KEMULIAAN DAN KEUTAMAAN UMMUL MUKMININ DEWI KHADIJAH RA.

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:

Berikut ini adalah rangkaian panjang dalam bingkai siroh perjalanan hidup Umul Mukminin, istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dilahirkan lima belas tahun sebelum tahun gajah, dalam nasab, dirinya termasuk berada pada kalangan menengah dalam suku Quraisy, dan yang paling tinggi kemuliaannya. Sampai dirinya dikenal dengan kesuciannya dari hal-hal buruk yang dilakukan para wanita pada zaman jahiliyah.

Beliau seorang saudagar wanita yang sukses dengan harta yang melimpah. Dan beliau dipersunting oleh Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam sedangkan saat itu umurnya sudah sampai empat puluh tahun, dan Nabi berusia dua puluh lima. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memadu dengan wanita lain sampai setelah kematiaannya dikarenakan kedudukan serta keutamaan beliau dihati Nabi, sesungguhnya dia adalah sebaik-baik teman hidup.

Darinya lahir anak-anak beliau, pertama anak laki-laki yang bernama Qosim, dimana dengan sebab itu beliau dipanggil ayahnya. Kemudian lahir Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah serta Abdullah.

Beliau dijuluki dengan wanita yang paling baik akhlaknya lagi suci. Dari anak-anak yang lahir darinya, semua anak laki-lakinya meninggal ketika masih kecil, adapun anak-anak perempuannya maka seluruhnya menjumpai masa Islam dan semuanya masuk agama Islam dan ikut hijrah, dan mereka semua menjumpai ibunya kecuali Fatimah, sesungguhnya ibunya meninggal beberapa bulan setelah kelahirannya.

Dirinya adalah orang pertama yang beriman dan percaya kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam sebelum ada seorangpun yang beriman padanya. Beliau yang meneguhkan Nabi supaya tetap teguh, serta membawanya kepada anak pamannya Waraqah. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menyuruh Nabi       -Nya supaya memberi kabar gembira kepadanya, dengan rumah disurga dari emas yang tidak ada kebisingan serta rasa capek didalamnya.

Dialah Ibunda kuam mukminin Khadijah binti Khuwailid bin Asad al-Quraisyiyah al-Asadiyah. Beliau adalah wanita yang paling mulia pada umat ini. Imam adz-Dzahabi mengatakan tentang beliau: ‘Seorang yang sangat berakal lagi terhormat, teguh beragama, terjaga dari sifat keji lagi mulia, yang termasuk penghuni surga. Adalah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa memujinya dan mengutamakan dirinya dari semua istri-istrinya. Sehingga beliau sangat mengaguminya, sampai kiranya Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: ‘Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap madu yang lainnya melebihi kecemburuanku pada Khadijah, dikarenakan saking seringnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-yebut dirinya’.

Disebutkan dalam sebuah hadits, yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan pada beliau:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Wahai Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana yang berisi lauk, makanan dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah disurga dari emas yang nyaman tidak bising dan merasa capai”. HR Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432.

As-Suhaili mengomentari hadits diatas: ‘Hanya saja beliau diberi gambar seperti itu, dengan mendapat rumah disurga yang terbuat dari batu permata, dikarenakan dirinya telah menghimpun berbagai sarana sebagai pionir terdepan yang beriman kepada suaminya, dibarengi dengan sikapnya yang tenang dan tidak merasa capai dalam pembelaannya. Dan dikarenakan dalam kehidupannya beliau tidak pernah mengangkat suara kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak membikin suaminya merasa capai apalagi menganggu urusannya’.

Ibnu Ishaq mengatakan: ‘Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam merasa begitu sedih tatkala Abu Thalib dan istrinya Khadijah meninggal secara berurutan. Khadijah adalah istri sekaligus pembantunya yang sangat tulus. Dalam garis silsilah nasab, Ayah beliau bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek yang ke empat yaitu Qusai bin Kilab, sedangkan ibunya bertemu dalam silsilah keturunan bersama Nabi pada kakeknya yang kedelapan yaitu Lu’ay bin Ghalib. Khadijah adalah seorang yang banyak harta, maka beliau menawarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawa dagangannya ke negeri Syam ditemani budaknya Maisaroh. Tatkala Nabi pulang dengan membawa keuntungan yang sangat banyak, serta melihat kejujurannya, maka beliau terpikat dengannya, lalu dia menawarkan supaya mau menikah dengannya, lalu Nabi pun menikah bersamanya dengan mahar dua puluh unta betina’.

Diantara kejadian dan sikapnya yang sangat mulia ialah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ …ثُمَّ ذكر في آخر الحديث: فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Pertama kali yang nampak pada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam dari wahyu ialah memperoleh mimpi yang baik tatkala tidur. Adalah beliau, ketika tidur tidaklah melihat sebuah mimpi melainkan pada keesokan harinya pasti melihat kejadian yang sama seperti apa yang dilihatnya didalam mimpi tersebut….. kemudian di ceritakan pada akhir hadits ini: “Maka beliau langsung pulang dalam keadaan ketakutan, lalu masuk kedalam rumah menemui istrinya Khadijah binti Khuwailid sembari mengatakan padanya: ‘Selimuti aku, selimuti aku’. Maka Khadijah menyelimutinya sampai rasa cemas yang ada pada diri Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam hilang. Setelah itu beliau menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya kepada Khadijah, seraya mengadu padanya: ‘Sungguh aku sangat khawatir terhadap keselamatan diriku”.  Lalu Khadijah menjawab: “Sungguh tidak, demi Allah. Allah tidak akan mencelakaimu, sesungguhnya engkau adalah orang yang suka menyambung tali silaturahim, membantu orang, menyantuni fakir, memuliakan tamu, dan senang membantu”.

Lalu beliau dibawa pergi oleh Khadijah ketempat Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, anak dari paman Khadijah. Dan Waraqah ini adalah seorang yang beragama Nashrani pada zaman Jahiliyah, beliau biasa menulis kitab dengan bahasa Ibrani, dirinya menulis Injil dengan bahasa Ibrani sesuai yang Allah kehendaki, beliau seorang yang sudah tua lagi buta. Maka Khadijah menceritakan padanya, lalu mengatakan: ‘Wahai anak pamanku, dengarlah kisah apa yang akan dikatakan oleh anak sudaramu’.

Waraqah lalu mengatakan pada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam: ‘Wahai anak saudaraku! Apa yang engkau lihat? Maka Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam menceritakan kejadian yang beliau alami. Setelah selesai Waraqah berkata padanya: ‘Ini adalah Namus yang telah Allah utus kepada Nabi Musa. Duhai sekiranya aku masih kuat pada saat itu, aduhai sekiranya aku masih hidup tatkala kaum mu mengusirmu’. Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam merasa heran lalu menanyakan padanya: ‘Apakah mereka akan mengusirku? Ia, jawabnya. Tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang engkau bawa, melainkan pasti akan mendapat cobaan, kalau seandainya aku menjumpai hari dimana kamu diusir, pasti aku akan membela serta menolongmu’. Setelah itu, tidak selang berapa lama Waraqah meninggal lalu wahyu terputus“. HR Bukhari no: 3, Muslim no: 160.

Diantara kisah beliau yang terpuji adalah keikutsertaanya bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam suka maupun duka. Turut bersama Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam dalam keadaan sulit tatkala di isolir oleh kaumnya, hingga sampai pada kondisi yang sangat memprihatinkan dalam kehausan dan kelaparan, hingga disebutkan oleh sebagian sejarawan sampai-sampai kaum muslimin pada saat itu memakan daun pepohonan. Dan pada tahun tatkala embargo tersebut diakhiri beliau meninggal.

Khadijah radhiyallahu ‘anha adalah wanita terbaik yang ada pada umat ini, sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita: ‘Aku pernah mendengar Ali ketika di Kufah beliau mengatakan: ‘Aku pernah mendengar Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Wanita terbaik yang pernah ada ialah Maryam putri Imran dan Khadijah“. HR Bukhari no: 3432. Muslim no: 2430.

Beliau termasuk wanita yang paling dicintai oleh Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam serta seringkali menunaikan haknya. Diterangkan dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ ثُمَّ يُقَطِّعُهَا أَعْضَاءً ثُمَّ يَبْعَثُهَا فِي صَدَائِقِ خَدِيجَةَ فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلَّا خَدِيجَةُ فَيَقُولُ إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi melebihi kecemburuanku terhadap Khadijah, dan aku belum pernah berjumpa dengannya. Akan tetapi, beliau sering sekali menyebutnya. Terkadang beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dan mengirim pada teman-teman Khadijah. Sampai pernah aku mengatakan padanya: ‘Seakan-akan tidak ada wanita lain didunia ini kecuali Khadijah’. Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya dia itu wanita begini dan begitu, darinya aku dikarunia anak“. Dalam salah satu riwayat dikatakan: “Sesungguhnya aku di karunia buah hati darinya“. HR Bukhari no: 3818. Muslim no: 2434, 2435.

Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim dibawakan sebuah riwayat dari Aisyah, dia bercerita: ‘Pada suatu hari Halah binti Khuwailid saudari Khadijah meminta izin pada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam untuk masuk kerumah, maka beliau menjadi teringat dengan suara istrinya Khadijah, dan beliau mengatakan: ‘Allahuma Halah binti Khuwailid’. Dari situ (kata Aisyah) timbul kecemburuanku, sehingga aku berkata: ‘Kenapa engkau selalu ingat pada wanita tua itu yang sudah mati, sudah tua, jompo lagi. Sedangkan engkau telah diganti oleh Allah dengan wanita yang lebih baik’. HR Bukhari no: 3821. Muslim no: 2437.

Dalam satu riwayat dikatakan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ » [أخرجه أحمد]

“Allah belum pernah menggantikan yang lebih baik darinya. Dirinya telah beriman padaku tatkala manusia mengingkariku, dia mempercayaiku ketika orang lain mendustakanku, dirinya telah mengorbankan seluruh hartanya manakala orang lain mencegahnya dariku, dan dengannya Allah memberiku rizki anak tatkala hal itu tidak diberikan pada istri-istriku yang lainnya“. HR Ahmad 41/356 no: 24864.

Dan beliau meninggal pada bulan Ramadhan sepuluh tahun setelah kenabian, ada yang mengatakan; Delapan tahun, ada yang bilang tujuh tahun. Dirinya tinggal bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam selama dua puluh lima tahun. Beliau dikubur di Hajun dan tahun kematiannya disebutkan dalam siroh Nabi dengan tahun kesedihan, dikarenakan kesedihan yang sangat dalam yang dirasakan oleh beliau ketika harus berpisah dengan istri tercintanya Khadijah, semoga Allah Shubhanhu wa ta’alla meridhoi ibunda kaum mukminin Khadijah, serta membalas segala kebaikkannya untuk Islam dan kaum muslimin, dengan sebaik-baik balasan.

Akhirnya kita tutup dengan memuji Allah Shubahanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan merambah kepada keluarga beliau serta seluruh para sahabatnya.

UMMUL MUKMININ DEWI KHADIJAH RA.

UMMUL MUKMININ DEWI KHADIJAH RA.

Mengenalnya

Dia adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay al-Quraisyiah al-Asadiyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah bin Jundub. Beliau dilahirkan di Mekah tahun 68 sebelum hijrah. Ia berasal dari keluarga bangsawan Quraisy. Khadijah dididik dengan akhlak mulia dan terhormat sebagai seorang wanita. Sehingga tumbuhlah ia dengan karakter yang kuat, cerdas, dan menjaga kehormatan.

Nasab Khadijah bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek kelima, Qushay. Ia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang pertama yang menerima dakwah Islam. Dan wanita yang paling dicintai beliau.

 

Khadijah di Masa Jahiliyah

Di masa jahiliyah, sebelum kenal dengan Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anhu dikenal sebagai seorang wanita yang kaya dan seorang pedagang besar. Ia bekerja sama dengan laki-laki untuk bagi hasil barang dagangannya. Karena laki-lakilah yang terbiasa bersafar ke Syam untuk berdagang. Sedangkan wanita-wanita di masa itu tidak terbiasa keluar-keluar menuju tempat yang jauh. Inilah tradisi Arab kala itu, hal ini juga sesuai dengan sifat menjaga kesucian diri yang beliau miliki.

Hari-hari terus berlalu, hingga beliau mendengar kisah tentang seseorang yang bernama Muhammad bin Abdullah. Seorang laki-laki yang berakhlak mulia. Jujur lagi terpercaya. Jarang sekali terdengar di masa jahiliyah ada seorang laki-laki memiliki sifat sedemikian mulia. Ia kirim seseorang untuk menawarkan kerja sama dagang menuju Syam. Ia berikan barang kualitas super, yang tidak ia percayakan kepada pedagang lainnya.

Ketika Khadijah dan Muhammad telah sepakat bekerja sama, Khadijah menyertakan seorang budak laki-lakinya yang bernama Maisaroh untuk membawa barang dagangan itu hingga ke Syam. Di daerah Romawi itu, Muhammad bin Abdullah berteduh di bawah pohon dekat dengan kuil milik seorang pendeta. Si pendeta datang mendekati Maisaroh. Ia berkata, “Siapa laki-laki yang berteduh di bawah pohon itu?” “Ia seorang laki-laki Quraisy dari penduduk al-Haram”, jawab Maisaroh. Si pendeta berkata lagi, “Tak seorang pun yang singgah di bahwa pohon ini kecuali seorang nabi.”

Kemudian Rasulullah mulai menjual barang dagangannya dan membeli barang lainnya yang beliau inginkan. Sesampainya di Mekah, beliau menemui Khadijah dengan hasil keuntungan dagangnya. Kemudian Khadijah membeli barang bawaannya. Beliau pun mendapatkan untung berkali lipat.

Maisaroh mengabarkan tentang kemuliaan akhlak Muhammad bin Abdullah dan sifat-sifatnya yang istimewa, yang ia lihat saat bersafar bersama. Demikianlah safar, ia menampakkan sesuatu yang tersembunyi dari perangai manusia. Terlebih safar di masa itu yang kendaraan dan keadaannya tidak senyaman sekarang.

Membuka Hati Untuk Laki-Laki Mulia

Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali. Pertama menikah dengan Atiq bin A’id al-Makhzumi, kemudian ia meninggal. Dan yang kedua, dengan Abu Halah bin Nabbasy at-Tamimi, yang juga meninggal. Tapi dari Abu Halah, ia mendapatkan seorang putra yang bernama Hind bin Abu Halah. Setelah itu, Khadijah menutup hatinya dari semua laki-laki. Ia tak ingin lagi menikah dan memutuskan hidup sendiri. Tapi, cerita-cerita tentang Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ia dengar dari orang-orang dan dari Maisaroh menggoyahkan keteguhannya. Ia begitu kagum dengan seorang laki-laki yang begitu mulia akhlaknya. Tidak hanya mendengar, ia pun membuktikkan dan “mengujinya” dengan mengajak kerja sama dalam masalah uang. Semakin tampaklah amanahnya dan sifat-sifat mulia lainnya.

Dari sini dapat kita petik pelajaran, saat tertarik dengan seorang laki-laki atau perempuan, jangan tergesa-gesa menyatakan perasaan padanya. Uji dulu akhlaknya, apakah kebaikan yang disampaikan seseorang tentangnya benar atau hanya kabar burung saja. Khadijah adalah wanita yang cerdas, ia tidak tergesa-gesa. Emosinya stabil. Sehingga ia bisa mengetahui kabar tentang Nabi Muhammad, tanpa membuatnya merasa malu atau jatuh harga dirinya.

Singkat cerita, terjadilah pernikahan antara dua orang yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Khadijah binti Khuwailid. Maharnya adalah 500 dirham. Hal ini semakin menegaskan bahwa jodoh seseorang sesuai dengan keadaan dirinya. Pernikahan ini berlangsung saat Muhammad bin Abdullah belum mendapatkan kedudukan istimewa sebagai seorang nabi dan rasul. Sebelum Muhammad dikenal dan memiliki banyak pengikut. Sebelum Muhammad kaya dan menjadi pemimpin negara. Rumah tangga keduanya berlangsung kurang lebih selama 25 tahun. Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.

Kedua pasangan mulia ini terus bersama hingga Khadijah wafat di usia 65 tahun. Dan Rasulullah berusia 50 tahun. Ini adalah masa terlama kebersamaan nabi bersama istrinya, dibanding dengan istri-istri yang lain. Nabi tak menikahi wanita lain saat bersama Khadijah. Hal itu karena kemuliaan yang dimiliki Khadijah. Ia juga memberi beliau putra dan putri. Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan si bungsu Fatimah adalah buah dari pernikahan keduanya.

