terjatuh dan hanyut terbawa air. Namun angin dan gelombang menyeretnya ke tepi dan pemiliknya mengambilnya kembali.” (Abu Na’im meriwayatkan kisah ini dari Abu `Utsman al-Nahdi)
Riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang berjalan di atas air bersama Sa’ad adalah Salman al-Farisi. Pasukan Sa’ad menyeberangi sungai Tigris sambil terapung beserta kuda-kuda mereka. Sa’ad berkata, “Cukuplah Allah bagi kami, Dialah sebaik-baik Zat tempat memasrahkan diri.
Demi Allah, Allah benar-benar akan menolong wali-Nya, memenangkan agama-Nya, dan mengalahkan musuh-Nya, jika dalam diri pasukan tidak ada kejahatan atau dosa yang mengalahkan kebaikan.” Salman berkata kepada Sa’ad, “Sesungguhnya Islam itu baru. Demi Allah, lautan tunduk kepada Sa’ad dan pasukannya seperti halnya daratan tunduk kepada mereka. Mereka menyeberangi sungai, hingga air itu tidak terlihat dari tepian. Sambil terapung di sungai, mereka berbincang-bincang lebih banyak daripada ketika mereka berjalan di daratan.
Mereka berhasil melintasinya, tidak ada sesuatu pun yang hilang, dan tidak ada seorang pun yang tenggelam.” (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dari Abu Bakar bin Hafsh bin `Umar)
Riwayat lain menceritakan bahwa Sa’ad dan pasukannya menccburkan diri ke sungai Tigris berpasang-pasangan. Salman menjadi pasangan Sa’ad, mereka berdampingan berjalan di atas air. Sa’ad berkata, “Demikianlah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Air sungai Tigris mengapungkan Sa’ad dan pasukannya, sementara kuda mereka menyeberangi sungai sambil berdiri tegak. Bila Sa’ad lelah, di depannya terhampar sebuah gundukan, lalu ia beristirahat di atasnya seolah-olah berada di atas tanah. Tidak ada pemandangan yang lebih menakjubkan selain pemandangan itu, karena itulah hari itu disebut dengan Yaumul Jaratsim. Jika ada yang lelah, maka di depannya terhampar sebuah gundukan tempat untuk istirahat. (Riwayat Abu Na’im dari Amir al-Sha’idi)
Qais bin Abi Hazim berkata, “Kami menundukkan sungai Tigris yang sedang meluap airnya. Meskipun air pasang mencapai puncak ketinggiannya, prajurit berkuda tetap tegak dan air tidak sampai menyentuh ikat perut kudanya,” (Riwayat Abu Na’im).
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ketika kaum muslimin menyeberangi sungai Tigris, penduduk Persia berkata, “Mereka itu jin, bukan manusia,” (Riwayat Abu Na’im dari Habib bin Shahban, dikutip dari kitab Hujjatullah ‘ala al-‘Alaamin).
Karomah sahabat Nabi Salman al-Farisi r.a.
Kisah 1
Salah satu karamah Salman adalah ketika suatu hari ia keluar dari Madain bersama seorang tamu, tiba-tiba ada sekawanan kijang berjalan di padang pasir dan burung-burung beterbangan di angkasa raya.
Salman berkata, “Kemarilah wahai burung dan kijang, karena aku kedatangan seorang tamu yang sangat ingin aku muliakan. Maka datanglah seekor burung dan kijang kepadanya.
Tamu itu berkata, “Maha Suci Allah.” Kemudian Salman berkata kepadanya, “Apakah engkau heran melihat seorang hamba yang taat kepada Allah, tetapi ia didurhakai oleh sesuatu?”
(Kisah ini aku kemukakan dalam kitab Hujjatullah ‘ala al-Alamin dan dikemukakan juga oleh Syaikh Abdul Majid al-Khan al-Dimasyqi dalam kitabnya Al-Hadaiq al- Wardiyyah fi Ajla’i al Tharigah al-Naqsyabandiyyah )
Kisah 2
Harits bin Amir melakukan perjalanan sampai di Madain. Ia bertemu seorang laki-laki berpakaian lusuh membawa kulit yang disamak berwarna merah yang digunakan dalam pertempuran. Laki-laki itu menoleh ke arah Harits, lalu berkata, “Tetaplah di tempatmu, ya Abdullah!” Harits bertanya kepada orang di sampingnya, “Siapa orang ini?” Jawabnya, “Salman.”
Lalu Salman masuk ke dalam rumahnya, dan mengenakan baju putih. la menyambut Harits, meraih tangannya, dan menyalaminya. Harits lalu berkata, “Ya Abu Abdullah, engkau belum pernah bertemu denganku sebelumnya, dan aku juga belum pernah bertemu denganmu. Engkau tidak mengenalku, begitu juga aku tidak mengenalmu.”
Salman menjawab, “Ya, demi Zat yang menguasai jiwaku. Ruhku telah mengenal ruhmu ketika aku bertemu denganmu. Bukankah engkau Harits bin `Amir?” Harits menjawab, “Ya.”
Salman menegaskan,’Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, `Ruh-ruh itu laksana tentara yang berperang. Tentara yang dikenal adalah kawan dan yang tak dikenal adalah lawan.”‘ (Diriwayatkan oleh Syaikh Abdul Majid dari Abu Na’im). Karamah ini juga dikemukakan dalam kitab Al Tabaqah karya Imam Munawi.
Karomah sahabat Nabi Tamim Al Dari r.a
Mu’awiyah bin Harmal bercerita, “Ada api keluar dari tanah yang tak berpasir. Khalifah `Umar kemudian menemui Tamim al-Dari dan menyuruhnya pergi ke tempat munculnya api itu.
