SEBUAH NOVEL ISLAMY : “CINTA DALAM DIAM”.
CINTA DALAM DIAM
Ku melihat ada seseorang menghentikan motornya tepat di depan rumahku. Ia masuk kerumah dan kakakku, Anwar yang menemuinya. Ternyata ia mencariku, kakakku pun memanggilku. Saat itu aku sedang berada di kamar. Aku pun keluar dan menemuinya. Ku lihat ia berdiri dari duduknya.
“Tidak.” Begitulah ucapnya.
Setelah itu penglihatanku kabur dan aku terbangun. Aku terpaku sejenak berusaha mencerna apa arti dari mimpiku ini. Tak seperti biasanya, kali ini aku mampu mengingat mimpiku yang terlihat begitu nyata itu. Jantungku berdebar kencang. Ada apa ini?. Tak pernah ku sebelumnya merasa seperti ini.
“Ah, sudahlah, hanya mimpi biasa.” Ucapku dalam hati. Aku pun bergegas ke belakang untuk berwudhu.
Pagi yang indah. Langit sangat cerah namun teduh, berhiaskan awan – awan putih yang tersapu warna merah seperti pipi yang merona. Ditambah sepoi angin pagi yang membelai begitu sejuk. Ingin rasanya kuberhenti di waktu ini sedikit lebih lama. Ku tak ingin lepas dari pelukan pagi yang indah ini.
“Neng.” Ucap seseorang dengan menadahkan tangannya di hadapanku.
Segera ku rogoh saku dan memberikan selembar uang dua ribuan kepada kernet angkot yang ku tumpangi ini.
“Pasar, pasar…” Kembali kenet angkot tadi mengagetkanku. Tapi kali ini aku berterima kasih, dalam hati tentunya, karena sudah menyadarkanku sebentar lagi sampai di sekolah. Pernah sekali waktu aku sibuk dengan hp ku hingga tak sadar angkot yang aku tumpangi elah melewati sekolahku. Saat itu hujan, sangat lebat malah, jadi aku tidak bisa melihat keluar dengan jelas. Alhasil, aku pun harus naik angkot lain untuk kembali ke sekolah.
Baru saja aku turun dari angkot tadi, mataku tertumbuk dengan gerbang sekolahku. Ah, aku teringat mimpiku semalam. Seseorang itu adalah orang yang sering ku di sini, di sekolah ini. Dia adalah guruku, guru bahasa arabku tepatnya. Entah kenapa aku merasa mimpiku kali ini terasa berbeda. Seperti mempunyai makna. Tapi apa maknanya? Aku pun tak tahu.
“Door…!!!!” sebuah suara mengagetkanku. Aku berbalik dan menemukan sosok wajah yangn berbalut jilbab sambil memamerkan giginya tanpa dosa. Dialah Umi, teman sabangkuku.
“Ahh, ngagetin aja sih”
“Yee, siapa suruh pagi – pagi udah ngelamun.”
“Nggak ngelamun, tapi lagi memikirkan sesuatu.”
“Apaan tuh?”
“Apa aja boleeee….”
“Yeee, rese deh. Eh Ra, uda hafalan pidato bahasa arab belum?”
Deg. Bahasa arab? Ah, kenapa semua yang berhubungan dengannya selalu membuatku seperti ini. Seperti terkena sengatan listrik.
“Belum.” Ku jawab pelan.
“Sama dong….hehe.” Tak ku hiraukan lagi ia. Ku berjalan dengan ditemani celotehan darinya.
###
“Teeeet…, teeeet…, teeeet….”
Terdengar bunyi bel tanda pergantian jam pelajaran.
“Aaaaaa………” Teriakku dalam hati. Bagaimana tidak? Ini adalah bel tanda masuk jam ketiga. Itu artinya aku harus pindah kelas menuju kelas bahasa arab. Kelas dimana baru ku masuki saja sudah membuatku panas dingin. Aku tak tahu kenapa bisa seperti itu. Sungguh, kalau bisa aku tidak ingin ikut pelajaran saja.
###
“Berarti kamu suka Ra sama orang itu.”
“Hah? Yang benar saja Mi… ! Kalau orang suka mah harusnya pengen deket terus dong sama orang yang disukai. Lha, aku malah pengennya selalu menghindar darinya Mi.
“Zahra, sekarang tatap mata aku, bilang kalau kamu nggak suka sama orang itu?”
“A……” Aku tercekat. Tak mampu ku berkata-kata lagi. Tak terasa, ada bulir bening mengalir di pipiku.
“Ra, kamu kenapa? Kamu nangis?”
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku semakin tersedu.
“Ra, maaf kalau aku salah ngomong. Ra, jangan nangis dong.”
“Apakah boleh Mi aku menyukai dia?” Ucapku sambil tersedu.
Umi mendekapku dan berkata, “Udah, udah, jangan nangis lagi. Kenapa nggak boleh Ra? Hak mu untuk menyukai siapa pun.
Aku masih tersedu dalam dekapannya. Benahkah aku menyukainya? Mana mungkin? Selama ini, aku tidak berani menatapnya. Aku selalu menghindar saat berpapasan dengannya. Aku tidak berani melewati ruang kelasnya saat akan pergi ke mushola, meski aku harus memutar jalan lebih jauh. Aku yang berhaap cepat-cepat lulus dari sekolah ini agar tidak bertemu lagi dengannya. Dan dia, dia selalu hadir dalam ingatanku tanpa aku mau. Aku, aku ingin berhenti memikirkannya. Membuatku sakit. Aku lelah. Aku lelah dengan keadaanku yang rumit ini.
###
“Hmmm….. mana ya?”
Sejak dari tadi aku mencari-cari kamus bahasa arab. Tetapi tidak ketemu. Tumben, biasanya selalu ada kalau aku sedang butuh. Kamus itu sudah menjadi langgananku. Aku pun menaruhnya khusus di pojok agar aku mudah mencarinya. Tapi kali ini aku tak menemukannya meski sudah ku cari di setiap sudut rak buku perpustakaan ini.
“Nyari ini Ra?” ucap sebuah suara mengagetkanku. Dan yang lebih mengagetkanku lagi. Suara itu adalah milik Pak Ikhsan, guru bahasa arabku. Ya Rabb, aku seketika membeku, panas dingin mulai merayap menyelimutiku. Ah, bahkan aku pun tak mampu berkata apa pun. Tapi, aku tak boleh begini. Segera ku menundukkan pandanganku, menenangkan diri dengan memainkan ujung jilbab lebarku.
“i….iya Pak.”
“Oh, ini, tadi Bapak pinjam sebentar.” Ia pun menyerahkan buku itu kepadaku dan segera berlalu. Ku tak tahu bagaimana ekspresi wajahya karena sampai ia berlalu aku masih menundukkan pandanganku. Tersenyumkah? Datarkah? Aku tak tahu. Bagaimana dengan dia? Taukah ia makna dari ekspresiku? Taukah ia betapa jantungku berdebar sangat kencang? Taukah ia bahwa tubuhku panas dingin dengan seketika? Ah, bagaimana pula ia tahu aku mencari kamus itu?
Aku masih terpaku dengan sejuta tanda tanya yang saling berkelebat. Kejadian ini membuatku semakin takut. Benarkah ia bisa membaca pikiranku? Jika memang benar apakah ia tahu bagaimana perasaanku? Ah. Ini semua membuatku gila. Ini bukan pertama kalinya kejadian yang membuatku merasa ia bisa membaca pikiranku. Entah, darimana aku mempunyai pikiran bahwa ia bia membaca pikiranku. Tapi itulah yang aku rasa. Ya Allah, tolonglah aku.
###
Cuuuuuuurrr….
Ku buka keran dan ku basuh wajahku. Aku bermimpi itu lagi. Mimpi yang terasa nyata dan selalu membayangi hari-hariku. Entah, sudah keberapa kali. Tapi kali ini aku bermimpi berada dalam sebuah kelas. Di sana ada teman-temanku. Ku melihat di sana ada sebuah acara yang entah aku tak tahu acara apa itu. Kami duduk di bangku mendengarkan tutor-tutor yang ada di depan kami. Salah satunya ada Pak Ikhsan. Ketika aku maju ke depan kelas di suruh salah satu tutor entah untuk apa. Ku lihat Pak Ikhsan keluar dan tak kembali lagi. Aku menatap heran dan aku terbangun. Ah, apa pula makna mimpi ku kali ini? Ku lirik jam yang terletak di dinding sebelah kananku. Sudah pukul 03.00. aku pun berwudhu dan sholat tahajud, berharap aku bisa merasa lebih tenang.
Seusai sholat, ku lipat sajadahku. Namun aku masih membiarkan diriku dalam balutan mukenah. Ku duduk di tepi ranjangku masih menghadap sama seperti saat aku sholat. Aku sedikit merenung. Mungkinkah dia membenciku? Tak terasa air mataku kembali mengalir. kali ini terasa hangat dan panas. Mewakili hatiku yang terluka perih. Ku biarkan air mataku mengalir jatuh membasahi mukenahku. Bahkan, aku tak mampu menggerakkan tanganku untuk menyeka air mataku.
###
Kali ini pelajaran bahasa arab. Semoga ku duduk di bangku paling belakang. Walau pun sama saja, aku tetap merasa panas dingin seperti biasanya. Tapi setidaknya itu lebih baik. Aku bisa bersembunyi di balik punggung teman-temanku, sekadar untuk membentengi pandanganku.
Pernah suatu ketika aku datang terlambat. Aku kebagian duduk di bangku paling depan. Kalau saja Pak Ikhsan belum berada di kelas ingin rasanya aku bolos dengan berpura-pura sakit di UKS. Tapi, akhirnya aku pun duduk di bangku depan itu. Sungguh, sepanjang pelajaran aku menundukkan pandanganku. Tak berani ku melihat ke depan sekedar melihat papan tulis karena aku takut pandanganku beradu dengan Ustadz Ikhsan. Aku hanya mengandalkan pendengaranku untuk mencerna materi kali itu.
Dan saat ini seperti biasaya Ustadz Ikhsan memulai pelajaran dengan terlebih dahulu memberikan kami wejangan berupa kisah-kisah inspiratif, nasehat-nasehat, maupun humor yang mengandung ilmu. Ia menyalakan proyektor dan menampilkan layar yang berisi tulisan “…dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” An-Nur:26.
“Nah, itu ada kata-kata bagus.” Ucapnya kepada kami dengan nada yang menurut ku hanya ditujukan kepadaku. Sungguh, aku ingin menangis. Apa maksudnya? Apakah dia baru saja mengatakan bahwa aku tidak baik untuk dia. Mataku sudah berkaca-kaca. Ada sebutir bening air mataku yang hampir jatuh dan segera ku seka. Setelah pelajaran usai ku lanngsung belari ke mushola di sekolahku. Ku berwudhu dan sholat dhuha. Ku menangis sejadi-jadinya. Di sinilah tempatku paling aman. Aku bisa menangis mengadu dengan sepuasnya kepada Allah. Tempat curhatku yang terbaik. Hanya kepada-Nya lah aku bisa bercerita mengenai aku, dia, dan perasaanku. Biarlah, biarlah ini menjadi rahasia antara aku dan Sang Pemilik hatiku.
Seusai sholat aku merasa sedikit tenang.
“Baiklah…, aku akan menghilang, jika itu yang kau mau…” Ucapku lirih di depan cermin mushola.
Sejak itu aku benar-benar berusaha menghilangkan perasaanku yang menyiksa ini. Ku menghindar dari tempat-tempat di mana aku bisa melihatnya. Aku bersyukur minggu depan sudah tidak ada lagi pelajaran bahasa Arab. Jadi bisa mengurangi intensitas pertemuanku dengannya. Minggu-minggu sebelumnya beliau memang jarang masuk kelas. Allah mengabulkan do’aku, atau mungkin dia tahu aku sedang mengurangi intensitas pertemuan dengannya, agar aku bisa menghilangkan perasaanku.
Usahaku cukup berhasil walau belum bisa di bilang berhasil. Tak apa. Sebentar lagi aku lulus dari sekolah ini. Itu artinya aku tidak akan lagi bertemu dengannya. Jadi akan lebih mudah untukku melupakannya, melupakan perasaanku padanya.
###
“Aku lulus….!” Ucapku yang di sambut senyum gembira teman-temanku. kami semua tersenyum bahagia, bahkan ada beberapa temanku yang menangis. Aku peluk sahabatku tercinta, Umi. Dia pun membalas erat pelukkanku. Ah, kenapa ada hari mengharukan seperti ini? Begitu indah. Aku senang melihat senyum tawa temanku merekah sebagai ungkapan betapa bahagianya mereka hari ini. Aku pun bahagia. Bahagia bisa segera melupakan semua kenangan-kenanganku di sini. Ah, atas nama apa air ini mengalir? Bahagiakah? Sedihkah? Entah.
Seusai ku menemui teman-temanku dan guru-guruku, aku pun memutuskan untuk pulang. Saat aku melangkahkan kaki keluar dari gerbang, aku berbalik arah dan berhenti sejenak.
“Aku pergi, aku akan pergi. Maaf, dan terimakasih.” Aku beucap lirih. Air mataku meluncur jatuh. Segera ku seka dan aku berlari.
###
Tak terasa tiga tahun telah berlalu. Kini aku sedang memasuki semester enam dikuliahku. Ku jalani hidupku yang baru ini. Semuanya berbeda, semuanya berubah. Tapi, aku tetap seperti dulu tak berubah. Setidaknya itulah yang aku rasa.