 

Memeluk Islam

Allah Ta’ala menganugerahkan Ummul Mukminin Khadijah hati dan ruh yang suci dan cahaya keimanan. Sehingga ia begitu siap ketika kebaikan datang menghampirinya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” [Quran Al-Alaq: 1].

Nabi segera pulang dalam keadaan takut dan gemetar. Kemudian beliau bertemu dengan istrinya. “Selimuti aku. Selimuti aku.”, kata Nabi. Khadijah menyelimutinya sampai rasa cemasnya sirna. Nabi berkata,

أَيْ خديجة، ما لي لقد خشيت على نفسي

“Khadijah, apa yang terjadi padaku? Aku khawatir terjadi apa-apa pada diriku.” Khadijah menanggapi dengan kalimat yang sangat berarti bagi pskisi Nabi, ia berkata,

كلا أبشر، فوالله لا يخزيك الله أبدًا، فوالله إنك لتصل الرحم، وتصدق الحديث، وتحمل الكلَّ، وتكسب المعدوم، وتقري الضيف، وتعين على نوائب الحق

“Tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah, engkau adalah seorang yang menyambung silaturahim, jujur ucapannya, memikul kesulitan orang lain, menanggung orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung usaha-usaha kebenaran.”

Kemudian ia mengajak Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Di masa jahiliyah, Waraqah adalah seorang laki-laki Nasrani. Ia menulis Injil dengan Bahasa Arab. Dan ia sudah tua sampai-sampai buta karena ketuaannya. Ia memberi kabar baik kepada Nabi. Waraqah bercerita bahwa apa yang baru saja beliau jumpai adlaah an-Namus (Jibril) yang juga datang menemui Musa.

Dalam keadaan yang aneh dan membingungkan itu, Khadijah lah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentu hal ini semakin meringankan beban psikis Nabi. Nabi tak pernah mendengar sesuatu pun dari Khadijah yang membuat beliau tidak suka. Tidak mendustakannya dan membuatnya bersedih. Melalui wanita mulia ini, Allah berikan banyak jalan keluar dan kemudahan untuk beliau. Saat ia pulang mendakwahkan risalahnya, Khadijah selalu membuatnya jiwa kembali teguh dan bersemangat. Meringankan dan membenarkannya di saat orang-orang mendustakannya.

Membayangkan keadaan tersebut. Dan sulitnya merintis dakwah di tengah orang-orang yang mengingkari. Tidak hanya mengingkari, mereka juga memusuhi dan merespon dakwah dengan gangguan. Tapi beliau memiliki istri seperti Khadijah. Yang melapangkan dan tak pernah mengecewakannya sedikit pun. Dari sini kita tahu, mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikahi wanita lain selain dirinya saat ia masih hidup.

 

Wanita Yang Cerdas

Semua sumber-sumber sejarah yang menceritakan biografi Khadijah pasti menukilkan bahwa beliau adalah wanita yang cerdas. Hal itu terlihat dari bagaimana Khadijah meneliti sifat Muhammad bin Abdullah sebelum menjadi nabi dan bagaimana ia mampu bernegosiasi membersarkan usahanya.

Kecerdasarnnya yang lain adalah saat ia ingin menikah dengan Nabi. Ia memilih seorang utusan yang bernama Nafisah bin Maniyah. Wanita ini ia pilih dan tugaskan meneliti Nabi Muhammad setelah pulang dari Syam. Agar ia tidak merasa malu -karena umumnya wanita malu menyatakan perasaan terlebih dahulu-, tampaklah seolah-olah Nabi Muhammad lah yang menginginkan Khadijah dan meminta dirinya untuk menikah dengan beliau.

Setelah menikah, kembali Khadijah memberi ketaladanan dalam kematangan akal dan pikiran. Ia tidak panik tatkala suaminya dalam kebingunan menerima wahyu pertama. Ia jawab dengan yakin bahwa Allah tidak akan menghinakan suaminya. Jawaban itu ia kuatkan dengan alasan-alasan. Sehingga sang suami benar-benar merasa tenang. Tidak cukup sampai di situ, ia bawa suaminya ke Waraqah agar semakin tenang dengan peristiwa ajaib yang tengah terjadi. Perhatikanlah tahapan-tahapan Khadijah dalam menenangkan suaminya dalam menerima wahyu, pasti semakin tampaklah kecerdasan dan kematangan jiwanya.

 

Membantu Dakwah Islam

 

Bantuan Ummul Mukminin -setelah taufik dari Allah- terhadap dakwah amatlah banyak. Kalau seandainya kita sebutkan satu saja, sebagai orang pertama yang beriman, tentu itu sudah cukup sebagai keutamaan beliau. Itu sangat penting bagi Rasulullah. Sangat penting untuk beliau diterima di lingkungannya. Karena istrinya adalah orang pertama yang beriman.

Setelah memeluk Islam, beliau korbankan hidupnya. Kehidupan yang tenang dan nyaman, berubah menjadi kehidupan yang menantang dan penuh gangguan. Kehidupan dakwah, jihad, dan pengepungan. Keadaan tersebut sama sekali tak mengurangi cintanya kepada suaminya, bahkan ia bertambah cinta kepada sang suami. Bertambah cinta pula terhadap agama yang ia bawa. Ia senantiasa mendampingi dan mendukungnya mencapai tujuan yang diperintahkan Allah Ta’ala.

Ketika orang-orang Quraisy memboikot dan mengasingkan bani Hasyim ke pinggiran Mekah, Khadijah tak ragu pergi bersama suaminya. Waktu pengasingan dan boikot tersebut bukanlah waktu yang singkat. Bani Hasyim begitu menderita, kekurangan makanan, sampai-sampai mereka makan dedaunan karena tak ada makanan. Mereka seolah-olah akan mati kelaparan. Bayangkan! Quraisy memboikot mereka dengan tidak menikahi mereka, tidak membeli atau menjual sesuatu kepada mereka selama tiga tahun. Penderitaan seperti apa yang akan terjadi kalau demikian keadaannya? Dalam keadaan tersebut, Khadijah yang bukan bagian dari Bani Hasyim, tetap menemani sang suami. Padahal ia dulunya wanita kaya dan berkecukupan. Inilah jalan dakwah, tidak mudah. Sehingga pasangan hidup orang-orang yang meniti jalan dakwah pun adalah orang-orang yang tangguh. Sekali lagi, inilah di antara alasan nabi senantiasa mengenangnya dan tidak melakukan poligami saat bersamanya. Sekali lagi kita renungkan pula, jodoh seseorang itu sekadar kualitas dirinya.

Keutamaan dewi Khadijah Ra.

 

Pertama: Wanita terbaik

Tidak diragukan lagi, wanita dengan keadaan demikian adalah wanita yang terbaik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisannya sendiri memuji kemuliaan Khadijah. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ العَالَمِينَ: مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ

“Cukup bagimu 4 wanita terbaik di dunia: Maryam bintu Imran (Ibunda nabi Isa), Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, dan Asiyah Istri Firaun.” (HR. Ahmad 12391, Turmudzi 3878, dan sanadnya dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)

 

Kedua: Allah menitip salam untuknya melalui Jibril

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan pada beliau:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Wahai Rasulallah shalallahu’alaihi wa sallam, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana yang berisi lauk, makanan, dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah di surga dari emas yang nyaman tidak bising dan merasa capai.” (HR. Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432).

 

Ketiga: Nabi menganggap mencintainya adalah karunia.

Setelah mengetahui bagaimana setianya ibunda Khadijah menemani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu kita paham bagaimana kedudukan beliau di sisinya. Hal itu juga tampak dari riwayat-riwayat betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering menyebut namanya. Memuliakan teman-temannya sepeninggal beliau. Sampai-sampai Rasulullah ucapkan sebuah kalimat di hadapan Aisyah, yang menjelaskan kedudukan Khadijah di hati beliau.

إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا

“Sungguh Allah telah menganugrahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah.” (HR. Muslim no 2435).

 

Wafatnya

Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anhu wafat tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Saat itu beliau berusia 65 tahun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang turun memakamkan jenazah sang istri tercinta. Dengan tangannya yang mulia, beliau memasukkan jenazahnya ke kuburnya.

Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah sangat berdekatan waktunya dengan wafatnya Abu Thalib. Rasulullah benar-benar merasa sedih dengan wafatnya dua orang yang beliau cintai ini. Dua orang penolong dakwahnya. Ditambah lagi, sang paman wafat dalam keadaan berada di atas agama nenek moyangnya. Karena begitu sedihnya Rasulullah, tahun ini pun dinamakan Tahun Kesedihan.

KEDUSTAAN YANG DI TUDUHKAN KEPADA ISTRI ISTRI NABI SAW.

180_B.TIF

Dewi Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan, “Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak keluar untuk melakukan suatu perjalanan, maka beliau mengundi di antara istri-istrinya. Maka, siapa saja di antara mereka yang keluar undiannya, maka dialah yang keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan undian di antara kami di dalam suatu peperangan yang beliau ikuti. Ternyata namaku-lah yang keluar. Aku pun berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kejadian ini sesudah ayat tentang hijab diturunkan. Aku dibawa di dalam sekedup (tandu di atas punggung onta) lalu berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga kembali dari perang tersebut.

Ketika telah dekat dengan Madinah, maka pada suatu malam beliau memberi aba-aba agar berangkat. Saat itu aku keluar dari tandu melewati para tentara untuk menunaikan keperluanku. Ketika telah usai,  aku kembali ke rombongan. Saat aku meraba dadaku, ternyata kalungku dari merjan zhifar terputus. Lalu aku kembali lagi untuk mencari kalungku, sementara rombongan yang tadi membawaku telah siap berangkat. Mereka pun membawa sekedupku dan memberangkatkannya di atas ontaku yang tadinya aku tunggangi. Mereka beranggapan bahwa aku berada di dalamnya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

“Pada masa itu perempuan-perempuan rata-rata ringan, tidak berat, dan tidak banyak daging. Mereka hanya sedikit makan. Makanya, mereka tidak curiga dengan sekedup yang ringan ketika mereka mengangkat dan membawanya. Di samping itu, usiaku masih sangat belia. Mereka membawa onta dan berjalan. Aku pun menemukan kalungku setelah para tentara berlalu. Lantas aku datang ke tempat mereka. Ternyata di tempat itu tidak ada orang yang memanggil dan menjawab. Lalu aku bermaksud ke tempatku tadi di waktu berhenti. Aku beranggapan bahwa mereka akan merasa kehilangan diriku lalu kembali lagi untuk mencariku.”

“Ketika sedang duduk, kedua mataku merasakan kantuk yang tak tertahan. Aku pun tertidur. Shafwan bin al-Mu’aththal as-Sullami adz-Dzakwani tertinggal di belakang para tentara. Ia berjalan semalam suntuk sehingga ia sampai ke tempatku, lalu ia melihat hitam-hitam sosok seseorang, lantas ia menghampiriku. Ia pun mengenaliku ketika melihatku. Sungguh, ia pernah melihatku sebelum ayat hijab turun, Aku terbangun mendengar bacaan istirja’-nya (bacaan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika ia melihatku. Kututupi wajahku dengan jilbab. Demi Allah, dia tidak mengajakku bicara dan aku tidak mendengar sepatah kata pun dari mulutnya selain ucapan istirja sehingga ia menderumkan kendaraannya, lalu ia memijak kaki depan onta, kemudian aku menungganginya. Selanjutnya ia berkata dengan menuntun kendaraanu sehingga kami dapat menyusul para tentara setelah mereka berhenti sejenak seraya kepanasan di tengah hari. Maka, binasalah orang yang memanfaatkan kejadian ini (menuduh berzina). Orang yang memperbesar masalah ini ialah Abdullah bin Ubay bin Salul.”

“Kemudian kami sampai ke Madinah. Ketika kami telah sampai di Madinah aku sakit selama sebulan. Sedangkan orang-orang menyebarluaskan ucapan para pembohong. Aku tidak tahu mengenai  hal tersebut sama sekali. Itulah yang membuatku penasaran, bahwa sesungguhnya aku tidak melihat kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang biasanya aku lihat dari beliau ketika aku sakit. Beliau hanya masuk, lalu mengucap salam dan berkata, ‘Bagaimana keadaanmu?’ Itulah yang membuatku penasaran, tetapi aku tidak mengetahui ada sesuatu yang buruk sebelum aku keluar rumah.”

“Lalu aku dan Ummu Misthah berangkat. Dia adalah putri Abi Ruhm bin Abdul Muththalib bin Abdi Manaf. Ibunya adalah puteri Shakhr bin Amr, bibi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anha. Anaknya bernama Misthah bin Utsatsah bin Ubbad bin Abdul Muththalib bin Abdu Manaf. Lantas aku dan putri Abu Ruhm, Ummu Misthah terpeleset dengan pakaian wol yang dikenakannya. Kontan ia berujar, ‘Celakalah Misthah.’ Lantas aku berkata kepadanya, ‘Alangkah buruknya ucapanmu. Kamu mencela seorang lelaki yang ikut serta dalam perang Badr.’ Ia berkata, ‘Apakah engkau belum mendengar apa yang telah ia katakan?’ Aku bertanya, ‘Memang apa yang ia katakan?’ Ia pun menceritakan kepadaku mengenai ucapan para pembuat berita bohong (bahwa Aisyah telah berzina). Aku pun bertambah sakit.”

“Ketika aku pulang ke rumah, aku berkata, ‘Bawalah aku keapda kedua orang tuaku!”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Ketika itu aku ingin mengetahui secara pasti berita tersebut dari kedua orang tuaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkanku datang kepada kedua orang tuaku. Lantas aku bertanya kepada ibuku, ‘Wahai Ibu! Apa yang sedang hangat dibicarakan oleh orang-orang?’ Ibuku menjawab, ‘Wahai putriku! Tidak ada apa-apa. Demi Allah, jarang sekali seorang perempuan cantik yang dicintai oleh suaminya sementara ia mempunyai banyak madu melainkan para madu tersebut sering menyebut-nyebut aibnya.’ Lantas aku berkata, ‘Maha Suci Allah! Berarti orang-orang telah memperbincangkan hal ini.’ Maka, aku menangis pada malam tersebut sampai pagi. Air mataku tiada henti dan aku tidak tidur sama sekali. Kemudian di pagi hari pun aku masih menangis.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu ketika wahyu tidak segera turun. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada keduanya dan meminta pendapat kepada keduanya perihal menceraikan istrinya.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan,

“Sedangkan Usamah radhiyallahu ‘anhu memberi pendapat keapda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan apa yang ia ketahui akan jauhnya istri beliau dari perbuatan tersebut dan dengan apa yang ia ketahui tentang kecintaannya kepada beliau. Usamah mengatakan, ‘Wahai Rasulullah! Mereka adalah istri-istrimu, menurut pengetahuan kami mereka hanyalah orang-orang yang baik.”

“Sedangkan Ali bin Abi Thalib berpendapat, ‘Wahai Rasulullah! Allah tidak akan memberikan kesempitan kepadamu. Perempuan selain Aisyah masih banyak. Jika engkau bertanya kepada seorang budak perempuan, pasti ia akan berkata jujur kepadamu.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan,

“Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Barirah radhiyallahu ‘anhu. Beliau bertanya, ‘Hai Barirah! Apakah kamu melihat ada sesuatu yang mengutusmu dengan kebenaran. Aku tidak melihat sesuatu pun pada dirinya yang dianggap cela lebih dari bahwa dia adalah perempuan yang masih belia yang terkadang tertidur membiarkan adonan roti keluarganya, sehingga binatang piarannya datang, lalu memakan adonan rotinya.”

“Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar seraya bersabda, ‘Wahai kaum muslimin! Siapakah yang sudi membelaku dari tuduhan laki-laki yang telah menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang keluargaku kecuali kebaikan. Dan mereka juga menuduh seorang laki-laki yang sepanjang pengetahuanku adalah orang baik-baik, ia tidaklah datang menemui keluargaku kecuali bersamaku.”