Maka Tamim bangkit bersama `Umar, dan aku mengikuti mereka. Keduanya pergi ke tempat api itu. Kemudian Tamim menggiring api itu dengan tangannya, sampai api itu masuk ke sebuah gua, Tamim menyusul di belakangnya.
Lalu ‘Umar berkata, `Tidaklah sama antara orang yang menyaksikan hal ini dengan yang tidak menyaksikannya,”Umar mengucapkannya tiga kali. (Riwayat Al-Baihaqi dan Abu Na’im)
Dalam riwayat lain dari Abu Na’im diceritakan bahwa Marzuq berkata, “Pada masa ‘Umar, ada api muncul. Tamim al-Dari berusaha menggiring api itu dengan selendangnya, sampai api itu masuk ke sebuah gua. Lalu `Umar berkata kepada Tamim, ‘Seperti inilah, kami pernah menyembunyikanmu.”‘
Karomah sahabat Nabi Ummu Syarik al-Dausiyah r.a.
Kisah 1
Yahya bin Sa’id menceritakan bahwa Ummu Syarik al-Dausiyah berhijrah, di tengah jalan ia berkawan dengan seorang Yahudi. Pada waktu itu, Ummu Syarik al-Dausiyah dalam keadaaan berpuasa. Orang Yahudi itu berkata kepada isterinya, “Jika engkau memberinya minum, aku benar-benar akan marah.”
Sampai di penghujung malam, Ummu Syarik al-Dausiyah masih berpuasa karena tidak ada makanan untuk berbuka. Tiba-tiba di atas dada Ummu Syarik ada timba, lalu ia meminumnya. Kemudian orang Yahudi tersebut berkata, “Aku mendengar suara orang minum.” Istri Yahudi itu menyahut, “Demi’Allah, aku tidak memberinya minum.” (Riwayat Ibnu Sa’ad dari `Arim bin al-Fadhl dari Hammad bin Zaid)
Kisah 2
Ibnu Sa’ad juga menceritakan bahwa Ummu Syarik al-Dausiyah memiliki wadah lemak sapi yang dianggap jelek oleh orang yang mendatanginya. Ada seseorang mengunjunginya, lalu Ummu Syarik berkata, “Di dalam wadah ini, terdapat apa yang dibutuhkan.” Ia meniup wadah itu dan menjemurnya di panas matahari. Tiba-tiba wadah itu telah penuh dengan mentega. Ada yang berpendapat bahwa wadah lemak sapi Ummu Syarik termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah.
Karomah sahabat Nabi Zaid bin Kharijah al-Anshari Ra.
Zaid bin Kharijah al-Anshari adalah keturunan Bani Harits bin Khazraj. Ia wafat pada masa ‘Utsman. Setelah jenazahnya dibungkus kain kafan, terdengar suara keras dari dalam dadanya, “Terpujilah Muhammad, terpujilah Muhammad dalam lauh mahfuzh.
Benarlah Abu Bakar al-Shiddiq, benarlah Abu Bakar al-Shiddiq yang lemah jiwanya tetapi teguh menegakkan perintah Allah, dalam lauh mahfuzh. Benarlah `Umar bin Khattab, benarlah `Umar bin Khattab yang kuat lagi tepercaya dalam lauh mahfuzh.
Benarlah `Utsman bin Affan, benarlah `Utsman bin Affan yang mengatur sistem mereka. Enam tahun setelah ini akan muncul berbagai fitnah, yang kuat memangsa yang lemah, tanda-tanda kiamat muncul, dan akan datang dari pasukan kalian, berita tentang sumur Aris (sebuah sumur di Madinah).”
Kemudian ada seorang lakilaki dari Bani Khathmah meninggal. Jenazahnya dikafani dengan bajunya, lalu terdengar suara keras dari dalam dadanya, “Benarlah, benarlah apa yang telah dikatakan oleh Zaid dan Bani Harits bin Khazraj.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Sa’id bin Musayyab)
Al-Baihaqi menjelaskan cerita tentang sumur Aris, “Nabi Saw membuat sebuah cincin kemudian memakainya, lalu cincin itu dipakai Abu Bakar, disusul `Umar, dan terakhir `Utsman, sampai kemudian cincin itu jatuh ke sumur Aris pada tahun keenam pemerintahan `Utsman. Sejak saat itu, kinerja Utsman berubah dan sebab-sebab fitnah muncul, seperti yang telah dikatakan jenazah Zaid bin Kharijah enam tahun sebelumnya.”
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa sahabat rasulullah yang mampu berbicara setelah meninggal dunia adalah Kharijah bin Zaid, sebagaimana diceritakan oleh Nu’man bin Basyir. Kharijah bin Zaid adalah salah seorang pemimpin kaum Anshar.
Suatu hari, ketika ia melewati sebuah jalan di Madinah antara waktu zuhur dan asar, mendadak ia jatuh, lalu wafat. Mendengar berita wafatnya Kharijah, kaum Anshar mengetahui mendatanginya dan membawanya ke rumahnya, mengafaninya dengan pakaian dan dua buah selendang. Kaum Anshar baik laki-laki maupun perempuan menangisi kematiannya.
Jenazah Kharijah dibiarkan terbungkus kain kafan dalam waktu lama, karena orang-orang meratapi kematiannya yang mendadak, sehingga mereka tidak menyegerakan pemakamannya.
Pada waktu antara magrib dan isya, orang-orang mendengar suara mengatakan, “Diamlah kalian semua! Diamlah kalian semua!” Mereka mencari asal suara itu, ternyata suara itu muncul dari bawah pakaian yang ditutupkan ke jenazah Kharijah.