“Zahra, besok ikut seminar yuk” ajak Firdah, sahabatku.
“Mmmm, kayaknya nggak bisa fi, lagi banyak tugas.”
“Ayo lah Ra, aku nggak ada temennya nih. Sebentar doang ko, pliiiiis…” ucapnya dengan tampang memelas, membuatku tak tega menolaknya.
“Ya udah deh, demi fifi apa sih yang nggak…”
“Yeee…. okke!
###
“Ra, cepetan dong.”
“Iya, iya, sebentar.”
Aku bergegas membetulkan jilbabku di depan cermin. Aku mengenakan gamis hitam dengan motif bunga berwarna krem kecoklatan. Kupadu dengan jilbab lebar berwarna krem. Entah kenapa aku ingin sekali mengenakan gamis ini, satu-satunya gamis yang sangat aku sayangi. Setelah rapi, segera kusambar tasku dan bergegas mengahampiri Firdah yang sedari tadi menungguku.
“Aduh, jamuran nih Ra nungguin kamu.”
“Hehe…, iya maaf deh fifi ku sayang” Ucapku sambil mencubit pipinya yang gembil.
“ayo jalan.”
Kami berdua pun pergi menuju kampus. Meskipun diadakan di kampus tetapi seminar ini dibuka untuk umum. Seminar ini akan membahas “peran pemuda dalam dakwah”. Tak heran firdah sangat ingin menghadiri seminar itu. Ia begitu antusias dengan hal yang berbau dakwah.
“Zahra”
Ada yang memanggilku. Aku pun menoleh. Dan, yang memanggilku adalah dia, Ustadz Ikhsan.
“Kuliah di sini? Ngambil jurusan apa?”
“Tafsir Hadits…..” Ucapku ragu sambil menunduk.
“Wah hebat…! Saya kesana dulu ya…”
“Iya Pak” Jawabku masih menunduk. Ku beranikan diri mengangkat wajahku. Ia berjalan menghampiri seseorang, entah siapa dia, aku tak melihatnya karena Firdah menarik tanganku menuju tempat duduk.
###
“Mbak, ini buat mbak.” Ucap Fariz, adik kelasku yang juga mengambil jurusan yang sama denganku.
“Lho, apa ini Fariz?” aku menatap heran pada sebuah kertas yang diberikan Fariz.
“Baca aja mbak.”
Aku pun membuka lipatan kertas itu.
Assalamu’alaikum…
Uhty, mungkin ini sedikit mengagetkan
Tapi…
Kalau kau besedia,
Bolehkah aku mengkhitbahmu?
Tentu tak harus kau jawab sekarang
Akan lebih baik jika kau melakukan istikharoh dulu.
Ku tunggu jawabanmu…
Ikhsan
“Kata bang Ikhsan, mba bisa menjawabnya melalui saya mba.”
Aku terdiam
“Saya permisi dulu mbak.”
Ku biarkan ia berlalu meninggalkan diriku terpaku. Ikhsan? Apakah maksudnya Ustadz Ikhsaan? Tulisan khas itu memang milik Ustadz Ikhsan. Lengkungan huruf itu, aku masih sangat mengingatnya. Yah itu memang tulisannya.
Keesokan harinya aku baru tahu kalau Fariz adalah keponakan Pak Ikhsan. Ah, kenapa dunia ini begitu sempit? Seusai ku melaksanakan sholat istikharah dan mengutarakan hal ini ke orang tuaku , aku pun mengirim sms ke Fariz.
Assalamu’alaikum
Fariz, sampaikan ke abangmu,
Jika ingin mengkhitbahku, datanglah kerumahku.
Lama tak ada balasan. Aku mulai gelisah. Hp ku berdering. Bukan dari Fariz, tapi nomor baru.
“Halo, assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam, ini aku, Ikhsan. Terima kasih atas jawabannya. Besok aku dan keluarga akan datang untuk melamarmu.”
Aku terdiam. Sungguh, jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak mampu bekata-kata.
“Zahra….”
“I… iya, aku tunggu.”
“Tunggu apa?” Ku dengar ia seperti tersenyum.
“…” Aku diam. Tak tahu harus kujawab apa. Kurasa ia sedang menggodaku.
“assalamu’alaikum” Akhirnya kata itulah yang terucap. Ku tutup telephone setelah ku mendengar balasan salam darinya. Ah, padahal aku masih ingin mendengarkan suaranya. Astaghfirullah, diakan belum halal bagiku.
Keesokan harinya ia memang benar-benar datang ke rumahku bersama keluarganya.
###
“sah?”
“sah.”
Sungguh terasa seperti mimpi. Tak kuasa ku menahan air mataku. Ia pun ku lihat begitu. Ku melihat matanya yang berkaca-kaca. Benarkah ini nyata? Benarkah ia telah menjadi suamiku?
“Mi…” ucapkan saat duduk di atas ranjang menghadapku.
“Maaf sudah membuat umi menunggu lama dan terima kasih sudah mau menungguku.” Ucapnya setelah meraih tanganku.
Dia memanggilku umi? Bolehkah aku memanggilnya Abi? .Ah, tentu saja. Dia kan sekarang telah menjadi suamiku, imamku.
“Maksud Abi?” tanyaku lembut.
“Abi tahu bagaimana perasaan Umi kepada Abi sejak dulu, sejak Abi masih mengajar Umi, dan Abi pun merasakan hal yang sama.”
Jadi selama ini dia tahu perasaanku dan membiarkan ku menyimpannya dalam diam?. Ku lihat ia tersenyum dan mendaratkan kecupan di keningku.
Ya Rabb, terima kasih telah memjadikan cinta dalam diamku menjadi nyata. Ucapku membatin.
CERPEN : PELANGI DI BAWAH GERIMIS
Reiha mempercepat langkahnya menuju ke suatu tempat. Dengan membawa sebuah kartu di tangannya. Ia memegangnya sangat erat supaya kartu itu tidak terbang ditiup angin. Jilbab ungunya menari-nari mengikuti suasana hatinya yang bahagia. Padahal awan gelap sedang mengiringi alur kakinya. Akhirnya Reiha berhenti di sebuah danau. Danau yang biasa dikunjungi orang-orang untuk bersantai atau sekadar jalan-jalan. Gadis berusia 22 tahun itu berjalan menuju tepi danau dan menjatuhkan pantatnya di sana. Dipandanginya panorama yang ada di sekitarnya.
“Assalammualaikum, Re.” Sapa seseorang.
“Waalaikummussalam.” Jawab Reiha.
“Bagaimana Kakakmu? Apa dia bahagia?” tanya lelaki itu mengawali pembicaraan.
“Tentu saja. Ini untukmu.” Kata Reiha seraya menyodorkan sebuah undangan.
Si pria memasukkan undangan itu ke dalam tas ranselnya.
“Apa Kak Ridwan cemburu?” tanya Reiha.
“Tidak, Re, lalu kapan kau akan menyusul Kakakmu?”
Reiha tahu, bahwa jawaban itu bohong. Ia tahu betul seberapa besar cinta lelaki yang ada di sebelahnya untuk Kakaknya. Reiha berdiri, “Secepatnya aku akan menyusul Kakakku. Tapi, aku harus menunggu lebih lama lagi…” Reiha menarik napas.
“Karena, seseorang itu harus siap lahir dan batin, membentengi hati dan pikirannya saat bertemu dengan Kakakku.”
Mata Reiha terasa panas. Sekali kedip, butiran itu jatuh melewati pipinya. Secepat kilat ia berusaha menyeka air matanya. Ridwan berdiri di hadapan Reiha. Reiha tak banyak bicara, seseorang yang ada di depannya tersenyum. Senyuman yang selalu meneduhkan. Tubuhnya lebih tinggi dari Reiha. Kumis tipis menghiasi wajahnya. Serta alis mata tebal dan hampir menyatu.
“Aku memang mencintai Kakakmu. Bahkan aku yakin, Kakakmu pun masih mencintaiku…”
Wanita berketurunan Jawa itu memalingkan mukanya. Mencoba menahan hatinya agar tidak roboh. “Tapi, takdir berkata lain, Re. Allah telah menuliskan jodoh di Lauhul Mahfudz. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana.” Hujan mulai jatuh dan membasahi tubuh mereka. Orang-orang yang ada di danau itu berlari mencari tempat berteduh. Namun, tidak dengan Ridwan dan Reiha. Mereka tetap di antara hujan lebat. Membuat tangisan Reiha tak terlihat lagi.
“Ukhti, aku utarakan niat dalam hatiku, niat yang telah lama ku pendam dan aku ingin meminangmu di depan orangtuamu.” Ucapan itu ke luar dari mulut Ridwan. Ucapan yang selama ini ditunggu oleh Reiha. Lelaki yang berprofesi sebagai seorang akunting, tidak berani menyentuh Reiha. Mereka paham bahwa hal tersebut dilarang oleh agamanya. Reiha berlari meninggalkan Ridwan. “Reiha, tiga hari lagi aku akan melamarmu. Tepat saat pernikahan Kakakmu!” teriak Ridwan.
“Lakukan saja apapun yang ingin kau lakukan, Kak! Saat kau sudah yakin bahwa hatimu tak akan goyah ketika kau bertemu cinta pertamamu!” teriak Reiha sekencang-kencangnya.
CERPEN : SURAT CINTA DARI PENGGEMAR RAHASIAMU
Mungkin ini surat dan bunga yang ke seratus kalinya kuletakkan di lacinya.
“Assalamualaikum Ukhti, Ana uhibbuki fillah. Aku berharap engkau tersenyum membaca suratku.”
“Dari: Penggemar Rahasiamu”
Itulah isi surat yang keseratus dan tak pernah berubah sejak pertama kali kukirim. Seperti biasa, ia tersenyum membaca suratku dan menyimpannya di saku. Aku hanya mampu menangkap senyumnya itu dari sudut jendela dengan perasaan bahagia.
Aisyah, nama yang indah bak perawakannya. Wanita pintar nan soleha penghuni kelas sebelah. Begitulah aku mengetahuinya. Aku jatuh cinta padanya. Melihatnya dari kejauhan saja aku sangat gembira. Tapi apakah dia mengenalku? kurasa tidak.
Entah mengapa setiap malamku gelisah, bayangan dirinya merasuki kalbuku. Tak melihatnya beberapa jam saja membuatku gundah. Ya! Aku gundah! Andai malam cepat berlalu dan pagi segera berganti.
Hari minggu menjadi hari terburuk bagiku karena tak dapat melihatnya. Satu hari saja tak bertemu rasanya seperti seribu tahun, seperti itulah yang kualami sekarang.
Aku tak pernah lupa untuk menulis surat cinta kepadanya, tapi untuk besok berbeda, kutambahkan coklat berbentuk hati di paket suratku.
Pagi sekali aku berangkat agar tak seorang pun tahu kalau akulah yang selama ini meletakkan surat dan bunga di lacinya. Tapi pagi ini berbeda, sekian lama menunggu, dia tak muncul jua. Tubuhku mulai gelisah, aku tak henti memikirkannya. Ada apa gerangan? Apa dia terlambat? atau sakit? Begitulah kata hatiku lirih.
Akhirnya jam istirahat tiba, waktu yang paling aku tunggu-tunggu untuk melihat reaksinya terhadap suratku. Intipku dari sudut jendela, ternyata ia tak datang. Terlihat surat, bunga beserta coklat yang kuberikan masih utuh. Perasaanku semakin cemas, apa yang terjadi dengannya? Hatiku memelas. Harus kurelakan dua hari terakhir ini tak melihat indah wajahnya.
Keesokan harinya pun begitu, tak lagi kulihat indah parasnya. Tanpa rasa malu, akhirnya kuberanikan diriku bertanya kepada teman sebangkunya yang kebetulan aku mengenalnya.
“Aisyah kok gak datang, Cha?” tanyaku.
“Oh dia sudah pindah dua hari yang lalu ke Jogja, ini kalau mau alamatnya.” ucapnya sambil memberikan secarik kertas.
Sontak batinku pun kaget, tanpa sepatah-kata langsung kutarik kertas di tangannya dan kembali ke kelas dengan wajah kecewa. Aku masih tak percaya dengan keadaan ini. Aku tau, aku cuma seorang penggemar rahasia yang tak mampu mengungkapkan perasaan ke Aisyah, tapi hatiku merasa sangat kehilangan semenjak Aisyah pergi. Hari-hariku kini terasa hampa, dan sedih.
Berbekal alamat yang diberikan Icha, kutulis surat untuk Aisyah.
“Assalamualaikum Ukhti, Ana uhibbuki fillah. Aku berharap engkau tersenyum membaca suratku.”
“Mungkin Aisyah tak mengenalku, tapi ketahuilah bahwa aku sangat mencintaimu, akulah penggemar rahasiamu, yang setiap hari meletakkan surat di lacimu, dan memaksamu untuk tersenyum membaca suratku. Melihat senyummu dari jendela saja sudah lebih dari cukup bagiku. Aku tahu di usia kita yang belia ini belum pantas untuk mengenal cinta, tapi tak ada salahnya kan kalau aku mengagumimu? Semenjak kamu pindah ke Jogja, kamu tau apa yang aku rasakan? Sulit mengungkapkannya melalui surat ini, yang jelas kalbuku nelangsa setiap hari. Memang aku tak pantas mengungkapkan ini kepadamu, karena aku bukan siapa-siapamu dan hanya seorang penggemar rahasia yang berharap lebih.