“Selanjutnya Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berdiri lalu berkata, ‘Aku akan membelamu wahai Rasulullah! Jika ia dari kabilah Aus, maka akan kami tebas batang lehernya. Jika ia dari kalangan saudara-saudara kami kalangan Khazraj, maka apa yang engkau perintahkan kepada kami, pastilah kami melaksanakan perintahmu.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Kemudian Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anha berdiri. Ia adalah pemimpin kabilah Khazraj, maka apa yang engkau perintahkan kepada kami, pastilah kami melaksanakan perintahmu.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Kemudian Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anha berdiri. Ia adalah pemimpin kabilah Khazraj. Ia adalah lelaki yang shalih tetapi ia tersulut emosi. Lalu ia berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, ‘Kamu bohong! Demi Allah! Kamu tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu membunuhnya. Jika ia berasal dari kabilahmu pasti kamu tidak ingin membunuhnya.”

“Lalu Usaid bin Hudhair radhiyallahu ‘anhu berdiri. Ia adalah sepupu Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata kepada Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu, ‘Kamu bohong! Demi Allah. Sungguh kami akan membunuhnya. Kamu ini munafik dan berdebat untuk membela orang-orang munafik. Lantas terjadi keributan antara kedua kabilah, yakni Aus dan Khazraj sehingga hampir saja mereka saling membunuh padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih di atas mimbar. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menenangkan mereka sampai mereka diam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga terdiam.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Pada hari itu aku menangis. Air mataku terus menetes tiada henti dan aku tidak tidur sama sekali. Kedua orang tuaku beranggapan bahwa tangisan dapat membelah hatiku.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan,

“Ketika keduanya sedang duduk di sampingku sedangkan aku sedang menangis, tiba-tiba seorang perempuan dari kalangan Anshar meminta izin kepadaku, lalu aku pun memberi izin kepadanya sehingga ia duduk seraya menangis di sampingku. Ketika kami masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk kemudian duduk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah duduk di sampingku sejak beredarnya isu tersebut. Dan telah sebulan penuh tidak ada wahyu turun mengenai perkaraku ini. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kesaksian pada saat beliau duduk seraya berkata, ‘Amma ba’du, hai Aisyah! Sungguh, telah sampai kepadaku isu demikian dan demikian mengenai dirimu. Jika engkau memang bersih dari tuduhan tersebut, pastilah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membebaskanmu. Dan jika engkau melakukan dosa, maka memohonlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubatlah kepada-Nya, karena sesungguhnya seorang hamba yang mau mengakui dosanya dan bertaubat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima taubat-Nya.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai menyampaikan sabdanya ini, maka derai air mataku mulai menyusut, sehingga aku tidak merasakan satu tetes pun. Lalu aku berkata kepada ayahku, ‘Tolong sampaikan jawaban kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas nama aku!’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Selanjutnya aku berkata kepada ibuku, ‘Tolong sampaikan jawaban kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas namaku!’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, aku juga tidak tahu apa yang harus aku sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu aku berkata, ‘Aku adalah seorang perempuan yang masih belia. Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar berita ini sehingga kalian simpan di dalam hati dan kalian membenarkannya. Makanya, jika kuktakan kepada kalian bahwa aku bersih dari tuduhan tersebut Allah Maha Mengetahui bahwa aku bersih dari tuduhan tersebut, maka kalian tidak mempercayaiku. Dan jika aku mengakui sesuatu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui bahwa aku terbebas darinya, malah kalian sungguh-sungguh mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menjumpai pada diriku dan diri kalian suatu perumpamaan selain sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Yusuf Alaihi Salam:

“Maka hanya sabar yang baik itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 18)

“Kemudian aku berpaling, aku berbaring di atas tempat tidurku.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan kisahnya,

“Aku wallahu a’lam ketika itu terbebas dan Allah-lah yang melepaskanku dari isu tersebut. Akan tetapi, demi Allah, aku tidak pernah menyangka akan diturunkan suatu wahyu yang akan selalu dibaca perihal persoalanku ini. Sungguh persoalanku ini terlalu remeh untuk difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi sesuatu yang akan selalu dibaca. Sebenarnya yang aku harapkan ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi di dalam tidurnya yang di dalam mimpi tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskanku dari tuduhan tersebut.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan,

“Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempat beranjak dari tempat duduknya dan belum ada seorang pun dari anggota keluargaku yang keluar sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa berat ketika menerima wahyu. Sampai-sampai beliau bercucuran keringat bagaikan mutiara padahal ketika itu sedang musim penghujan. Hal ini lantaran beratnya wahyu yang diturunkan kepada beliau.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan,

“Kontan, kesusahan telah lenyap dari hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tersenyum bahagia. Kalimat yang kali pertama beliau katakan ialah, ‘Bergembiralah Aisyah! Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membebaskanmu.’ Lalu ibuku berkata kepadaku, ‘Berdirilah kepada Nabi.’ Aku berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan berdiri kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tidak akan memuji kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang menurunkan wahyu yang membebaskan diriku. Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar (pula).” (QS. An-Nur: 11)

Sampai sepuluh ayat secara keseluruhan.”

“Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat ini yang menjelaskan tentang kebebasanku, maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anha –beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah radhiyallahu ‘anha karena masih ada hubungan kerabat dan karena ia orang fakir- berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah.’ Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

“Lantas Abu Bakar radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.’ Kemudian beliau kembali memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan ia berkata, ‘Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai persoalanku. Beliau berkata, ‘Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau yang kamu lihat?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah baik.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, ‘Dialah di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyaingiku dalam hal kecantikan, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dengan sifat wara’. Sedangkan saudara perempuannya, Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bertentangan dengannya. Maka, binasalah orang-orang yang binasa.”

“Ketahulah bahwa di dalam hadis tentang cerita bohong ini terkandung beberapa faedah, yaitu:

Pertama, kewajiban mengundi di antara beberapa istri ketika hendak mengajak pergi sebagian di antara mereka.

Kedua, bolehnya seorang suami bepergian dengan istrinya, mengajak istri safar berperang, kaum perempuan menaiki sekedup, dan laki-laki melayani perempuan ketika dalam perjalanan.

Ketiga, boleh bagi kaum perempuan keluar untuk memenuhi kebutuhannya tanpa izin suami. Ini termasuk hal-hal pengecualian.

Keempat, seseorang yang menaikkan perempuan ke atas onta dan kendaraan lainnya tidak boleh mengajak bicara perempuan tersebut jika bukan mahramnya kecuali karena suatu kebutuhan. Sebab, para sahabat hanya membawa sekedup. Mereka tidak mengajak bicara orang yang mereka duga ada di dalam sekedup.

Kelima, menolong orang yang butuh pertolongan, membantu orang yang terpisah dari rombongannya, menyelamatkan orang hilang, dan memuliakan orang yang mempunyai kedudukan sebagaimana yang dilakukan oleh Shafwan radhiyallahu ‘anhu.

Keenam, menjaga tatakrama yang baik bersama perempuan bukan mahram, terutama ketika di tempat sepi bersamanya dalam kondisi darurat, baik di tanah lapang atau di tempat lain sebagaimana yang dilakukan oleh Shafwan radhiyallahu ‘anha, yaitu menderumkan onta tanpa berbicara dan tanpa bertanya. Di samping itu, seyogyanya ia berjalan di depan perempuan tersebut, tidak di sampingnya, dan tidak pula di belakangnya.

Ketujuh, sunnah membaca istirja, yaitu bacaan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un ketika tertimpa musibah, baik dalam bidang agama atau dunia, baik menimpa pada diri sendiri maupun orang lain.

Kesembilan, disunnahkan menutupi desas-desus mengenai seseorang dari orang yang bersangkutan jika tidak ada gunanya menuturkan isu tersebut, sebagaimana mereka menyembunyikan isu tersebut dari Aisyah radhiyallahu ‘anha selama sebulan. Setelah itu, Aisyah radhiyallahu ‘anha baru mendengarnya lantaran ada suatu kejadian, yaitu pernyataan Ummi Misthah yang mencela Misthah.

Kesepuluh, sunnah bagi seorang suami bersikap lemah lembut dan berinteraksi dengan baik terhadap istrinya. Dan apabila ada sesuatu yang dapat menghalangi hubungannya dengan istri dan lain sebagainya, maka suami mengurangi sikap lemah lembutnya dan sebagainya agar istrinya paham bahwa ada sesuatu yang terjadi, sehingga si istri menanyakan penyebabnya, lalu ia dapat melenyapkannya.

Kesebelas, apabila seorang perempuan hendak keluar untuk memenuhi kebutuhannya, maka disunnahkan baginya ditemani oleh perempuan lain yang dapat membuatnya nyaman dan tidak diganggu oleh orang lain.

Kedua belas, seorang istri tidak diperkenankan pergi ke rumah orang tuanya kecuali dengan izin suaminya.

Ketiga belas, sunnah bagi suami meminta pendapat kepada orang terdekatnya, keluarganya, dan teman-temannya mengenai persoalan yan gdihadapinya.

Keempat belas, terbebasnya Aisyah radhiyallahu ‘anha dari cerita bohong yang dituduhkan kepadanya. Ia telah terbebas secara pasti berdasarkan nash Alquran. Jadi, seandainya ada seseorang yang meragukannya, wal-iyadzu billah, maka ia menjadi kafir dan murtad berdasarkan ijma kaum muslimin.

Kelima belas, keutamaan-keutamaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagaimana tercantum dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

Keenam belas, sunnah bersilaturrahim meskipun kepada orang-orang yang buruk serta sunnah memberi maaf kepada orang yang berbuat buruk.

Ketujuh belas, orang yang telah mengucapkan suatu sumpah dan memandang ada sesuatu lain yang lebih baik daripada mengikuti sumpahnya, maka disunnahkan baginya melakukan sesuatu yang lebih baik dan mebayar kaffarat atas sumpahnya tersebut.”

(Syarh Muslim karya Imam An-Nawawi dengan perubahan).

KEUTAMAAN ISTRI ROSULULLOH SAW. DEWI AISYAH RA.

Beliau adalah Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar, istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lahir empat tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi seorang Nabi. Ibu beliau bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Kinanah yang meninggal dunia pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup yaitu tepatnya pada tahun ke-6 H.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dua tahun sebelum hijrah melalui sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin, tatkala itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun. Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pasca meninggalnya Khadijah sedang aku masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan dengan Beliau tatkala aku berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku padahal aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu mereka menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Abu Dawud: 9435). Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur 18 tahun.

Aisyah adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880), lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))

Selain menjadi seorang pendamping setiap yang selalu siap memberi dorongan dan motivasi kepada suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan dari kaumnya, Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya. Beliau tercatat termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits dan memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab. Setidaknya sebanyak 1.210 hadits yang beliau riwayatkan telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim dan 174 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta 54 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sehingga pembesar para sahabat kibar tatkala mereka mendapatkan permasalahan mereka datang dan merujuk kepada Ibunda Aisyah.

Kedudukan Aisyah di Sisi Rasulullah

Suatu hari orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan di dalam masjid, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Aisyah, “Wahai Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau.” Lalu ia mengatakan, “Di antara perkataan mereka tatkala itu adalah, ‘Abul Qasim adalah seorang yang baik’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah.” Maka beliau pun tetap berdiri. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi lagi pertanyaannya, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab, “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aisyah mengatakan, “Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka, tetapi aku hanya ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.” (HR. An-Nasa’i (5/307), lihat Ash Shahihah (3277))

Canda Nabi kepada Aisyah

Aisyah bercerita, “Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk menemuiku sedang aku tengah bermain-main dengan gadis-gadis kecil.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Apa ini wahai Aisyah.” Lalu aku katakan, “Itu adalah kuda Nabi Sulaiman yang memiliki sayap.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat (8/68), lihat Shahih Ibnu Hibban (13/174))

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah dan Aisyah menang. Aisyah bercerita, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari dan mendahuluiku (namun aku mengejarnya) hingga aku mendahuluinya. Tetapi, tatkala badanku gemuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak lomba lari lagi namun beliau mendahului, kemudian beliau mengatakan, “Wahai Aisyah, ini adalah balasan atas kekalahanku yang dahulu’.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 23/47), lihat Al-Misykah (2.238))

Keutamaan-keutamaan Aisyah

Banyak sekali keutamaan yang dimiliki oleh Ibunda Aisyah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:

“Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari (5/2067) dan Muslim (2431))

Beberapa kemuliaan itu di antaranya:

Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.

Aisyah sendiri pernah mengatakan, “Aku telah diberi sembilan perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan gambarku tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah untuk menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis dan tidaklah beliau menikahi seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, para malaikat menaungi rumahku, Al-Quran turun sedang aku dan beliau berada dalam satu selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat terdekatnhya, pembelaan kesucianku turun dari atas langit, aku dilhairkan dari dua orang tua yang baik, aku dijanjikan dengna ampunan dan rezeki yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan Mahajjah (2/398))

Kedua: Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita.

Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” (HR. Bukhari (3662) dan Muslim (2384))

Maka pantaskah kita membenci apalagi mencela orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?!! Mencela Aisyah berarti mencela, menyakiti hati, dan mencoreng kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Na’udzubillah.

Ketiga: Aisyah adalah wanita yang paling alim daripada wanita lainnya.

Berkata az-Zuhri, “Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengna ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Aisyah lebih utama.” (Lihat Al-Mustadrak Imam Hakim (4/11))

Berkata Atha’, “Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Lihat al-Mustadrok Imam Hakim (4/11))

Berkata Ibnu Abdil Barr, “Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair.”

Keempat: Para pembesar sahabat apabila menjumpai ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka datang kepada Aisyah dan menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.

Berkata Abu Musa al-Asy’ari, “Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3044))

Kelima: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti pilihan-pilihannya.

Keenam: Syari’at tayammum disyari’atkan karena sebab beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya yang hilang di suatu tempat hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak menjumpai air hingga disyari’atkanlah tayammum.

Berkata Usaid bin Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” (HR. Bukhari (334))

Ketujuh: Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya dari langit ketujuh.

Prahara tuduhan zina yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya 16 ayat secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan menjanjikannya dengan ampunan dan rezeki yang baik.

Namun, karena ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya perkara yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tetnangku melalui wahyu yang akan senantiasa dibaca.” (HR. Bukhari (4141))

Oleh karenanya, apabila Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan, “Telah bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan disucikan.”

Kedelapan: Barang siapa yang menuduh beliau telah berzina maka dia kafir, karena Al-Quran telah turun dan menyucikan dirinya, berbeda dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.

Kesembilan: Dengan sebab beliau Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hukuman cambuk bagi orang yang menuduh wanita muhShanat (yang menjaga diri) berzina, tanpa bukti yang dibenarkan syari’at.

Kesepuluh: Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, Beliau memilih tinggal di rumah Aisyah dan akhirnya Beliau pun meninggal dunia dalam dekapan Aisyah.

Berkata Abu Wafa’ Ibnu Aqil, “Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk tinggal di rumah Aisyah tatkala sakit dan memilih bapaknya (Abu Bakr) untuk menggantikannya mengimami manusia, namun mengapa keutamaan agung semacam ini bisa terlupakan oleh hati orang-orang Rafidhah padahal hampir-hampir saja keutamaan ini tidak luput sampaipun oleh binatang, bagaimana dengan mereka…?!!”

Aisyah meninggal dunia di Madinah malam selasa tanggal 17 Ramadhan 57 H, pada masa pemerintahan Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Aisyah dan menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.

Mutiara Teladan

Beberapa teladan yang telah dicontohkan Aisyah kepada kita di antaranya:

    Perlakuan baik seorang istri dapat membekas pada diri suami dan hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang suami yang akan selalu ia kenang hingga ajal menjemputnya.

    Hendaklah para wanita menjaga mahkota dan kesuciannya, karena kecantikan dan keelokan itu adalah amanah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus senantiasa ia jaga dan tidaklah boleh dia peruntukkan kecuali kepada yang berhak atasnya.

    Hendaklah para istri mereka belajar dan mencontoh keShalihan suaminya. Istri, pada hakikatnya adalah pemimpin yang di tangannya ada tanggung jawab besar tentang pendidikan anak dan akhlaknya, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Wallahu A’lam.

KEADAAN RUMAH MILIK PARA ISTERI NABI MUHAMMAD SAW.