Lalu mereka membuka penutup wajahnya, tiba-tiba jenazah Kharijah berkata, “Muhammad adalah urusan Allah, seorang nabi yang ummi, penutup para nabi yang tidak ada nabi setelahnya. Sebagaimana yang ditetapkan dalam lauh mahfuzh .” Lalu berkata lagi, “Benarlah, benarlah.” Lalu berkata, “Ini adalah utusan Allah, semoga keselamatan, rahmat, dan barakah Allah senantiasa dilimpahkan atasmu ya Rasuullah, begitu juga rahmat dan barakah Allah.” Kemudian ia wafat kembali seperti semula. (Riwayat Al Thabrani).
Riwayat ini dikutip dari kitab saya (penulis), Hujjatullah `ala al-‘Alamin . Dalam kisah itu, seolah-olah Kharijah bin Zaid melihat ruh Nabi Saw hadir di sampingnya. Ia hanya menyebutkan tiga khalifah setelah Rasulullah Saw. wafat dan memuji mereka, tetapi tidak menyebutkan Ali, karena ketika itu Ali belum menjabat khalifah.
Kemudian aku mengecek hal tersebut dalam kitab Usud al-Ghabah karya Ibnu Atsir pada bab tentang biografi Kharijah bin Zaid al-Khazraji. Saya melihat ada perbedaan pendapat tentang tokoh dalam kisah ini, apakah Kharijah bin Zaid atau Zaid bin Kharijah. Di akhir pembahasannya, Ibnu Atsir mengatakan bahwa pendapat yang benar adalah Zaid bin Kharijah.
Karomah Zainab Ummu Kultsum Ra.
Sayyidah Zainab Ummu Kultsum adalah putri Sayyidina All bin Abi Thalib dari Sayyidah Fatimah al-Zahra’ r.a., juga istri `Umar bin Khatthab r.a. Dalam kitab Al-Isyarat fi Amakin al-Ziyarat , Ibnu Haurani mengemukakan bahwa `Umar menikahi Sayyidah Zainab dengan mahar 40.000. Sayyidah Zainab melahirkan Zaid yang bergelar Dzul Hilalain dan hanya sebentar mendampingi `Umar. Ia wafat di Ghauthah, daerah di Damaskus, setelah peristiwa pembunuhan saudara laki-lakinya, Husain r.a. Ia dimakamkan di daerah yang bernama Rawiyah, selanjutnya daerah tersebut dinamai dengan nama Sayyidah Zainab Ummu Kultsum, yang sekarang terkenal dengan sebutan Makam Al-Sittu.
Syaikh Abu Bakar al-Maushili bercerita, “Aku menziarahi makam Sayyidah Zainab satu kali bersama sekelompok sahabatku. Aku tidak masuk ke makamnya, tetapi hanya menghadap ke arah makamnya. Kami menundukkan pandangan sebagaimana ditetapkan para ulama bahwa peziarah sebaiknya menghormati mayit sebagaimana ketika ia masih hidup. Ketika aku sedang menangis dengan khusyuk dan rendah hati, tiba-tiba aku melihat sosok perempuan bertubuh besar, terhormat, dan berwibawa. Orang tidak akan mampu memandangnya karena begitu menghormatinya. Kemudian perempuan itu menoleh ke arahku dan berkata, ‘Hai anakku, semoga Allah menambahkan penghormatan dan kesopanan kepadamu.
Tahukah kamu bahwa kakekku adalah Rasulullah Saw dan para sahabatnya selalu menziarahi Ummu Aiman, karena ia perempuan terhormat. Sampaikan kabar gembira kepada umat bahwa kakekku, para sahabat, dan anak cucunya mencintai umat ini, kecuali orang yang murtad dari agama ini karena mereka membencinya.’ Aku gelisah memikirkan ucapan perempuan itu yang bagiku merupakan misteri. Ketika aku sadar sepenuhnya, perempuan itu tak tampak lagi. Akhirnya, aku rajin menziarahi makam Sayyidah Zainab sampai sekarang.” Ibnu Asakir mengatakan bahwa di sebelah barat makam Sayyidah Zainab r.a. terdapat makam Sayyid Mudrik al-Shahabi. (Diceritakan oleh Ibnu Haurani)
Ibnu al-Atsir telah menulis biografi tentang Sayyidah Zainab r.a. dalam kitab Usud al-Ghabah , dan menuturkan bahwa Sayyidah Zainab r.a. dilahirkan sebelum Rasulullah Saw wafat. Setelah dinikahi `Umar, ia menikah lagi dengan putra pamannya yaitu ‘Aun bin Ja’far, sesuai perintah ayahandanya. Sayyidah Zainab dan anak laki-lakinya Zaid, wafat pada waktu yang sama. Abdullah bin `Umar menshalati jenazahnya atas perintah saudara laki-laki Zainab r.a. yaitu Hasan r.a.
Karomah sahabat Nabi `Ashim bin Tsabit dan Khabib r.a.
Kisah 1
Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah Saw pernah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Ashim bin Tsabit. Mereka berangkat, dan ketika tiba di daerah antara Asfan dan Mekkah, mereka teringat akan caci-maki suku Hudzail. Ternyata suku Hudzail membuntuti pasukan muslimin dari jarak dekat sejauh 100 lemparan anak panah. Suku Hudzail mengikuti jejak pasukan muslimin sampai kemudian berhasil menyusul mereka. Ashim dan pasukannya berada di Fad-Fad, sebuah tempat yang cukup tinggi. Namun suku Hudzail berhasil mengepung pasukan muslimin, dan mengadakan perjanjian, “Kalian harus berjanji bahwa jika kalian turun, maka kami tidak akan membunuh seorang pun dari kalian.” Ashim menjawab, “Kami tidak akan turun untuk meminta perlindungan orang kafir. Ya Allah, kabarkanlah keadaan kami kepada Nabi-Mu!”