Salam dariku, Roman
Itulah isi surat yang kukirimkan ke Aisyah dengan menambahkan dua lembar fotoku agar dia mengenalku.
Berminggu-minggu sudah surat itu kukirim, dan perasaanku lega mengungkapkan semuanya. Hari-hariku mulai terbiasa tanpa dia, dan aku mulai tersenyum kembali.
Aku terkejut, di depan pintu rumahku ada sebuah surat yang tak kuketahui dari siapa.
“Assalamualaikum Akhi Roman, aku akan selalu tersenyum membaca surat darimu.”
“Kalau dihitung, surat yang kemarin engkau kirim adalah surat yang ke-102 ya? Tenang saja, aku masih menyimpan semua suratnya kok. Ketahuilah Akhi, aku juga mencintamu dan mengagumimu, dan firasatku pun berkata kalau engkaulah penggemar rahasia yang selama ini meletakkan surat dan bunga di laciku. Aku juga menyimpan fotomu di tempat yang spesial, meletakkan surat demi surat yang engkau kirim agar dapat kukenang kembali. Oh iya Akhi, sebagai balasannya, aku mengirimkan dua lembar fotoku bersama surat ini. Ana uhibbuka fillah Akhi Roman.
Salam Cinta, Aisyah
Begitulah kalimat yang tersirat di dalam surat itu, sangat indah. Akhirnya aku bisa memandangi wajahnya setiap hari melalui foto yang dikirimnya. Semenjak hari itu aku dan Aisyah berkomunikasi dengan lancar melalui surat. Dan sampai sekarang aku tak tahu bagaimana nasib surat, bunga, dan coklat yang kuletakkan di lacinya itu.
CERPEN CINTA : SEMUANYA KARENA ALLOH SWT SEMATA
Pagi adalah waktu yang menurutku sangatlah indah. Dengan dikelilingi oleh pepohonan yang rindang dan sawah hijau yang melintang. Membuat hati semakin tenang. Di tambah lagi dengan hawa yang begitu dinginnya pagi ini..
Hmmm … itulah gambaran dari suasana kotaku.. yang sangat aku banggakan. ,,mungkin hingga tua kan ku pijaki kota tercintaku ini. Dimana pula disinilah tempat ku terlahir,tempat pertama kali ku hembuskan napasku.
Aku terlahir dari rahim seorang wanita penjual kue keliling. Seorang wanita yang berhati mulia dan berjiwa tegar. Disini pula seorang wanita paru baya mempertaruhkan nyawa,hanya berbekal dengan doa.Dan berharap tangan tuhan mau membantunya.yaaa…wanita itu adalah ibuku, ,malaikat yang akan selalu temani hatiku, yang akan selalu menjaga ragaku dan yang akan selalu menyayangiku hingga kelak ku tutupkan mata kembali menghadap sang illahi. Sedangkan bapak ku hanya berprofesi menjadi penarik becak yang tak akan pernah pasti hasilnya.
“Hmmm..” pagi ini ku hembuskan nafasku, ku terbangun dari lelapnya tidurku semalam. Entah kenapa pagi-pagi buta aku telah terbangun dari tidurku,, mungkin hawa dingin yang menusuk tulangku membuat diriku terbangun. Sang surya saja belum terbangun dari tidurnya.
Saat itu ku merasakan kejenuhan dalam kamarku. Ku berniat untuk keluar dari kamar. Saat aku tengah membuka selambu kamar yang sangat kumal. Ku mencium aroma masakan khas ibuku. Dan ku lihat asap tunggu pun telah mengebul. Ku bergegas ,mengikuti aroma yang sangat sedap itu. Aku yakin ibu masak nasi special untukku. Yaa, karena kita jarang sekali makan nasi. Paling Cuma ubi rebus. Itupun kalau ada. Kalau gak yaa..hanya minum saja. Oleh karena itu nasi sudah termasuk makanan spesial untukku.
Ku toleh dapur yang terbuat dari bilih bambu tersebut dan saat itu pula ku sapa ibuku “ ibuu….” Lalu ibu pun tersenyum kepadaku. Cantik sekali saat dia tersenyum, seperti bidadari bagiku. Dan saat itu ku hanya tersenyum dan merasakan kehangatan pada tunggu alat untuk memasak ibu. Saat itu suasana sangatlah hening hanya ada aku dan ibu.
Ku memulai pembicaraan “ ibu..ibu masak apa?nasi yaaa…aromanya sedep bangetss….”
“Hahahah…kamu bisa saja Syifaku sayang” tersenyum sambil mengelus rambutku
“yaa..iya dong bu…anak siapa?” aku pun berbalas memujinya.
“Tau gak bu..pagi ini udara begitu dinginn. Tapi disaat belaian ibu kepadaku dan hanya ditemani api di tunggu. Serasa ada yang menyelimutiku bu, terasa begitu hangatnya.” Sambil ku tidur dipangkuan ibuku.
“ oh yaaa…tapi jika suatu saat ibu telah tiada,, bagaimana?? Siapa yang menjadi pengganti ibu di saat syifa kedinginan..” sambil tak terasa ibu meneteskan air mata.
“ ibuuuuuuuuu…… Syifa tau, umur tak dapat di perkira oleh manusia. Tapi yakinlah buu…selamanya ibu akan selalu di hati Syifa. Syifa cinta ibu karena ALLAH.’’ Sambil tangan ini menghapus air mata yang telah mengalir di pipi cantik ibu..
Tak terasa perbincangan dalam dekapan hangat ibu membuat waktu tak terasa bergulir begitu cepatnya. Dan kini jarum jam telah menunjuk pada angka 4 lebih. Adzan pun telah terdengar oleh telingaku.Kokokan ayam pun mulai berbunyi, itu bertanda sang surya akan segera datang.
Ibu menyuruhku segera mandi dan bergegas untukku sekolah,sedangkan ibu melanjutkan perkerjaannya tadi yang sempat terhenti oleh ku. Sebelum itu aku dan ibu bergegas menambil air wudhu. Saat ku akan melepaskan bando kesayanganku, ibu menyuruhku membangunkan bapak yang tengah tertidur lelap. Mungkin ia merasakan lelah setelah bekerja hingga larut malam, terkadang aku kasihan sama bapak.
Aku membangunkannya untuk sholat shubuh berjama’ah yang telah dilakukan seperti biasa di keluargaku.
“ bapak…pak… ayo bangun, waktu shubuh telah datang!” sambilku goyangkan badan bapakku.
Tak lama bapak terbangun dari tidurnya, berlahania membuka mata.
“ooohh.. Syifa..ada apa nak ?” sambil sayup-sayup bapakku membuka mata.
“bapakk….ayo sholat..sudah ditunggu ibu”sambilku menarik tangan bapak.
“oh masya alloh…. Ini sudah shubuh toh?’’ ayah langsung bergegas bangun dari tempat tidurnya dan bergegas mengambil air wudhu.
Aku,bapak,dan ibu sholat berjamaah. Bapaklah yang menjadi imam di keluarga kecil kami. Aku bahagia memiliki bapak dan ibu yang sangat menyayangiku. Walaupun dilihat dari materi kami termasuk orang-orang miskin. Tapi dengan ada mereka di dekapanku…ku rasa aku adalah orang paling terkaya.
“Pak…bu… Syifa berangkat sekolah dulu yaaa.” Ku mencium tangan mereka berdua.
“ iya nak.. Syifa disekolah jangan nakal ya..jangan ikut teman-teman Syifa..jadilah anak yang pandai yaaa sayangg… jadilah anak yang bisa ibu dan bapak banggakan. Kami sayang kamu Syifa.” Ibu memelukku serasa ibu tak ingin kehilanganku.
“assalamu’alaikum bu..pakk..”sambilku lambaikan tangan pada mereka.
“wa’alaikum salam hati-hati di jalan.” Ibu dan bapak membalas lambaian tangan dariku.
Ku berangkat dengan jalan kaki, jauh sih..! Tapi bagiku jarak tak dapat menyurutkan langkahku untuk menimba ilmu disekolah. Apalagi ku teringat akan pesan ibu setiap pagi untukku. Dan harapan ibu di setiap langkahku. Aku harus bisa jadi anak kebanggaan ibu !
Ku menelusuri sawah-sawah dan menyebrang sebuah sungai yang gak terlalu dalam ketinggian airnya. Mungkin hanya di bawah lututku. Aku berjalan menuju sekolah dengan bernyanyi di sepanjang perjalanan,ku nikmati aroma surga dunia. Kunikmati pemandangan yang mungkin manusia tak dapat membuatnya. Hanya tuhan yang maha kokohlah yang dapat menciptakaannya.SUBHANALLAAAAHHH…..
Sesampailah di sekolah tempat ku menimba ilmu. Semua teman-teman telah menyapaku di depan gerbang sekolah SMP.AL-JANNAH O1. Sekolah terfavorit di kotaku.Mungkin hanya orang-orang kaya yang bisa masuk sini..
Yaa..berhubung secara materi aku lemah tapi mungkin IQ ku lumayan tinggi. Jadi aku dapat di terima pada sekolah termewah ini. Semua temen juga suka padaku. Mereka bilang aku anaknya selain pinter periang pula. Hehehe….
Aku masuk kekelas bersama Cahaya PUtri Laila anak pengusaha ternama di ASIA. dan saat bersamaan bel tanda masuk telah berbunyi. Teeeeeetttt……aku duduk bersamanya. Lalu bu Laila masuk ke kelasku.yaaa..kerena saat ini pelajaran matematika. Dan yang mengajariku adalah bu Laila guru yang terkenal cantik dan baik hati.
Uupsss..bu Laila hari ini tidak masuk sendirian dikelasku melainkan didampingi oleh kepala sekolah pak Ridwan namanya. “wah ada apa nih !” batinku sambil hati berdebar-debar. Entah kenapa hari ini aku sangat berdebaran.bu Laila masuk dan menyapa murid-murid di kelasku.
“assalamu’alaikum anak-anak” sapa bu Laila
“waaa..aa.alaikum salam bu Laila” murid-murid membalas sapa
“aanak-anak kedatangan bapak kepala sekolah disini untuk memberi kabar gembira untuk kalian” dengan tersenyum bu Laila menyampaikannya.
“ ehhhmmm….boleh tau gak bu kabar gembiranya apa” sang ketua geng Beuti dengan tidak sopannya. Itu Bella namanya.ketua geng yang paling suka usilin aku ma Caca.
“Bella..tunggu ibu belum selesai bicara..”sambiil sedikit jengkel melihat tingkah Bella di hadapan bapak kepala sekolah.
Lau ibu melanjutkannya “biar bapak sendiri yang akan memberitahunya”
Sejenakku terdiam bersama teman-temanku.hati semakin gak karuan.melihat pak Ridwan yang sangat terkenal kedisiplinannya dan tidak ingin di selah saat ia sedang berbicara. Hanya diam dan diam. Hanya ada keheningan yang membalut di dalam kelas ku.
“anak-anak yang bapak banggakan. Berdirinya bapak di sini akan menyampaikan sebuah informasi yang sangat penting. Berhubung sekolah ini sudah di kenal dengan murid-murid yang sangat cerdas seperti kalian maka bapak wali kota. Mengundang murid yang terbaik di sekolah ini untuk mewakili kota udalam rangka mengikuti lomba cerdas cermat “ Jenius Matematic” tingkat seJawa Timur. Hadiah yang akan di berikan tidak main-main. Hadiah untuk juara satu 10 juta, juara dua 5 juta sedangkan juara tiga 1 juta dan langsung di kirim ke tingkat se-Indonesia. Kalian semua akan saya seleksi. Saya akan memilih 2 yang terbaik. Yang akan mewakili kota ini. Kalian siap bukan?” sambil tersenyum dan menyakinkan murid dikelasku.
‘‘huuuftt..’’ ku hembuskan nafas untuk meredakan tegangku tadi.
“Pak kapan acara penyeleksiannya dimulai dan kapan lomba cerdas cermat akan dilaksanakan.” Dengan wajah serius si jagoan matematika di kelasku. Namanya Dian.
“mungkin, bulan depan perlombaannya akan dimulai.” Jawab bapak kepala sekolah.
Akhirnya, penyamian bapak kepala sekola di kelasku telah usai. Lalu pak kepala sekolah berpamitan keluar ke[ada murid kekelasku.
“sebelum bapak tinggal, masih adakah pertanyaan yang ingin ditanyakan?”
“tidak pak…” murid-murid di kelasku menjawabnya dengan serentak.
“kalau begitu saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan semoga sukses. Terus belajar , jangan lupa berdo’a. Karena ini kesempatan emas untuk anak yang jenius seperti kalian.” Sebuah pesan yang penting dari seorang professor sekaligus kepala sekolah di sekolahanku.
“wichh..hadiahnya oke bengat..tapi, apa mungkin aku terpilih mengikuti lomba itu, Ah,! Aku rasa tak mungkin, paling Dian yang akan terpilih. Secara IQ dia kan tinggi banget lagi pula secara materi juga dia kan tercukupi hanya minta saja langsung tersedia. HUUft…” ku hembuskan nafasku meragukan kemampuanku sendiri.
Saat itu ku terlamun sendiri, tak ada gairah untuk membicarakan persolan ini.hanya termenung dan berandai-andai“ Andai jika aku terpilih dan aku menang mungkin aku bisa bantu ibu dengan uang yang aku dapatkan dari lomba tersebut .hmm.. aku kasian liat ibu harus berjualan kue keliling dengan panasnya terik matahari yang tak seorang pun dapat berkompromi dengannnya. Kadangkala hujan yang lebat membuat kue-kue yang dibuat ibu tak laku begitu banyak.