Ketika rombongan keluarga Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sampai di Madinah, ketika itu Rasulullah SAW sedang membangun masjid dan ruangan-ruangan di sekeliling masjid itu. Lalu Nabi SAW menempatkan mereka di sebuah rumah milik Haritsah bin Nu’man ra. Rasulullah SAW menyempurnakan pernikahannya dengan ‘Aisyah di ruangan itu. Dan Rasulullah SAW pun dikuburkan di tempat yang sama. Haritsah bin Nu’man memiliki beberapa rumah di sekitar masjid Nabawi. Apabila Rasulullah SAW menikahi seseorang, maka Haritsah akan pindah dari rumahnya demi beliau, sehingga akhirnya semua rumahnya digunakan untuk Rasulullah SAW dan istri-istri beliau. Nabi SAW membuat pintu masuk ke masjid meialui pintu kamar ‘Aisyah. Sehingga diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang beri’tikaf, beliau nienjengukkan kepalanya dari masjid lewat pintu ‘Aisyah. lalu ‘Aisyah mencuci kepala beliau sementara dia sedang haid.

Setelah perombakan demi perombakan, akhirnya rumah para istri Nabi SAW harus digusur pada masa Walid bin Abdul Malik. Abdullah bin Yazid berkata tentang kejadian penggusuran itu, “Aku melihat rumah-rumah istri Rasulullah SAW ketika dihancurkan oleh Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik. Rumah-rumah itu disatukan dengan masjid. Rumah-rumah itu terbuat dari bata kering, dan ruangan-ruangannya dibuat dari batang pohon kurma yang disatukan dengan lumpur. Ada sembilan rumah dengan kamar-kamarnya. Rumah itu dimulai dari rumah ‘Aisyah dengan pintu yang berhadapan dengan pintu kamar Rasulullah SAW, sampai rumah Asma’ binti Hasan. Aku melihat rumah Ummu Salamah dan ruangan-ruangannya terbuat dari bata. Cucu laki-lakinya berkata, “Ketika Rasulullah SAW menyerang Dumatut jandal, Ummu Salamah membangun ruangan dengan bata. Ketika Rasulullah SAW datang dan melihat bata itu, beliau masuk menemui Ummu Salamah rha. dan bertanya, bangunan apa ini?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah SAW, aku ingin menghalangi pandangan orang’. Beliau SAW berkata, ‘Wahai Ummu Salamah, hal terburuk bagi seorang Muslim dalam membelanjakan uangnya adalah untuk bangunan.’

Di antara makam dan mimbar, terdapat kamar-kamar istri Rasulullah SAW yang terbuat dari batang pohon kurma dengan pintu-pintunya yang ditutupi dengan kain wol hitam. Dan pada hari surat Walid bin Abdul Malik dibacakan, yang memerintahkan agar kamar, kamar istri-istri Rasulullah SAW tersebut disatukan dengan masjid Nabi, banyak orang yang menangis kehilangan. Sa’id bin Musayab rah.a. juga bercerita tentang hari itu, ‘Demi Allah, aku berharap bahwa kamar-kamar itu dibiarkan sebagaimana adanya, sehingga orang-orang Madinah dan para pengunjung dari jauh bisa melihat seolah-olah Rasulullah SAW masih hidup. Hal itu termasuk bagian dari hal-hal yang akan memberi semangat kepada umat untuk menahan diri dari mencari dan menyibukkan diri atas sesuatu yang tidak berguna di dunia ini’.

lmran bin Abi Anas berkata, ‘Di antara rumah-rumah itu ada empat buah rumah yang terbuat dari bata dengan kamar-kamar dari pohon kurma. Ada lima rumah dari batang pohon kurma dilapisi lumpur tanpa bata. Aku mengukur gordennya dan mendapati ukurannya tiga kali satu cubit, dan areanya itu sedemikian, lebih atau kurang. Sedangkan mengenai tangisan, aku bisa mengingat kembali diriku pada sebuah perkumpulan yang dihadiri sebagian sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Umamah bin Sahal, dan Kharijah bin Zaid. Mereka menangis sampai janggut mereka basah oleh air mata. Tentang hari itu Abu Umamah berkata, ‘Seandainya mereka membiarkan dan tidak menghancurkannya sehingga orang-orang bisa menahan diri dari membangun bangunan dan mencukupkan dengan apa yang Allah ridhai pada Rasul-Nya walaupun kunci harta dunia di tangan beliau.’

KELUARGA NABI SAW DAN PARA SAHABAT SERTA TABI’IN

nabi-muhammad

Istri- istri Nabi زوجات النبي

  • Khadijah binti Khuwailid (wafat 3 SH)
  • Zainab binti Khuzaimah (wafat 1 SH)
  • Aisyah binti Abu Bakar (wafat 57 H)
  • Hafsah binti Umar (wafat 45 H)
  • Juwairiah binti Harits bin Abu Dhirar (wafat 56 H)
  • Maimunah binti Harits (wafat 50 H)
  • Mariah Qibtiah (wafat 16 H)
  • Saudah binti Zam`ah (wafat 23 H/ 643 M)
  • Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H)
  • Ummu Habibah binti Abu Sofyan (wafat 44 H)
  • Ummu Salamah (wafat 57 H)
  • Zainab binti Jahsy (wafat 20 H)

Putra-Putri Nabi

  • Al- Qasim bin Muhammad
  • Zainab binti Muhammad (wafat 8 H.)
  • Ruqayyah binti Muhammad (wafat 2 H)
  • Ummu Kultsum (wafat 9 H)
  • Fatimah Az-Zahra (wafat 11 H)
  • Abdullah bin Muhammad (meninggal ketika kecil)
  • Ibrahim bin Muhammad (wafat 10 H ketika kecil)

Cucu Nabi

  • Abdullah bin Usman bin Affan (Putra Ruqayyah)
  • Ali bin Abul Ash (Putra Zainab.meninggal ketika kecil.)
  • Hasan bin Ali bin Abu Talib (3-50 H.)
  • Husain bin Ali bin Abu Talib (4-61 H)
  • Zainal Abidin (wafat 93H)
  • Ummi Kultsum binti Ali bin Abu Thalib (wafat.75H)

Paman Nabi

  • Abbas bin Abdul Mutalib (wafat 32 H)
  • Abu Thalib bin Abdul Muthalib (wafat 3 SH)
  • Hamzah bin Abdul Mutalib (wafat 3 H)

Para Sahabat Rasulullah

صلى ا لله عليه وسلم

  • Abdullah bin Jahsy (wafat 3 H)
  • Abbas bin Abdul Muthalib (wafat 32 H)
  • Abdullah bin Abbas (wafat 68 H)
  • Abdullah bin Amru bin Ash (wafat 65 H)
  • Abdullah bin Khuzafah As Sahmi (wafat 28 H)
  • Abdullah bin Masud bin Gafil (wafat 32 H)
  • Abdullah bin Rawahah (wafat 8 H)
  • Abdullah bin Salam (wafat 43 H)
  • Abdullah bin Umar bin Khattab (wafat 73 H)
  • Abdullah bin Ummi Maktum (wafat 14 H)
  • Abdullah bin Zubair (wafat 73 H)
  • Abdurrahman bin Auf (wafat 32 H)
  • Abu Bakr Siddik (51 SH-13 H)
  • Abu Dardaa (wafat 32 H)
  • Abu Hurairah (wafat 59 H)
  • Abu Musa Asy’ari (wafat 44 H)
  • Abul Ash bin Rabi’ al Absyamial Qurasyi
  • Abu Sufyan bin Harists
  • Abu Thalhah An.Anshary
  • Abu Dzarr Al Gifari (wafat 32 H)
  • Adi bin Hatim (wafat 68 H)
  • Ali bin Abu Thalib (23 SH-40 H)
  • Anas bin Malik bin Nadar (wafat 93 H)
  • Bilal bin Rabah Al Habasyi (wafat 20 H)
  • Hakim bin Huzam (wafat 54 H)
  • Hamzah bin Abdul Muthalib (wafat 3 H)
  • Hasan bin Ali (wafat 50 H)
  • Husein bin Ali (Wafat ..H)
  • Huzaifah bin Yamman (wafat 36 H)
  • Jakfar bin Abu Thalib (wafat 8 H)
  • Muawwiyah bi Abu Sofyan (20 SH-60 H)
  • Muaz bin Jabal (wafat 18 H)
  • Rabi’ah bin Ka’ab
  • Said bin Amir Huzaim Al Jumahi
  • Said bin Zaid
  • Tsumamah bin ‘Utsal
  • Thufeil bin Amr Addausi
  • Umar bin Khaththab (40 SH-23 H)
  • Umair bin Sa’ad
  • Usamah bin Zaid
  • Uqbah bin ‘Amir al Juhani
  • Ustman bin Afffan (47 SH-35 H)
  • Usaid bin Hudhair
  • Zaid bin Tsabit (wafat 45 H)

Abdullah bin Abu Aufa (wafat 86 H)

Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abu Aufa Al-Aslami, dijuluki dengan Abu Muawiah. Sahabat yang ikut dalam Perdamaian Hudaibiah dan peristiwa-peristiwa lainnya ini, berdomisili di Kota Madinah sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. wafat, setelah itu beliau pindah ke Kota Kufah. Dialah sahabat yang terakhir meninggal di sana.

Abdullah bin Amru bin Haram (wafat 3 H/ 635 M)

Seorang sahabat yang terpandang di kalangan peserta baiat Akabah dan perang Badar, di mana beliau ini termasuk pimpinannya. Beliau meninggal dalam perang Uhud. Diriwayatkan bahwa malaikat membayang-bayangi jenazahnya di saat kematiannya

Abdullah bin Jakfar (wafat 80 H)

Abdullah bin Jakfar bin Abu Thalib yang dijuluki dengan Abu Jakfar ini adalah seorang sahabat yang pertama lahir di Abessina pada masa awal Islam. Dia datang ke Kota Madinah bersama ayahnya dan banyak menghafal serta meriwayatkan hadis langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau wafat di Kota Madinah.

Abdullah bin Mughaffal (wafat 57 H.).

Abdullah bin Mughaffal Al-Mazani, adalah seorang sahabat yang sempat ikut dalam Baiatus Syajarah (sumpah prasetia di bawah sebatang pohon) dalam peristiwa Baiat Ridwan. Beliau masuk kelompok orang-orang yang diutus Khalifah Umar bin Khattab mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada kaum muslimin di Kota Basrah, kemudian beliau menetap di kota tersebut dan meninggal dunia di sana.

Abdullah bin Rawahah (wafat 8 H)

Sahabat asal Ansar dari suku Khajraj ini termasuk orang yang memeluk agama Islam dari sejak dini yang merupakan salah seorang pimpinan dalam baiat Akabah. Berliau ini sempat mengikuti perang Badar dan peperangan-peperangan sesudah itu, akhirnya beliau meninggal dalam perang Muktah.

Abdullah bin Salam (wafat 43 H)

Sahabat yang sebelumnya penganut Yahudi ini memasuki Islam segera setelah kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam hijrah ke Madinah. Beliau mengikuti perang penaklukan Baitulmakdis bersama Umar bin Khattab dan akhirnya beliau meninggal di Madinah.

Abdullah bin Umar bin Khattab (wafat 73 H)

Sahabat pemuka Quraisy ini memeluk Islam bersama ayahnya semasa kecil dan mengikuti hijrah bersama ayahnya ke Madinah. Beliau termasuk pemuka, ilmuan dan juru fatwa kaum muslimin. Beliau mengikuti penaklukan kota Mekah, perang Yarmuk dan penaklukan Mesir. Dia meninggal di Mekah.

Abdullah bin Ummi Maktum (wafat 14 H)

Abdullah bin Umar bin Syuraikh, seorang sahabat asal Quraisy ini termasuk peserta hijrah ke Madinah rombongan pertama. Beliau sampai di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau meninggal dalam perang Qadisiah membawahi sebuah brigade.

Abdullah bin Zaid (wafat 32 H)

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Zaid bin Tsalabah Al- Anshari Al-Khajraji, dijuluki dengan Abu Muhammad. Sahabat ini berdomisili di Kota Madinah, beliaulah orang yang pernah memimpikan bunyi azan dikumandangkan.

Abdullah bin Zaid bin Ashim Al-Anshari (7-63 H)

Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Zaid bin Ashim bin Kaab An-Naggari Al-Anshari, dijuluki Abu Muhammad. Sahabat ini berdomisili di Kota Madinah dan sempat mengikuti Perang Badar. Beliaulah yang membunuh Musailamatul Kazzab di waktu Perang Yamamah. Beliau meriwayatkan 48 buah hadis dan gugur dalam peristiwa Harrah tahun 63 H/683 M.

Abdullah bin Zam’ah (wafat 35 H)

Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Zam’ah bin Aswad Al-Qurasyi Al-Asadi, seorang sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau hidup dan meninggal dunia di Kota Madinah.

Abdullah bin Zubair (wafat 73 H)

Beliau ini adalah putra pasangan Zubair bin Awam dan Asma binti Abu Bakar. Dia ikut serta dalam berbagai penaklukan, dia ikut berjuang di barisan Aisyah dalam perang Jamal. Beliau minta bela atas penguasa Umaiah di Hijaz, beliau mengklaim dirinya sebagai khalifah sepeninggal Yazid bin Muawiah dengan membuat kota Madinah sebaga pusat pemerintahan. Kekuasaannya berkelanjutan selama sembilan tahun akhirnya ditumbangkan oleh Hajjaj As Tsaqafi dalam suatu peperangan di Mekah.

Abdurrahman bin Abu Bakar (wafat 53 H)

Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Abu Bakar Siddik bin Abu Quhafah Al-Qurasyi At-Tamimi, saudara kandung Saidah Aisyah, istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau sempat mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam Perdamaian Hudaibiah, ikut berjuang dalam Perang Yamamah serta penaklukan wilayah Syam (Suriah, Lebanon,Yordania dan Palestina) di bawah komando Panglima Khalid bin Walid.

Abdurrahman bin Auf (wafat 32 H/652 M)

Abdurrahman bin Auf bin Harits bin Zuhrah, seorang sahabat asal Quraisy dari suku Zuhri adalah di antara orang yang masuk Islam dari sejak dini dan termasuk sepuluh orang yang diproyeksikan masuk surga oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam serta termasuk enam orang konsultan Nabi. Beliau mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah termasuk perang Badar. Beliau meninggal di Madinah dan dimakamkan di Baqi`.

Abdurrahman bin Azhar (wafat 63 H)

Kemenakan Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat yang lebih dikenal dengan julukan Abu Jubair. Beliau sempat mengikuti Perang Hunain, Dia berhasil menghafal banyak hadis langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau berdomisili di Madinah dan meninggal dunia dalam Perang Harrah (63 H/683 M).

Abdurrahman bin Samurah (wafat 50 H)

Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Samurah bin Habib bin Abdu Syams Al-Qurasyi, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Said. Beliau masuk Islam ketika penaklukan Kota Mekah, dia sempat ikut dalam Perang Muktah, penaklukan Sijistan, Kabul, Sind serta Khurasan. Beliau meninggal dunia di Kota Basrah.

Abu Ayub Al Anshari (wafat 52 H/672 M)

Nama lengkapnya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib, seorang sahabat asal Ansar dari suku Khajraj. Beliaulah yang menjamu Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika sampai di Madinah dalam perjalanan Hijrah dari Mekah. Beliau ini sempat mengikuti baiat Akabah, perang Badar, perang Uhud, perang Khandak dan peristiwa-peristiwa lainnya yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam Beliau ini meninggal dalam kepungan pasukan Bizantium.

Abu Bakrah (wafat 52 H)

Nama aslinya adalah Nafi bin Harits bin Kildah As-Tsaqafi, salah seorang sahabat yang berasal dari penduduk Taif. Beliau meriwayatkan sebanyak 132 hadis dan meninggal dunia di Kota Basrah.

Abu Barzah (wafat 65 H)

Nama aslinya adalah Nadlah bin Ubaid bin Harits Al-Aslami, seorang sahabat yang pernah tinggal di Kota Madinah dan Basrah. Beliau ikut bersama pasukan Ali bin Abu Thalib ketika memerangi penduduk Nahrawan dan Perang Azariqah bersama Mahlab bin Abu Shufrah. Beliau meriwayatkan sebanyak 46 hadis.

Abu Basyir Al-Anshari (wafat 63 H)

Nama lengkapnya ialah Abu Basyir Al-Anshari Al-Haritsi, seorang perawi yang hadisnya dalam masalah jihad banyak diriwayatkan oleh Ibad bin Tamim Al-Anshari. Beliaulah yang banyak menderita luka parah dalam Perang Harrah kemudian meninggal dunia akibatnya.

Abu Burdah Al-Anshari (wafat 41H)

Nama aslinya adalah Hani bin Niar bin Amru Al-Balwa, paman Barraa bin Azib. Beliau ikut dalam Perang Badar. Hadisnya banyak diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah dan Abdurrahman bin Jabir dalam kitab “memerangi orang-orang murtad”. Beliau meninggal dunia di awal Kekhalifahan Muawiah.

