PENCATATAN DAN PENGAMALAN ILMU SEBAGAI SARANA MENDAPATKAN MANFAAT

Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi yang kita kenal sebagai penyusun kitab  Maulid Simthud Duror, memiliki kepedulian tinggi dan amat bangga terhadap para penuntut ilmu. Sehingga semasa hidupnya, tidak jarang beliau menyempatkan diri duduk di serambi rumahnya untuk menyaksikan para pelajar yang berlalu-lalang di depan kediamannya, berangkat menuju ke tempat mereka menunut ilmu.

Dalam kumpulan kalam beliau yang disusun Habib Umar bin Muhammad Maula Khela, berjudul “Jawahirul Anfas Fii Maa Yurdli Rabban Naas” disebutkan, karena begitu bangganya kepada para penuntut ilmu Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Ra pernah berkata, “Aku doakan agar kalian berumur panjang dan memperoleh fath. Ketahuilah setiap orang yang mengajar sesuai dengan ilmu yang dimiliki, kelak di hari kiamat akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW”.

Habib Ali tak dapat menyembunyikan kegembiraannya bila melihat para pelajar, sampai-sampai beliau berucap, “Jika aku bertemu pelajar yang membawa bukunya, ingin aku mencium kedua matanya”.

Suatu ketika, tepatnya pada hari Ahad, 11 Syawal 1322 Hijriyah, Al- Habib Ali mengundang dan menjamu para pelajar di suatu tempat yang dikenal dengan nama Anisah, yakni tempat yang rindang dan sejuk karena banyaknya pepohonan, sekitar 2 Km dari kota Sewun. Kepada para pelajar itu beliau berkata, “Ketahuilah, hari ini aku mengundang kalian untuk membangkitkan semangat kalian menuntut ilmu. Giatlah belajar, semoga Allah memberkahi kalian”

Tidak itu saja, beliau mengajak para pelajar itu serius menuntut ilmu, sebagaimana dilakukan para salafus shaleh. Dikatakannya, “Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu. Perhatikan para salaf kalian, mereka menghafal berbagai matan (naskah). Mereka telah hafal kitab Az-Zubad, Mulkah I’rob dan Al-Fiyah di masa kecilnya. Setelah dewasa ada yang telah hafal kitab Al Minhaj, Ihya’ Ulumiddin, dan lainnya”.

Beliau mengingatkan agar ketika menuntut ilmu, para pelajar tidak melalaikan peralatan tulisnya. Sebab, itu sudah menjadi kelengkapan bagi seorang penuntut ilmu yang dapat mendatangkan banyak kemanfaatan. Bahkan, menurutnya, jika tidak memperhatikan kelengkapan tersebut bisa mendatangkan aib baginya.

“Aku ingin setiap pelajar membawa alat-alat tulisnya ketika mengikuti pelajaran. Ketahuilah, keuntungan (faedah) ilmu terletak pada pengamalan dan pencatatannya. Sebaliknya, menjadi aib bagi seorang pelajar jika saat mengikuti pelajaran (menuntut ilmu) ia tidak membawa buku dan peralatan tulis lainnya,” tandasnya.

Larang Remehkan Anak-anak

Pada kesempatan tersebut, Al-Habib Ali benar-benar ingin menuntaskan nasehatnya kepada para pelajar yang amat dicintainya itu. Termasuk tidak sekali pun meremehkan nasihat yang diucapkan anak-anak. Beliau menuturkan, “Pelajarilah cara membunuh atau mengendalikan hawa nafsu, adab dan tata krama. Tuntutlah ilmu baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Jika yang mengajarkan ilmu jauh lebih muda dari mu janganlah berkata, “Kami tidak mau belajar kepadanya, aib bagi kami”.

Habib juga mengingatkan pelajar agar tidak segan-segan mengulang pelajaran yang telah diterima dari gurunya. Malah, sebaiknya para pelajar dianjurkan untuk membacanya berkali-kali, sebelum guru pembimbing datang mengajarkan ilmunya. “Pelajarilah pelajaran yang hendak kalian bacakan di hadapan guru. Dengan demikian kalian akan memetik manfaatnya. Tauladani apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan salaf kita, saat menuntut ilmu,” ajak beliau.

Beliau juga mencontohkan beberapa ulama besar dari kalangan aslafunas shaleh ketika mereka menuntut ilmu, diantaranya Al Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi yang membaca pelajarannya sebanyak 25 kali sebelum mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya. Setelah itu mempelajari lagi sebanyak 25 kali seusai menerima pelajaran dari gurunya. Bahkan, syeikh Fakhrur Razi mengulang-ulang pelajarannya sebanyak 1000 kali. “Sementara kalian hanya (baru) membuka buku ketika berada di depan guru,” tambah beliau mengingatkan.

Di tengah-tengah para pelajar yang serius mengikuti nasehat-nasehatnya, beliau mengingatkan mereka agar menjauhi sifat dengki dan iri hati. Karena kedua sifat ini dapat mencabut keberkahan ilmu yang telah diperoleh. Beliau juga menceritakan pengalamannya ketika masih belajar.

“Ketika aku masih menuntut ilmu di Mekah. Setiap malam aku bersama kakakku Husein dan Alwi Assegaf mempelajari 12 kitab Syarah dari Al Mihaj, lalu menghafalkan semuanya. Pernah pada suatu hari saat nisful lail (akhir malam) ayahku Al Habib Muhammad keluar dari kamarnya dan mendapati kami sedang belajar. Beliau berkata, Wahai anak-anakku kalian masih belajar? Semoga Allah SWT memberkati kalian”.

Bahaya Makanan Haram

Pada kesempatan lain Habib Ali menggambarkan betapa gembira Rasulullah SAW jika melihat umatnya bersungguh-sungguh thalabul (mencari) ‘ilmu, kemudian mengamalkannya, dan menyampaikan (menyebarkannya) kepada saudaranya sesama umat Islam.

Beliau berkata, “Tidak ada yang lebih menggembirakan hati Rasulullah Muhammad SAW dari melihat upaya umat beliau menuntut ilmu, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya, dan menyebarkannya kepada saudaranya. Adakah yang lebih berharga dibandingkan kebahagiaan Habibi Muhammad SAW itu ? Dunia dan akhirat beserta segenap isinya tak mampu menyamai kebahagiaan beliau SAW”

Namun, beliau juga mengakui saat itu telah melihat gejala menurunnya semangat menuntut ilmu agama dan mengamalkan serta menyebarluaskannya di kalangan kaum muslimin. Menurutnya, semangat itu telah tidur terlalu lama, bahkan dikhawatirkan akan mati dalam tidurnya. Semangat itu telah hilang, cinta kepada ilmu telah menipis, keinginan berbuat kebajikan semakin melemah. Barangkali itu merupakan gejala awal rusaknya watak manusia. Putra Habib Muhammad Al-Habsyi ini menyatakan, penyebab utama semua itu adalah telah dikonsumsinya makanan haram oleh sebagian, atau bahkan kebanyakan umat Islam.