“ya Allah,, aku sadar aku tak mungkin dapat ikut dalam perlombaan itu. Apalagi aku bisa menang dalam perlombaan tersebut dan mendapatkan hadiahnya. Itu menurutku tak mungkin. Tapi aku tahu kuasa-Mu begitu besar, kau bisa bolak- balikkan dunia dengan kecepatan kedipan mata.maka tak sulit pula jikalau Engkau dapat memberikan kepercayaan pada hamba dan memilih hamba untuk mewakili kota ini.
Ya..Al loh.. hanya pada-Mu hamba munyembah dan hanya pada-Mu pula hamba memohon, hamba ingin mengikuti lomba tersebuat ya alloh…jadi izinkan hamba untuk mengikuti lomba tersebut dengan cara lolosnya hamba dalam seleksi yang akan di berikan .hamba ingin membantu ibu yaa..Alloh..hamba kasian pada ibu” ku menulis pada buku diary ku. Berharap alloh akan membantuku nantinya.
“Plessssss”.. suara tebokan tangan yang lembut di bahuku.tapi, tak begitu keras. Ku toleh ke belakang, ku terkejut.ternyata tangan Caca yang menebok bahuku. Caca adalah anak terkaya di sekolahku bapaknya saja seorang Directur di perusahaan minyak diKalimatan sedang ibunya seorang perawat di Rumah Sakit ternama di kota ini.aku sempat heran kenapa dia mau berteman dengan orang miskin sepertiku yang hanya mengandalkan otak saja.
“Syifa kenapa kamu? Kelihatannya wajahmu begitu gelisah” dengan raut wajah yang nampak mengkhawatirkanku.
“Tiii..dddaakkk…aku tidak kenapa- napa kok, kamu gak usah khawatir ya…” jawabku dengan terbata-bata.
“Ah..kamu gak usah bohong dech, kita sudah lama berteman dan aku tahu banget sifatmu, kamu gak biasanya seperti ini, pasti ada apa-apa, ehhh,,aku tahu ! pasti gara-gara tadi yaa… kamu mau ikut lomba itukan?” dengan raut wajah yang gelisah melihatku.
“iya … Ca.. sebenarnya aku pingin banget ikut itu tapi, kurasa itu tidak mungkin. Kamu liat Dian tadikan, kelihatannya dia begitu siapnya mengikuti seleksi tersebut. Kamu tahu kan Ca..selain pinter dia kaya semua dia minta selalu terkabulkan” aku semakin cemas.
“ehmm… Syifa temen Caca yang palinggg cantik.. Syifa gak perlu cemas dengan itu, Syifa butuh dana untuk beli buku?…Caca ada sedikit ung kok buat Syifa.” Sambil memegang bahuku.
‘’ee..eee..jangan Ca..aku gak mau merepotkanmu. Biarlah Dian saja yang mengikuti lomba tersebut.”Ku menolak tawaran Caca padaku.
“Syifa..Caca tahu Syifa butuh uang untuk ibu Syifa kan,!dan ini kesempatan kamu Syif..jadi jangan kamu sia-siakan yaa…!” Caca semakin menyakinkanku bahwa aku bisa.
“ Makasih ya Ca..kamu begtu baiknya dengan aku. Padahal kamu tahu sendirikan aku hanya seorang anak penjual kue dan seorang penarik becak. Tapi kenapa kamu bisasebaik itu dengan ku?” ku merasa termotivasi olehnya.
Sambil memelukku Caca berkata padaku “ Syifa.. masih inget gak ? kalau Syifa pernah ajari Caca kalau CINTA itu karena Alloh. Dan saat ini Caca ingin belajar untuk cinta Syifa karena Alloh, Syifa ingetkan?”
Semua terasa begitu bermakna…terasa hanya ada di panggung sandiwara. Tapi, ternyata kini ada di dalam dunia nyata dan saat ini pula Syifa merasakannya.SUBHANALLAH….ku berterima kasih pada-Mu wahai Robku yang maha agung.
Dan saat ini aku sedang asyik mempersiapkannya, aku juga diajak oleh caca untuk pergi ke took buku..yang gede’ banget..aku dan Caca juga makan bareng di restaurant, aku juga diajak belajar bersama dirumahnya. Semua terbalut dalam canda dan tawa.hingga kini tiba waktunya penyeleksian siswa yang akan mewakili kotaku yang tercinta ini.
“Caca…aku takutt niiih, semua usaha kita sia-sia,,,” ku tak percaya diri.
“ Syifa …gak boleh begitu..pasrahkan saja semua pada Alloh, pasti Alloh akan beri yang terbaik untuk kita. Yakinlah..! kita bisa.. kerjakan semua ini karena Alloh.” Caca lagi-lagi menyakinkanku.
“oh..yaa Caa..kamu sudah bilang sama ibumu kalau sekarang kita akan mengikuti penyeleksian.”Tanya Caca padaku.
Ku hanya menggelengkan kepala. Dan ku berkata tidak padanya. Caca pun seketika itu terkejut.
“looooh..! kenapa kamu gak bilang Syif?”
“ Aku takut jika aku gak lolos, ibu jadi sedih. Ya..menurutku tak memberitahunya itu lebih baik.”itulah jawabanku pada Caca
“Ehmmm…Syifa.. kamu gak boleh begitu seharusnya, apapun keputusannya nanti. Ibu kamu pasti akan terima kok.” Caca menasehatiku dengan suara merdunya itu.
“jadi….selama ini Syifa sudah bersalah dong.? Maafin Syifa ya Ca..”merasa ku menyesalinya.
“sudah tak perlu kamu sedih begitu, nasi sudah jadi bubur Syif… lagi pula aku gak nyalahin kamu kok.”Sambil tersenyum kepadaku
“Caca… makasih yaa..Syifa Sayang Caca karena Alloh” sambil ku tersenyum dan memeluknya.
Dan pagi ini sebelum penyeleksian dimulai. Aku menuliskan di buku diaryku saat masa-masaku dengan orang tersayangku. Aku tak ingin masa-masa ini lenyap begitu saja. Aku ingin jika suatu saat ku telah pergi. Mereka bisa baca buku ini dan menyaksikan isi hati berbicara.
Diary..
Aku sayang Caca karena Alloh dan begitu pula dia padaku. Kini aku begitu bahagianya, kurasa memiliki ibu dan ayah beserta teman seperti Caca adalah anugrah tuhan yang paling indah, semoga ini tak akan berlalu begitu saja.semoga aku dengan mereka akan selalu bersama walaupun dalam kesedihan.
Yaa..Rob tuhan sejagad raya… aku mohon jangan pernah kau pisahkan aku dengannya.aku begitu menyanyanginya.aku tahu waktu tak berhenti begitu saja. Dan umur tak akan pernah bertambah..Tapi, aku mohon izinkanlah aku bersamanya hingga akhir aku tutupkan mata.
Penyeleksian pun telah dimulai. Dan setelah beberapa kali bapak kepala sekolah memberi pertanyaan dan memberi soal-soal yang di ujikan. Akhirnya, pengumuman siapa yang terpilih pun dibaca.
“ Syifa, ayo baca bismillah bersama-sama.” Ajak Caca padaku
“BISSMILLAHIROHMANNIROHIM” kita serentak membacanya dengan lirih.
Bapak Ridwan selaku kepala sekolah mengumumkannya di damping oleh pak Ahmad wakil kepala sekolah dan Bu Lina selaku guru Matematika di kelasku.Namaku dan Nama Caca tersebut dalam pembicaraan pak Ridwan dan pak Ridwan memanggil kita berdua. Aku dan Caca hanya menunduk dan terdiam untuk ngontrol detak jantung yang tak karuan.
“Syifa..Caca.. kemari sayang..” panggil pak Ridwan
Kami pun maju dan menghampirinya.
Pak Ridwan berkata padaku dan Caca.” SELAMAT kalianlah yang mewakili kota ini untuk perlombaan Jenius MATEMATIC di kantor Gubernur di Surabaya” sambil bertepuk tangan di iringi oleh teman sekelasku.
Aku dan Caca pun sepontan terkejut. Kami bersujud syukur dan kami saling berpelukan.
“ Alhamdulillah… Terima kasih ya Alloh” ku sambil berjabat tangan pada pak Ridwan, pak Ahmad dan Bu Lina.tak lupa aku dan Caca berterima ksih pada guru yang selama ini telah membimbing kita. Aku dan Caca sangat bersyukur sekali.
Terlihat siang telah usai. Kini telah berganti menjadi malam. Aku toleh kamar ibu dan bapak. Bapak ku lihat telah tertidur lelah.Mungkin, karena capek sehabis kerja seharian menarik becak yang sangat berat itu. Sedangkan ibu tak ada di kamar. Ternyata ibu sholat di tempat sholat khusus yang ada di rumah. Saat itu ku membuka kamar sholat ibu dan tak sengaja ibu sedang khusyuk berdo’a.
“ya alloh..hamba lemah..hamba tak punya daya upaya…hamba miskin daripada-Mu.maka hamba mohon maafkanlah hamba atas dosa hamba.
Ya Alloh..engkau pasti tahu.. Syifa anak hamba yang sangat hamba sayangi itu kini semakin besar dan biaya sekolahnya pun semakin tinggi. Tapi, dengan perkerjaan hamba yang seperti ini mana mungkin hamba bisa membiayainya.sedangkan hamba tak ingin ia berhenti sekolah walaupun hanya satu bulan. Dan hamba tak mungkin hanya mengandalkan otaknya yang hanya bisa hamba isi dengan lauk pauk seadanyanya. Hamba mohon berikanlah rezeki lebih kepada hamba sampai hamba bisa melihat Syifa tersenyum karena ia dapat meraih cita-cita yang selama ini ia dambakan. Walaupun harus ku korbankan nyawaku. Ini semua deminya ya Alloh tuhanku.”
Dan saat itu hanya tetesan air mata yang dapat ku keluarkan. Terasa lisan tak ingin mengucapkan kata-kata apapun itu ! doa ibu membuat ku larut dalam heningnya malam. Ku tah, ibu sangat menyanyangiku karna Alloh. Tak terasa tangisan dan keheningan itu membuatku tertidur lelap.
Pagi telah datang, sang mentari dengan senyumnya membawa sinar yang begitu indah.aku pun terbangun karena sinarnya dan kini tibalah aku berangkat kesekolah. Saat ku telah usai memakai semua seragamku dan siap berpamitan pada ibu dan bapakku.
“bu..pak..Syifa berangkat yaa…”sambilku mencium tangan mereka.
Saat itu pula ibu membisikiku. “nak ibu sayang kamu karena Alloh, maka belajarlah kamu menjadi orang yang bekerja karena Alloh, bukan karena siapapun.”
Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan.
Hari demi Hari telah berganti dan saat ini tibalah waktunya ku mengikuti lomba “Jenius MATEMATIC”
“ Syifa kamu siap!” Caca memelukku dan menyakinkanku.
“Insya Allah siap Caca” aku pun tersenyum padanya.
Dan saat ini aku teringat pesan ibu bahwa kerjakan segala sesuatu karena Allah. Dan saat ini ku mengikuti lomba bukan karena hadiahnya, namun semua itu karena Alloh.
“Huffftttt” ku tarik nafasku dan ku hembuskan berlahan.
Ku rasa semua begitu cepatnya..tapi aku tak bilang pada ibu..biarlah ini menjadi kejutan kalau aku menang.
Saat ku di dalam mobil milik sekolah bersama Caca, pak Ridwan, dan Bu Lina untuk pergi ke kantor Gurbernur di Surabaya mungkin perjalanannya hanya 1 jam saja.
Aku sempatkan menulis Diary..
Diary…
Tak disangka waktu begitu cepat dan hari ini. Hari Selasa tanggal 20 Mei ku bersama Caca di kirim ke kantor Gubernur.hati berdebar sangatlah kencang di perjalanan ini. Hanya bisa pasrah dan berdoa pada tuhanku Robbi A’alamin.semoga aku bisa.
Ya rob..ku pasrahkan semua ini pada_mu.wahai zat yang dapat membolak balikkan dunia.hanya pada-Mulah keputusan bijak itu terucap. Ku hanya dapat memohon..berilah yang terbaik untukku, dan semua orang yang aku sayangi.
Aminnnnnn….
Wahh.. kini ku telah tiba dikantor Gubernur sekitar pukul 9 pagi. Dan ku pijaki kota Surabaya yang megah ini. Seumur-umur ku tak pernah pijaki kota kebanggaan masyarakat Surabaya.Aku disambut oleh pejabat-pejabat tinggi Aku disalami looo… tanganya pada dingin semua.semua terlihat cantik-cantik dan ganteng-ganteng.
Kini pukul 10 pagi perlombaan telah di mulai, banyak sekali pesertanya. Pesretanya dari berbagai kota.semua terlihat canti dan putih-putih. Dan disini pesertanya di temani oleh ibu-bunya yang terlihat berdandan begitu glamor.
****
Perlombaan telah usai, kini tibalah penghitungan sekor. Dan para juri telah membwa sekor para peserta.sang pembawa acara itu pun mulai mengumumkan
“ Adik-adik yang kakak dan bapak ibu banggakan, kalian adalah calaon piñata negeri ini, dan kalianlah anak terbaik diantara teman kalian.dan kali ini kakak akan umumkan siapa yang menjadi juara pada perlombaan ini. “sang pembawa acara tersenyum
Setelah juara 3 dan 2 di raih oleh sekolah di Surabaya kini juara pertama diumumkan. Aku telah merasa mungkin aku dan caca tak akan menang.tapi, ternyata salah.. aku tahun semua itu karena Alloh dan Alloh pun berkehendak. Sekolah AL-JANNAH 01 menjadi juara paertama dalam lomba JENIUS MATEMATIC.