Suku Hudzail dengan liciknya memanah pasukan muslimin sehingga berhasil membunuh Ashim dan tujuh orang lainnya, yang tersisa adalah Khabib, Zaid bin Ditsnah, dan seorang lainnya. Akhirnya, tiga orang ini mau membuat perjanjian dan kesepakatan dengan suku Hudzail. Mereka turun, tetapi suku Hudzail melepaskan tali busur dengan bengis, lalu mengikat mereka. Ditsnah berkata, “Mereka melanggar perjanjian.” Ditsnah menolak tunduk kepada suku Hudzail, maka mereka menarik dan memaksanya untuk tunduk kepada mereka, tetapi ia tetap tidak mau, akhirnya suku Hudzail membunuhnya.
Suku Hudzail membawa Khabib dan Zaid lalu dijual sebagai budak di Mekkah. Keturunan Harits bin ‘Amir bin Naufal membeli Khabib, padahal Khabiblah yang membunuh Harits pada waktu perang Badar. Khabib menjadi tawanan mereka sampai ada kesepakatan mereka untuk membunuhnya.
Khabib meminjam pisau cukur dari salah seorang anak perempuan Harits, perempuan itu meminjamkannya. Perempuan itu berkata, “Aku lupa anakku ada di mana.” Khabib mencari anak itu sampai menemukannya, lalu memangku anak itu di atas pahanya. Ketika perempuan itu melihat Khabib, ia betul-betul kaget karena Khabib juga menggenggam pisau cukur. Khabib bertanya, “Apakah kau takut aku akan membunuhnya? Insya Allah aku tidak akan melakukannya.” Perempuan itu berkomentar, “Aku belum pernah melihat tawanan sebaik Khabib. Aku pernah melihatnya makan anggur yang baru saja dipetik, padahal ketika itu di Mekkah tidak musim buah-buahan dan ia masih terikat rantai besi. Itu tak lain rezeki dari Allah.”
Ketika keturunan Harits membawa Khabib keluar dari Mekkah untuk dibunuh, Khabib meminta waktu untuk shalat dua rakaat. Ia melakukan shalat, lalu berdoa, “Ya Allah, lemparilah mereka terus menerus dengan kerikil, bunuhlah mereka semua, hingga tiada seorang pun yang tersisa.”
Dalam riwayat lain, Khabib mengucapkan doa, “Ya Allah, aku tidak menemukan utusan untuk mengabarkan keadaan kami kepada RasulMu. Sampaikan salamku untuknya!” Jibril kemudian menemui Nabi Saw untuk memberitahukan keadaan Khabib dan menyampaikan salamnya. Para sahabat melihat Rasulullah Saw yang saat itu sedang duduk berkata, “Salam kembali untuknya. Khabib telah dibunuh suku Quraisy.” (HR Al-Baihaqi dan Abu Na`im dari jalur Musa bin Uqbah, dari Ibn Syihab, dari `Urwah)
Kisah 2
Allah telah mengabulkan doa `Ashim sebelum ia dibunuh yang memohon kepada Allah untuk mengabarkan keadaan pasukannya kepada Rasulullah. Hari itu juga, di lain tempat Rasulullah Saw memberitahukan keadaan mereka kepada kaum muslimin. Suku Quraisy mendatangi jenazah Ashim untuk mengambil bagian tubuhnya yang mereka inginkan, karena ‘Ashim telah membunuh salah seorang pembesar suku Quraisy pada waktu perang Badar. Akan tetapi Allah mengirim sekawanan lebah untuk melindungi dan mengamankan jenazah `Ashim, sehingga suku Quraisy tidak bisa memotong sedikit pun bagian tubuh Ashim. (Riwayat Bukhari)
Riwayat lainnya menceritakan bahwa ketika suku Hudzail berhasil membunuh `Ashim bin Tsabit, mereka menginginkan kepalanya untuk dijual kepada Sullafah binti Sa’ad, karena ia pernah bernadzar sewaktu anak laki-laki satu-satunya terbunuh, bahwa jika ia bisa memenggal kepala `Ashim bin Tsabit, sungguh ia akan meminum arak dari tulang tengkorak kepala `Ashim. Akan tetapi sekawanan lebah yang dikirim Allah untuk melindungi jenazah Ashim membuat mereka tidak bisa memenggal kepalanya. Karena sekawanan lebah itu menghalangi suku Hudzail mendekati jenazah `Ashim, mereka berkata, “Biarkan saja dulu sampai lebah itu pergi sehingga kita bisa mengambil jenazah Ashim.” Namun Allah memerintahkan lembah untuk menelan Ashim dan membuatnya lenyap. Ashim telah berjanji kepada Allah bahwa ia tidak akan menyentuh orang musyrik dan tidak akan disentuh oleh mereka selama hidupnya, maka Allah menjaga `Ashim agar tidak disentuh orang musyrik ketika wafat sebagaimana semasa hidupnya.” (Diceritakan oleh Al-Baihaqi dari jalur Ibnu Ishaq dari `Ashim bin `Umar bin Qatadah)
Kisah lainnya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Ashim bin Tsabit menemui orang-orang kafir. Kemudian mereka ingin memenggal kepalanya untuk diserahkan kepada Sullafah. Akan tetapi Allah mengutus sekawan lebah untuk menjaganya hingga mereka tidak bisa memenggal kepalanya. Adapun tentang Khabib disebutkan bahwa ia berdoa, “Ya Allah aku tidak mendapatkan seseorang untuk menyampaikan salamku kepada Rasul-Mu, maka sampaikanlah salamku untuknya.” Saat itu juga di tempat yang lain, para sahabat melihat Rasulullah berkata, “Salam kembali untuknya.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa ya Nabi?” Beliau menjawab, “Untuk saudara kalian, Khabib, yang telah terbunuh.” (HR Baihaqi dan Abu Na’im dari Buraidah bin Salman Aslami)
Kisah 3
Amr bin Umayyah al. Dhamri bercerita, “Rasullah Saw menyuruhku mengambil jenazah Khabib sendirian. Aku menghampiri sepotong kayu yang digunakan orang-orang kafir untuk menyalib Khabib, setelah ia dibunuh. Aku menaiki kayu itu sambil mengedarkan pandangan karena takut ada musuh yang melihat. Aku melepaskan Khabib dan meletakkannya di atas tanah, lalu aku beranjak dari sana sedikit. Ketika aku menoleh lagi, jenazah Khabib sudah tidak ada, seolah-olah ditelan bumi. Hingga kini jenazah Khabib tidak diketahui keberadaannya.” (Riwayat Ibnu Ahi Syaibah dan Al-Baihaqi Ja’far bin `Amr bin Umayyah al-Dhamri)