Diriwayatkan, bahwa Imam Haromain setiap kali ditanya seseorang selalu dapat menjawab. Imam Haromain adalah salah seorang yang menjadi rujukan (tempat bertanya) masyarakat di zamannya. Beliau menghafal ucapan guru beliau, Abu Bakar Al Baqillaniy yang tertulis dalam 12000 lembar kertas mengenai ilmu ushul. Sedangkan, Imam Sufyan bin Uyainah telah menghafal Al Qur’an dan menerangkan makna-maknanya di depan para ulama ketika ia masih usia 4 tahun. Kapan ia membaca Al Qur’an dan menghafalnya, serta kapan ia mempelajari makna-maknanya ?.

Namun suatu kali Imam Haromain ini tidak berkutik dan tidak dapat menjawab ketika menerima pertanyaan. Orang yang bertanya itu kemudian menanyakan mengapa sampai demikian, tidak biasanya beliau tak bisa menjawab. Lalu, Imam Haromain itu kemudian menjawab, “Mungkin ada susu yang masih tersisa di tubuhku”.

Sang penanya semakin penasaran apa yang dimaksud Imam Haromain. Dia kemudian bertanya lagi, “Apa maksudmu wahai Imam ?”. Beliau menjawab, “Dahulu ketika aku masih menyusui, ayahku sangat wara’ (berhati-hati) dalam menjaga kehalalan dan kebersihan minumanku. Beliau tidak membiarkan ibuku makan sesuatu kecuali yang benar-benar halal”.

Al Imam melanjutkan, “Suatu hari seorang budak wanita keluarga Fulan masuk ke rumah kami, tanpa sepengetahuan ibuku. Budak itu meletakkan aku di pangkuannya kemudian menyusuiku. Mengetahui hal itu ayahku sangat marah lalu memasukkan jari tangannya ke dalam mulutku, sehingga aku dapat memuntahkan semua susu yang baru saja kuminum dari budak itu. Namun, rupanya masih ada susu yang tersisa”.

Akhirnya Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berwasiat kepada anak cucu dan keturunannya, termasuk kita semua, agar selalu meniru sikap dan tindakan para salaf ketika mencari ilmu dan beramal ibadah. Beliau berkata, “Wahai anak-anakku sekalian, jika kalian mau berusaha dengan sungguh-sunguh, maka bagimu kesempatan masih amat terbuka. Tauladani amal para salaf. Janganlah kalian menganggap mustahil mujahadah yang telah dilakukan orang-orang terdahulu, sebab mereka diberi kekuatan dhohir-bathin oleh Allah SWT”.

Beliau semakin menekankan perlunya mencontoh amal para salaf. Dituturkannya, “Mereka juga mempunyai niat dan tekad yang kuat untuk mencontoh para pendahulunya dalam berilmu dan beramal. Ketahuilah tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin. Jika riwayat hidup mereka dibacakan kepada orang mukmin, iman mereka akan semakin teguh kepada Allah SWT”.

BIOGRAFI IMAM BAIHAQY (ABU BAKAR AHMAD BIN HUSAIN BIN KHUSRUJARDY AL-BAIHAQY)

Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafidh Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak buku terkenal.

Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab “Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari”, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran.

Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam.

As-Sabki menyatakan: “Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai ‘Tali Allah’ dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits.”

Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisaburi dalam bukunya “Thail Tareekh Naisabouri”: Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafidh, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz (Arab Saudi) kemudian banyak menulis buku.

Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku ‘Al Ma’rifa’. Banyak imam terkemuka turut hadir.

Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian.

Sementara itu, dalam Wafiyatul Ayyam, Ibnu Khalkan menulis, “Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara’, dan mencontoh para salafus shalih.”

Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih.

Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar.

Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam.

Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits).

Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi.

Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya.

Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.

Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang.

Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H (9 April 1066). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi.

Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain buku “As-Sunnan Al Kubra”, “Shubu Al Iman”, “Thala’il An Nabuwwa”, “Al Asma wa As Sifat”, dan “Ma’rifat As Sunnan Al Athaar”.

BIOGRAFI SINGKAT IMAM NAWAWY RAHIMAHULLOH

Beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan. Beliau mulai belajar di katatib (tempat belajar baca tulis untuk anak-anak) dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh.

Ketika berumur sepuluh tahun, Syaikh Yasin bin Yusuf Az-Zarkasyi melihatnya dipaksa bermain oleh teman-teman sebayanya, namun ia menghindar, menolak dan menangis karena paksaan tersebut. Syaikh ini berkata bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang paling pintar dan paling zuhud pada masanya dan bisa memberikan manfaat yang besar kepada umat Islam. Perhatian ayah dan guru beliaupun menjadi semakin besar.

An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilminya ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah–halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Ia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah didekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama. Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Iapun mengungguli teman-temannya yang lain. Ia berkata : “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya,baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].

Diantara syaikh beliau: Abul Baqa’ An-Nablusiy, Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ausiy, Abu Ishaq Al-Muradiy, Abul Faraj Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy, Ishaq bin Ahmad Al-Maghribiy dan Ibnul Firkah. Dan diantara murid beliau: Ibnul ‘Aththar Asy-Syafi’iy, Abul Hajjaj Al-Mizziy, Ibnun Naqib Asy-Syafi’iy,Abul ‘Abbas Al-Isybiliy dan Ibnu ‘Abdil Hadi.

Pada tahun 651 H ia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah dan menetap disana selama satu setengah bulan lalu kembali ke Dimasyq. Pada tahun 665 H ia mengajar di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah (Dimasyq) dan menolak untuk mengambil gaji.

Beliau digelari Muhyiddin ( yang menghidupkan agama ) dan membenci gelar ini karena tawadhu’ beliau. Disamping itu, agama islam adalah agama yang hidup dan kokoh, tidak memerlukan orang yang menghidupkannya sehingga menjadi hujjah atas orang-orang yang meremehkannya atau meninggalkannya. Diriwayatkan bahwa beliau berkata :”Aku tidak akan memaafkan orang yang menggelariku Muhyiddin”.

Imam An-Nawawi adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah digariskan Islam. Beliau menulis surat berisi nasehat untuk pemerintah dengan bahasa yang halus sekali. Suatu ketika beliau dipanggil oleh raja Azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Datanglah beliau yang bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana. Raja pun meremehkannya dan berkata: ”Tandatanganilah fatwa ini!!” Beliau membacanya dan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Raja marah dan berkata: ”Kenapa !?” Beliau menjawab: ”Karena berisi kedhaliman yang nyata”. Raja semakin marah dan berkata: ”Pecat ia dari semua jabatannya”. Para pembantu raja berkata: ”Ia tidak punya jabatan sama sekali. Raja ingin membunuhnya tapi Allah menghalanginya. Raja ditanya: ”Kenapa tidak engkau bunuh dia padahal sudah bersikap demikian kepada Tuan?” Rajapun menjawab: ”Demi Allah, aku sangat segan padanya”.

Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat puluh kitab, diantaranya:

Dalam bidang hadits : Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al- Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.

Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.

Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.

Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.

Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.

Imam Nawawi meninggal pada 24 Rajab 676 H -rahimahullah wa ghafarahu.