Abu Dujanah Al Anshari (wafat 11 H)

Beliau ini adalah seorang sahabat yang sempat mengikuti perang Badar dan meninggal dunia dalam perang Yamamah. Beliau ini ikut serta melawan Musailamah.

Abu Juhaifah (wafat 74 H)

Nama aslinya adalah Wahab bin Abdullah bin Muslim bin Janadah As-Sawai, seorang sahabat yang di waktu Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. mangkat masih dalam keadaan bayi. Beliau bertempat tinggal di Kota Kufah dan pernah menjadi bendahara baitul mal pada zaman Ali bin Abu Thalib. Beliau biasa dipanggil dengan panggilan “Wahab yang baik”. Dialah sahabat yang terakhir meninggal di Kota Kufah.

Abu Khuzaifah bin Utbah (wafat 11 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Khuzaifah bin Utbah bin Rabiah bin Abdu Syams bin Abdul Manaf. Beliau ini adalah sahabat asal Quraisy termasuk orang yang masuk Islam dari sejak dini. Beliau ini sempat mengikuti dua kali hijrah, ke Abessinia dan ke Madinah dan sempat melaksanakan salat ke dua arah kiblat, ke Baitulmakdis dan Kakbah. Beliau ini sempat mengikuti perang Badar dan meninggal dalam perang Yamamah.

Abu Masud Al-Anshari (wafat 40 H)

Nama lengkapnya adalah Uqbah bin Amru bin Tsaklabah Al- Anshari Al-Badri yang dijuluki dengan Abu Masud. Sahabat yang ikut dalam Baiat Akabah, Perang Uhud dan peristiwa-peristiwa lainnya ini adalah salah seorang pengikut Ali, ketika singgah di Kota Kufah diangkat menjadi penggantinya pada saat Ali dan pasukannya bergerak keShiffin. Beliau meriwayatkan lebih dari 100 hadits.

Abu Musa Asy’ari (wafat 44 H)

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Qais. Beliau sempat ikut hijrah ke Abessina, kemudian datang ke Madinah setelah perang Khaibar. Khalifah Usman bin Affan mengangkatnya sebagai penguasa di Koufah. Beliau ini termasuk arbitrator dalam peristiwa arbitrasi Shiffin.

Abu Said Al Khudri (wafat 74 H)

Nama lengkapnya adalah Said bin Malik bin Sannan. Sahabat periwayat hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ini berasal dari kelompok Ansar, suku Khajraj. Beliau adalah pakar hadis yang terkemuka di kalangaan sahabat. Beliau sempat mengikuti dua belas kali peperangan. Jabatannya yang terakhir adalah mufti Madinah, beliau ini wafat di Madinah.

Abu Salamah Al Makhzumi (wafat 4 H.)

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abdul Asad. Saudara Nabi sesusuan ini termasuk orang yang pertama-pertama masuk Islam. Beliau sempat ikut hijrah ke Abessina dan Madinah dan sempat mengikuti perang Badar. Beliau meninggal di Madinah dan termasuk orang yang pertama diberikan daftar amalnya dengan tangan kanannya kelak.

Abu Sofyan bin Harb (wafat 31 H/652 M)

Nama lengkapnya adalah Sakhar bin Harb bin Umaiah. Beliau ini termasuk orang kaya Quraisy, pada mulanya termasuk musuh Islam nomor satu, di mana beliau sempat memimpin pasukan kaum Musyrikin dalam perang Uhud dan Khandak. Beliau masuk Islam pada waktu penaklukan kota Mekah. Dia adalah ayah dari Muawiah, pendiri Daulat Umaiah.

Abu Syuraih Adawi (wafat 68 H)

Nama aslinya adalah Khuwailid bin Amru bin Shakhr Al-Khuzai Al-Kaabi, seorang sahabat yang memeluk Islam di hari penaklukan Kota Mekah saat mana dia membawa panji-panji Bani Kaab. Beliau meninggal di Ailah.

Abu Ubaidah bin Jarah (wafat 18 H/639 M)

Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah. Sahabat asal Quraisy ini termasuk sepuluh sahabat yang diproyeksikan oleh Nabi masuk surga. Beliau ini dijuluki dengan pemegang amanat kaum Muslimin yang sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dia termasuk komando dalam penaklukan Syam (Suriah, Libanon, Yordan dan Palestina sekarang). Ayahnya termasuk pasukan musyrikin yang berhasil ditumbangkan dan dibunuhnya. Beliau meninggal dunia akibat penyakit pes yang meraja lela.

Abu Umamah (Wafat 1 H)

Nama lengkapnya adalah Asad bin Zararah, seorang sahabat asal Ansar yang telah lama masuk Islam, di mana beliau sempat ikut dalam baiat Akabah I dan II. Beliau adalah kepala suku, dialah yang pertama mengucapkan baiat pada malam baiat Akabah dan beliau pulalah orang pertama membawa Islam ke Madinah

Abu Usaid (wafat 60 H)

Nama sebenarnya ialah Malik bin Rabiah bin Baden As-Saidi, seorang sahabat yang ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliaulah sahabat prajurit Badar yang terakhir meninggal. Di akhir hayatnya, beliau mengalami kebutaan dan meninggal dunia di Kota Madinah.

Abu Waqid Al-Laitsi (wafat 68 H.).

Nama aslinya adalah Auf bin Harits Al-Laitsi, dijuluki Abu Waqid. Beliau adalah sahabat yang pernah ikut dalam perang Badar. Dia sempat singgah di Kota Madinah dan meninggal dunia di Kota Meru pada zaman Khalifah Muawiah.

Abu Zar Al Gifari (wafat 32 H)

Beliau ini adalah seorang sahabat yang masuk Islam dari sejak dini. Semasa Jahiliah beliau ini telah melarang minum khamar dan beliau tidak pernah ikut menyembah berhala oleh sebab itu beliau terkenal orang takwa. Dia selalu mengajak fakir miskin agar integrasi dengan orang kaya. Beliau ini mengikuti penaklukan Baitulmakdis bersama khalifah Umar bin Khatab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda tentang beliau “semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Abu Zar, yang hidup menyendiri, mati menyendiri dan akan dibangkitkan sendiri pula”

Ahnaf bin Qais (wafat 67 H)

Nama lengkapnya adalah Ahnaf bin Qais bin Hashin Mari El Munqari At Tamimi. Pimpinan Bani Tamim ini termasuk kelompok cerdik pandai dan orator. Beliau ikut dalam perang melawan Khurasan di bawah komando Abu Musa Asy`ari. Dalam perang Jamal beliau ini sempat keluar barisan karena menghindari terjadinya fitnah, namun dalam perang Shiffin beliau termasuk dalam barisan Ali bin Abi Thalib. Ketikapemilihan Abu Musa Asy`ari menjadi arbitrator, beliau tidak sependapat dengan Ali bin Abi Thalib, namun setelah Muawiah menjadi khalifah beliau ini menolak permintaan khalifah untuk ditunjuk sebagai pejabat.

Akra’ bin Habis (wafat 31 H/651 M)

Nama lengkapnya adalah Akra` bin Habis bin Iqal Ad Darimi. Beliau termasuk pemuka masyarakat Arab di zaman jahiliah. Ketika delegasi bani Darim datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam beliau ikut di dalamnya, di saat itulah dia mengumumkan Islamnya bersama anggota delegasi. Dia mengikuti Khalid bin Walid dalam banyak peperangan di Yamamah di saat konfrontasi melawan kaum yang murtad. Beliau juga sempat mengikuti perang panaklukan Irak, di saat itulah beliau mendapat berbagai cobaan (luka parah). Beliau wafat sebagai syahid dalam perang Khauzjan.

Alaa bin Hadhrami (wafat 21 H)

Nama lengkapnya adalah Alaa bin Abdullah bin Ammar Al-Hadrami, seorang sahabat yang lahir dan besar di Kota Mekah. Beliau diangkat menjadi gubernur Bahrain oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. pada tahun 8 H dan giat menumpas kaum murtad yang ada di sana. Konon beliaulah pemimpin armada Islam pertama dalam rangka ekspansi wilayah kekuasaan Islam.

Amar bin Ma’d Yakrib (wafat 21 H)

Beliau masuk Islam pada tahun kesembilan hijrah. Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dia sempat murtad dan bertaubat kembali menjadi Muslim yang baik. Beliau sempat mengikuti perang Yarmuk, dia menderita luka parah di mana sebelah matanya tercongkel. Dalam perang Qadisiah dia juga menderita luka parah dan akhirnya meninggal dalam perang Nahawand.

Amir bin Fahirah At Tamimi

Sahabat yang berasal dari suku Azdi ini termasuk orang yang memeluk Islam dari sejak dini. Beliau adalah seorang yang beragama yang baik, dalam buku-buku sejarah namanya banyak disebut sebagai pahlawan yang gigih. Beliau mati syahid dalam perang Bi`ri Maunah.

Amir bin Rabiah (wafat 35 H)

Amir bin Rabiah termasuk orang yang memeluk Islam dari sejak dini dan berkesempatan mengikuti emigrasi ke Abessinia dan hijrah ke Madinah. Beliau sempat mengikuti perang Badar dan berbagai perang berikutnya. Khalifah Usman bin Affan mengangkatnya sebagai pemerintah di Madinah sewaktu khalifah menunaikan ibadah haji. Beliau meninggal beberapa hari setelah Usman meninggal dunia.

Ammar bin Yasir (wafat 37 H)

Sahabat yang memeluk Islam dari sejak dini ini masuk Islam bersama ayah dan ibunya (Yasir dan Sumaiyah) yang akibatnya mereka sama-sama menderita berbagai cobaan dari suku mereka yaitu Mahzum. Ayahnya sempat meninggal dalam cobaan tersebut, sedangkan ibunya ditikam oleh Abu Jahal sehingga menemui ajalnya. Beliau pergi emigran ke Abessinia, sekembalinya dari Abessinia dia ikut hijrah ke Madinah. Dalam perang Badar dan Khandak beliau ini menderita luka parah. Beliau ikut perang Shiffin di belakang Ali bin Abu Thalib dan meninggal dalam perang tersebut.

Amru bin Ash (wafat 43 H).

Amru bin Ash bin Wail bin Hasyim bin Said bin Saham ini adalah pimpinan Arab terkenal yang menaklukkan Mesir dan membangun kota Fustat (Cairo sekarang). Beliau sempat mengikuti arbitrasi seusai perang Shiffin di mana Muawiah menang berkat kecerdikannya. Beliau meninggal di Cairo.

Amru bin Jammuh (wafat 3 H)

Sahabat asal Ansar ini tergolong bangShallallahu ‘alaihi wassalaman kaum Ansar yang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengangkatnya menjadi pemimpin Bani Salamah. Beliau meninggal dalam perang Uhud.

Amru bin Umaiah (wafat 55 H)

Nama lengkapnya adalah Amru bin Umaiah bin Khuwailid bin Abdullah Ad-Dlamiri, seorang sahabat yang sangat pemberani. Ketika Perang Badar dan Uhud, beliau masih berada dalam barisan kaum musyrikin. Setelah dia memeluk Islam, dia ikut partisipasi dalam Perang Bir Maunah. Beliau meriwayatkan 20 hadis dan meninggal di Kota Madinah pada zaman Muawiah bin Abu Sofyan.

Anas bin Malik bin Nadar (wafat 93 H)

Sahabat asal Ansar, suku Khajraj ini adalah pembantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang sempat mengikuti berbagai penaklukan. Beliau termasuk rawi yang banyak meriwayatkan hadis. Dia berdomisili dan meninggal di kota Basrah.

Asid bin Khudair (wafat 20 H)

Sahabat yang satria ini berasal dari kelompok Ansar, kepala suku Aus. Beliau termasuk orang-orang yang masuk Islam dari sejak dini, di mana beliau termasuk tokoh penting dalam baiat Akabah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mempersaudarakannya dengan Zaid bin Haritsah. Beliau meninggal di zaman pemerintahan Umar bin Khattab.

Ayad bin Ganim (wafat 20 H)

Nama lengkapnya adalah Ayad bin Ganim bin Zuhair Al Fihri Al Qurasyi. Beliau termasuk emigran pertama-tama, sempat mengikuti perang Badar dan perang-perang yang sesudah itu. Beliau termasuk komando penakluk yang berani. Sewaktu singgah di Syam (Suriah dan sekitarnya) beliau berhasil menaklukkannya berikut kawasan semenanjung Arab lainnya. Beliau meninggal di negeri Syam.

Barra` bin Azib (wafat 71 H)

Sahabat asal suku Khajraj ini sempat mengikuti penaklukan Persia, perang Jamal dan Shiffin di barisan Ali bin Abi Thalib dan pembantrasan kaum sparatis (Khawarij). Beliau berdomisili dan meninggal dunia di kota Koufah.

Buraidah (wafat 63 H)

Nama lengkapnya adalah Buraidah bin Husaib bin Abdullah bin Harits Al-Aslami Al-Madani, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Sahal. Beliau termasuk sahabat yang pernah tinggal di Kota Madinah kemudian pindah ke Kota Basrah dan ikut dalam perang di kawasan Khurasan. Beliau meninggal dunia pada tahun 63 Hdi Meru.

Dahiah Al Kalabi (wafat 45 H)

Sahabat ini menjadi tumpuan perumpamaan karena kegantengannya, sampai-sampai malaikat Jibril as pernah turun membawa wahyu kepada Rasulullah dengan gambaran fostur tubuhnya. Perang yang pertama diikutinya adalah perang Khandak, konon kabarnya beliau juga mengikuti perang Uhud, namun tidak sempat mengikuti perang Badar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mengutusnya menjadi delegasi kepada Kaisar Hiraklius di Roma. Beliau ini hidup sampai masa pemerintahan Muawiah.

Fadel bin Abbas (wafat 13 H)

Fadel bin Abdul Muthalib bin Hasyim Al-Qurasyi yang dijuluki dengan Abu Muhammad ini adalah anak tertua dari Abbas bin Abdul Mutalib, paman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sepeninggal Rasulullah beliau ikut dalam pasukan yang diutus ke Syam, beliau gugur sebagai syahid dalam Perang Ajnadin.

Habbab bin Munzir bin Jamuh (wafat 20 H)

Sahabat pemberani ini adalah tokoh yang diminta pertimbangannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika perang Badar yang mengemukakan pendapatnya agar pasukan diposkan di tempat-tempat sumber air dalam melawan musuh. Semasa jahiliah juga beliau ini termasuk konsultan yang diperhitungkan. Beliau sempat mengikuti perang Badar, Uhud dan semua perang yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau ini meninggal di masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Haris bin Kildah (wafat 50 H)

Sahabat asal Taif dari suku Tsaqafi ini adalah dokter dan pilosof. Arab yang terkemuka di masanya. Beliau lahir di masa jahiliah dan hidup semasa dengan Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Beliau pergi belajar ilmu kedokteran ke Persia, dia mempunyai kumpulan karya tulis seputar kedokteran antara lain buku polemik kedokteran antara beliau dengan Kisra. Beliau juga seorang puitis. Dia meninggal semasa pemerintahan Muawiah.

Hisyam bin Ash (wafat 13 H)

Hisyam bin Ash bin Wail bin Hsyim As Sahmi ini dari sejak dini telah memeluk Islam di Mekah. Beliau sempat ikut emigran ke Abessinia tetapi dia kembali ke Mekah untuk menyusul Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam yang dia dengar berhijrah ke Madinah, namun malang dia dikurung oleh orang tua dan keluarganya di Mekah. Beliau baru dapat keluar dari Mekah ke Madinah setelah perang Khandak. Beliau dapat mengikuti semua peperangan yang terjadi setelah Khandak, beliau meninggal dalam perang Ajnadin.

Huzaifah bin Yamman (wafat 36 H)

Sahabat tokoh penaklukan ini banyak memegang rahasia-rahasia Nabi. Khalifah Umar bin Khattab ra. mengangkatnya menjadi pemerinah di Madain. Pada tahun 642 M, dia berhasil mengalahkan pasukan Persia dalam perang Nahawand, kemudian dia mengikuti perang penaklukan Jazirah Arab dan akhirnya meninggal di kota Madain.