Riwayat yang lain menceritakan bahwa Rasulullah Saw. menyuruh Migdaq dan Zubair untuk menurunkan Khabib dari kayu salib. Mereka berdua sampai di daerah Tan’im, dan menemukan di sekitar Khabib ada 40 orang sedang memanggang sate. Lalu mereka menurunkan Khabib, dan Zubair membawanya ke atas kudanya. Jenazah Khabib masih segar dan tidak berubah sedikit pun. Orang-orang musyik mengejar mereka berdua. Ketika mereka berhasil menyusul, Zubair melemparkan jenazah Khabib, dan tiba-tiba jenazahnya lenyap ditelan bumi. Oleh karena itu, Khabib disebut ‘orang yang tertelan bumi’. (Diriwayatkan oleh Abu Yusuf dalam kitab Al-Lathaif dari Al-Dhahhak)
Karomah Ali Bin Abi Thalib RA
Kisah Pertama
Imam Fakhrurrazi menuliskan dalam kitabnya bahwa seorang budak kulit hitam mencuri milik seseorang. Budak tersebut pengikut setia Ali Bin Abi Thalib RA. Ketika diseret dihadapan Ali, Ali bertanya “Benarkah Engkau mencuri?” la menjawab, “Ya,” maka Ali memotong tangannya. Budak itu berlalu dari hadapan Ali , kemudian berjumpa dengan Salman al-Farisi dan Ibnu al-Kawwa’. Ibnu al-Kawwa’ bertanya, “Siapa yang telah memotong tanganmu?” Ia menjawab, “Amirul mukminin, pemimpin besar umat muslim, menantu Rasullah, dan suami Fatimah.” Ibnu al-Kawwa’ bertanya, “la telah memotong tanganmu dan kamu masih juga memujinya?” Budak itu menjawab, “Mengapa aku tidak memujinya? Ia memotong tanganku sesuai dengan kebenaran dan berarti membebaskanku dari neraka.”
Salman mendengarkan penuturan budak itu, lalu menceritakannya kepada Ali. Selanjutnya Ali memanggil budak hitam itu, lalu meletakkan tangan yang telah dipotong di bawah lengannya, dan menutupnya dengan selendang, kemudian Ali memanjatkan doa. Orang-orang yang ada di sana tiba-tiba mendengar seruan dari langit, “Angkat selendang itu dari tangannya!” Ketika selendang itu diangkat, tangan budak hitam itu tersambung kembali dengan izin Allah. Bahkan tangan yang terpotong tersebut tampak lebih sempurna dari sebelumnya
Kisah ke-2
Said bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama Ali . Ali lalu berseru, “Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian.” Lalu terdengar jawaban, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu, wahai amirul mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi sepeninggal kami.” All berkata, “Istri-istri kalian sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar kalian?” Salah satu mayat menjawab, “Kain kafan telah koyak, rambut telah rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami.” (Riwayat Al-Baihaqi)
Kisah Ke-3
Dalam kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahwa pada suatu malam, Ali dan kedua anaknya berada didekat Ka’bah, Hasan dan Husein r.a. mendengar seseorang bersyair:
Hai Zat yang mengabulkan doa orang yang terhimpit kezaliman…
Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit …
Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya…
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur…
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa-dosaku…
Wahai Zat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram…
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah…
Siapa yang akan menganugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.
Ali lalu menyuruh putranya mencari si pelantun syair itu. Pelantun syair itu datang menghadap Ali seraya berkata, “Aku, ya Amirul mukminin!” Laki-laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan Ali. Ali bertanya, “Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?” Laki-laki itu menjawab, “Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan, padahal ayahku sudah menasihatiku bahwa Allah memiliki kekuasaan dan siksaan yang pasti akan menimpa orang-orang zalim. Karena ayah terus-menerus menasihati, aku memukulnya.
Karenanya, ayahku bersumpah akan mendoakan keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia berdoa, belum selesai ia berdoa, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku. Lalu ia pun berjanji memohonkan Ampunan Allah untukku. Beliau pun memaafkanku. Ketika beliau bersiap hendak pergi kemekah lagi, aku menyiapkan kendaraan untuk dinaikinya. Akan tetapi ditengah perjalanan beliau terjatuh dari punggung untanya dan terantuk dibatu. Ayahku pun Meninggal ditempat itu. “
Ali lalu berkata, “Allah akan meridhaimu, Jika ayahmu meridhaimu.” Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, demikianlah yang terjadi.” Kemudian Ali berdiri, shalat beberapa rakaat, dan berdoa kepada Allah dengan pelan, kemudian berkata, “Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!” Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali sehat seperti sedia kala. Ali berkata, “Jika engkau tidak bersumpah bahwa ayahmu akan meridhaimu, maka aku tidak akan mendoakan kebaikan untukmu.”