Semua serontak bahagia dan aku pun syukur Caca dan aku berpelukan. Bapak Ridwan pun sama halnya denganku Berpelukan dengan Pak Ahmad. Terasa hari inilah hari yang membahagiakan buatku. Uang 10 juta telah aku dan Caca dapatkan.
Caca berkata padaku “ Syifa uang ini gak usah kamu bagi ke aku, ambil aja semuanya. Itung-itung buat bantu ibu kamu.” Begitu baiknya Caca denganku.
“Makasih ya Ca..”sambil ku memeluknya.
Semua terasa begitu indah..
Akhirnya aku berniatan uang ini akan ku buatkan toko untuk ibu dan sekarang ibu tak usah lagi berjualan keliling seperti dulu, apa lagi harus melihat ibu berpanas-panasan. Anak siapa yang tega melihat ibunya seperti itu. tak tegalah rasanya. “Ibu……. aku bawa uang untuk ibu, agar ibu tak kepanasan lagi berjualan di jalan.”
****
Saat itu aku pun pulang diantar oleh pak Ridwan dan tak disangka, semua orang dikampungku telah menyambut bahagia dengan kedatanganku, aku saja terheran-heran. Padahal aku tak memberitahu orang tentang perlombaan ini. Tapi, kenapa semua orang kampung serontak menyambutku.Dan saat yang membahagiakan itu kulihat orang terdepan yang menyambutku adalah ibu bapakku. Dengan hanya memakai sandal jepit dan sarung Mereka tersenyum dan tak terasa mereka meneteskan air mata.
“anakku..ibu dan bapak lihat kamu di TV, kamu hebat nak” sambil memeluk aku dan Caca.
“ibu semua ini demi ibu….’’ Ku melihat wajah ibuku.
Berulangkali ibu menciumku dan mencium Caca temanku.seperti aku telah bersaudara padanya.Semua itu terasa seperti sandiwara, tapi aku yakin semu ini karena Allah.Robbi yang maha bijak.
TERIMA KASIH ya Allohh…..
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag.11
Beiau membuka kacamatanya, lalu meletakanya di atas meja dengan agak bersuara keras.
Anda datang jam berapa? Tiba tiba dia bertanya dengan tegas, yang membuatku kaget setengah mati.
Anda datang jam berapa? Dia mengulangi pertanyaanya dengan nada semakin tinggi
Jam 8 pak… “ Begitu jawabku dengan gemetar
Masya Alloh… Menakutkan sekali.. Bola matanya mendelik sehingga seakan mau lompat dari lubangnya…
Giginya bergemeletuk seperti sedang mengunyah, kumisnya berdiri semua, seperti moncong senapan pasukan yang ada di barisan terdepan dalam pertempuran. Siap menembak kepalaku yang persis ada di depanya.
Anda tahu sekolah ini masuk jam berapa?
Anda tahu berjuang untuk siapa?
Anda tahu disini sebagai siapa?
Pertanyaan pertanyaan dengan nada tinggi di tujukan kepadaku tanpa aku di suruh menjawabnya.
Dia terus memberi ceramah dengan marah sampai 5 menit lamanya, aku hanya diam menggigil di depanya.
“Kalau ada lomba marah di stasiun TV mungkin dia akan menjadi pemenangnya”, begitu pikirku di dalam hati.
Tapi…. Tiba tiba aku ingat sebuah senyum yang indah sekali, yang menggetarkan jiwa. Jiwaku sebagai wanita, yaitu senyum sang pengendara ninja, ku kenang wajahnya.. kebaikanya… kemisteriusanya.
Aku juga ingat bahwa aku juga belum berterima kasih kepadanya.
Aku tersenyum sendiri mengingatnya, tanpa sadar sedang di marahi oleh kepala sekolah yang sedang marah.
Siapa dia sebenanrnya?.. tanyaku di dada
Apa dia malaikat dari surga? Ah.. tidak mungkin.
Aku jadi tersenyum sendiri di saat mengingat senyumnya yang terakhir.
Saat meninggalkanku tanpa berkata apa apa, hanya tersenyum saja, senyum yang sangat mempesona yang telah terpatri indah di dalam dada ini
Derr…!!!
Tiba tiba terdengar gebrakan dengan keras di depanku. Terlihat kepala sekolah sangat marah kepadaku.
Kembali ke meja anda cepat… dia menyuruhku dengan kasar atau lebih tepatnya mengusir
Aku berdiri dengan segera karena takut mendapat marah yang selanjutnya sambil berlalu dari hadapan kepala sekolah, aku masih sempat mendengar dia berkata dalam gerutunya.
“Di marahi malah cengar cengir sendiri…”
Sambil berlalu hatiku berbisik
“Aku bertaubat kepadamu ya Alloh.. Astaghfirulloh..”
Bel panjang berbunyi seperti terompet yang di tiup anak anak di saat merayakan tahun baru, ku tengok jam di dinding kantor sekolah. Di sana, jarum panjang menunjuk ke arah angka 12, sedangkan jarum pendek yang lebih gemuk bentuknya, menunjuk ke arah 11. Di sebelahnya ada jarum kurus berwarna merah yang bergerak dengan cepat menunjuk titik titik hitam di antara angka angka.
Tiba tiba aku menjadi berfikir akan sesuatu setelah melihat jam itu, ku pandangi dengan pasti jam itu, ku awasi gerakan jarum jarumnya yang semuanya berbeda bentuk.
Jarum berwarna merah yang kurus itu selalu menunjuk titik titik hitam dia antara angka angka, yang kalau kita fahami dan kita renungkan, berarti dia menginformasikan kepada manusia bahwa manusia itu berkurang umurnya dalam setiap gerakanya, gerakanya adalah 1 detik dalam waktu.
Juga dia mengingatkan kita agar selalu memaksimalkan kesempatan yang masih tersisa dalam waktu kita.
Ada yang mengatakan bahwa “Satu detik yang telah berlalu adalah lebih jauh dari satu tahun yang akan datang, karena satu detik yang telah berlalu tidak akan pernah bisa kembali lagi, sedangkan 1 tahun yang akan datang maka akan segera terjadi”.
Aku tersadar dari semua itu, segera ku kemasi barang bawaan dan buku buku yang ada di mejaku.
Dengan bersalaman aku pamit pada ibu guru yang masih ada dan salam ku ucapkan dengan penuh harap. Setelah itu aku bergegas menuju tempat dimana tadi motor ku parkir.
Dengan mengucap basmalah dan do’a, aku langsung tancap gas menuju rumah.
Di sepanjang jalan pulang, ku kendarai motor dengan hati hati dan penuh waspada, anak anak yang sedang berjalan pulang menyalamiku dengan penuh riang, akupun menjawabnya dengan senyum yang lebar dan senang.
Sesampainya di depan rumah, ku rem dengan mendadak motor ini, tiba tiba jantungku berdebar dengan keras, karena di halaman rumahku ada motor ninja hijau yang di parkir, aku mengawasi dengan nafas yang memburu sambil memarkir motor, ku lihat di motor itu ada sapu tangan merah hati yang terselip, jantungku semakin berdebar cepat dan keras.
Pasti dia… begitu aku memberi kesimpulan,
Kemudian aku berlari dengan tergesa menuju warung ibu, nafasku memburu saat berhenti dari lari, aku ingin segera bertanya kepada ibu tentang motor itu.
BERSAMBUNG……
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag.10
Aku tidak bisa menjawabnya, aku malu mengatakan yang sesungguhnya, kalau aku tidak membawa uang sedikitpun, jadi aku hanya nyengir saja.
”Baiklah bu guru, apa ada solusi yang lain…? Dia bertanya lagi, nadanya menunjukan keheranan, tapi juga menunjukan kebijakan hatinya.
Aku masih belum menjawab, entah aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Sementara dia masih menunggu jawabanku, tangannya naik ke kepala menggaruk rambut hitamnya yang lebat.
“Dia pasti tak sabar lagi” begitu aku membatin
Matanya yang seperti mata elang tiba tiba berputar mengawasi, meneliti sekeliling, seperti mata elang yang sedang mengincar mangsa, kemudian dia dengan sigap melangkah melewatiku menyusuri jalan di belakangku, tak sampai 15 meter, dia berhenti memungut gelas plastik bekas air mineral yang mungkin di jatuhkan tadi malam oleh penumpang bus malam, jalan ini memang kalau malam sering di lewati bus jurusan ibu kota sebagai alternatif, kemudian dia berusaha membersihkan gelas plastik itu dari sisa sisa air dengan sapu tangan merah hatinya. Setelah itu dia kembali melewatiku yang hanya diam tertegun mengawasi seperti patung.
“Maaf bu guru… Tolong buka jok motornya”. Dia menyuruhku dengan ramah agar membuka jok motor yang hanya ku pegangi dari tadi, sedangkan dia menuju motornya.
Aku hanya menyelidik tanpa bertanya mengenai apa yang di lakukanya. Dengan mata ini aku melihat dengan jelas, dia memegang kran bensin di bawah tangki motornya, lalu tangan kananya melepas selang kecil yang menghubungkan ke karburator mesin di bawah kran itu, gelas air mineral yang tadi di letakan di bawah selang yang sudah di lepas tadi, tungkai kran di putar ke arah atas, sehingga mengucurlah bensin dari kran yang tadi di lepas selangnya dan tertampung di gelas plastik bekas mineral, terlihat gelas itu segera akan penuh, maka dia memutar kembali tungkai kran ke arah semula, sehingga berhenti mengalirlah bensin itu, kemudian dia membawa gelas itu ke arahku, aroma has bensin tercium dengan santer. Dia kemudian membuka tutup tangki bensin motorku yang sudah ku buka joknya sedari dia menyuruh tadi, lalu gelas plastik di tangan kananya di tuangkan ke dalamnya, sehinggga habislah bensin yang ada di gelas plastik itu, dia melakukanya dengan cekatan dan hati hati, sehingga tak terasa sudah 6 kali dia bolak balik melakukan itu.
Aku hanya memperhatikan tanpa bisa berkomentar, entah kenapa?
“Saya rasa sudah cukup bu guru”. Dia berkata menerangkan kepadaku yang masih tertegun. Sambil menutup jok motor dan tentu di dahului menutup tangki bensin, dia membuang jatuh gelas plastik bekas air mineral tadi dengan hampir tanpa bersuara.
“Coba di starter bu guru…”. ujarnya
“Ya saya coba”. Jawabku dengan malu dan harap.
Alhamdulillah motorku sudah bisa hidup lagi, ku lihat dia sedang membenahi dengan cekatan kran bensin di motornya yang tadi di bukanya, dia kemudian mengelap tanganya denga sapu tangan merah hati miliknya, setelah selesai dia meletakan sapu tangan itu di selipkan di antara speedometer motornya, tidak di taruh di sakunya karena sudah kotor, dia sama sekali tidak memperhatikanku, ku lihat dia menaiki motornya dan menstaternya hingga bersuara greng greng greng… kemudian dia menoleh kepadaku, tersenyum sambil melambaikan tangan, senyum yang manis sekali… lalu ngeng….. dia pergi meninggalkanku.
Aku baru sadar, aku belum berterima kasih, aku hanya memperhatikan sambil tertegun dari tadi… betapa bodohnya aku..
Hai tunggu…. panggilku dengan agak keras, aduh bagaimana ini…
Aku segera tancap menyusulnya, tapi dia sama sekali tak terkejar, bahkan kini aku sudah sampai di gerbang sekolah, aku memutuskan untuk belok ke sekolah daripada terus mengejar tanpa tahu dia sudah berada di mana karena cepat sekali lari motornya.
Aku masih terus mengingatnya, mengingat senyumnya, mengingat orang yang telah menolongku,…
Apakah dia manusia..?
Atau benar benar malaikat…?
Ganteng sekali dia, ramah, baik dan.. senyumnya itu yang membuatku sebagi wanita pasti merasa bagaimana….
Di parkiran sekolah, aku segera turun dari motor, berlari menuju ruang kelas, anak anak sudah sedang menulis, ada tulisan di papan tulis yang setelah ku amati adalah tulisan pak kepala sekolah.
Aku tersenyum kecut, betapa ku teringat, pasti akan di marahi oleh kepala sekolah.
Aku mengajar anak anak dengan semangat sekali, hingga tiba tiba bel berbunyi tanda akhir jam pelajaranku.
Aku segera berkemas menuju mejaku di kantor sekolah, ku salami semua guru guru yang perempuan sambil tersenyum dan berbasa basi yang tak basi. Teman teman guru semua yang ada di sekolah ini telah ku anggap sebagai senior seniorku, sehingga aku juga sangat hormat pada mereka tak terkecuali yang pria, sehingga merekapun menghormatiku walau aku terbilang yang paling muda.
Mereka selalu ku mintai saran dan masukan setiap aku ada hal yang belum sepenuhnya mengerti, sehingga mereka benar benar merasa aku memang bagian dari mereka.
Baru dua menit aku duduk di belakang meja kerjaku, pak ilham yang merupakan guru TU datang menemuiku.
“Bu Ashfie… di panggil pak kepala sekolah di ruanganya”.