Ikrimah bin Abu Jahal (wafat 13 H)

Sahabat asal Quraisy dari suku Mahzumi ini adalah anak musuh Islam nomor satu. Beliau melarikan diri ke Yaman setelah penaklukan kota Mekah tetapi istrinya yang bernama Umu Hakim menyuruhnya kembali setelah mendapat persetujuan keamanan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sesampainya di Mekah beliau masuk Islam dan menjadi pemeluk Islam yang baik. Beliau ini sempat mengikuti perang penumpasan kaum murtad dan meninggal dalam perang Yarmuk.

Imran bin Husain (wafat 52 H)

Imran bin Husain bin Ubaid, adalah sahabat yang masuk Islam pada tahun terjadinya Perang Khaibar (7 H). Pada perang penaklukan Kota Mekah, beliau memegang bendera suku Khuzaah. Beliau wafat di Kota Basrah.

Itban bin Malik (wafat 50 H)

Nama lengkapnya ialah Itban bin Malik bin Amru bin Aglan Al-Anshari As-Salimi, salah seorang sahabat yang turut dalam Perang Badar. Beliaulah yang dipersaudarakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. dengan Umar bin Khattab. Beliau meriwayatkan 10 hadis dan wafat pada masa Khalifah Muawiah bin Abu Sofyan.

Jabir bin Abdullah Al-Anshari (wafat 78 H)

Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin Amru bin Haram Al-Anshari As-Salami, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Abdullah. Pada akhir hayatnya beliau mengalami kebutaan dan sempat meriwayatkan beberapa hadis dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. dan Abu Said. Dia berdomisili di Kota Madinah dan meninggal dunia di sana.

Jabir bin Samurah (wafat 74 H)

Nama lengkapnya ialah Jabir bin Samurah bin Janadah As-Sawai Al-Madani, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Abdullah. Ibunya bernama Khalidah binti Abu Waqqas, saudara kandung Saad dan Utbah. Beliau wafat pada masa khilafah Abdul Malik bin Marwan.

Jakfar bin Abu Thalib (wafat 8 H)

Jakfar bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim ini masuk Islam dari sejak dini dan sempat mengikuti hijrah ke Abessinia, malah sempat mempublikasikan Islam di daerah itu. Dalam perang Muktah beliau diserahi menjadi pemegang bendera Islam, setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera dengan tangan kiri, namun tangan kirinya juga terpotong lagi, sehingga dia memegang bendera itu dengan dadanya. Berbagai cobaan ditahankannya dalam mengemban tugas ini, akhirnya beliau mati syahid di mana dalam tubuhnya terdapat sekitar 90 goretan dan tembakan. Dalam suatu hadits diriwayatkan, bahwa kelak di Surga Allah Subhanahu wa ta’ala akan menggantikan kedua tangannya dengan sepasang sayap. Oleh sebab itulah, maka beliau dijuluki dengan nama Jakfar Penerbang atau Jakfar yang punya sepasang sayap.

Jubair bin Mut`im bin Adi (wafat 57 H)

Sahabat asal Quraisy ini termasuk pemuka dan pakar genetis Quraisy. Beliau masuk Islam antara perang Hudaibiah dan penaklukan kota Mekah. Dia meninggal di masa pemerintahan Muawiah bin Abi Sofyan.

Jundub Al-Alaqi (wafat 64 H)

Nama lengkapnya adalah Jundub bin Abdullah bin Abu Sofyan Al-Bajli Al-Alaqi, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Abdullah. Pernah berdomisili di Kota Kufah kemudian pindah ke Basrah. Beliau meriwayatkan hadis dari perawi-perawi yang ada di kedua kota itu.

Kaab bin Malik (wafat sekitar 50 H)

Sahabat ini adalah seorang puitis yang banyak membantah cemoohan yang dilontarkan kepada Nabi. Setelah memeluk Islam dia mengikuti baiat Akabah dan berkesempatan mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar dan Tabuk. Beliau adalah termasuk sasaran ayat Terhadap tiga orang yang penerimaan taubatnya ditangguhkan sampai mereka merasa dunia ini sempit dan jiwa merekapun terasa sesak akibat ulah mereka sendiri dan mereka menduga bahwa tidak ada jalan untuk selamat kecuali mengikuti petunjuk Allah, pada saat itulah Allah baru menerima taubat mereka agar taubat mereka itu benar-benar. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat]. (At Taubah ayat 118).

Kaab bin Ujrah (wafat 51 H)

Namanya Kaab bin Ujrah Al-Anshari, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Muhammad. Beliau mendengar hadis dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. dan hadisnya tentang haji dan umrah banyak diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Laila serta Abdullah bin Mughaffal. Dia wafat di Kota Madinah.

Kaab bin Zuhair (wafat 26 H)

Putra puitis Zuhair bin Abi Salma ini adalah seorang puitis yang hidup dalam dua zaman (jahiliah dan Islam). Beliau sempat mencaci Islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam serta kaum wanita Islam sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam menghalalkan darahnya, namun dia cepat-cepat minta maaf kepada Rasulullah dan menyampaikan kasidah penyesalannya di hadapan Nabi. Nabi memaafkannya dan memberikan hadiah baju kepada beliau.

Khabbab bin Art (wafat 37 H)

Sahabat yang telah masuk Islam dari sejak dini ini berkesempatan mengikuti semua peperangan yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam mempertahankan agama yang dianutnya ini, beliau menerima banyak cobaan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mempersaudarakan beliau dengan Jubair bin Atiq. Beliau meninggal di kota Koufah.

Khabib bin Adi (wafat 4 H)

Sahabat asal Ansar, suku Aus ini berkesempatan mengikuti perang Badar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mendelegasikan beliau ke suku Bani Adal dan Bani Qarah dengan suatu missi untuk mengajari mereka ajaran-ajaran agama Islam, namun mereka menipu Nabi, beliau ditangkap dan dijual penduduk daerah tersebut kepada suku Bani Harits bin Amir bin Naufal. Oleh karena di waktu perang Badar Khabib berhasil membunuh kakek mereka, maka merekapun membunuhnya.

Khalid bin Walid (wafat 21 H)

Sahabat asal suku Makhzumi ini adalah bangShallallahu ‘alaihi wassalaman Arab yang dipercayakan memimpin pasukan Islam dalam penaklukan Persia dan Syam (Suriah dan sekitarnya). Beliau berhasil mengalahkan pasukan Romawi dalam perang Ajnadin dan Yarmuk, namun kemudian beliau meninggal di kota Homs.

Khuzaimah bin Tsabit Al Anshari (wafat 37 H)

Khuzaimah bin Tsabit bin Fakah bin Saidah al Anshari ini adalah termasuk orang yang masuk Islam dari sejak dini yang berkesempatan mengikuti semua peperangan yang diikuti Rasulullah sejak perang Badar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menganngap kesaksiannya setaraf dengan kesaksian dua orang lelaki sebagai prioritas buat beliau. Beliau adalah komando pasukan dalam perang Shiffin dan meninggal dalam

perang itu.

Ma`qil bin Yasar

Nama lengkapnya adalah Ma`qil bin Yasar bin Abdullah Al- Mazni, seorang perawi hadis yang dijuluki dengan Abu Ali. Beliau berdomisili di Kota Basrah, wafat pada masa Khalifah Muawiah ketika Abdullah bin Ziyad menjabat gubernur di sana. Imam Hasan Basri banyak meriwayatkan hadis beliau tentang nikah dan tafsir surat Al-Baqarah.

Malik bin Huwairits (wafat 74 H)

Malik bin Huwairits Al-Laitsi ini adalah seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Sulaiman. Dia banyak mendengar hadis langsung dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. dan hadisnya tentang salat diriwayatkan oleh Abu Qilabah. Beliau berdomisili di Kota Basrah dan meninggal dunia di sana.

Miqdad bin Aswad al Kindi (wafat 33 H)

Nama lengkapnya adalah Miqdad bin Umar bin Tsaklabah bin Malik. Beliau ini termasuk tujuh orang yang masuk Islam dari sejak dini dan satria pertama yang terjun ke medan perang dengan mengendarai kuda dalam Islam. Beliau ini mempersunting Daba`ah binti Zubair bin Abdul Muthalib, ponakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau termasuk orang yang mengikuti dua kali hijrah, ke Abessina dan ke Madinah dan sempat mengikuti perang Badar dan semua perang yang sesudah itu. Beliau meninggal se waktu pemerintahan Usman bin Affan.

Miswar bin Makhramah (wafat 64 H)

Nama lengkapnya ialah Miswar bin Makhramah bin Naufal bin Ahyab Al-Qurasyi Az-Zuhri, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Abdurrahman. Beliau sempat menyaksikan hidupnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika dia masih kanak-kanak dan sempat mendengar beberapa hadis langsung dari Nabi. Dia meriwayatkan hadis dari khulafaurrasyidin yang empat dan tokoh perawi sahabat yang lainnya.

Mu`aiqib bin Abu Fatimah (wafat 40 H)

Mu`aiqib bin Abu Fatimah Ad-Dusi ini adalah seorang sahabat yang hadisnya diriwayatkan oleh Abu Salamah bin Abdurrahman. Beliau berdomisili di Kota Madinah.

Muawiah bi Abu Sofyan (20 SH-60 H)

Muawiah bi Abu Sofyan bin Harb bin Umaiah Al Qurasyi Al Umawi adalah pendiri Daulat Umaiah di Suriah. Beliau lahir di Mekah dan sempat memusuhi Islam dan akhirnya memeluk Islam ketika penaklukan kota Mekah (8 H). Beliau sempat belajar tulis baca dan matematika, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Beliau bertugas di Suriah di masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usmanbin Affan. Beliau menentanag Ali dan berkonfrontasi dengan Ali dalam perang Shiffin (37 H/657 M) yang berakhir dengan sebuah arbitrase. Beliau dinobatkan menjadi khalifah (40-60 H/661-680 M) di mana ibukota pemerintahan dia pindahkan ke Damaskus. Beliau termasuk tokoh penakluk ternama dalam sejarah Islam, di mana penaklukannya sampai ke daerah di Lautan Atlantik.

Muaz bin Jabal (wafat 18 H/ 639 M)

Sahabat asal Ansar dari suku Khajraj ini sempat mengikuti baiat Akabah dan semua peperangan yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah menugaskan beliau menjadi hakim di Yaman. Beliau termasuk kelompok enam yang mempunyai kodifikasi sekaligus hafiz Al Quran di zaman Nabi. Beliau sempat mengikuti perang Yarmuk dan meninggal akibat penyakit pes yang melanda di kala itu.

Mugirah bin Syukbah (wafat 50 H)

Sahabat asal suku Tsaqafi ini adalah termasuk cendekia Arab. Beliau meriwayatkan banyak hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan sempat mengikuti baiat Ridwan, perang Yamamah, penaklukan negeri Syam (Suriah dan sekitarnya) dan penaklukan Irak. Sewaktu pemerintahan Umar bin Khattab ra. beliau ini diserahi memerintah kota Basrah dan Koufah. Setelah Usman naik tahta kekhalifahan, beliau diberhentikan, namun setelah Muawiah naik tahta beliau kebali diangkat sebagai pemerintah kota Koufah yang akhirnya beliau meninggal di tempat terakhir ini.

Muhammad bin Maslamah (wafat 43 H)

Sahabat asal Ansar dari suku Aus ini termasuk yang mempunyai keutamaan. Dia termasuk orang yang bernama Muhammad di zaman Jahiliah. Beliau ikut membunuh Kaab bin Asyraf yang menghasut suku Quraisy untuk memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau ini sempat mengikuti perang penaklukan Mesir dan Syam. Beliau tidak mengikuti perang Jamal dan Shiffin karena menghindari terjadinya fitnah. Beliau meninggal di Madinah.

Mujasyi` bin Masud (wafat 36 H)

Nama lengkapnya adalah Mujasyi` bin Masud bin Tsalabah As-Salami, seorang sahabat yang terkenal berani. Dia sempat ikut dalam perang menaklukkan Kota Kabul dan menanda tangani perjanjian damai dengan rajanya, kemudian meneruskan peperangan sampai ke Makran dan daerah pedalaman. Ketika Perang Jamal terjadi, beliau saat itu menjabat kepala suku Bani Salim, dia berpihak kepada Aisyah, tetapi keburu terbunuh sebelum perang tersebut terjadi dan dikuburkan di Kota Basrah.

Musayab bin Hazen

Nama lengkapnya adalah Musayab bin Hazen bin Abu Wahab bin Amru Al-Makhzumi Al-Qurasyi, seorang sahabat yang ikut dalam peristiwa Baiat Ridwan bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau adalah ayah dari Said bin Musayab, seorang ahli fikih.

Mushab bin Umair (wafat 3 H)

Beliau termasuk sahabat yang mempunyai keistimewaan. Dia memeluk Islam tetapi merahasiakan keislamannya terhadap keluarganya. Setelah keluarganya mengetahui keislamannya, mereka mengurungnya kemudian melepaskannya kembali. Setelah itu dia ikut berijrah ke Abessinia dan kembali ke Mekah seusai baiat Akabah I. Beliau menyibukkan diri mengajari kaum muslimin Al Qur`an dan mengimami salat mereka. Beliau sempat mengikuti perang Badar dan Uhud membawahi sebuah brigade. Beliau mati syahid dalam perang Uhud.

Naim bin Masud (wafat 30 H)

Sahabat asal suku Bani Asyjak ini memeluk Islam pada malam perang Khandak Beliau berhasil memecah antara pasukan Bani Quraizah dengan Bani Gathfan dalam perang Khandak tersebut. Beliau berdomisili dan meninggal di Madinah.

Nukman bin Basyir (wafat 65 H)

Sahabat yang sastrawan ini pernah memerintah di Koufah sewaktu pemerintahan Muawiah, di Homs sewaktu pemerintahan Yazid. Karena beliau ikut membaiat Abdullah bin Zubair, beliau dibunuh oleh lawan politiknya. Beliau ini mempunyai kumpulan puisi.

Nukman bin Makran (wafat 21 H)

Nukman bin Makran bin Umar bin Aiz ini adalah sahabat asal suku Mazani yang menjadi komando dalam perang penaklukan Persia. Beliau berhasil menduduki wilayah Qarmisin, namun terbunuh dalam perang Nahawand.

Qais bin Saad (wafat 60 H)

Nama lengkapnya adalah Qais bin Saad bin Ubadah bin Dulaim Al-Anshari Al-Khajraji, seorang sahabat yang menjabat kepala polisi pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Oleh Khalifah Ali bin Abu Thalib beliau diangkat menjadi gubernur Mesir tahun 36 H. Beliau wafat di Kota Madinah.

Qaka` bin Amar At Tamimi (wafat 40 H)

Sahabat ini adalah seorang patriot Arab di zaman jahiliah dan Islam, dia sempat mengikuti perang Yarmuk. Dalam perang Qadisiah dia menderita luka parah. Dia ikut berjuang dalam perang Jamal di belakang Ali bin Abi Thalib. Abu Bakar pernah bicara tentang dia “ Teriakannya dalam suatu pertempuran lebih bermanfaat dari kehadiran seribu serdadu”. Beliau berdomisili dan meninggal dunia di Koufah.

Qatadah bin Nukman Al Anshari (wafat 23 H)

Beliau ini termasuk juru tembak terkenal, dia mengikuti semua peperangan yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Uhud sebelah matanya cedera sampai jatuh keluar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memasukkannya kembali ke tempatnya, sampai akhir hayatnya mata tersebut terus sehat. Beliau meninggal di Madinah.

Rafi bin Khudaij (wafat 73 H)

Nama lengkapnya ialah Rafi bin Khudaij bin Rafi Al-Ausi Al-Anshari, seorang sahabat yang meriwayatkan hadis dari kedua pamannya, Zuhair dan yang satu lagi tidak diketahui namanya. Beliau berdomisili di Kota Madinah dan meninggal dunia di sana.

Saad bin abi Waqqas (wafat 55 H)

Sahabat asal Quraisy dari suku Zuhri ini termasuk sepuluh orang yang diproyeksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam masuk surga. Beliau ini memimpin pasukan dalam penaklukan Persia dan berhasil memukul pasukan panglima Rustum dalam perang Qadisiah. Beliau inilha yang membangun kota Koufah.