2 Hari Menjelang Maulid Nabi SAW. : PENDAPAT ULAMA MADZHAB TENTANG PERINGATAN MAULID

Bulan Rabiul Awal ini merupakan bulan yang istimewa. Bagaimana tidak istimewa?, pada bulan tersebut manusia terbaik, hamba Allah dan utusan Allah termulia dilahirkan di dunia. Pada 1400 abad yang lalu, tepatnya pada hari Senin 12 Rabiul Awal 576 M, baginda Nabi Muhammad Saw dilahirkan dari pasangan Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah Radliya Allahu ‘anhuma.

Setiap tahun hari kelahirannya dirayakan oleh umat Muslim di seluruh penjuru dunia. Berbagai acara mulai di tingkat desa hingga istana negara menyelenggaraan perayaan maulid. Lantas bagaimana pendapat para ulama’ 4 madzhab mengenai tradisi perayaan maulid tersebut? Berikut ini kami rangkum beberapa statemen ulama’ mengenai tradisi tahunan tersebut.

Al-Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama’ Syafi’iyyah mengatakan:

 هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

“Perayaan maulid termasuk bid’ah yang baik, pelakunya mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat sisi mengagungkan derajat Nabi Saw dan menampakan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah Saw”.

Dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan:

 يُسْتَحَبُّ لَنَا إِظْهَارُ الشُّكْرِ بِمَوْلِدِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَالْاِجْتِمَاعُ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنْ وُجُوْهِ الْقُرُبَاتِ وَإِظْهَارِ الْمَسَرَّاتِ

“Sunah bagi kami untuk memperlihatkan rasa syukur dengan cara memperingati maulid Rasulullah Saw, berkumpul, membagikan makanan dan beberapa hal lain dari berbagai macam bentuk ibadah dan luapan kegembiraan”.

Dari kalangan Hanafiyyah, Syaikh Ibnu ‘Abidin mengatakan:

اِعْلَمْ أَنَّ مِنَ الْبِدَعِ الْمَحْمُوْدَةِ عَمَلَ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ مِنَ الشَّهْرِ الَّذِيْ وُلِدَ فِيْهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ

“Ketahuilah bahwa salah satu bid’ah yang terpuji adalah perayaan maulid Nabi pada bulan dilahirkan Rasulullah Muhammad Saw”. Bahkan setiap tempat yang di dalamnya dibacakan sejarah hidup Nabi Saw, akan dikelilingi malaikat dan dipenuhi rahmat serta ridla Allah Swt.

Al-Imam Ibnu al-Haj ulama’ dari kalangan madzhab Maliki mengatakan:

 مَا مِنْ بَيْتٍ أَوْ مَحَلٍّ أَوْ مَسْجِدٍ قُرِئَ فِيْهِ مَوْلِدُ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَّا حَفَّتِ الْمَلاَئِكَةُ أَهْلَ ذَلِكَ الْمَكَانِ وَعَمَّهُمُ اللهُ تَعَالَى بِالرَّحْمَةِ وَالرِّضْوَانِ

“Tidaklah suatu rumah atau tempat yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi Saw, kecuali malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah memberi mereka limpahan rahmat dan keridloan”.

Al-Imam Ibnu Taimiyyah dari kalangan madzhab Hanbali mengatakan:

 فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ

“Mengagungkan maulid Nabi dan menjadikannya sebagai hari raya telah dilakukan oleh sebagian manusia dan mereka mendapat pahala besar atas tradisi tersebut, karena niat baiknya dan karena telah mengagungkan Rasulullah Saw”.

Bahkan merayakan maulid Nabi bisa menjadi wajib bila menjadi sarana dakwah yang efektif untuk menandingi perayaan-perayaan lain yang terdapat banyak kemunkaran.

Al-Syaikh al-Mubasyir al-Tharazi menegaskan:

 إِنَّ الْاِحْتِفَالَ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ أَصْبَحَ وَاجِبَا أَسَاسِيًّا لِمُوَاجَهَةِ مَا اسْتُجِدَّ مِنَ الْاِحْتِفَالَاتِ الضَّارَّةِ فِيْ هَذِهِ الْأَيَّامِ

“Sesungguhnya perayaan maulid Nabi menjadi wajib yang bersifat siyasat untuk menandingi perayaan-perayaan lain yang membahayakan pada hari ini”.

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi merayakan maulid Nabi Saw merupakan bid’ah yang baik (disunahkan), meski tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Saw, karena di dalamnya terdapat sisi mengagungkan dan kecintaan kepada Rasulullah Saw.

Bahkan, hukum merayakan maulid bisa menjadi wajib bila menjadi sarana dakwah yang paling efektif untuk mengimbangi acara-acara yang membahayakan moral bangsa.

Penjelasan disarikan dari Syekh Yusuf Khathar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah, juz. 1, halaman 407.

IMAM ABUL ASWAD AD DUALI SEBAGAI BAPAKNYA ILMU NAHWU

Abul Aswad ad-Duali adalah seorang perumus ilmu nahwu. Sebuah ilmu gramatika bahasa Arab yang mengkaji tentang bunyi harokat akhir suatu kalimat. Apakah dhommah, fathah, kasroh, atau sukun. Abul Aswad lahir di masa jahiliyah. Dan memeluk Islam di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ia tidak berjumpa dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia merupakan sahabat dari Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Dan berada di pihaknya saat Perang Shiffin.

Abul Aswad ad-Duali ada sosok yang populer. Ia seorang tabi’in. Seorang yang fakih. Ahli syair dan ahli bahasa Arab. Termasuk seseorang yang bagus visinya dan cerdas pemikirannya. Selain itu, ia juga piawai dalam menunggang kuda. Dialah peletak dasar ilmu nahwu. Dan menurut pendapat yang paling masyhur, dialah yang memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah pada mush-haf Alquran (az-Zarkali: al-A’lam, 3/236-237).

Nasab dan Kelahirannya

Dia adalah Abul Aswad, namanya Zhalim bin Amr bin Sufyan bin Jandal (Ibnu Khalkan: Wafayatu-l A’yan, Daru-sh Shadir Beirut 1900, 2/535). Ad-Duali al-Kinani al-Bashri. Ibunya bernama Thuwailah dari Bani Abdu-d Dar bin Qushay (Khalifah bin Khayyath: Thabaqat Khalifah bin Khayyath, 1993 M, Hal: 328).

Abul Aswad lahir di masa jahiliyah (as-Suyuthi: al-Mazhar fi Ulumi-l Lughah wa Awa’iha, 1998, 2/392). Kemudian memeluk Islam di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Mizzi: Tadzhibu-l Kamal, 33/37). Ia adalah tokoh besar di masa tabi’in. bersahabat dengan Ali bin Abi Thalib dan berada di pihaknya saat terjadi Perang Shiffin.

Kehidupannya

Abul Aswad ad-Duali tinggal di Bashrah di masa pemerintah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Dan memerintah wilayah tersebut di masa Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu menggantikan Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Jabatan tersebut senantiasa ia pegang hingga wafatnya Ali bin Abu Thalib. Saat Muawiyah memegang tampuk kekuasaan, Abul Aswad menemuinya dan Muawiyah pun memuliakannya (az-Zarkali: al-A’lam, 3/236-237).