“Ya pak…siap”. jawabku dengan senyum
Aku segera bangkit menuju ruangan kepala sekolah, kepala sekolah di sini memang luar biasa, luar biasa disiplin, luar biasa keras, luar biasa jujur, luar biasa amanah, dan luar biasa senang bershodaqoh. Beliau di sekolah ini paling sering bagi bagi rejeki kepada sesama guru, sehingga walaupun dia keras, tetap di sukai dan sekaligs di segani oleh guru yang lain. Dan bahkan sekolah MI ini mampu bersaing dengan sekolah SDN yang ada di satu kecamatan karena memang jasa jasa beliau yang banyak sekali. Bahkan sekolah MI ini menjadi salah satu yang terbaik di tingkat distrik hingga kapupaten.
“Bismillah….”. aku melangkahkan kaki menuju ruangan kepala sekolah, yang sudah bisa di tebak akan apa yang aku alami, aku pasti akan di nasehati, di ceramahi dan kasarnya di marahi karena terlambat datang, tanpa mahu tahu apa alasan keterlambatanku.
“Assalamu’alaikum….”. salamku dengan hati hati dan sopan
“Wa’alaikum salam…” terdengar jawaban dari kepala sekolah, dari nadanya terasa tidak ada getaran marah. Aku sedikit lega.
“Masuk bu..”. kepala sekolah menyuruhku masuk sambil mempersilahkan duduk di kursi satu satunya yang ada di depan meja kerjanya.
Aku duduk sambil senyum dan mengangguk dengan sangat hati hati, sehingga tanpa menimbulkan suara sama sekali, takut membuat beliau tersinggung dan marah.
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 9
Motor ninja RR berhenti dengan tiba tiba dengan suara mesin yang enak, pengendaranya masih memainkan gas di tangan kanan, sedang tangn kirinya menarik kopling, kaki kirinya sibuk menginjak persneling gigi menimbulkan klik klik klik, sedangkan kaki kananya menginjak tanah dengan sandal yang bagus sebagai penahan beban motor agar tidak roboh.
Ku lihat kaki kiri yang tadi sibuk menginjak persneling kini beralih menekan tungkai standar besi motor. Mesinpun mati.
Sang pengendara itu turun dari motornya, mengarahkan pandangan yang masih tertutup helmet hijau berkaca film ke arahku yang sudah berhenti dari menuntun motor, tetapi masih tetap memegang kedua setang tanpa menstandarnya..
Mataku tidak dapat menembus kaca helmetnya, sehingga aku tidak bisa mengenali siapakah dia. “Tetapi aku yakin dia pasti sedang memperhatikan aku dari wajah sampai ke kaki”, begitu pikirku.
Tiba tiba jantung di dalam dadaku memompa darah dengan cepat, sehingga mengakibatkan debaran keras ke seluruh raga, meneror jiwa yang sedang gundah.
Ada rasa takut yang secara tiba tiba membombardir hati, semua perasaan tak menentu yang menghantui terwakili dengan bergetarnya tangan dan keluarnya keringat dingin.
Kehadiran pengendara motor yang terlihat sebagai seorang pria itu telah membuat setengah jiwaku terbang ketakutan.
“Begal”.. Begitu pikirku
Sang pengendara motor itu mendekatiku dengan tanpa membuka helmetnya.
“Orang jahat biasanya tidak akan memperlihatkan wajahnya, agar tidak bisa di kenali oleh siapapun, termasuk korbanya”. Demikian kembali aku menerka nerka.
“To tolong…” Jeritku dengan keras, walau masih di dalam hati sebagai latihan, kalau kalau dia benar akan berbuat jahat.
Ku lihat tangan kanan sang pengendara itu menyelinap masuk ke balik jaket hitamnya.
“Dia pasti akan mengeluarkan senjatanya, mungkin pistol atau pisau lipat”… Semakain berdebar jantung ini
Aku mencoba menetralisir akan keadaan genting ini.
Sengaja ku alirkan tenaga ke dalam kedua tangan agar bisa membela diri di saat di serang nanti, sambil dengan tetap mengawasi tangan sang pengendara tadi yang masih menyelinap di balik jaketnya.
Aku terus mengamati dengan gemetar yang semakin nyata.
Ku lihat kini tangan itu keluar dengan pelan dari balik jaket, akupun bersiap siap tanpa berkedip dan nafas dengan tanpa sengaja tertahan..
Sedikit demi sedikit pergelangan tanganya mulihat terlihat.. Aku berusaha melihat senjata apa yang di genggamnya dengan sangat serius..
Tiba tiba…
Tot..!!! Aku kaget sampai hampir melompat, jantungku seakan tanggal..
Suara klakson mobil truk membuat kaget bukan kepalang membuyarkan konsentrasiku.
Ku coba mengumpulkan ketenangan yang telah tercecer di palataran hati, kini ketenangan itu telah menjadi konsentrasi setelah terkumpul kembali.
Kembali tangan misterius tadi menjadi incaran pandangan, Dan…
Fuh…. Aku membuang nafas dengan lega, karena ternyata yang di pegangnya bukanlah senjata baik pistol atau pisau lipat, tetapi hanya sapu tangan berwarna merah hati. Dia mengusap kedua tapak dan punggung tanganya dengan seksama.
Kemudian kedua tangan itu naik memegang helmetnya dan dengan segera mengangkat untuk membukanya juga.
Setelah itu terlihatlah mukanya… “Subhanalloh.. Ganteng banget..”. matanya belok, alisnya tebal, hidungnya mancung dan ada jenggot tipis di dagunya yang bagus.
“Malaikat dari langit”. Apakah ini malaikat dari langit yang akan menolongku? Ah.. Malaikat dari hongkong…
Dia tersenyum ramah menyapaku yang masih terlena memikirkan kegantenganya.
“Maaf, Kenapa motornya di dorong, ada yang bisa saya bantu…?
Aku tidak menjawab.. Aku masih benar benar belum tersadar secara penuh.
Dia mengulangi pertanyaanya
“Maaf, mbak kenapa ya…?
Aku tersadar, segera ku kuasai keadaan dengan menundukan muka.
“Tidak apa apa, Cuma kehabisan bensin”. Jawabku dengan agak tersipu
“Mbak sekolah di mana..?”. Dia bertanya lagi
“ Di sana di MI Negeri”. Aku menjawab sambil menunjukan letak sekolah dengan jariku.
“Berarti mbak ini bu guru ya…”.
Aku hanya mengangguk pelan dan heran.
“Ya iyalah… masa anak MI sebesar ini”. Begitu hatiku berujar jail
“Kalau boleh, saya mau membantu bu guru, Boleh…? Dia melanjutkan bertanya..
Akupun Cuma mengangguk lagi.
“Begini bu guru, saya akan membeli bensin, bu guru tunggu saja di sini, Cuma sebentar kok, tidak lama…”. Dia menawarkan solusi
Aku segera menjawab : “ Tidak usah, Terima kasih”. Karena aku ingat sama sekali tidak membawa uang.
“Kenapa..?”. Dia bertanya dengan penuh keheranan
Aku tidak bisa menjawabnya, aku malu mengatakan yang sesungguhnya, kalau aku tidak membawa uang sedikitpun, jadi aku hanya nyengir saja.
BERSAMBUNG…….
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 8
Agak tergesa aku memakai sepatu, karena waktu sudah hampir jam 07.00 wib. Sebelumnya aku panasi motor matic yang ku jadikan sebagai alat berkendara dalam semua aktifitas, dengan sebentar ku patut patut tubuh di depan cermin yang setia menemaniku dari kecil. Dalam balutan seragam pramuka, wajah ini tampak cantik dan kerudung warna coklat yang di hias dengan bros berbentuk bunga tampak serasi menambah elegan.
Aku berpamitan kepada ibu yang sedang membersihkan halaman samping warungnya, tak ku lihat satu pembelipun di sana.
“Berangkat dulu ya Bu… “
“Hati hati ya nduk..” Jawab ibu dengan senyum yang sangat menentramkan.
Dengan semangat ku salami tangan ibu, ku cium bolak balik tangan perkasanya, dan bersamaan dengan itu sudut mataku melihat tangan ibu yang sebelah kiri memegang sapu lidi yang telah usang.
“Assalamu’alaikum bu…”
Terucap salamku pada ibu sambil dengan sopan dan halus melepaskan tangan yang sedang saling jabat dengan tangan ibu.
“Wa’alaikum salam, hati hati nduk…”
Bebek matic warna hitam telah ku naiki dan segera ku starter.. terdengar suara berisik saat mesin menyala, Bismillah…. “Subhanalladzi sakhkhoro lana wama kunna lahu mukrinin”. Dengan agak tergesa aku membaca do’a agar tak berhalang suatu apa.
Dengan spontan gas di tangan ku tarik.. Ngeng… Langsung meluncur ke jalan di depan rumah, jalan depan rumahku memang bukan jalan raya atau jalan propinsi, tapi beraspal dan tidak terlalu ramai, jalan itu lebih sering di gunakan sebagai alternatife para sopir bus malam.
Saat menyeberangi got yang ada di pinggir jalan, setang ku belokan ke arah kiri dan gas ku tancap, nafas tertahan dan “ngeng…” hanya dengan sekian detik saja aku sudah berada di jalan aspal depan warung ibu. Saat aku belok tadi, aku ingat akan pembalap motoGP yang tayang di salah satu stasiun tv swasta. Ya.. Aku tadi persis seperti mereka dalam belok di tikungan, tapi hanya beloknya saja. Belok kiri belok kanan.
Ibu melambaikan tanganya sambil berdiri di emper warung membalas lambaian tanganku sebagai perpisahan.
Anak anak berseragam pramuka saling berebut cepat menuju sekolah masing masing. Canda tawa mereka menunjukan jati diri yang masih polos tanpa dosa, lugu tanpa tahu kejamnya dunia.
Mereka juga tidak tahu betapa hidup ini di jalani dengan susah payah oleh orang tua mereka. Tingginya dollar membuat semakin sulitnya rakyat kecil yang berpenghasilan sangat tidak tentu.
Mereka juga tidak tahu, terkadang ada orang orang pinter yang kurang peduli terhadap mereka dalam mencetak buku buku yang yang menjadi bahan konsumsi mereka. Perpustakaan perpustakaan sebagai lumbung ilmu mereka terkadang di kotori oleh ke gegabahan orang pinter yang kurang teliti dan jeli.
Mereka tetap asik dalam canda, sama sekali tak terganggu saat klakson ku pencet sehingga mengeluarkan suara tet… tet… yang memekakan telinga.
Itulah anak anak yang dunianya masih berkisar antara tangis dan tawa.
Roda motor matic terus berputar melewati mereka dengan kecepatan di bawah standar, lebih baik berhati hati daripada terjadi apa yang terduga, namanya juga anak anak, yang terkadang menyeberang tanpa perhitungan nyata.
Loh.. Apalagi anak anak yang relatif belia, orang tua saja sudah berapa yang menjadi korban di jalan raya.
Memang semuanya adalah kehendak yang maha kuasa, tetapi bukankah hati hati akan membuat kita mulia di jalan raya.
Setelah melewati tikungan di depan kantor balai desa, aku sudah bisa melihat pintu gerbang sekolah yang menjadi tujuanku. Walau lebih nampak bayanganya saja… karena memang masih jauh jaraknya. Hanya saja lurusnya jalan membuat semuanya lebih bisa di kenali oleh mata apa yang ada di depan sana.
Dengan tiba tiba ada gerakan tak wajar motor matic yang ku naiki, gerakan seakan akan mau melompat tapi tak ada tenaga. Ku arahkan pandangan ke speedo meter, ku lihat garis merah terendahlah yang di tunjuk oleh jarum pengukur bahan bakar, Kehabisan bensin.
Belum sampai 10 meter mesin motor matic ku mati dengan sendirinya, tinggal suara roda yang berputar dan semakin lama semakin pelan ingin berhenti. Sebelum berhenti sama sekali, ku coba menstarter dengan memencet tombol star dengan agak keras karena terbawa perasaan asa, mesin hanya meringkik.
Setelah berhenti sama sekali, ku coba lagi menghidupkan mesin, tentunya lebih dengan harapan yang tak bertepi, Cuma meringkik lagi.
Motor matic ku pandangi dengan gundah,
Ya Alloh…. kenapa tadi pagi aku tidak terlebih dulu peduli dengan bahan bakarnya? Kenapa aku tidak meneliti?
Padahal di warung ibu ada botol bensin yang berjajar di jual, kan kalau aku teliti, tentu dengan mudah bisa beli di sana.
Aku menyesali diri karena ceroboh.
Biasa, kalau sudah kejadian baru menyesali diri, baru tahu pentingnya introspeksi, manusia memang sering seperti itu.
Kurang waspada dan mawas diri, kalau sudah sakit baru tahu pentingnya menjaga kesehatan, kalau sudah kecurian baru tahu manfaatnya siskamling sehingga langsung di galakan lagi. Itu sudah jadi tradisi, tapi tradisi yang seharusnya di buang dan di jauhi.
Ada orang bijak berkata :
“ Orang yang pandai akan belajar dari kesalahan orang lain, sedangkan orang yang bodoh akan belajar dari kesalahan diri sendiri.
Ku buka tas yang ada di setang.. dompet ku cari cari, dan tak ada di sana..
Aku semakin menyesali semua. Ini karena kebodohanku. Aku hampir menangis mengingat betapa bodohnya diri ini. Sekonyong konyong ada janji di hatiku “ Aku tak akan pernah ceroboh ke dua kalinya”.