Saad bin Muaz (wafat 5 H)

Saad bin Muaz bin Nukman asal Madinah, suku Aus ini adalah seorang sahabat yang mempunyai jiwa patriot. Beliau adalah bangShallallahu ‘alaihi wassalaman suku Aus yang masuk Islam antara baiat Akabah I dan baiat Akabah II. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mengaplikasikan pendapatnya sekitar pembangkangan dan pembatalan perjanjian yang ditanda tangani Nabi dengan bani Quraizah yaitu membunuh kaum lelaki dan memperbudak kaum wanita dan anak-anak mereka. Beliau mati syahid dalam perang Khandak

Saad bin Ubadah (wafat 14 H)

Sahabat asal Ansar, suku Khajraj ini termasuk pangeran terpandang di masa jahiliah dan Islam. Beliau sempat mengikuti baiat Akabah, perang Uhud, perang Khandak. Beliau ini mempunyai ambisi menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, sehingga dia tidak ikut membaiat Abu Bakar Siddik dan Umar bin Khattab. Beliau menyingkir ke daerah Khauran dan meninggal di daerah tersebut.

Saddad bin Aus (wafat 58 H)

Saddad bin Aus bin Tsabit Al Khajraji yang dijuluki dengan Abu Abdurrahman ini sempat mengikuti prang Badar. Beliau ini mempunyai dua keistimewaan, masing-masing bila bicara, jelas sekali dan bila marah dapat dipendam. Beliau meninggal di Palestina dan dimakamkan di Baitulmakdis di masa pemerintahan Muawiah.

Sahal bin Hunaif (wafat 38 H)

Nama lengkapnya adalah Sahal bin Hunaif bin Wahib Al-Ausi Al-Anshari, seorang sahabat yang ikut serta dalam hampir seluruh peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. juga termasuk yang bertahan pada posisinya saat kekalahan kaum muslimin di Perang Uhud. Beliau diangkat oleh Ali bin Abu Thalib menggantikan kedudukannya di Madinah ketika pasukan akan bergerak ke Kota Basrah, setelah itu

menjabat sebagai gubernur Persia.

Sahal bin Saad Saidi (wafat 91 H)

Nama lengkapnya adalah Sahal bin Saad bin Malik Al-Anshari As-Saidi, seorang sahabat yang sebelumnya bernama Hazen kemudian diganti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. dengan Sahal. Beliaulah sahabat yang terakhir meninggal dunia di Kota Madinah dalam usia 100 tahun.

Saib bin Yazid (wafat 91 H)

Nama lengkapnya adalah Saib bin Yazid bin Said bin Tsumamah bin Aswad Al-Kindi, seorang sahabat yang dalam usia 7 tahun, dibawa kedua orang tuanya melaksanakan haji wada bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau wafat di Kota Madinah.

Said bin Ash (wafat 59 H)

Nama lengkapnya adalah Said bin Ash bin Said bin Ash bin Umaiah bin Abdu Syams keturunan Umawi ini adalah seorang sahabat yang mempunyai sifat dermawan dan berkelakuan baik. Pada tahun 30 H khalifah Usman bin Affan mengangkatnya sebagai penguasa di Koufah. Beliau ini termasuk pembantu khalifah dalam program pengkodifikasian Al Qur`an. Beliau meninggal di Madinah.

Said bin Zaid (wafat 51 H)

Nama lengkapnya adalah Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi ini adalah seorang sahabat asal Quraisy yang berkesempatan mengikuti semua peperangan yang disertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam kecuali perang Badar. Beliau termasuk sepuluh orang yang diproyeksikan masuk surga oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau ikut dalam penaklukan negeri Syam (Suriah dan sekitarnya), kemudian meninggal di Madinah.

Salim, Maula Abu Huzaifah (wafat 11 H)

Nama lengkapnya adalah Salim bin Ubaid bin Rabiah. ia termasuk orang yang masuk Islam dari sejak dini dan termasuk empat orang guru Al Qur`an yang mendapat rekomendasi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau diserahi pemegang bendera Islam dalam perang penumpasan kaum murtad di saat mana kedua

tangan beliau terputus kemudian beliau mati syahid.

Salmah bin Akwa` (wafat 47 H)

Sahabat ini termasuk orang yang membaiat Nabi dalam baiat Ridwan. Beliau mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam tuju kali peperangan. Dia mempunyai jiwa patriot, juru tembak dan tangkas larinya melebihi keccepatan kuda. Beliau ini meninggal dalam usia 80 tahun

Salman Al Farisi (wafat 35 H)

Sahabat yang dulunya penganut agama Majusi dari Persia ini berangkat meninggalkan kampung halamannya dengan suatu tujuan mencari agama yang benar. Pertama sekali dia menganut agama Kristen, dia ditawan dan dijual dan berpindah-pindah tangan, terakhir sampai ke Madinah lalu dibeli dan dimerdekakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau inilah yang mempunyai ide penggalian paret dalam perang Khandak. Beliau mengikuti semua peperangan termasuk penaklukan Irak, kemudian dia diangkat sebagai pemerintah di Madain. Dia berdomisili dan meninggal di pos terakhirnya ini.

Samurah bin Jundub (wafat 56 H)

Beliau ini sangat jujur, tidak pernah bohong dan mencintai Islam, salah seorang pejabat kekhalifahan yang berasal dari Ansar. Beliau berdomisili dan meninggal di Basrah di masa pemerintahan Muawiah, bila beliau pergi tugas ke kota Koufah beliau digantikan oleh Ziad. Beliau ini sangat tegas dalam menghadapi kaum sparatis Khawarij.

Shaab bin Jatsamah Al-Laitsi (wafat 25 H)

Nama lengkapnya adalah Shaab bin Jatsamah bin Qais Al-Laitsi, salah seorang sahabat yang terkenal berani. Beliau selalu ikut andil dalam banyak peperangan pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. juga dalam perang menaklukkan Istakher dan Persia.

Shuhaib Ar Rumi (wafat 28 H)

Nama lengkapnya adalah Shuhaib bin Sannan bin Malik, ia ini dijuluki dengan Ar Rumi, karena beliau lama berdomisili di Roma ketika dia tertawan. Beliau ini masuk Islam di Dar Arqom bersama Ammar. Beliau termasuk orang-orang lemah yang menerima berbagai macam cobaan dalam mempertahankan agamanya. Beliau ikut berhijrah ke Madinah dan sempat mengikuti perang Badar. Kaum Quraisy memberi pilihan kepadanya antara hijrah ke Madinah dan hak-miliknya yang berada di Mekah, tetapi dia memilih

hijrah, oleh karena itulah Firman Allah turun tentang beliau yang berarti ” Ada sebagian orang yang berani membeli dirinya demi mengharap rida Allah” Al Baqarah ayat 207. Beliau sempat mengikuti semua perang mulai dari perang Badar, kemudian meninggal di Madinah.

Shukbah bin Najiah (wafat 9 H)

Nama lengkapnya adalah Shukbah bin Najiah bin Iqal bin Muhammad bin Sofyan, ia adalah pemuka Arab dan pimpinan suku Tamim di masa jahiliah dan Islam Beliau inilah warga Tamim pertama membayar tebusan agar tidak menanam putri suku mereka hidup-hidup, sehingga di saat Islam muncul beliau mempunyai 104 orang putri yang ditebusnya dari orang tua merekamasing-masing agar tidak ditanam.

Suhail bin Amr (wafat 15 H)

Nama lengkapnya adalah Suhail bin Amr bin Abdu Syams Al Amiri, ia ini adalah pimpinan delegasi Quraisy dalam perjanjian Hudaibiah. Kaum Muslimin berhasil menawannya dalam perang Badar, namun dia dibebaskan setelah membayar tebusan dirinya. Beliau tetap dalam agama aslinya sampai penaklukan kota Mekah. Pada saat itulah beliau masuk Islam, seterusnya berangkat dan berdomisili di Madinah. Beliau sempat mengikuti perang penaklukan negeri Syam (Suriah dan sekitarnya) dan perang Yarmuk dan meninggal dalam perang terakhir ini.

Sulaiman bin Sharad (wafat 65 H)

Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Sharad bin Jun bin Abu Jun Abdul Uzza bin Munqiz As-Saluli Al-Khuza`i, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Mathraf. Sebelumnya beliau dinamai Yasar lalu diganti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. dengan Sulaiman. Beliaulah pemimpin Jamaah orang-orang yang bertaubat yang menuntut bela atas kematian Imam Husain. Beliau gugur dalam peperangan melawan tentara Abdullah bin Ziyad.

Suraqah bin Malik (wafat 24 H)

Sahabat inilah yang berhasil mengejar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika hijrah ke Madinah, namun berkat doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, kedua kaki kudanya tertanam di pasir. Atas permohanannya sendiri dia minta dibebaskan, dengan syarat dia tidak akan memberitahukan kepada siapapun. Beliau ini masuk Islam pada penaklukan kota Mekah dan meninggal dunia di masa pemerintahan Usman bin Affan.

Thalhah bin Abdullah (wafat 36 H)

Nama lengkapnya adalah Thalhah bin Abdullah bin Usman bin Kaab bin Said, sahabat asal Quraisy ini adalah salah seorang dari enam konsultan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan termasuk sepuluh orang yang diproyeksikan masuk surga oleh Nabi. Beliau ini mengikuti perang Uhud dan menderita luka parah yang luar biasa. Dia membuat dirinya menjadi perisai bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan

mengalihkan panah yang akan menancap diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan tangannya sehingga semua jari-jarinya terputus. Beliau meninggal akibat panahan pada perang Jamal.

Thulaib bin Umair (wafat 13 H)

Nama lengkapnya adalah Thulaib bin Umair bin Wahab bin Abi Katsir bin Qushai, beliau adalah seorang sahabat asal Quraisy. Beliau ini termasuk peserta emigran ke Abessinia. Beliaulah orang pertama menumpahkan darah kaum musyrikin dalam sejarah Islam karena mempertahankan Nabi. Dia berkesempatan mengikuti perang Badar dan berbagai peperangan berikutnya sampai beliau menemui ajalnya dalam perang Ajnadin.

Tsabit bin Dlahhak (wafat 64 H)

Nama lengkapnya adalah Tsabit bin Dlahhak bin Khalifah Asyhali Al-Ausi Al-Madani, seorang sahabat yang dijuluki dengan Abu Zaid. Beliau ikut dalam peristiwa Baiat Ridwan, dia dibonceng oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. pada Perang Khandaq. Beliau meriwayatkan 14 hadis.

Tsauban bin Mujaddid (wafat 54 H)

Namanya adalah Tsauban bin Mujaddid, seorang budak yang dibeli oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. lalu dibebaskan. Kemudian beliau masih terus berkhidmat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. sampai wafatnya dan meriwayatkan 128 hadis.

Tsumamah bin Atsal (wafat 11 H)

Nama lengkapnya adalah Tsumamah bin Atsal bin Nukman bin Maslamah Al Hanafi, beliau ini berasal dari daerah Yamamah. Beliau adalah seorang satria yang ditakuti dan pemuka dalam kaumnya. Beliau datang ke Madinah dan menyatakan ke Islamannya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, setelah itu dia pergi ke Mekah meneruskan dakwah Nabi, menantang ide Musailamah Al Kazab. Pada tahun 8 H beliau diangkat oleh Nabi menjadi pemerintah di Bahrain Dalam berbagai peperangan melawan kaum musyrikin, Tsumamah ini selalu memberikan bala bantuan.

Ubadah bin Shamit (wafat sekitar 34 H)

Nama lengkapnya adalah Ubadah bin Shamit bin Qais, sahabat asal Ansar, suku Khajraj ini termasuk salah seorang pimpinan dalam baiat Akabah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mepersaudarakan beliau dengan Abu Murtsid Al Ganawi. Beliau sempat mengikuti perang Badar dan semua peperangan lainnya termasuk perang penaklukan Mesir. Beliaulah hakim Islam pertama di daerah Palestina dan termasuk hafiz yang mempunyai kodifikasi Al Qir`an di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau menginggal di Ramlah.

Ubai bin Kaab bin Qais (wafat 21 H)

Sebelum kedatangan Islam, Ubai ini adalah termasuk pendeta Yahudi yang banyak membaca kitab-kitab klasik. Beliau ini sempat mengikuti baiat Akabah II, ketika itulah dia mengumumkan keislamannya sekaligus membaiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sejak itu Ubai masuk ke dalam kelompok juru tulis wahyu. Beliau sempat mengikuti perang Badar, Uhud dan semua perang yang diikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau ini termasuk empat orang pengajar Al Qur`an yang hafiz dan mempunyai kodifikasi Al Qur`an di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, dia terkenal dengan julukan Said El Qurra` .

Ukbah bin Amir Al Juhani (wafat 59 H)

Sahabat ini meriwayatkan banyak hadis langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, sebaliknya banyak pula sahabat dan tabiin yang meriwayatkan hadis Nabi dari beliau. Beliau ini adalah seorang pandai Al Qur`an, pakar Faraidl dan ilmu Fikih disamping sebagai puitis juga sebagai penulis kawakan. Beliau ini termasuk hafiz Al Qur`an, sempat mengikuti perang penaklukan kota Damaskus dan perang Shiffin dan akhirnya meninggal di masa pemerintahan Muawiah.

Umair bin Wahab Al Jamhi (wafat 24 H)

Suku Quraisy pernah mengutusnya untuk membunuh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam akan tetapi sebelum melakukan niatnya beliau bertaubat dan memeluk Islam. Beliau sempat mengikuti perang Uhud dan peperangan-peperangan lain setelah itu. Dia berjuang menumpas kaum murtad. Beliau termasuk dalam pasukan penaklukan Syam, ikut bersama Amru bin Ash menaklukkan kota Alexandria. Beliau hidup sampai awal pemerintahan Usman bin Affan.

Umar bin Abu Salamah (2-83 H)

Nama lengkapnya adalah Umar bin Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad Al-Khajraji, dilahirkan di Abessina. Beliau dibesarkan dan dididik oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dia pernah menjadi gubernur di Bahrain pada masa Ali bin Abu Thalib serta berjuang dalam barisannya ketika Perang Jamal tahun 36 H/656 M. Beliau wafat di Kota Madinah.

Usamah bin Zaid (wafat 54 H)

Usamah lahir dari keluarga yang sudah Muslim. Semasa mudanya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam menyerahkan pimpinan pasukan militer yang besar kepadanya. khalifah Umar bin Khattab menaruh respek kepadanya. Beliau termasuk orang yang menyingkirkan diri dari pemerintahan karena menghindari terjadinya fitnah sepeninggal khalifah Usman bin Affan. Usamah meninggal di Medinah

Usman bin Maz`un (wafat 2 H)

Sahabat yang termasuk cendekiawan Arab di zaman jahiliah ini sempat mengikuti perang Badar dan meninggal dunia sekembalinya dari perang tersebut. Beliau inilah yang pernah berniat membujang dan meninggalkan keduniaan akan tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang berliau dari niat tersebut. Sepeninggal beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menciumnya sambil mengalirkan air mata. Beliau inilah sahabat pertama meninggal di Madinah.

Wahsyi bin Harb (wafat 25 H)

Sahabat ini termasuk pahlawan dari kelompok budak Mekah di zaman Jahiliah. Beliau inilah pembunuh Hamzah dalam perang Uhud, setelah itu beliau memeluk Islam. Beliau sempat mengikuti perang penumpasan kaum murtad dan berhasil membunuh Musailamah. Beliau juga ikut dalam perang Yarmuk, kemudian dia berdomisili dan meninggal dunia di Homs.

Ya’la bin Umaiah (wafat 37 H)

Nama lengkapnya adalah Ya`la bin Umaiah bin Abu Ubaidah bin Hammam At Tamimi Al-Handali, seorang sahabat yang masuk Islam pada hari penaklukan Kota Mekah. Beliau ikut bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. dalam Perang Taif, Hunain dan Tabuk. Oleh Khalifah Abu Bakar beliau diangkat menjadi gubernur Yaman.

Zaid bin Arqam (wafat 68 H)

Nama lengkapnya adalah Zaid bin Arqam bin Yazid bin Qais bin Nukman bin Malik bin Agar bin Tsalabah bin Kaab bin Khajraj, seorang sahabat yang menyertai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. dalam 17 kali peperangan, yang pertama adalah pada Perang Khandaq. Beliau juga banyak meriwayatkan hadis.

Zaid bin Haritsah (wafat 8 H/629 M)

Sahabat ini pernah diangkat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai anak angkat, sebelum legalitas anak angkat dicabut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengawinkannya dengan Zainab binti Jahasy putri pamannya kandung, setelah keduanya cerai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengawinkannya lagi dengan Umu Kaltsum Binti Uqbah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerdekakannya setelah pergaulan mereka akrab dengan catatan pembayaran tebusan dari keluarganya. Beliau diserahkan memimpin pasukan dalam perang Muktah.