Bapak Ilmu Nahwu

Orang pertama yang merumuskan ilmu nahwu adalah Abul Aswad ad-Duali. Terdapat banyak versi tentang sebab perumusan ilmu nahwu. Ada yang mengatakan, “Abul Aswad menemui Abdullah bin Abbas. Ia berkata, ‘Aku melihat lisan-lisannya orang Arab sudah rusak gramatikanya. Aku ingin merumuskan sesuatu untuk mereka. Sesuatu yang meluruskan kembali lisan-lisan mereka’. Ibnu Abbas menanggapi, ‘Mungkin yang kau maksud adalah nahwu. Ya, itu benar. Buatlah rumusan dengan merujuk ke Surat Yusuf (al-Qifthi: Inbah ar-Ruwwati ‘ala Anba an-Nuhah, Cet. I 1982, 1/50-51).

Ada juga yang mengatakan, “Salah seorang anak perempuannya berkata,

يا أبت؛ ما أحسنُ السَّمَاء

Kata أحسن harakat terakhirnya dhommah. Dan kata السماء harokat terakhirnya kasroh. Anak tersebut ingin mengatakan “Hai ayah, alangkah indahnya langit!” Tapi karena bunyi harokat akhirnya salah, maka artinya “Apakah yang paling indah di langit?”. Sehingga Abul- Aswad menjawabnya,

يا بنية؛ نجومها

“Bintangnya, nak”

Anaknya berkata, “Yang kumaksud (bukan bertanya) sesuatu yang paling indah. Tapi aku takjub dengan betapa indahnya langit.”

Abul Aswad berkata, “Kalau begitu, katakan!

ما أحسنَ السَّمَاء

“Alangkah indahnya langit.”

Sejak itu ia menaruh perhatian besar dengan ilmu nahwu. Ada yang bertanya kepadanya, “Darimana kau memperoleh ilmu nahwu ini?” Ia menjawab, “Aku belajar kaidah-kaidahnya kepada Ali bin Abu Thalib.” (ath-Thayyib Ba Mukhramah: Qiladatu-n Nahwi fi Wafayati A’yani-d Dahr, 2008 M, 1/508).

Dengan demikian, ilmu nahwu sangat membantu orang-orang non-Arab dalam membaca teks Arab. Terutama teks Arab gundul. Dengan benarnya harokat seseorang bisa memahami teks Arab dengan pemahaman yang benar. Jika memahami teks dengan benar saja tidak mampu, maka bagaimana bisa akan mendapat kesimpulan dan pemahaman yang benar dari suatu teks. Inilah jasa besar Abul Aswad ad-Duali kepada umat ini.

Wafatnya

Abul Aswad ad-Duali wafat di Bashrah pada tahun 69 H/688 M. Ia terserang wabah tah’un. Saat itu usianya 80 tahun. Ada juga yang mengatakan bahwa ia wafat di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Dan kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz dimulai pada bulan Shafar 99 H – Rajab 101 H (Ibnu Khalkan: Wafayat al-A’yan, 2/539).

CARA AGAR SUAMI ISTRI HARMONIS DALAM MENGARUNGI RUMAHTANGGA

⇦ حسن الخلق معهن واحتمال الاذا ترحما عليهن لقصور عقلهن. وقال الله: وعاشروهن بالمعروف

⇦ ان يزيد علي احتمال الاذي بالمداعبة والمزح والملاعبة، فهي التي تطيب قلوب النساء، وقد كان رسول الله يمزح معهن. قال رسول الله: اكمل المؤمنين ايمانا احسنهم خلقا والطفهم باهله

⇦ ان لا يتبسط في الدعابة وحسن الخلق والموافقة باتباع هواها الي حد يفسد خلقها ويسقط بالكلية هيبته عندها، بل يراعي الاعدال فيه. قال الحسن: والله ما اصبح رجل يطيع امراته فيما تهوي الا كبه الله في النار

⇦ الاعتدال في الغيرة. قال قلعم: ﺇِﻧِّﻲْ ﻟَﻐَﻴُﻮْﺭٌ ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺍِﻣْﺮِﺉٍ ﻻَ ﻳُﻐَﺎﺭُ ﺇِﻻَّ ﻣَﻨْﻜُﻮْﺱُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ. قال صلعم: ﺇِﻥَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻐَﻴْﺮَﺓِ ﻏَﻴْﺮَﺓٌ ﻳَﺒْﻐَﻀُﻬَﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻭَﻫِﻲَ ﻏَﻴْﺮَﺓُ

ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺭِﻳْﺒَﺔ

⇦ الاعتدال في النفقة فلا ينبغي ان يقتر عليهن في الانفاق ولا ينبغي ان يسرف، بل يقتصد. قال تعالي: وكلو واشربوا ولا تسرفوا

⇦ ان يتعلم المتزوج من علم الحيض واحكمه ما يحترز به الاحتراز الواجب، ويعلم زوجته احكام الصلاة وما يقضي منها وما لا يقضي، فانه امر بان يقيها النار بقوله: قو انفسكم واهليكم نارا.

⇦ اذا كان له نسوة فينبغي اي يعدل بينهن ولا يميل الي بعضهن فان خرج الي السفر واراد استصحاب واحد اقرع بينهن

▶▶Berperangai baik serta bersabar atas sakit yang diterima dari isterinya dalam rangka berbelaskasih pada istri karena pendek akal/pemikirannya. Allah berfirman: Dan pergaulilah istri kalian dengan cara yang baik.

▶▶Tidak cukup engkau bersabar saja, melainkan juga perlu ber-cumbu rayu, ber-senda gurau, sebab itu akan melegakan/menyenangkan hati isteri, Rasulullah-pun juga bergurau bersama para isterinya.

Rasulullah bersabda: “Paling sempurna iman-nya orang mukmin adalah yang paling baik perangainya dan paling lemah lembut pada keluarganya.

▶▶Jangan berlebihan dalam bersenda gurau, serta berperilaku baik dan jangan mengikuti segala keinginannya sampai pada batas dimana justru akan merusak akhlaknya, dan menggugurkan kewibaanmu dihadapannya.

Al-Hasan berkata: Demi Allah, tidaklah seorang lk (suami) yg taat pada isterinya dalam hal hawa (keinginan -nya) kecuali Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.

▶▶Cemburu sewajarnya saja. Rasul bersabda: “Sesungguhnya aku adalah seorang pencemburu dan tidak ada seorang pun yang tidak cemburu pada istrinya kecuali dia adalah pria yang terbalik hatinya.”

Rasul bersabda: “Sesungguhnya di antara sifatcemburu, ada yang dibenci oleh Allah, yaitu cemburu pada istri tanpa ada kecurigaan.”

▶▶Sederhana dalam memberi nafkah (belanja), jangan terlalu hemat jangan berlebihan.

Allah berfirman: “Makanlah, minumlah tetapi jangan berlebihan”.

▶▶Belajar ilmu haid serta hukum-hukumnya, dan juga hal wajib yang berkaitan dengan haid. Mengajari isteri tentang sholat yang wajib di qada’ dan yang tidak. Sesungguhnya Allah memerintahkan suami untuk menjaga isterinya melalui firman-Nya “Jagalah dirimu serta keluargamu dari api neraka”.

▶▶Jika memiliki isteri lebih dari satu, hendaknya bersikap adil diantara keduanya, jangan condong pada salah satu dari mereka, jika hendak bepergian dengan isterinya, hendaklah mengundi diantara mereka, seperti itu yang dilakukan oleh Rasulullah.