Motor matic hitam ku dorong dengan kebat kebit, senyumku kepada orang yang lewat tidak lebih sebagai senyuman palsu, karena menutupi rasa malu mendorong motor. Hati mencoba sabar karena kesalahan dan keadaan, Alloh swt pasti akan menolong orang orang yang sabar. Tiba tiba ada keyakinan kuat muncul di dalam kalbu, tak segan hati ini memohon ampun dan meminta tolong kepada yang maha kuasa menolong. Yakin aku pasti di tolongNya.
Jam di pergelangan tangan kiri kulirik dengan menyibak sedikit lengan baju dan harapan masih banyak waktu tersisa agar bisa sampai ke sekolah tanpa terlambat walau dengan keringat bercucuran.
Terlihat di sana jam 07. 16 menit, berarti aku sudah terlambat satu menit untuk masuk ke kelas. Merinding dan kecut Terbayang akan di marahi kepala sekolah. Mungkin 30 menit atau lebih baru akan sampai ke sekolah kalau terus berjalan mendorong seperti ini.
Orang orang yang lalu lalang tidak ada yang peduli dengan ke alpaanku, masing masing melintasi saja tak ada yang bermurah hati, aku memaklumi, karena mereka semua juga sibuk dengan aktifitas masing masing.
Entah kenapa aku sangat yakin akan datang yang menolong, pertolongan dari Alloh melalui hambanya. Apakah mungkin malaikat akan turun membawa bensin? Malaikat dari hongkong….? he he he hati ini tertawa sendiri, lumayan ada hiburan sedikit, mungkin bisa menetralisir perasaan kacau yang berkecamuk dan wajah yang kaku biar tidak cepat tua.
Tiba tiba.. Ciit… greng greng….
Suara ban mencicit di depanku, tak lebih dari dua meter membuat jantung berdebar walau tidak sampai berhenti berdetak.
Motor ninja RR berhenti dengan tiba tiba dengan suara mesin yang enak….
BERSAMBUNG….
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 7
Jam 06.30 pagi, ibu sudah sibuk dengan warungnya di depan rumah, warung kecil kecilan yang di rintis oleh al marhum ayah, ayah meninggalkan kami dua tahun lalu, beliau menghadap ilahi pada usia 62 tahun
Semenjak kepergian ayah, nyaris semua pekerjaan di gantikan oleh kami terutama ibu. Ayah meninggalkan tiga anak, yaitu kakaku yang paling tua, sekarang sudah punya istri dan satu anak, kakaku tinggal tak jauh dari rumah kami. Yang ke dua adalah kakaku yang sekarang masih mesantren di daerah Jawa timur, kakaku yang ini jarang pulang ke rumah, kecuali hari hari libur panjang yang hanya dua kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan Maulid dan Romadlon, dia umurnya hanya dua tahun lebih tua dariku, sehingga banyak orang yang menyangka bahwa aku dan dia adalah kembar, karena sudah sama sama besarnya, wajah kami juga mirip, walau menurutku kakaku lebih cantik dan lebih putih kulitnya, karena selalu ada di dalam ruangan yang tertutup. Yang ketiga adalah aku sendiri, yang dulu juga punya cita cita di pesantren seperti kakaku, tetapi aku tidak pernah berangkat ke pesantren, karena ibuku hanya mampu membiayai kakak yang telah berangkat ke pesantren saat ayah masih hidup. Pernah aku berpikir untuk tetap berangkat ke pesantren walau tanpa biaya, di sana aku bisa bekerja menjadi tukang cuci baju teman teman santri lain, sehingga aku mendapatkan upah untuk keperluan makan sehari hari. Tetapi aku tidak tega meninggalkan ibu sendirian di rumah, sehingga aku lebih memilih tinggal di rumah agar bisa membantu pekerjaan ibu dan di saat beliau membutuhkan.
Alhamdulillah….. Dengan berbekal ijazah SMA, aku di terima menjadi guru di MI yang berada di tetangga desaku. Aku di amanahi mengajar anak anak kelas V dengan memegang bidang study IPA dan bahasa daerah di kelas VI.
Bertekad untuk tidak mengecewakan mereka, maka aku meneruskan kuliah di PGSD yang menyediakan kuliah sabtu minggu.
Hari hari ku jalani dengan penuh syukur dan selalu haus akan ilmu, pada sore hari aku ikut ambil bagian di taman pendidikan al Qur’an yang bertempat di masjid, bersama 12 asatidz yang lain, aku berjuang mendidik anak anak santri yang berjumlah mencapai 230. Memang di daerahku baru ada satu TPQ, sehingga santrinya masih sangat membludak.
Di waktu seperti sekarang ini, setiap hari aku sudah rapih dengan seragam sekolah. Sengaja aku menyelesaikan pekerjaan pekerjaan rumah lebih awal karena ada pelajaran di kelas V. Sebelum berangkat, ku sempatkan sarapan dulu, sendok dan piring telah siap di tangan, dengan segera ku isi dengan nasi putih dan lauk, tempe goreng dan sayur asem yang menjadi kesukaan ibuku.
Ah ibu… beliau juga belum sarapan, bahkan beliau sudah sibuk sedari pagi di warungnya. Dengan bergegas akupun menyiapkan piring dan sendok untuk ibu, dan tentu tanpa lupa mengisinya dengan nasi dan lauk yang sama dengan yang ada di piringku. Lalu aku membawanya ke warung, di sana ibu sedang menulis belanjaan yang harus di beli hari ini karena stoknya habis.
Beliau menyambut kedatanganku dengan senyum, senyuman yang snagat menentramkan hati, senyuman yang selalu membuatku merasa rindu membuncah. Dengan agak tergopoh ibu bangkit sambil mengulurkan tangan menerima sepiring sarapan yang aku bawa.
“Terima kasih ya nduk… kebetulan ibu juga sudah lapar”. Ucap ibu dengan parau dan terkekeh
“Ayo makan bareng di dekat ibu”. Beliau melanjtkan
Kamipun sarapan pagi berdua dengan sangat nikmat tanpa di campuri syaetan, karena kami membaca Basmalah dan berdo’a sebelum makan, sehingga insyaAlloh berkah.
Ibu pernah menerangkan, bahwa ada dua jenis syaetan, yaitu syaetan yang gemuk dan syaetan yang kurus.
Syaitan yang gemuk adalah syaetan yang selalu ikut makan bersama orang orang kafir saat makan, karena mereka tidak pernah membaca do’a ketika mau makan. Sedangkan syaitan yang kurus adalah syaitan yang ditugaskan menggoda orang orang islam yang selalu membaca asma Alloh ketika mau makan, karena takut akan asma Alloh, maka syaitan itu tidak pernah bisa ikut makan bersama orang muslim tersebut, sehingga syaitan ini menjadi kurus karena kelaparan.
Dengan tiba tiba ibu mendekatkan sendok yang sudah terisi ke mulutku, “Beliau ingin menyuapiku”. Begitu hatiku menerka.
Tanpa menunggu lama, aku segera membuka mulut, beliau menyuapiku dengan penuh kasih sayang yang tulus, ada pancaran sinar kebahagiaan di mata ibu yang bening, bibirnya menyungging senyum yang manis, ikhlas dan tak akan pudar di makan masa dan waktu.
Akan ada balasan untuk ibu….
Aku tidak akan mendurhakainya, akan ku balas seluruh kebaikanya sebagai bukti aku adalah anak yang berusaha berbakti dan selalu mengaharap do’a dan ridlonya. Karena dengan mendapat ridlo ibu, aku bisa menggapai ridlo Alloh swt.
Hatiku basah dengan doa dan asa yang baik untuk ibu.
Dalam sekejap ku rasakan ada sesuatu yang hadir denan halus di hatiku, suatu yang sangat membahagiakan yang tak bisa ku artikan dengan jelas. Perasaan ini benar benar beda, tidak seperti biasanya.
Apakah ini satu pertanda? Begitu gemuruh tanya di dalam dada.
Selesai sarapan dengan ibu, segera piring ku bawa ke dapur, ku cuci dan ku taruh di rak gerabah.
Agak tergesa aku memakai sepatu, karena waktu sudah hampir jam 07.00 wib. Sebelumnya aku panasi motor matic yang ku jadikan sebagai alat berkendara dalam semua aktifitas, dengan sebentar ku patut patut tubuh di depan cermin……
BERSAMBUNG……..
CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 6
Adzan shubuh di kumandangkan memecah kepekatan malam yang sudah siap siap beranjak untuk pergi, waktu shubuh telah datang, suara muadzin terdengan sember dan tak urung selalu kehabisan nafas, itu sudah cukup sebagai tanda bahwa muadzin itu usianya sudah udzur atau tak muda, udzur sebagai muadzin karena harus bersuara keras setiap mengumandangkan adzanya yang has.
Ku jawab kalimat kalimatnya yang terdengar seakan memelas, yang terkadang di selingi dengan suara batuk kecil yang tak di sengaja dalam tengah nafasnya yang mengorok, terus terang aku merasa kasihan dengan muadzin tua itu, karena hanya selalu dia yang mengumandangkan adzan di pagi buta begini…
Kenapa selalu dia?
Bukankah ada banyak pemuda yang di sekitar masjid?
Apakah para pemuda masih lelap dalam mimpinya?
Atau pemuda pemuda merasa enggan untuk menggantikanya?
Atau jangan jangan malah muadzin tua itu yang tidak mau di gantikan karena merasa sudah bahagia dan enjoy dalam rutinitasnya?
Pertanyaan yang begitu banyak yang tak pernah ku tahu jawabanya, karena aku tidak pernah menanyakanya kepada muadzin itu juga kepada para pemuda di sekeliling masjid.
Tapi.. setiap kali muadzin tua itu mengumandangkan adzan, tiap kali itu pula pertanyaan pertanyaan itu muncul.
Kini muadzin itu sudah menyelesaikan adzanya yang hanya memakai not itu itu saja, dengan segera ku tengadahkan kedua tangan memanjatkan do’a, do’a yang sudah di ajarkan dari saat aku masih kecil oleh ibu.
Ibu berdiri dengan agak tergopoh, lalu memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri, terdengar suara “krek, krek” dari punggung ibu yang menyerupai suara ranting pohon patah saat ku injak akan kumasukan ke dalam tungku, mataku terus mengawasi sampai ibu Takbirotul ikhrom untuk sholat sunah qobliyah shubuh, akupun segera bangkit meniru apa yang tadi di lakukan oleh ibu, walau tanpa memutar tubuh ke kanan dan ke kiri, dengan sebentar tenggelamlah kami dalam ibadah sunah menggapai ridlo ilahi.
Ibu kemudian membaca do’a fajar dan dzikir (laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzolimin) yang di baca nabi Yunus As saat berada di dalam perut ikan nun,kemudian di lanjutkan dengan membaca istighfar lil mukminin dan mukminat sebanyak 27 kali.
Selanjutnya kami bersiap siap melaksanakan sholat shubuh secara berjamaah, ibu yang bertindak sebagai imam tentunya. Beliau membaca surat al fatihah dengan fasih,tartil dan menjaga makhroj serta tasydid tasydidnya dengan sempurna.
Aku memaklumi hal itu, karena dulu ibu adalah salah satu santri di pondok pesantren yang Ibu Nyainya hafal Al Qur’an, sehingga secara otomatis santri santrinya pun di beri pelajaran agar mampu membaca al Qur’an dengan baik.
Amin…. ku baca lafadz Amin bersamaan dengan saat ibu selesai membaca al Fatihah dan juga membaca Amin.
Kemudian aku membaca fatihah dengan pelan, ibuku baru membaca surat ad Dluha setelah aku selesai membaca Fatihah, Beliau pernah menasihati aku, bahwa “Apabila kamu sholat sebagai Imam yang bacaanya jahr(di keraskan) seperti shubuh, maghrib dan isya, maka setelah selesai membaca al Fatihah, berilah kesempatan kepada makmum untuk menyelesaikan bacaan surat al fatihahnya, karena hukumnya makmum mendengarkan bacaan suratan imam adalah sunah”. Aku mendengarkan dengan seksama bacaan suratan ibu sampai selesai, lalu ibu ruku dengan sempurna, aku mengikuti sebagaimana ruku ibu, dan setelah ruku’ dan i’tidal di roka’at kedua, ibu membaca do’a kunut dengan mengangkat ke dua tangan tanpa melebihi dada.
Di dalam tahyat akhir, aku meletakan kedua tangan di atas kedua paha, tangan yang kiri telungkup sejajar dengan paha dan ujung jemari tidak melebihi lutut, tangan kanan menggenggam di atas paha lurus dengan lutut, tetapi jari telunjuk tidak ikut aku kepalkan, sehingga tangan kanan itu membentuk angka 53 dalam angka arab.
Dengan hati hati dan mencoba khusyu’ aku membaca salam yang di sampaikan Alloh swt kepada Nabi Muhammad saw saat terjadi peristiwa Isro’ dan Mi’roj, juga bacaan bacaan yang sunah.
Selesai berdo’a, salam yang pertama ku lakukan dengan memalingkan muka ke arah kanan, sehingga pipiku kelihatan dari belakang dan tanpa menggerakan badan, bersamaan dengan itu aku berniat untuk keluar dari sholat.