Kisah Ke-4
Kisah lainnya menceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw menyuruh Abu Dzar memanggil Ali. Sesampai di rumah Ali, Abu Dzar melihat alat penggiling sedang menggiling gandum sendiri, padahal tidak ada seorang pun di sana. Kemudian Abu Dzar menceritakan hal tersebut kepada Nabi Saw Beliau berkata, “Hai Abu Dzar! Tahukah kau bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di bumi dan mereka diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad Saw.” (kitab Is`af al-Raghibin)
KAROMAH sahabat Nabi Utsman bin ‘Affan r.a.
Kisah 1
Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertamu kepada ‘Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya. ‘Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zina di matamu.” Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan sctelah Rasulullah Saw wafat?” `Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.” `Utsman r.a. mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya.
Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahwa bila seseorang hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih. Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti ‘Utsman r.a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, `Utsman dapat melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena menghayalkan seorang perempuan.
Artinya, setiap maksiat itu kotor, dan menimbulkan noda hitam di hati sesuai kadar kemaksiatannya sehingga membuatnya kotor, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sesungguhnya apa yang mereka kerjakan itu mengotori hati mereka (QS Al-Muthaffifin [83]: 14).
Semakin lama, kemaksiatan yang dilakukan membuat hati semakin kotor dan ternoda, sehingga membuat hati menjadi gelap dan menutup pintu-pintu cahaya, lalu hati menjadi mati, dan tidak ada jalan lagi untuk bertobat, seperti dinyatakan dalam firman Nya, Dan hati mereka telah dikunci mati, sehingga mereka tidak mengetahui kebahagiaan beriman dan berjihad. (QS Al Taubah [9]: 87)
Sekecil apa pun kemaksiatan akan membuat hati kotor sesuai kadar kemaksiatan itu. Kotoran itu bisa dibersihkan dengan memohon ampun (istighfar) atau perbuatan-perbuatan lain yang dapat menghilangkannya. Hal tersebut hanya diketahui oleh orang yang memiliki mata batin yang tajam seperti ‘Utsman bin `Affan, sehingga ia bisa mengetahui kotoran hati meskipun kecil, karena menghayalkan seorang perempuan merupakan dosa yang paling ringan, `Utsman dapat melihat kotoran hati itu dan mengetahui sebabnya. Ini adalah maqam paling tinggi di antara maqam-maqam lainnya. Apabila dosa kecil ditambah dosa kecil lainnya, maka akan bertambah pula kekotoran hatinya, dan apabila dosa itu semakin banyak maka akan membuat hatinya gelap. Orang yang memiliki mata hati akan mampu melihat hal ini. Apabila kita bertemu dengan orang yang penuh dosa sampai gelap hatinya, tetapi kita tidak mampu mengetahui hal tersebut, berarti dalam hati kita masih ada penghalang yang membuat kita tidak mampu melihat hal tersebut, karena orang yang mata hatinya jernih dan tajam pasti akan mampu melihat dosa-dosa orang tersebut.
Kisah 2
Ibnu `Umar r.a. menceritakan bahwa Jahjah al-Ghifari mendekati ‘Utsman r.a. yang sedang berada di atas mimbar. Jahjah merebut tongkat ‘Utsman, lalu mematahkannya. Belum lewat setahun, Allah menimpakan penyakit yang menggerogoti tangan Jahjah, hingga merenggut kematiannya. (Riwayat Al-Barudi dan Ibnu Sakan)
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Jahjah al-Ghifari mendekati `Utsman yang sedang berkhutbah, merebut tongkat dari tangan `Utsman, dan meletakkan di atas lututnya, lalu mematahkannya. Orang-orang menjerit. Allah lalu menimpakan penyakit pada lutut Jahjah dan tidak sampai setahun ia meninggal. (Riwayat Ibnu Sakan dari Falih bin Sulaiman yang saya kemukakan dalam kitab Hujjatullah `ala al-Alamin )
Kisah 3
Diceritakan bahwa Abdullah bin Salam mendatangi `Utsman r.a. yang sedang dikurung dalam tahanan untuk mengucapkan salam kepadanya. ‘Utsman bercerita, “Selamat datang saudaraku. Aku melihat Rasulullah Saw dalam ventilasi kecil ini. Rasulullah bertanya, “Utsman, apakah mereka mengurungmu?’ Aku menjawab, `Ya.’ Lalu beliau memberikan seember air kepadaku dan aku meminumnya sampai puas. Rasulullah berkata lagi, `Kalau kau mau bebas.niscaya engkau akan bebas, dan kalau kau mau makan bersama kami mari ikut kami.’ Kemudian aku memilih makan bersama mereka.” Pada hari itu juga, `Utsman terbunuh.
Menurut Jalaluddin al-Suyuthi, kisah ini adalah kisah masyhur yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dengan beberapa sanad berbeda, termasuk jalur sanad Harits bin Abi Usamah. Menurut Ibnu Bathis, apa yang dialami ‘Utsman adalah mimpi pada saat terjaga sehingga bisa dianggap karamah. Karena semua orang bisa bermimpi ketika tidur, maka mimpi ketika tidur tidak termasuk kejadian luar biasa yang bisa dianggap sebagai karamah. Hal ini disepakati oleh orang yang mengingkari karamah para wali. (Dikutip dalam Tabaqat al-Munawi dari kitab Itsbat al-Karamah karya Ibnu Bathis)
Karomah sahabat Nabi Umar bin Khattab R.A
Kisah Pertama
Sariyah bin Zanin Al-Khulaji mengisahkan bahwa ketika Umar bin Khattab R.A menjadi Amirul Mukminin, ia pernah mengutus pasukan islam dibawah kepemimpinannya. Pasuikan itu ditugaskan ke Nawahunda untuk menghadapi pasukan Persia.