Wallahu a’lam  Ihya’ Ulumuddin 2/55-62

MANAQIB CUCU ROSULULLOH SAW. IMAM ALWI BIN UBAIDILLAH BIN AHAMD AL MUHAJIR

Beliau adalah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW.

Beliau seorang yang sangat alim dan dan merupakan salah satu imam besar di jamannya.

Beliau dilahirkan di Hadramaut dan dibesarkan disana. Semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya dan berjalan pada thariqah yang telah ditempuh oleh ayahnya. Beliau gemar mendalami ilmu dan selalu menyibukkan dirinya untuk menuntut ilmu, sehingga beliau berhasil menguasai berbagai macam ilmu. Beliau juga adalah seorang yang hafal Al-Qur’an. Selain menuntut ilmu di Hadramaut, beliau juga menuntut ilmu sampai ke kota Makkah dan Madinah.

Disamping kedalaman ilmunya, beliau adalah seorang yang banyak bermujahadah. Beliau banyak melakukan shalat dan puasa. Sifat wara’ dan banyak bersedekah juga selalu menghiasi diri beliau.

Beliau adalah orang yang pertama kali diberi nama Alwi, yaitu nama yang asalnya diambil dari nama burung yang terkenal. Beliau dikaruniai banyak keturunan, tersebar dan baik. Keturunan beliau ini dikenal dengan nama keluarga Ba’alawy. Jadi setiap keluarga Ba’alawy di seluruh dunia pasti bernasabkan diri kepada beliau. Keturunan beliau, keluarga Ba’alawy, tersebar di seluruh antero negeri. Nasab mereka lebih terang daripada sinar matahari dan cahaya rembulan.

Beliau adalah seorang yang sempurna memadukan kemuliaan diri dan nasab. Keutamaan-keutamaan beliau terukir di berbagai lembaran tulisan. Banyak para ulama dan ahli sejarah yang memuji dan mengagungkan beliau.

Diceritakan dalam salah satu riwayat, yaitu ketika beliau hendak melaksanakan perintah haji dan berziarah ke makam kakeknya Rasulullah SAW. Ikut di dalam rombongan beliau sekitar 80 orang, belum termasuk para pembantu dan sanak kerabatnya. Ikut juga di dalamnya saudaranya yang bernama Jadid. Itu semua beliau yang menanggung biaya perjalanannya. Ditambah lagi beliau sering bersedekah kepada orang lain di saat perjalanan pulangnya. Beliau juga membawa unta-unta dalam jumlah yang banyak untuk dipakai buat orang-orang yang lemah dalam rombongannya.

Beliau hanya mempunyai seorang anak yang bernama Muhammad. Tidak berbeda dengan ayahnya, Al-Imam Muhammad juga seorang yang dikaruniai kemuliaan sifat wara’, zuhud dan ibadah. Perkataan, perbuatan dan hal-ihwalnya selalu berada dalam kebaikan. Berkumpul di dalam dirinya keutamaan dan keindahan budi pekerti. Beliau adalah seorang yang sangat pengasih kepada anak-anak yatim, orang-orang lemah dan kaum fakir miskin. Banyak para ulama dan ahli sejarah yang menyebutkan, memuji dan menghormati beliau. Disamping itu, beliau adalah seorang yang berilmu, kalamnya fasih dan pandai.

Beliau, Al-Imam Muhammad bin Alwi, dilahirkan di daerah Bait Jubair (di Hadramaut) dan dibesarkan disana. Beliau mengambil ilmu langsung dari ayahnya dan juga dari beberapa ulama yang hidup di jamannya. Beliau meninggal pada umur 56 tahun, dengan tidak diketahui pasti tanggal meninggalnya dan tempat disemayamkannya.

Adapun anak beliau adalah bernama Alwi. Al-Imam Alwi juga mewarisi sifat-sifat kebaikan dari ayahnya. Beberapa ahli sejarah menyebutkan dan memuji kehidupan beliau. Beliau seorang imam, ulama, ahli zuhud dan ibadah. Selain itu, beliau juga seorang yang dermawan dan tawadhu. Beliau mengambil ilmu langsung dari ayahnya dan beliau berjalan pada thariqah ayahnya.

Beliau dilahirkan di Bait Jubair dan dibesarkan disana dalam kemuliaan didikan. Beliau meninggal juga di tempat kelahirannya pada tahun 512 H.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy]

SEPERTI INILAH KITAB SALAF DALAM MENERANGKAN JATIDIRI ABU NAWAS


Dinukil dari kitab Albidayah Wan Nihayah Imam Ibnu Katsir As Syafi’i :
ﻭﺍﺳﻤﻪ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﻫﺎﻧﺊ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻷﻭﻝ ﺑﻦ ﺻﺒﺎﺡ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ
Nama beliau adalah Al hasan bin Hani’ bin Abdul Awwal bin Shobah bin Abdulloh.

ﻭﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ : ﺃﺑﻮ ﻧﻮﺍﺱ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ . ﻛﺎﻥ ﺃﺑﻮﻩ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺩﻣﺸﻖ ﻣﻦ ﺟﻨﺪ ﻣﺮﻭﺍﻥ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ، ﺛﻢ ﺻﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻫﻮﺍﺯ ، ﻭﺗﺰﻭﺝ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺟﻠﺒﺎﻥ . ﻓﻮﻟﺪﺕ ﻟﻪ ﺃﺑﺎ ﻧﻮﺍﺱ ﻫﺬﺍ ، ﻭﺍﺑﻨﺎ ﺁﺧﺮ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ : ﺃﺑﻮ ﻣﻌﺎﺫ . ﺛﻢ ﺻﺎﺭ ﺃﺑﻮ ﻧﻮﺍﺱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺒﺼﺮﺓ ﻓﺘﺄﺩﺏ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺯﻳﺪ ﻭﺃﺑﻲ ﻋﺒﻴﺪﺓ ، ﻭﻗﺮﺃ ﻛﺘﺎﺏ ﺳﻴﺒﻮﻳﻪ ﻭﻟﺰﻡ ﺧﻠﻔﺎ ﺍﻷﺣﻤﺮ ، ﻭﺻﺤﺐ ﻳﻮﻧﺲ ﺑﻦ ﺣﺒﻴﺐ ﺍﻟﻀﺒﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮﻱ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﺑﻦ ﺧﻠﻜﺎﻥ : ﻭﻗﺪ ﺻﺤﺐ ﺃﺑﺎ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﺒﺔ ﺑﻦ ﺍﻟﺤﺒﺎﺏ ﺍﻟﻜﻮﻓﻲ ، ﻓﺘﺄﺩﺏ ﺑﻪ

Disebutkan kepada beliau namanya Abu Nawas al bisri, ayah beliau adalah penduduk Damsyq termasuk tentaranya Marwan bin Muhammad, kemudian pindah ke daerah Ahwaz, kemudian menikah dengan seorang perempuan yang bernama Jalban, dan lahirlah abu Nawas ini dan anak yang lainya bernama Abu Ma’ad.
Kemudian Abu nawas pindah ke basrah disana belajar adab kepada Abu Zaid dan Abu Ubaidah, dia membaca kitabnya Imam Sibawaih, belajar kepada Kholaaf al ahmar dan menemani Yunus bin hubaib ad dhobbi yang ahli ilmu nahwu.
Al qodhi ibnu Kholikaan berkata : ” Abu Nawas pernah menemani Abu Usamah dan Ulbah bin al habbab al kufy dan belajar adab darinya.”