TATA CARA GERAKAN ANGGOTA BADAN PADA WAKTU SHOLAT
1.BERDIRI
–Tata cara berdiri
a.Kaki di renggangkan kira kira satu jengkal,20 cm.
b.Badan,khususnya bagian dada harus menghadap qiblat
c.Pandangan di arahkan ke tempat sujud
{Referensi} : fathal mu’in hal.15
I’anatut tholibin juz 1 hal.135
2.NIAT serta TAKBIROTUL IKHROM
–Tata cara melakukan niat
a.Niat di dalam hati, di lakukan bersama dengan takbirotul ikhrom (ketika mengucapkan ALLOHU AKBAR)
-Hal-hal yang harus di niati (yang harus di hadirkan dalam hati ketika niat)
- Jika sholat fardlu, yaitu : 1. Keinginan/sengaja melakukan sholat
- Kefardluanya sholat
- Menentukan sholat,semisal dzuhur atau ashar dll.
Jika di ucapkan berarti, contoh: USHOLLI FARDLODZ DZUHRI
- Jika sholat sunnah yang di tentukan waktunya atau yang mempunyai sebab,
yaitu : 1. Keinginan /sengaja melakukan sholat
- Menentukan sholat tersebut, seperti Qobliyah, ’Idul fitri, Kusufus syamsi, dll.
Jika di ucapkan berati, contoh : USHOLLI SUNNATAN QOBLIYATADZ DZUHRI
- Jika sholat sunnah muthlaq, maka cukup Keinginan/sengaja melakukan sholat
Jika di ucapakan berarti, contoh : USHOLLI
-Hal-hal yang sunnah di niati
- Menyandarkan sholat pada Alloh SWT. Yaitu lafadz : LILLAHI TA’ALA
- Menjelaskan shifatnya sholat,yaitu lafadz : ADA AN atau QODLO AN
- Menjelaskan menghadap qiblat,yaitu lafadz : MUSTAQBILAL QIBLAH
- Menjelaskan jumlah roka’at,yaitu umpama lafadz : ARBA’A ROKA’ATI
Sehingga – jika di gabung antara yang wajib dan yang sunnah diniati menjadi lafadz,
Contoh : USHOLLI FARDLODZ DZUHRI ARBA’A ROKA’ATIM MUSTAQBILAL QIBLAH ADA AN LILLAHI TA’ALA
-Jika sebagai makmum, maka di tambah lafadz MA’MUMAN
-Jika sebagai imam jum’at, maka di tambah lafadz IMAMAN
Contoh : USHOLLI FARDLODZ DZUHRI ARBA’A ROKA’ATIM MUSTAQBILAL QIBLAH ADA AN MA’MUMAN LILLAHI TA’ALA
: USHOLLI FARDLOL JUM’ATI ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLAH IMAMAN LILLAHI TA’ALA
-Tata cara takbirotul ikhrom
- Mengangkat tangan,hingga ujung jari sejajar dengan telinga bagian atas, sedangkan ibu jari sejajar dengan telinga bagian bawah, dan telapak tangan sejajar dengan pundak.
- kedua telapak tangan di arahkan ke qiblat dengan agak doyong
- Keadaan jari-jari tangan di biarkan normal seperti biasa
-Tata cara sedakep
- Letakan kedua tangan di sebelah kiri antara pusar dan dada
- Tangan kanan menumpang tangan kiri
- Ibu jari tangan kanan,jari manis dan jari kelingking memegang pergelangan tangan kiri
- Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di beber di atas lengan tangan kiri
Kemudian membaca do’a iftitah, lalu diam sebentar sekira kira cukup untuk membaca SUBHANALLOH, lalu membaca TA’AWUDZ, lalu diam lagi sekira kira cukup untuk membaca SUBHANALLOH.
{Referensi}: Kasyifatus saja hal. 83
Al Bajury juz 1 hal. 165
Fathal mu’in hal. 16 & 19
Ihya ‘Ulumiddin juz 1 hal. 153
I’anatut Tholibin juz 1 hal. 134
3.MEMBACA AL-FATIHAH
-Tata cara membaca Al-Fatihah
- Di mulai dari ayat basmalah, wajib menjaga huruf, makhroj, tasydid, runtutnya ayat dan terus menerus
- Bagi imam atau yang sholat sendiri, Selesai membaca Al-Fatihah lalu membaca : ROBBIGHFIRLI WA LIWALI DAYYA WALIL MU’MININA AMIN, dan bagi ma’mum hanya membaca AMIN bersamaan dengan imamnya
- Kemudian diam sebentar sekira kira cukup untuk membaca SUBHANALLOH apabila sholat sendirian, dan sekira cukup untuk membaca Al-Fatihah apabila menjadi imam, dengan di isi do’a do’a yang ada di Al-Qur’an
- Kemudian membaca suratan, urutanya sesuai dengan mushaf dan untuk sholat shubuh surat surat yang panjang sedang untuk sholat maghrib yang pendek
- Kemudian diam sebentar sekira cukup untuk membaca SUBHANALLOH
{Referensi} : Bidayatul Hidayah hal. 48
Fathal mu’in hal. 19
I’anatut Tholibin juz 1 hal. 147
Ihya ‘Ulumaddin juz 1 hal. 176
4.RUKU’ serta THUMA’NINAH
-Tata cara ruku’
- Mengangkat kedua tangan seperti ketika takbirotul ikhrom sambil mengucapkan takbir (ALLOHU AKBAR)
- Badan di turunkan sehingga kepala dan punggung menjadi rata dengan kedua tangan memegang lutut
- Kedua siku di renggangkan dan perut diangkat
- Membaca tasbih tiga kali
{Referensi} : Ihya ‘ulumiddin juz 1 hal. 154
Tausyih ‘ala Ibni qosim hal. 57
5.I’TIDAL serta THUMA’NINAH
-Tata cara I’tidal
- Bangun dari ruku’ sampai berdiri tegak, sambil mengangkat tangan seperti ketika takbirotul ikhrom dengan membaca SAMI’ALLOHU LI MAN HAMIDAH
- Tangan kemudian di letakan di bagian dada, namun yang utama di lepaskan dengan tidak di gerakan (tidak berayaun ayun).
- Membaca do’a ROBBANA LAKAL HAMDU MILUS SAMAWATI WA MILUL ARDLI WA MILU MA SYI’TA MIN SYAI’IN BA’DI
- Diam sebentar, lalu mengucapkan takbir ALLOHU AKBAR tanpa mengangkat tangan sambil turun untuk sujud
{Referensi} : Ihya ‘ulumiddin juz 1 hal. 154
Hasyiyatan Qolyubi juz 1 hal. 135
Bidayatul hidayah hal. 49
6.SUJUD serta THUMA’NINAH
-Tata cara sujud
- Saat turun untuk sujud yang pertama sampai ke tempat sujud adalah kedua lutut kemudian dua telapak tangan lalu dahi bersama hidung
- Kedua siku di renggangkan
- Telapak tangan sejajar dengan bahu
- Perut di angkat dari kedua paha
- kaki di renggangkandan di tegakan hingga ujung jari kaki menghadap qiblat
- Membaca tasbih 3kali
- Kemudian bangun dari sujud untuk duduk sambil membaca takbir
Pada saat sujud, Ada 7 anggota badan yang wajib menempel pada tempat sujud, yaitu : Dahi,Kedua lutut, Kedua telapak tangan, Sebagian jari kaki yang bagian dalam.
{Referensi}: Bidayatul hidayah hal. 49
Ihya ‘ulumiddin juz 1 hal. 159
Fathal mu’in hal. 21
7.DUDUK ANTARA DUA SUJUD serta THUMA’NINAH
-Tata cara duduk antara dua sujud
- Telapak kaki kanan di tegakan, ujungnya di hadapkan ke qiblat, sedangkan kaki kiri di duduki
- Kedua telapak tangan di lekan di atas kedua paha sekira rata antara ujung jari dan lutut
- Jari tangan di beber biasa
- Membacado’a :
ROBBIGHFIRLI, WARHAMNI, WARFA’NI, WAJBURNI, WARZUQNI, WAHDINI, WA ’AFANI, WA’FU’ANNI.
{Referensi} : Bidayatul hidayah hal. 49-50
Al bajury juz 1 hal. 171
Fathal mu’in hal. 21
8.SUJUD KEDUA serta THUMA’NINAH
-Tata cara sujud kedua
- Sujud kedua caranya sama dengan sujud yang pertama
- Selesai sujud di sunahkan untuk duduk istirohah sebentar
- Lalu bangkit untuk berdiri dengan kedua telapak tangan di letakan di tempat sujud terlebih dahulu, sambil membaca takbir tanpa mengangkat tangan seperti ketika takbirotul ikhrom
- Roka’at yang kedua sama dengan roka’at yang pertama kecuali takbirotul ikhrom
- Apabila sholatnya lebih dari dua roka’at,maka dalam roka’at yang kedua di sunahkan untuk tahyat awal
-Tata cara duduk tahyat awal(iftirosy).
- Tahyat awal caranya sama dengan duduk di antara dua sujud
- Hanya saja jari jari tangan kanan dengan posisi menggenggam kecuali jari telunjuk
- Yang lebih utama, ibu jari ujungnya di letakan di pinggir telapak tangan di bawah jari telunjuk yang di biarkan tidak menggenggam, sehingga semua jari mengisyaratkan angka 53
- Lalu membaca do’a tahyat awal :
ATTAHIYYATUL MUBAROKATUS SHOLAWATUT THOYYIBATU LILLAH ASSALAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA ROHMATULLOHI WA BAROKATUH ASSALAMU ‘ALAINA WA ‘ALA ‘IBA DILLAHIS SHOLIHIN ASYHADU ANLA ILAHA ILLALLOHU WA ASYHADU ANNA MUHAMMADARROSULULLOHI.
Ketika bacaan sampai pada lafadz ILLALLOHU, jari telunjuk yang kanan di angkat agak miring ke kanan atau arah qiblat, dan pandangan mata sunnah di arahkan ke ujung jari telunjuk tersebut sampai selesai tahyat awal dan sampai salam ketika dalam tahyat akhir.
- Membaca sholawat yang khusus kepada Nabi SAW. :
ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD
- Kemudian bangkit untuk berdiri, caranya sama dengan ketika mau berdiri dari roka’at yang pertama, tetapi di dalam posisi bangkit untuk berdiri, ketika sampai kira kira cukup untuk ruku’, maka kedua tangan di angkat seperti ketika takbirotul ikhrom
9.DUDUK TAHYAT AKHIR(tawaruk)
- Dalam duduk tahyat akhir Berbeda dengan Duduk tahyat awal, yaitu pantat yang kiri di tempelkan pada lantai tempat sholat, telapak kaki kanan di tegakan, sedangkan telapak kaki yang kiri di keluarkan lewat bawah kaki kanan di arah kanan
{Referensi} : Bidayatul Hidayah hal. 49-50
Fathal mu’in hal. 22-23
I’anatut tholibin juz1 hal. 135 dan 175
- MEMBACA TAHYAT AKHIR
a.Bacaanya sama dengan tahyat awal
b.Wajib menjaga tasydid, huruf makhroj dan harus terus menerus
{Referensi}: Fathal mu’in hal. 23
Bidayatul Hidayah hal. 49-50
- MEMBACA SHOLAWAT ATAS NABI SAW
- Sekurang kurangnya : ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD
- Di sunatkan juga membaca sholawat atas keluarga Nabi SAW.: WA ‘ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD sampai lafadz INNAKA HAMIDUM MAJID
- Setelah itu di sunatkan unuk berdo’a
{Referensi}: Fathal mu’in hal. 23
Bidayatul hidayah hal. 49-50
- SALAM YANG PERTAMA
- Sekurang kurangnya lafadz : ASSALAMU ‘ALAIKUM
- b. Sunah bila di tambah lafadz : WA ROHMATULLOH
- Bila sholat jenazah di tambah : WA BAROKATUH
- Bersamaan dengan salam agar menolehkan muka(bukan dada) ke arah kanan hingga pipi kanan kelihatan dari belakang
- Ketika sampai pada MIMnya lafadz ASSALAMU ‘ALAIKUM di sunahkan niat keluar dari sholat
- Membaca do’a : INNI AS ALUKA FAUZA BIL JANNAH
- Lalu salam yang kedua sambil menolehkan wajah ke arah kiri, juga membuka jari jari kanan sehingga terbeber seperti biasa
- Lalu membaca do’a : INNI AS ALUKA NAJATAM MINANNAR WAL ‘AFWA ‘INDAL HISAB
{Referensi} : Fathal mu’in hal. 23
Bidayatul hidayah hal. 49-50
Al Adzkar AnNawawiyyah
- TARTIB(mengurut urutkan rukun)
- Rukun sholat ada 17 : NIAT, TAKBIR, BERDIRI, MEMBACA FATIHAH, RUKU’, THUMA’NINAH, I’TIDAL, THUMA’NINAH, SUJUD, THUMA’NINAH, DUDUK, THUMA’NINAH, DUDUK TAHYAT AKHIR, BACAAN TAHYAT AKHIR, SHOLAWAT DALAM TAHYAT AKHIR, SALAM PERTAMA, TARTIB.
- Kedua telapak tangan di usapkan pada dahi dan wajah sampai dagu
{Referensi} : Fathal mu’in hal. 23
Bughyatul mustarsyidin hal. 49
Safinatun naja hal. 52
Mukena dan sajadah ku kemasi dengan rapi dan cepat, tentunya setelah selesai membaca wirid. Ibuku selalu mewanti wanti agar aku selalu membaca wirid setelah selesai sholat, jangan salam klepat, alias tidak pernah baca wirid
“Barang siapa tidak pernah membaca wirid maka dia adalah monyet”.
Jam 06.30 pagi, ibu sudah sibuk dengan warungnya di depan rumah…….
Bersambung….