Zaid bin Khalid Al-Juhani (wafat 68 H)

Zaid bin Khalid Al-Juhani ini adalah seorang sahabat yang ikut dalam Perdamaian Hudaibiah. Pada hari penaklukan Kota Mekah beliau dipercayakan memegang bendera suku Juhainah. Beliau banyak meriwayatkan hadis Nabi yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim.

Zaid bin Khattab (wafat 11 H)

Zaid bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza adalah saudara sebapak Umar bin Khattab. Beliau ini termasuk peserta emigran pertama-tama yang berkesempatan mengikuti semua peperangan mulai dari perang Badar. Beliau ikut dalam perang penumpasan kaum Murtad di Yamamah dan meninggal dalam perang tersebut.

Zaid bin Tsabit (wafat 45 H)

Sahabat asal Ansar, suku Khajraj ini termasuk tokoh sahabat dan pakar ilmu faraid. Beliau ditugasi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam belajar bahasa Suryani dan Ibrani agar dapat mengetahui isi surat-surat yang diterma Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dari kedua suku ini. Beliau ini adalah termasuk juru tulis wahyu.

Zubair bin Awam (wafat 36 H)

Sahabat asal Quraisy ini adalah putra bibi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sekaligus pendampingnya. Beliau termasuk 10 orang yang telah diproyeksikan masuk surga. Dia mengikuti semua perang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Para Shahabiyah Rasulullah

صلى ا لله عليه وسلم

  • Asma binti Abu Bakar (wafat 73 H)
  • Asma Binti Yazid Al-Anshariah (wafat 30 H)
  • Asma binti ‘Umais (Ummu Ubdillah)
  • Asy Syfa binti Harits
  • Barirah maulah ‘Aisyah
  • Hamnah bintu Jahsyi
  • Hindun binti ‘Utbah
  • Khansa binti Amru wafat 24 H
  • Khaulah binti Tsa’labah
  • Rubai bin Ma’udz
  • Raihanah binti Zaid bin Amru
  • Shafiyah binti Abdul Muththalib
  • Sumayyah binti Khayyath
  • Umamah Bintu Abil ‘Ash
  • Ummu Athiyyah Al-Anshariyah
  • Ummu ‘Aiman (Barkah bintu Tsa’labah bin ‘Amr)
  • Ummu Fadhl (Lubabah binti al-Haris)
  • Ummu Hani’ binti Abi Thalib
  • Ummu Syuraik al Quraisyiah
  • Ummu Haram (Malikah binti Milhan bin Khalid Al-Anshariah) wafat 28 H
  • Ummu Halim bin Harits
  • Ummu Umarah (Nusaibah binti Kaab) wafat 13 H
  • Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah
  • Ummu Waraqah binti Naufal
  • Ummu Ruman bintu ‘Amir
  • Ummu Sulaim binti Malhan
  • Arwa binti Abdul Muthalib (wafat 15 H.)
  • Bibi Rasulullah ini, termasuk wanita yang terpandang pada masa Jahiliah dan masa Islam. Beliau memiliki ide-ide yang jernih dan profesional melantunkan syair.
  • Fatimah binti Qais bin Khalid (wafat 50 H.)
  • Sahabat wanita yang berpandangan luas ini termasuk rombongan yang pertama berhijrah. Di tempat kediamannyalah diselenggarakan pertemuan tokoh-tokoh Islam (ahli syura) untuk memusyawarahkan

pengganti khalifah sepeninggal Umar.

  • Gazalah Al-Haruriah (wafat 77 H.)
  • Istri Syabib bin Yazid Al-Haruri ini terkenal sebagai wanita pemberani dan tangkas. Beliau ikut berperang dalam beberapa kali pertempuran sebagaimana pahlawan lainnya. Terdapat sebuah cerita

populer tentang dirinya yaitu larinya Hajjaj karena tidak mampu menghadapinya dalam sebuah pertempuran.

  • Hindun binti Utbah bin Rabiah (wafat 14 H.)
  • Sahabat wanita dari suku Quraisy yang terkenal dengan kefasihan kelantangan, ide-ide yang gemilang dan tegas ini, cukup professional dalam membacakan syair. Sebelum masuk Islam dia sering membangkitkan

semangat kaum musyrikin untuk menghantam kaum muslimin. Dia masuk Islam pada waktu penaklukan Kota Mekah dan berkesempatan pula mengikuti Perang Yarmuk serta aktif membangunkan semangat kaum

muslimin dalam melawan tentara Romawi.

  • Juwairiah binti Abu Sofyan (wafat 54 H.)
  • Seorang sahabat dan pejuang wanita yang turut menggempur musuh secara langsung pada Perang Yarmuk. Beliau juga ikut dalam berbagai pertempuran lainnya yang membuktikan bahwa dia adalah wanita pionir

yang tangkas.

  • Khaulah binti Azwar Al-Asadi (wafat 35 H.)
  • Penyair wanita yang termasuk pemberani ini mirip dengan Khalid bin Walid dalam aktifitas kemiliterannya. Dia mempunyai kumpulan cerita tentang penaklukan negeri-negeri Syam. Syair-syairnya dianggap sebagai syair yang melukiskan kemuliaan dan kemegahan.
  • Laila Al-Gifariah (wafat 40 H.)
  • Sahabat wanita yang terpandang ini sering mengikuti Rasulullah ke medan tempur untuk mengobati pejuang yang sakit dan terluka. Pada waktu Perang “Jamal” ia ikut berangkat ke Basrah berperang di

barisan Ali bin Abu Thalib.

  • Lubabah Kubra (Lubabah binti Harits Al-Hilali) (wafat 30 H.)
  • Istri Abbas bin Abdul Muthalib ini, termasuk wanita terhormat yang melahirkan banyak tokoh. Beliau masuk Islam di Mekah setelah Khadijah, dengan demikian dia adalah wanita kedua masuk Islam.
  • Muazah binti Abdullah Al-Adawiah (wafat 83 H.)
  • Wanita ini adalah pakar hadis yang banyak meriwayatkan hadis dari Aisyah dan Ali bin Abu Thalib ra. Dia termasuk perawi yang terpercaya yang mencapai tingkat siqah dan hujjah dalam ilmu hadis.
  • Qatilah binti Harits bin Kaldah (wafat 20 H.)
  • Penyair wanita ranking pertama ini, adalah saudara kandung Nadhar yang sering menghalang-halangi orang-orang yang ingin menemui Nabi . Beliau berhasil menawan dan membunuh saudaranya pada Perang

Badar, seraya melantunkan sebuah syair yang dianggap merupakan sebab Rasulullah . melarang membunuh tawanan Quraisy. Beliau masuk Islam dan meriwayatkan hadis-hadis dari Rasulullah .

  • Rabayi` binti Mi`waz bin Harits Al-Anshariah (wafat 45 H.)
  • Sahabat wanita yang terkemuka ini sempat membaiat Rasulullah pada waktu Baiat Ridwan dan turut dalam berbagai pertempuran bersama Rasulullah . Dia bertugas mensuplai minuman kepada para pejuang

dan merawat serta mengobati mereka serta mentransportasikan pahlawan yang gugur dan yang luka-luka ke Madinah.

  • Rufaidah Al-Anshariah (wafat 35 H.)
  • Sahabat wanita juru rawat tentara yang luka-luka ini telah mengabdikan dirinya untuk melayani para pejuang Islam dan dianggap sebagai juru rawat pertama dalam sejarah Islam. Dialah yang membalut

luka Saad bin Abu Waqash ketika dibawa ke kemahnya sewaktu Perang Khandaq.

  • Rumaisha binti Milhan (wafat 30 H.)
  • Sahabat wanita terpandang, ibu Anas bin Malik ini, ikut dalam beberapa kali pertempuran. Pada waktu Perang Uhud, dia bertugas sebagai pensuplai minuman para pejuang dan mengobati yang cedera.

Pada waktu Perang Hunain dia bersama Aisyah bertugas mengambil air dan membawanya dengan kantong-kantong kulit untuk diberikan kepada kaum muslimin di saat perang sedang berkecamuk, setelah itu mereka

kembali lagi mengambil air dan membawanya ke barisan kaum muslimin.

  • Subaiah binti Harits
  • Subaiah binti Harits Al-Aslamiah ini, adalah seorang sahabat wanita yang pernah kawin dengan Saad bin Khaulah dari suku Bani Amir yang berasal dari Bani Luai. Saad, suaminya, sempat ikut dalam Perang

Badar dan wafat ketika melaksanakan haji wada. Umar bin Abdullah bin Arqam meriwayatkan hadis yang berkenaan dengan talak dari sahabat wanita ini.

  • Syifa binti Abdullah Al-Adawiah Al-Qurasyiah (wafat 20 H.)
  • Sahabat wanita yang terkemuka ini, pada zaman Jahiliah sudah pandai tulis-baca dan setelah Islam dia mengajari Hafsah (istri Rasulullah.) tulis-baca. Rasulullah memberikan kepadanya sebuah rumah

di Madinah. Umar bin Khattab selalu mengutamakan pendapatnya.

  • Ummu Athiyah Al-Anshariah (Nasibah binti Harits) (wafat 8 H.)
  • Sahabat wanita terkemuka ini, sempat berbaiat kepada Rasulullah, meriwayatkan hadis-hadis dari beliau dan mengikuti beliau berperang sebanyak tujuh kali peperangan. Dia bertugas membuat makanan untuk

pejuang muslimin, mengobati tentara yang terluka dan merawat yang sakit.

  • Ummu Darda (Khairah binti Abu Hadrad Al-Aslami) wafat 30 H.
  • Sahabat wanita yang terkemuka dan memiliki ide-ide yang cemerlang ini berhasil menghafal banyak hadis Rasulullah . Banyak tabiin yang meriwayatkan hadis dari beliau, seperti Sofwan bin Abdullah.

Beliau berdomisili di Madinah dan meninggal di negeri Syam (Suriah).

  • Ummu Kulsum binti Uqbah bin Muit (wafat 40 H.)
  • Sahabat wanita yang masuk Islam di Mekah ini adalah wanita yang ikut berhijrah dalam priode pertama. Beliau berjalan kaki dari Mekah menuju ke Madinah.
  • Ummu Qais binti Mihsan
  • Nama aslinya adalah Aminah binti Mihsan Al-Asadiah, seorang sahabat wanita yang telah memeluk Islam dari sejak dini dan ikut berhijrah dan membaiat Nabi . Dialah wanita yang datang menyerahkan bayinya

kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi diletakkan di atas pangkuannya, bayi tersebut buang air kecil, Nabi menyuruh mengambil air danmenyiramkannya ke atas bagian pakaian yang terkena air kencing tanpa dicuci.

  • Ummu Waraqah binti Abdullah bin Harits (wafat 15 H.)
  • Sahabat wanita yang sempat berbaiat kepada Rasulullah ini, adalah hafal dan mempunyai koleksi Alquran. Beliau sempat mengikuti,Perang Badar, di saat itu dia aktif mengobati tentara yang terluka dan merawat yang sakit.
  • Zainab binti Ali bin Abu Talib (wafat 62 H.)
  • Dia adalah saudara kandung Hasan dan Husain yang sempat ikut bersama saudaranya Husain dalam Perang Karbela. Dia dikenal dengan kewibawaan dan kepandaian berpidato dengan gaya bahasa yang menarik.

Para Tabi’in dan Tabiut Tabi’in

  • Abdullah bin Tsuaib (Abu MuslimAl Khaulani)
  • Abdullah bin al-Mubarak
  • Abu Hanifah
  • Aisyah binti Thalhah
  • Amir Bin Abdillah Attamimi
  • Atba’ bin Abi Rabah
  • Zainal Abidin bin Husain Ali Abithalib
  • Hasan Al-Bashri
  • Muhammad ibnu Wa’asi al Azdiy
  • Muhammad bin Sirin
  • Rabi’ah ar Ra’yi
  • Said Ibnu al Musayaab
  • Said ibnu Jubair
  • Salamah ibnu Dinar
  • Shilah bin Asy Syam al ‘Adawi
  • Syuraih al Qadli
  • Thaawus ibnu Kaisan
  • Urwah bin Zubair
  • Umar bin Abdul Aziz
  • Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz
  • Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr

Sejarah UMMUL MUKMININ DEWI KHODIJAH RA.

 NABIKKU              Ummul Mukminin, DEWI KHODIJAH RA adalah istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dilahirkan lima belas tahun sebelum tahun gajah, dalam nasab, dirinya termasuk berada pada kalangan menengah dalam suku Quraisy, dan yang paling tinggi kemuliaannya. Sampai dirinya dikenal dengan kesuciannya dari hal-hal buruk yang dilakukan para wanita pada zaman jahiliyah.

Beliau seorang saudagar wanita yang sukses dengan harta yang melimpah. Dan beliau dipersunting oleh Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam sedangkan saat itu umurnya sudah sampai empat puluh tahun, dan Nabi berusia dua puluh lima. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memadu dengan wanita lain sampai setelah kematiaannya dikarenakan kedudukan serta keutamaan beliau dihati Nabi, sesungguhnya dia adalah sebaik-baik teman hidup.

Darinya lahir anak-anak beliau, pertama anak laki-laki yang bernama Qosim, dimana dengan sebab itu beliau dipanggil ayahnya. Kemudian lahir Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah serta Abdullah.

Beliau dijuluki dengan wanita yang paling baik akhlaknya lagi suci. Dari anak-anak yang lahir darinya, semua anak laki-lakinya meninggal ketika masih kecil, adapun anak-anak perempuannya maka seluruhnya menjumpai masa Islam dan semuanya masuk agama Islam dan ikut hijrah, dan mereka semua menjumpai ibunya kecuali Fatimah, sesungguhnya ibunya meninggal beberapa bulan setelah kelahirannya.

Dirinya adalah orang pertama yang beriman dan percaya kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam sebelum ada seorangpun yang beriman padanya. Beliau yang meneguhkan Nabi supaya tetap teguh, serta membawanya kepada anak pamannya Waraqah. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menyuruh Nabi       -Nya supaya memberi kabar gembira kepadanya, dengan rumah disurga dari emas yang tidak ada kebisingan serta rasa capek didalamnya.

Dialah Ibunda kuam mukminin Khadijah binti Khuwailid bin Asad al-Quraisyiyah al-Asadiyah. Beliau adalah wanita yang paling mulia pada umat ini. Imam adz-Dzahabi mengatakan tentang beliau: ‘Seorang yang sangat berakal lagi terhormat, teguh beragama, terjaga dari sifat keji lagi mulia, yang termasuk penghuni surga. Adalah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa memujinya dan mengutamakan dirinya dari semua istri-istrinya. Sehingga beliau sangat mengaguminya, sampai kiranya Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: ‘Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap madu yang lainnya melebihi kecemburuanku pada Khadijah, dikarenakan saking seringnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-yebut dirinya’. [1]

Disebutkan dalam sebuah hadits, yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan pada beliau:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Wahai Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana yang berisi lauk, makanan dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah disurga dari emas yang nyaman tidak bising dan merasa capai”. HR Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432.

As-Suhaili mengomentari hadits diatas: ‘Hanya saja beliau diberi gambar seperti itu, dengan mendapat rumah disurga yang terbuat dari batu permata, dikarenakan dirinya telah menghimpun berbagai sarana sebagai pionir terdepan yang beriman kepada suaminya, dibarengi dengan sikapnya yang tenang dan tidak merasa capai dalam pembelaannya. Dan dikarenakan dalam kehidupannya beliau tidak pernah mengangkat suara kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak membikin suaminya merasa capai apalagi menganggu urusannya’. [2]

Ibnu Ishaq mengatakan: ‘Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam merasa begitu sedih tatkala Abu Thalib dan istrinya Khadijah meninggal secara berurutan. Khadijah adalah istri sekaligus pembantunya yang sangat tulus. Dalam garis silsilah nasab, Ayah beliau bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek yang ke empat yaitu Qusai bin Kilab, sedangkan ibunya bertemu dalam silsilah keturunan bersama Nabi pada kakeknya yang kedelapan yaitu Lu’ay bin Ghalib. Khadijah adalah seorang yang banyak harta, maka beliau menawarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawa dagangannya ke negeri Syam ditemani budaknya Maisaroh. Tatkala Nabi pulang dengan membawa keuntungan yang sangat banyak, serta melihat kejujurannya, maka beliau terpikat dengannya, lalu dia menawarkan supaya mau menikah dengannya, lalu Nabi pun menikah bersamanya dengan mahar dua puluh unta betina’.