ﻭﺭﻭﻯ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ ﺃﺯﻫﺮ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ، ﻭﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ، ﻭﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ، ﻭﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ، ﻭﻣﻌﺘﻤﺮ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ، ﻭﻳﺤﻴﻰ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ، ﻭﻋﻨﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﺼﻴﺮﻓﻲ ، ﺣﻜﻰ ﻋﻨﻪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ، ﻭﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ، ﻭﺍﻟﺠﺎﺣﻆ ، ﻭﻏﻨﺪﺭ . ﻭﻣﻦ ﻣﺸﺎﻫﻴﺮ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﻣﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﺼﻴﺮﻓﻲ ، ﻋﻦ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﺛﺎﺑﺖ ، ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻻ ﻳﻤﻮﺗﻦ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺇﻻ ﻭﻫﻮ ﻳﺤﺴﻦ ﺍﻟﻈﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻓﺈﻥ ﺣﺴﻦ ﺍﻟﻈﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺛﻤﻦ ﺍﻟﺠﻨﺔ

Abu Nawas meriwaytkan hadis dari azhar bin sa’id, hammad bin zaid, hammad bin salmah, abdul wahid bin zaid, mu’tamir bin sulaiman dan yahya alqotton. Yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah muhamad bin ibrahim bin katsir as shoirofy, yang menceritakan dari abu nawas ada banyak ulama’, yaitu Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Al jahidz dan Gundar.
Termasuk hadis yang terkenal dari abu nawas adalah yang diriwayatkan dari Muhaammad bin ibrahim bin katsir as shoirofy, dari hammad bin salamah dari tsabit dari anas berkata, Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : ” janganlah salah seorang diantara kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kpd Allah, karena sesungguhnya berbaik sangka kepada Allah adalah ongkosnya syurga.”

ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ : ﺩﺧﻠﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻬﺎﺷﻤﻲ : ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﻠﻲ ، ﺃﻧﺖ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ، ﻭﺃﻭﻝ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻵﺧﺮﺓ ، ﻭﺑﻴﻨﻚ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻨﺎﺕ ، ﻓﺘﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ – ﻋﺰ ﻭﺟﻞ – ﻣﻦ ﻋﻤﻠﻚ . ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﻳﺎﻯ ﺗﺨﻮﻑ ﺑﺎﻟﻠﻪ ؟ ! ﻓﻘﺎﻝ : ﺃﺳﻨﺪﻭﻧﻲ . ﻓﺄﺳﻨﺪﻭﻩ . ﻓﻘﺎﻝ : ﺣﺪﺛﻨﻲ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﻳﺰﻳﺪ ﺍﻟﺮﻗﺎﺷﻲ ، ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺇﻥ ﻟﻜﻞ ﻧﺒﻲ ﺷﻔﺎﻋﺔ ، ﻭﺇﻧﻲ ﺍﺧﺘﺒﺄﺕ ﺷﻔﺎﻋﺘﻲ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻣﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﺃﻓﺘﺮﺍﻧﻲ ﻻ ﺃﻛﻮﻥ ﻣﻨﻬﻢ ؟

Muhammad bin ibrahim berkata : ” menjelang meninggalnya abu nawas kami masuk kepadanya, kemudian sholih bin ali al hasimi berkata, ” wahai abu ali (julukan abu nawas) hari ini adalah hari terakhirmu dari hari-hari dunia dan hari awalmu dari hari-hari akherat, di antara dirimu dgn Allah terdapat kesalahan maka bertaubatlah kepada Allah azza wajalla dari amal-amalmu.”
Abu nawas berkata, ” engkau menakut-nakutiku kepada Allah ?”
Kemudian Sholih berkata, ” bacakanlah hadis bersanad kepadaku.”
Kemudian Abu nawas membacakannya : ” telah menceritakan kepadaku hammad bin salamah dari yazid ar-roqosyi dari anas bin malik berkata, Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : ” sesungguhnya setiap nabi itu mempunyai syafa’at, dan sesunggunya aku menyimpan syafa’atku kugunakan untuk menolong orang-orang yang berdosa besar dari umatku di hari kiamat nanti.” Kemudian Abu nawas berkata, ” apakah engkau tidak melihat bahwa aku adalah sebagian dari mereka ?”

ﻭﻋﻦ ﺳﻠﻴﻢ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮﺭ ﻗﺎﻝ : ﺭﺃﻳﺖ ﺃﺑﺎ ﻧﻮﺍﺱ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺲ ﺃﺑﻲ ﻳﺒﻜﻲ ﺑﻜﺎﺀ ﺷﺪﻳﺪﺍ ﻓﻘﻠﺖ : ﺇﻧﻲ ﻷﺭﺟﻮ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻌﺬﺑﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻌﺪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﻜﺎﺀ ﺃﺑﺪﺍ . ﻓﺄﻧﺸﺄ ﻳﻘﻮﻝ :
ﻟﻢ ﺃﺑﻚ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺲ ﻣﻨﺼﻮﺭ # ﺷﻮﻗﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺍﻟﺤﻮﺭ
ﻭﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺒﺮ ﻭﺃﻫﻮﺍﻟﻪ # ﻭﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻔﺨﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻮﺭ
ﻭﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﺃﻏﻼﻟﻬﺎ # ﻭﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺬﻻﻥ ﻭﺍﻟﺠﻮﺭ
ﻟﻜﻦ ﺑﻜﺎﺋﻲ ﻟﺒﻜﺎ ﺷﺎﺩﻥ # ﺗﻘﻴﻪ ﻧﻔﺴﻲ ﻛﻞ ﻣﺤﺬﻭﺭ
ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻤﺎ ﺑﻜﻴﺖ ﻟﺒﻜﺎﺀ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮﺩ ﺍﻟﺬﻱ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺐ ﺃﺑﻴﻚ ، ﻭﻛﺎﻥ ﺻﺒﻴﺎ ﺣﺴﻦ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ، ﻳﺴﻤﻊ ﺍﻟﻮﻋﻆ ﻓﻴﺒﻜﻲ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻋﺰ ﻭﺟﻞ

Dari Sulaim bin mansur berkata : ” aku melihat abu nawas dalam majlisnya ayahku menangis dengan tangisan yang sangat, kemudian aku berkata, ” sesungguhnya aku berharap semoga Allah tidak menyiksamu selamanya setelah tangisan ini.”
Kemudian abu nawas bersya’ir :
Tiadalah aku menangis di majlisnya mansur # karena rindu akan syurga dan bidadari.
Juga bukan karena kubur serta teror-terornya # juga bukan karena tiupan sangkakala.
Juga bukan karena neraka beserta belenggunya # juga bukan karena tiadanya pertolongan dan ketidak adilan.
Tetapi tangisanku sebab menangisnya syadan # dengan tangisanya dia menjaga diriku dari bencana.