Jumlah pasukan Persia jauh lebih besar sehingga hampir saja pasukan muslimin terkalahkan. Pada saat itu Umar bin Khattab R.A sedang berkhutbah di Masjid Nabi di Madinah. Ditengah khutbahnya beliau berteriak dengan lantang diatas mimbar “Hai Pasukan Muslimin, Naiklah keatas gunung”
Seruan itu diperdengarkan oleh Allah kepada pasukan Islam yang sedang bertempur menghadapi musuh. Mendengar seruan itu, maka pasukan muslimin segera naik keatas gunung seraya berkata “ Itu tadi suara Amirul Mukminin, Umar bin Khattab” Akhirnya, kaum muslimin pun dapat bertahan dan mendapatkan kemenangan”
Kisah Ke-2
Imam Haramain meriwayatkan bahwa pernah terjadi masa Umar bin Khattab R.A Gempa bumi. Umar bin Khattab R.A bertakbir dan bertahmid sedangkan bumi masih saja bergetar. Setelah umar bertakbir dan bertahmid umar segera memukulkan cemetinya ketanah sambil berkata “ Hai bumi tenanglah kamu Atas Izin Allah”
Seketika itu, bumi pun berhenti bergetar dan kembali tenang
Kisah Ke-3
Diriwayatkan bahwa ketika Pasukan Islam yang dibawah kepemimpinan Amar bin Ash berhasil menaklukkan Negeri Mesir. Mereka mendapatkan sungai Nil telah kering. Rakyat Mesir memberitahukan bahwa Sungai Nil itu dapat berjalan setelah melemparkan seorang putri sebagai tumbal bagi dewa, seperti yang biasa mereka lakukan setiap musim kering.
Kemudian Amar bin Ash melaporkan kejadian tersebut kepada Khalifah Umar bin Khattab R.A dan meminta pendapatnya. Lalu Umar menulis surat kepada Amr bin Ash yang isinya memerintahkan Amar untuk melemparkan surat khusus umar untuk sungai Nil.
Ketika Amar membuka surta tersebut didalamya hanya tertuli
“Dari Umar bin Khattab kepada Sungai Nil Mesir. Amma ba’du.
Jika kamu mengalir dengan kehendakmu, Janganlah kamu mengalir. Namun, jika Kamu mengalir dengan Kehendak Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, Kami Memohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk mengalirkanmu ! “
Amar Lalu melempakan surat tersebut kedalam sungat Nil sesuai perintah Khalifah Umar bin Khattab R.A. Atas Izin Allah SWT, maka disaat malam hari tiba, Sungai Nil tersebut kembali mengalirkan air sehingga memberikan sumber hidup bagi seluruh penduduk Mesir, yang hampir saja mereka tinggalkan untuk mengungsi ketempat yang lain.
Kisah Ke-4
Diriwayatkan dari Imam Fakhrur Razi bahwa pernah seorang utusan Kaisar Romawi datang untuk menemui Khalifah Umar bin Khattab R.A. Utusan itu membayangkan pasti Umar bin Khattab R.A adalah tinggal di Istana megah yang dijaga ketat oleh para pengawal yang gagah perkasa. Karena beliau adalah pemimpin yang ditakuti oleh para musuhnya.
Ketika sanga Utusan tiba di Madinah, ia bertanya-tanya dimanakah Istana tempat tinggal Umar ??
Namun setiap Orang yang ditemuinya menjawab bahwa Umar tidak tinggal didalam istana. Tetapi tinggal disebuah rumah yang terbuat dari bahan bangunan yang sederhana. Ini membuat utusan menjadi tambah bingung ?? Mana mungkin Pemimpin yang paling ditakuti oleh Musuh-musuhnya tinggal dirumah yang sederhana. Apalagi wilayah kekuasaanya pun sangat luas.
Utusan itu menuju padang pasir karena masyarakat memberitahukan bahwa Umar biasa berada disana. Sesampai disana, ia mendapati Umar bin Khattab sedang tertidur pulas diatas padang pasir tanpa dikawal oleh seorang pun.
Utusan tersebut sangat heran melihat keadaan tersebut, ia sangat takjub melihat keadaan Umar. Seorang pemimpin yang begitu ditakuti namun tampak begitu sederhana.
Namun melihat tidak ada seorang pun yang menjaganya, hatinya bergerak untuk membunuh Umar dengan pedangnya sendiri. Dan berfikir dia akan mendapatkan penghargaan besar dari Kaisar Romawi.
Ketika hendak membunuhnya, tiba-tiba muncul dua ekor singa besar datang menuju kearahnya. Kontan saja ia pun lari terbirit-terbirit dan membuang pedangnya.
Umar pun terbangun karena mendengar suara utusan tersebut, dan beliau mendapati utusan tersebut dalam keadaan ketakutan yang sangat. Umar pun menanyakan apa yang terjadi. Utusan tersebut menceritakan semua kejadian yang ia alami. Dengan sebab itu sang utusan menyatakan diri untuk masuk Islam dihadapan sang Umar.
Kisah Karomah sahabat Abu Bakar Siddiq RA
Kisah Pertama
Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim bahwa Abdurrahman bin abu bakar berkata “Pada Suatu hari, Abu Bakar Siddiq R.A didatangi oleh tiga orang tamu dirumahnya. Lalu Abu Bakar Siddiq pergi menemui Rasulullah SAW. Untuk makan malam. Ia baru kembali kerumahnya pada tengah malam. Setibanya dirumah, istrinya bertanya “Apa yang menyebabkan kamu menahan tiga orang tamumu disini ?”
“Sudahkah engkau berikan makan malam pada tiga orang tamuku itu ?” tanya Abu Bakar pada istrinya kembali.