Kemudian abu nawas berkata : ” sesungguhnya tangisanku ini disebabkan karena menangisnya pemuda yang ada disamping ayahmu ini, dia adalah seorang anak kecil yang tampan, mendengarkan ceramah kemudian dia menangis karena takut kepada Allah azza wajalla.”

ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﻤﻴﺮ : ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﻧﻮﺍﺱ ﻳﻘﻮﻝ : ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻓﺘﺤﺖ ﺳﺮﺍﻭﻳﻠﻲ ﺑﺤﺮﺍﻡ ﻗﻂ . ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻷﻣﻴﻦ ﺑﻦ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﺍﻟﺮﺷﻴﺪ ﻷﺑﻲ ﻧﻮﺍﺱ : ﺃﻧﺖ ﺯﻧﺪﻳﻖ . ﻓﻘﺎﻝ : ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ، ﻛﻴﻒ ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻗﻮﻝ :
ﺃﺻﻠﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻓﻲ ﺣﻴﻦ ﻭﻗﺘﻬﺎ # ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺑﺎﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﻟﻠﻪ ﺧﺎﺿﻌﺎ
ﻭﺃﺣﺴﻦ ﻏﺴﻼ ﺇﻥ ﺭﻛﺒﺖ ﺟﻨﺎﺑﺔ # ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺀﻧﻲ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﻟﻢ ﺃﻙ ﻣﺎﻧﻌﺎ

Muhammad bin abi umair berkata : ” aku pernah mendengar abu nawas berkata, ” demi Allah aku tidak pernah membuka celanaku untuk perkara yang haram sama sekali.” Muhammad bin amin bin harun ar rosyid berkata kepada abu nawas : ” engkau ini adalah orang zindik .” Abu nawas berkata : ” wahai amirul mukminin,bagaimana bisa begitu , padahal aku berkata :
Aku melakukan sholat 5 waktu pada waktunya # dan aku bersyahadat dengan meng Esakan Allah sebagai orang yang tunduk.
Aku memperbagus mandiku ketika aku sedang jinabat # jika ada orang miskin yang mendatangiku maka aku tidak menolaknya. “

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺑﻴﻊ ﻭﻏﻴﺮﻩ ، ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ : ﺩﺧﻠﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﻧﻮﺍﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻣﺎﺕ ﻓﻴﻪ ، ﻭﻫﻮ ﻳﺠﻮﺩ ﺑﻨﻔﺴﻪ ، ﻓﻘﻠﻨﺎ : ﻣﺎ ﺃﻋﺪﺩﺕ ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ ؟ ﻓﺄﻧﺸﺄ ﻳﻘﻮﻝ :
ﺗﻌﺎﻇﻤﻨﻲ ﺫﻧﺒﻲ ﻓﻠﻤﺎ ﻗﺮﻧﺘﻪ # ﺑﻌﻔﻮﻙ ﺭﺑﻲ ﻛﺎﻥ ﻋﻔﻮﻙ ﺃﻋﻈﻤﺎ
ﻓﻤﺎ ﺯﻟﺖ ﺫﺍ ﻋﻔﻮ ﻋﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻟﻢ ﺗﺰﻝ # ﺗﺠﻮﺩ ﻭﺗﻌﻔﻮ ﻣﻨﺔ ﻭﺗﻜﺮﻣﺎ
ﻭﻟﻮﻻﻙ ﻟﻢ ﻳﺼﻤﺪ ﻹﺑﻠﻴﺲ ﻋﺎﺑﺪ # ﻓﻜﻴﻒ ﻭﻗﺪ ﺃﻏﻮﻯ ﺻﻔﻴﻚ ﺁﺩﻣﺎ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ

Ar Robi’ dan yang lainnya berkata dari imam As Syafi’i : ” ketika abu nawas akan meninggal kami masuk dan dia sedang merelakan dirinya untuk meninggal. kami berkata kepadanya : ” apa yang telah engkau persiapkan untuk hari ini ?” kemudian abu nawas berkata :
Dosa-dosaku sangatlah besar ketika kubarengkan # dengan ampunanMu wahai Tuhanku, maka adalah ampunanMu yang lebih besar.
Engkau senantiasa menjadi dzat yang mengampuni dosa-dosa, juga senantiasa # berbuat baik, mengampuni, memberi anugrah dan juga memuliakan.
Jikalau Engkau tidak menyengaja kepada iblis yang ahli ibadah # maka bagaimanakah, dan dia telah menyesatkan pilihanMu yaitu adam.
Kisah tersebut diriwayatkan oleh al hafidz ibnu ‘asakir.

ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻻﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ ، ﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ : ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﻲ ﻫﻴﺌﺔ ﺣﺴﻨﺔ ﻭﻧﻌﻤﺔ ﻋﻈﻴﻤﺔ ، ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻪ : ﻣﺎ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻚ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻏﻔﺮ ﻟﻲ . ﻗﻠﺖ : ﺑﻤﺎﺫﺍ ؟ ﻭﻗﺪ ﻛﻨﺖ ﻣﺨﻠﻄﺎ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻚ ؟ ﻓﻘﺎﻝ : ﺟﺎﺀ ﺫﺍﺕ ﻟﻴﻠﺔ ﺭﺟﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻘﺎﺑﺮ ، ﻓﺒﺴﻂ ﺭﺩﺍﺀﻩ ﻭﺻﻠﻰ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ، ﻗﺮﺃ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﺃﻟﻔﻲ ﻣﺮﺓ ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺣﺪ ﺛﻢ ﺃﻫﺪﻯ ﺛﻮﺍﺏ ﺫﻟﻚ ﻷﻫﻞ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻤﻘﺎﺑﺮ ، ﻓﺪﺧﻠﺖ ﺃﻧﺎ ﻓﻲ ﺟﻤﻠﺘﻬﻢ ﻓﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻲ

Dan dalam riwayatnya Ibnu Asakir disebutkan : sebagian ulama’ berkata : ” aku melihat abu nawas dalam mimpi dia dalam keadaan yang indah, nikmat dan agung, kemudian aku berkata kepadanya : ” Apa yang telah Allah lakukan terhadap mu ?”
Abu nawas berkata, ” Dia telah mengampuniku.”
” Apa sebabnya ? padahal dulu engkau telah mencampuri (hidup dengan banyak melakukan dosa-dosa) terhadap dirimu sendiri. ” tanyaku.
Beliau menjawab, ” suatu malam ada seorang lelaki sholeh datang ke kuburan, dia menggelar serbannya kemudian sholat dua rokaat yang dalam dua rokaat tersebut dia membaca surat al-ikhlas sebanyak 2.000 kali kemudian menghadiahkan pahala bacaan tersebut untuk semua ahli kubur, dan aku termasuk dalam jumlahnya ahli kubur itu, maka Allah mengampuniku.” Wallohu a’lam.
Sumber :
ﺍﻟﺒﺪﺍﻳﺔ ﻭﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ. ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺷﻲ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ

TANDA ULAMA YANG BERAFILIASI AKHIRAT DAN DUNIA


DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN DI JELASKAN :
فمن المهمات العظيمة معرفة العلامات الفارقة بين علماء الدنيا وعلماء الآخرة ونعني بعلماء الدنيا علماء السوء الذين قصدهم من العلم التنعم بالدنيا والتوصل إلى الجاه والمنزلة عند أهلها قال صلى الله عليه وسلم ” إن أشد الناس عذاباً يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه ” وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال ” لا يكون المرء عالماً حتى يكون بعلمه عاملاً ” وقال صلى الله عليه وسلم ” العلم علمان: علم على اللسان فذلك حجة الله تعالى على خلقه وعلم في القلب فذلك العلم النافع ” وقال صلى الله عليه وسلم ” يكون في آخر الزمان عباد جهال وعلماء فساق ” وقال صلى الله عليه وسلم ” لا تتعلموا العلم لتباهوا به العلماء ولتماروا به السفهاء ولتصرفوا به وجوه الناس إليكم فمن فعل ذلك فهو في النار ” وقال صلى الله عليه وسلم ” من كتم علماً ألجمه الله بلجام من نار ” وقال صلى الله عليه وسلم ” لأنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال. قيل: وما ذلك؟ فقال: من الأئمة المضلين ” وقال صلى الله عليه وسلم ” من ازداد علماً ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعداً ” وقال عيسى عليه السلام: إلى متى تصفون الطريق للمدلجين وأنتم مقيمون مع المتحيرين، فهذا وغيره من الأخبار يدل على عظيم خطر العلم فإن العالم إما متعرض لهلاك الأبد أو لسعادة الأبد وإنه بالخوض في العلم قد حرم السلامة وإن لم يدرك السعادة. وأما الآثار فقد قال عمر رضي الله عنه: إن أخوف ما أخاف على هذه الأمة المنافق العليم. قالوا: وكيف يكون منافقاً عليماً؟ قال: عليم اللسان جاهل القلب والعمل. وقال الحسن رحمه الله: لا تكن ممن يجمع علم العلماء وطرائف الحكماء ويجري في العمل مجرى السفهاء. وقال رجل لأبي هريرة رضي الله عنه: أريد أن أتعلم العلم وأخاف أن أضيعه فقال: كفى بترك العلم إضاعة له. وقيل لإبراهيم بن عيينة: أي الناس أطول ندماً؟ قال:أما في عاجل الدنيا فصانع المعروف إلى من لا يشكره وأما عند الموت فعالم مفوط. وقال الخليل بن أحمد: الرجال أربعة، رجل يدري ويدري أنه يدري فذلك عالم فاتبعوه، ورجل يدري ولا يدري أنه يدري فذلك نائم فأيقظوه، ورجل لا يدري ويدري أنه لا يدري فذلك مسترشد فأرشدوه، ورجل لا يدري ولا يدري أنه لا يدري فذلك جاهل فارفضوه. وقال سفيان الثوري رحمه الله: يهتف العلم بالعمل فإن أجابه وإلا ارتحل. وقال ابن المبارك: لا يزال المرء عالماً ما طلب العلم فإذا ظن أنه قط علم فقد جهل. وقال الفضيل ابن عياض رحمه الله: إني لأرحم ثلاثة: عزيز قوم ذلك وغني قوم افتقر وعالماً تلعب به الدنيا. وقال الحسن: عقوبة العلماء موت القلب، وموت القلب طلب الدنيا بعمل الآخرة وأنشدوا:عجبت لمبتاع الضلالة بالهدى … ومن يشتري دنياه بالدين أعجبواعجب من هذين من باع دينه … بدنيا سواه فهو من ذين أعجب

Diantara peringatan agung yang dapat membedakan antara Ulama Dunia dan Ulama Akhirat adalah : Ulama Dunia (atau juga disebut dengan Ulama as-Suu’) adalah mereka yang bertujuan dengan ilmu agama yang kuasai untuk meraih kenikmatan-kenikmatan dunia, mencapai kedudukan-kedudukan luhur dimata manusia.

Berikut beberapa sabda Nabi Muhammad SAW berkaitan dengan ULAMA DUNIA :

  1. “Sesungguhnya paling pedihnya siksa Allah dihari kiamat menimpa pada orang alim yang ilmunya tidak diberi kesempatan untuk diamalkan oleh Allah”
  2. “Tidaklah seseorang disebut alim hingga ia mengamalkan ilmunya”
  3. “Ilmu itu ada dua macam : ILMU LISAN ialah argumen Allah Ta’ala atas makhluk-makhluknya dan ILMU HATI ialah ilmu yang bermanfaat”
  4. “Kelak diakhir zaman terdapati hamba-hamba Allah yang pandir dan Para Ulama yang fasiq”
  5. “Janganlah mempelajari ilmu demi pengakuan orang-orang alim lainnya, bertujuan mencari simpati orang-orang umum agar menuju kepadamu, barangsiapa menjalaninya maka ia dalam api neraka”……

Berikut beberapa ungkapan para sahabat Nabi Muhammad SAW berkaitan dengan ULAMA DUNIA :

  1. Sayyidina Umar Bin Khoththob ra berkata “Sesungguhnya paling mengkhawatirkannya umat ini adalah para munafiq yang berilmu”Para sahabat bertanya “Bagaimana orang munafiq tapi ia alim?”Sayyodina Umar menjawab “Mereka alim dalam lisannya tapi tidak dalam hati dan amaliahnya”
  2. Hasan al-Bashri rh berkata “Janganlah kalian menjadi pengumpul ilmu-ilmu ulama dan kata-kata bijak ahli hikmah namun dalam pengamalannya sebagaimana pengamalan orang-orang pandir”….
  3. Ibn al-Mubaarak berkata “Selama seseorang mau belajar ilmu ia akan menjadi orang alim namun saat ia merasa dirinya telah alim sesungguhnya ia adalah orang bodoh”…
    Hasan alBashry berkata “Siksaan bagi ulama adalah kematian hatinya dan kematian hatinya akibat amaliah akhiratnya ditujukan pada harta benda”, beliau juga bersyair :

Aku heran pada orang yang menjual kesesatan dengan hidayah Tuhan. Aku lebih heran pada orang membeli dunia dengan agama. Dan yang lebih mengherankan dari keduanya adalah orang yang menjual agamanya dengan dunianya.

Ihya ‘Ulum ad-Din I/63

WASHIYAT MULIA DARI ULAMA KALIMANTAN “GURU SEKUMPUL”

Salah satu pesan (Petuah) Guru Sekumpul (Guru Ijai), ulama kharismatik Kalimatan, adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian Allah, bukan suatu keahlian atau skill.
Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah akan tetapi itu lanjuran dari Allah dan itu datangnya dari syaitan…
Dan Abah Guru Sekumpul sempat berwasiat kepada seluruh umat Islam, yaitu :

Menghormati ulama dan orang tua

Baik sangka terhadap muslimin

Murah harta Manis muka

Jangan menyakiti orang lain

Mengampunkan kesalahan orang lain

Jangan bermusuh-musuhan

Jangan tamak atau serakah

Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat

Yakin keselamatan itu pada kebenaran.

Mudah-mudahan kita dapat melaksanakan dan mengamalkan pesan dan wasiat beliau agar kita menjadi manusia yang selaras baik dengan sang kholik maupun dengan mahluk hidup dilingkungan kita…