Istrinya menjawab “Mereka tidak mau makan sebelum engkau datang”
“Demi Allah, sedikitpun aku tidak akan makan” ucap Abu Bakar.
Kemudian Abu Bakar Siddiq RA menemui tamunya dan berkata “Makanlah hidangan ini”.
“Demi Allah, kami sungguh heran. Setiap kali kami makan sesuap, hidangan itu menjadi bertambah banyak sampai kami semua merasa kekenyangan. Dan hidangan itu bertambah banyak saja dari semula” jawab seorang tamunya.
Ketika Abu Bakar melihatnya, ia pun melihat hidangan itu sangat banyak. Lalu ia bertanya pada istrinya, “Wahai Istriku, apakah engkau memasak makanan sebanyak ini ?”
“Tidak, Demi Allah ! Sungguh hidangan ini bertamabah banyak tiga kali dari semula,” Jawab istrinya menjelaskan.
Kemudian Abu Bakar ikut makan dari hidangan itu sambil berkata “mungkin ini perbuatan setan”. Setelah para tamunya pulang. Abu Bakar membawa hidangan itu kepada Rasulullah SAW.
Esok paginya, hidangan itu seperti semula. Saat itu, kami sedang mempunyai janji dengan suatu kaum. Setelah batas waktunya berlalu, dua belas orang dari kami keluar. Mereka sambil membawa teman-temannya yang banyak. Kemudian Rasulullah SAW menyuruh mereka datang lagi untuk makan bersama hidangan itu hingga puas.”
Kisah Ke-2
Imam Fakhrur Razi ketika menafsirkan surat Al Kahfi, Menceritakan “ Termasuk salah satu karamah Abu Bakar Siddiq RA ialah ketika jenazah beliau sedang diusung sampai didepan pintu makam Rasulullah SAW, orang-orang yang sedang mengusungnya berkata “Assalamu Alaika Ya Rasulullah, ini Abu Bakar sedang diluar pintu”
Tiba-tiba pintu makam Rasulullah SAW terbuka dan terdengar suara dari arah makam beliau, “Masuklah orang yang dicintai kepada orang yang mencintainya”.
Kisah Ke-3
Dalam riwayat lain Urwah bin Zubair RA meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa Abu Bakar pernah memberikan 20 gantang hasil kurma semasa ia sehat. Ketika telah mendekati ajalnya beliau berkata, “Hai putraku, tidak seorangpun berada dalam keadaan cukup yang lebih kusenangi dari pada dirimu, dan tidak akan ada seorang pun berada dalam kesempitan yang tidak kuinginkan dari pada dirimu. Dulu ketika kuberikan kepadamu hasil kurma sebanyak 20 gantang engkau tidak akan menerimanya. Sekarang hasil kurma itu akan menjadi harta waris. Oleh karena itu, nanti bagikanlah pada kedua saudara lelakimu dan kedua saudara perempuanmu sesuai ketetapan Al qur’an”
“Wahai ayahku, saudara perempuanku hanya satu yaitu asma’, lalu siapa yang lain ? tanya Aisyah keheranan.
Abu Bakar menjawab “ Aku melihat dari kandungan ibumu akan lahir seorang perempuan”
Aisyah berkata, “Apa yang dikatakannya benar, bayi yang lahir kemudian adalah perempuan”
Kisah-kisah Karamah Wali Allah
Buku ini judul aslinya adalah Jami’ Karamat al-Aulia’ . Buku ini diterbitkan beberapa kali di Indonesia dalam beberapa judul, antara lain Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah . Pengarangnya adalah Yusuf bin Ismail an-Nabhani.
Membaca buku ini insya Allah kesedihan dan ketakutan diri kita akan sirna. Jangan pernah bersedih lagi, betapa para wali tidak pernah bersedih dan takut menghadapi apapun yang ada. Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Karena janji Allah tidak pernah ingkar.
Rasulullah Saw. dalam sabdanya, Sesungguhnya ada golongan hamba Allah yang bukan termasuk nabi dan bukan syuhada (syahid), yang pada hari kiamat nanti mereka menempati tempat para nabi dan syuhada. Para sahabat lalu bertanya, Ya, Rasulullah, beritahu kami siapa mereka itu? Apa pekerjaan mereka ? Semoga kami bisa mencintai mereka. Nabi menjawab, Mereka adalah satu kaum yang saling mencintai karena Allah, bukan karena hubungan satu rahim, juga bukan karena harta yang mereka miliki. Demi Allah, wajah mereka bercahaya. Mereka berada di atas mimbar cahaya, mereka tidak pernah takut ketika orang-orang ketakutan, mereka juga tidak bersedih ketika orang-orang merasa sedih (HR. Umar bin Khattab).
Buku ini merupakan khazanah yang luar biasa tentang fenomena karamah wali-wali Allah yang dihimpun dari banyak sumber klasik karya para wali dan ulama yang diakui kapabilitasnya di seluruh penjuru dunia. Di dalamnya, karamah dibahas secara rinci dan jelas, didukung argumen kuat dari Al-Qur’an, Sunnah, dan peristiwa-peristiwa nyata yang diriwayatkan secara sahih. Dalam buku ini juga menuturkan tentang konsep dan landasan karamah, mukjizat Nabi Muhammad Saw. sebagai wali Allah yang paling agung, dan karamah sahabat-sahabatnya. Kisah-kisah ajaib tentang mereka semoga dapat menjadi bahan renungan kita untuk menambah keimanan kepada Allah dan meneladani kepatuhan mereka kepada-Nya, kearifan, kebersahajaan, dan kerendahan hati mereka yang telah dianugerahi kemuliaan.
Sumber : Kitab Karomah Wali Allah karangan Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani