PEMBAHASAN MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH SECARA LENGKAP
Tiga Langkah Mudah Menunaikan Zakat Fitri
Wajibnya Membayar Zakat Fitri
Zakat Fitri hukumnya wajib. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan itu” (QS. Asy Syams: 9).
Sebagian salaf mengatakan bahwa makna tazakki (mensucikan) dalam ayat ini adalah “menunaikan zakat fitri” (Al-Mulakhash Al-Fiqhi, 1/350).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan:
فرَض رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ، صاعًا من تمرٍ أو صاعًا من شعيرٍ، على العبدِ والحرِّ، والذكرِ والأنثى، والصغيرِ والكبيرِ، من المسلمينَ، وأمَر بها أن تؤدَّى قبلَ خروجِ الناسِ إلى الصلاةِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri, berupa 1 sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang yang merdeka, baik laki-laki atau perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa dari kalangan kaum Muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat ‘Id” (HR. Bukhari no.1503, Muslim no. 984).
Para ulama juga ijma (sepakat) bahwa menunaikan zakat fitri hukumnya wajib. Namun zakat fitri hanya wajib bagi orang yang memiliki kelebihan makanan sebesar satu sha’ di saat menjelang Idul Fitri. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Durarus Saniyyah:
لا تجِبُ زكاةُ الفِطر على مُعسرٍ وَقتَ الوُجوبِ. الدَّليلُ مِنَ الإجماعِ: نقل الإجماعَ على أنَّ مَن لا شيءَ له، لا فِطرةَ عليه: ابنُ المُنْذِر ، والرمليُّ
“Tidak wajib zakat fitri bagi orang yang kesulitan makanan di waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitri (yaitu menjelang Id). Dalilnya dari ijma: telah dinukil ijma ulama oleh Ibnu Mudzir dan Ar Ramli, bahwa orang yang tidak memiliki makanan maka tidak wajib mengeluarkan zakat fitri.”
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani manusia dengan sesuatu yang di luar kemampuannya” (QS. Al Baqarah: 286).
Tata Cara Menunaikan Zakat Fitri
Langkah 1: Siapkan Zakat Anda
Zakat Fitri dalam Bentuk Apa?
Siapkan zakat Anda, yaitu berupa makanan yang biasa dimakan di negeri tempat Anda tinggal. Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan, “jenis zakat yang dikeluarkan adalah makanan yang secara umum dimakan oleh penduduk negeri, baik itu burr (gandum), sya’ir (gandum), tamr (kurma), zabib, qith atau jenis makanan yang lain yang biasa dimakan dan dimanfaatkan oleh penduduk negeri seperti beras, jagung, dan yang menjadi makanan pokok orang-orang di masing-masing negeri” (Al-Mulakhas Al-Fiqhi, 1/351). Maka di negeri kita Indonesia makanan yang bisa digunakan untuk menunaikan zakat fitri adalah semisal beras atau makanan lainnya yang menjadi makanan pokok di sebagian daerah.
Zakat fitri wajib berupa makanan karena itulah yang disebutkan dalam dalil-dalil. Sebagaimana riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma,
فرضَ رسولُ اللهِ زكاةَ الفِطرِ طُهرةً للصَّائِمِ من اللَّغوِ و الرَّفَثِ وطُعمَةً للمساكينِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari laghwun dan rafats dan untuk memberi makan orang-orang miskin” (HR. Abu Daud no. 1609, Shahih Abu Daud).
Juga dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anhu, beliau berkata,
كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
“Kami dahulu biasa mengeluarkan zakat fitri berupa satu sha’ makanan” (HR. Bukhari no. 1506, Muslim no. 985).
Oleh karena itu, tidak tepat mengeluarkan zakat fitri dengan uang karena yang disebutkan dalil-dalil adalah makanan. Sedangkan di zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pun sudah ada uang namun mereka tidak menunaikan zakat fitri dengan uang. Tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitri dengan uang adalah pendapat jumhur ulama dari Syafi’iyyah, Hanabilah dan Malikiyyah. Sedangkan mengeluarkan zakat fitri dengan qimah (nilai), semisal membayarnya dengan uang, ini pendapat Hanafiyyah.
Berapa Kadar Makanan yang Dikeluarkan?
Kadar makanan yang dikeluarkan adalah satu sha’ sebagaimana disebutkan dalam hadits. Satu sha’ adalah empat mud, dan satu mud itu seukuran penuh telapak tangan orang dewasa normal jika digabungkan, atau sekitar 3 kg.
زكاة الفطر مقدارها بصاعنا الآن ثلاثة كيلو تقريبًا؛ لأنه خمسة أرطال بصاع النبي صلى الله عليه وسلم، وهو باليدين الممتلئتين المتوسطتين أربع مرات، كما ذكر في القاموس وغيره
“Kadar zakat fitri zaman sekarang adalah sekitar 3 kg. Karena satu sha’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah semisal dengan lima rathl, yaitu seukuran penuh telapak tangan orang dewasa normal sebanyak empat kali.
Ada beberapa perbedaan dalam konversi satu sha kepada ukuran lain seperti kilogram, namun jika seseorang mengeluarkan zakat fitri sebanyak 3 kg itu sudah pasti melebihi kadar yang disyaratkan. Dan jika ada kelebihannya maka teranggap sebagai sedekah.
Langkah 2: Niat Zakat Fitri
Menetapkan niat dalam hati untuk mengeluarkan zakat fitri atas nama diri sendiri dan juga orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Sebagimana disebutkan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma:
أمر رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بصدقةِ الفطرِ عن الصغيرِ والكبير ِوالحُرّ والعبدِ ممَّنْ تمونونَ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitri bagi anak-anak maupun orang dewasa, orang merdeka maupun hamba sahaya, yaitu orang-orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya, 2/330, dihasankan Al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 835).
“orang-orang yang menjadi tanggungannya adalah orang-orang yang wajib dinafkahi”. Maka seorang ayah mengeluarkan zakat untuk anak-anak dan istrinya. Seorang pemilik budak mengeluarkan zakat untuk budaknya. Dan disunnahkan untuk mengeluarkan zakat bagi janin yang belum lahir.
“Orang yang zakat fitrinya menjadi tanggungan orang lain, jika ia mengeluarkan zakat fitrinya dengan harta sendiri tanpa izin orang yang menanggung dia, ini sah dan boleh. Karena memang pada asalnya kewajiban itu ada pada dirinya. Adapun orang lain yang menanggung itu mendapat limpahan kewajiban, namun bukan asal. Lalu jika seseorang membayarkan zakat fitri untuk orang lain yang bukan tanggungannya, dengan seizinnya maka boleh dan sah. Namun tidak boleh jika tanpa izin maka tidak boleh dan tidak sah”.
Langkah 3: Serahkan Zakat Fitri
Kepada Siapa Diserahkan?
Menyerahkan zakat fitri kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Yaitu orang-orang faqir dan miskin. Sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma,
فرضَ رسولُ اللهِ زكاةَ الفِطرِ طُهرةً للصَّائِمِ من اللَّغوِ و الرَّفَثِ وطُعمَةً للمساكينِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari laghwun dan rafats, dan untuk memberi makan orang-orang miskin” (HR. Abu Daud no. 1609, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Atau boleh juga diwakilkan penyerahannya kepada orang yang akan menyalurkannya kepada orang-orang miskin.
Kapan Zakat Diserahkan?
Waktu paling utama dalam mengeluarkan zakat fitri adalah sebelum melaksanakan shalat ‘Id. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,
فرَض رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ، صاعًا من تمرٍ أو صاعًا من شعيرٍ، على العبدِ والحرِّ، والذكرِ والأنثى، والصغيرِ والكبيرِ، من المسلمينَ، وأمَر بها أن تؤدَّى قبلَ خروجِ الناسِ إلى الصلاةِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurman atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang yang merdeka, baik laki-laki atau perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa dari kalangan kaum Muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat ‘Id” (HR. Bukhari no.1503, Muslim no. 984).
Boleh disegerakan satu atau dua hari sebelum Id. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
كان ابنُ عُمَرَ رضي اللهُ عنهما : يُعطيها الذين يَقبَلونَها، وكانوا يُعطونَ قبلَ الفِطرِ بيومٍ أو يومينِ
“Ibnu Umar radhiallahu’anhuma biasa memberikan zakat fitri kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dan para sahabat biasa memberikan zakat fitri satu atau dua hari sebelum Idul Fitri” (HR. Bukhari no. 1511).
Tidak boleh mengeluarkan zakat fitri lebih awal dari itu, kecuali dalam kondisi darurat atau ada kebutuhan mendesak. Syaikh Khalid Al-Mushlih mengatakan,
وهذا فيه أنه يجوز تقديم إخراجها للحاجة، فإذا دعت الحاجة إلى إخراجها من أول الشهر فالذي يظهر جواز ذلك
“Dalam hadits ini (hadits Ibnu Umar) bisa diambil faidah bolehnya mengeluarkan zakat fitri lebih awal karena adanya suatu kebutuhan. Jika ada kebutuhan mendesak untuk mengeluarkannya di awal-awal bulan Ramadhan, maka menurutku tidak mengapa” (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/33657).
Karena tujuannya diberikannya zakat fitri adalah agar orang-orang miskin merasakan kegembiraan di hari raya karena mereka memiliki makanan yang bisa mereka makan di hari raya. Tujuan ini akan terwujud dengan sebenar-benarnya jika makanan dari zakat fitri diberikan mendekati hari raya. Wallahu a’lam.
Perlukah Mengucapkan Lafadz Akad Ijab-Qabul?
Para ulama menjelaskan bahwa dalam transaksi atau muamalah sedekah, tidak diwajibkan lafadz ijab-qabul. Dan zakat fitri termasuk sedekah, yaitu sedekah yang wajib. Maka cukup menyerahkan harta kepada penerimanya, itu sudah sah. Dalilnya hadits berikut,
أخذ الحسن بن علي تمرة من تمر الصدقة فجعلها في فيه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كخ كخ ارم بها أما علمت أنا لا نأكل الصدقة ؟
“Al-Hasan bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma sedekah, lalu meletakkannya di mulutnya. Lalu Rasulullah shallallahu‘alahi wa sallam berkata, “kuh.. kuh.. ayo keluarkan! Tidakkah Engkau tahu bahwa sesungguhnya kita (keluarga Nabi) tidak memakan harta sedekah?” (HR. Muslim).
Al-Hafidz Al-Iraqi, ulama besar madzhab Syafi’i menjelaskan hadits ini. Dalam hadits ini ada faidah bahwa tidak disyaratkan lafadz ijab-qabul pada hadiah dan sedekah. Bahkan cukup dengan menyerahkannya dan memindahkannya. Karena Salman radhi’allahu’anhu hanya sekedar meletakkan (kurma tersebut). Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Salman dalam rangka membedakan kurma tersebut hadiah yang mubah ataukah sedekah yang haram (bagi beliau). Tidak ada lafadz qabul dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika menerimanya. Inilah yang shahih, yang dipegang oleh madzhab Asy-Syafi’i dan ditegaskan oleh lebih dari satu ulama Syafi’iyyah, dan mereka berdalil dengan hadits ini. Dan juga hadits-hadits lain yang menceritakan tentang diberikannya hadiah kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau menerimanya tanpa mengucapkan satu lafadz pun. Dan ini lah yang terjadi di masa Nabi ketika itu. Oleh karena itu, mereka biasa memberikan sesuatu kepada anak kecil yang (lafadz ijab-qabul) tidak ada maknanya bagi mereka. Dan dalam masalah ini tidak benar sisi pandang sebagian ulama madzhab Syafi’i yang mensyaratkan lafadz ijab-qabul seperti dalam jual beli, hibah, dan wasiat. Dan ini merupakan pendapat Syaikh Abu Hamid Al-Ghazali dan murid-murid beliau” (Tharhu At Tatsrib fi Syarh At Taqrib, 4/40).
Membayar zakat fitri tidak diwajibkan adanya lafadz ijab-qabul, hukumnya sah walau tanpa lafadz ijab-qabul. Tetapi ketika di akadi dengan ijab dan qobul akan lebih baik.
Siapakah yang Berhak Menerima Zakat Fithri?
Para ulama berselisih pendapat tentang siapakah yang berhak menerima zakat fithri. Mereka rahimahumullah terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat pertama, zakat fithri boleh diberikan kepada delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam surat At-Taubah,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Ini adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Alasannya, ayat di atas bersifat umum, yang mencakup semua bentuk zakat yang wajib ditunaikan, termasuk zakat fithri.
Pendapat ke dua, zakat fithri hanya boleh diberikan kepada golongan fakir dan miskin saja. Para ulama yang mengemukakan pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Rasulullah mewajibkan zakat fithri untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa perkataan yang sia-sia dan perkataan kotor, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (hari raya), maka zakatnya diterima (sah, pen.). Barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat (hari raya), maka hanya termasuk sedekah dari sedekah-sedekah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 1609, hadits hasan)
Dalam riwayat di atas, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa zakat fithri ditujukan untuk memberi makan orang miskin.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
”Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan zakat fithri hanya untuk orang miskin saja. Beliau tidak pernah mebagikannya kepada delapan golongan penerima zakat, beliau tidak pernah pula memerintahkannya. Demikian pula para shahabat dan orang-orang setelah mereka tidak ada seorang pun yang melakukannya. Bahkan salah satu di antara dua pendapat kami mengatakan bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat fithri kecuali hanya untuk orang miskin saja. Pendapat inilah yang lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan wajibnya membagi zakat fithri kepada delapan golongan penerima zakat.”
Syaikh Muhammad Nashiruddin berkata,
ليس في السنة العملية ما يشهد لهذا التوزيع بل قوله صلى الله عليه و سلم في حديث ابن عباس : ” . . وطعمة للمساكين ” يفيد حصرها بالمساكين والآية إنما هي في صدقات الأموال لا صدقة الفطر بدليل ما قبلها وهو قوله تعالى : ( ومنهم من يلمزك في الصدقات فإن أعطوا منها رضوا )
”Tidak terdapat dalam sunnah yang diamalkan yang menunjukkan pembagian ini (yaitu pembagian zakat fithri kepada delapan golongan penerima zakat, pen.). Bahkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits (yang diriwayatkan dari) Ibnu ‘Abbas, ‘ … dan memberi makan bagi orang miskin’, menunjukkan pengkhususan zakat fithri hanya untuk orang miskin saja. Adapun surat At-Taubah ayat 60 hanyalah berkaitan dengan masalah zakat mal, bukan berkaitan dengan zakat fithri, dengan dalil yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu firman Allah Ta’ala, ‘Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati (QS. At-Taubah [9]: 58).’”
Pendapat ke dua ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah. Dan pendapat ke dua inilah pendapat yang lebih kuat.
Mewakilkan untuk Dibelikan Beras Saat Membayar Zakat Fitrah
Salah satu solusi bagi mereka yang hanya ingin “mengeluarkan uang” untuk membayar zakat fitrah adalah mewakilkannya dengan akad “wakalah” (perwakilan). Perlu dicatat kata: “mengeluarkan uang untuk”, maksudnya bukan membayar zakat fitrah dengan uang, tetapi mengeluarkan uang untuk dititipkan (diwakilkan) kepada pengurus masjid untuk dibelikan beras dan dibayarkan zakat fitrah atas nama orang tersebut (yang mengeluarkan uang dan mewakilkan) serta akan dibagikan kepada orang miskin.
Pendapat terkuat bahwa membayar zakat fitrah tidak boleh dengan uang, karena di zaman Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sudah ada uang yaitu dinar dan dirham, akan tetapi beliau tidak memerintahkan dengan uang, tetapi dengan makanan pokok saat itu. Seandainya saat itu boleh memakai uang untuk bayar zakat fitrah, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya pada para sahabat saat itu juga.
Hal ini termasuk dalam kaidah:
تَأْخِيرَ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ الحَاجَةِ لَا يَجُوزُ
“Mengakhirkan penjelasan dari waktu yang saat itu butuh penjelasan adalah tidak boleh.”
Pendapat yang memperbolehkan menggunakan uang ada syaratnya, yaitu saat itu ada hajat khusus dan darurat, semisal saat itu semua sudah ada makanan pokok (beras) dan sangat kurang uang untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) yang lebih penting.
Pendapat mayoritas ulama bahwa zakat fitrah harus dengan makanan pokok
Hal ini berdasarkan dzahir hadits tentang zakat fitrah. Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata,
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: كنا نخرج في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفطر صاعا من طعام. وقال أبو سعيد: وكان طعامنا الشعير والزبيب والأقط والتمر
“Dahulu kami di masa Rasulullahu shallallahu ;alahi wa sallam mengeluarkan/menunaikan zakat (fitrah) pada hari raya idul fitri satu sha’ bahan makanan’, kemudian ia berkata: Makanan kami saat itu ialah gandum, zabib (kismis), susu kering, dan kurma.” [HR. Bukhari]
An-Nawawi menjelaskan bahwa mayoritas ulama tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan uang. Beliau berkata,
ولم يُجِزْ عامَّةُ الفُقَهاءِ إخراجَ القيمةِ وأجازَهُ أبو حنيفة
“Mayoritas ulama tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, yang membolehkan adalah Abu Hanifah.” [Syarh Muslim 7/60]
Demikian juga penjelasan syaikh Abdul Aziz bin Baz, beliau berkata,
الواجب إخراجها طعامًا، هذا الذي عليه جمهور أهل العلم، صاعًا من قوت البلد من تمر أو شعير أو أرز، من قوت البلد صاع، هذا هو الواجب عن كل نفس؛ عن الرجل والأنثى والصغير والكبير، وقال جماعة من أهل العلم: يجوز إخراجها نقدًا. ولكنه قول ضعيف
“Yang wajib adalah mengeluarkan zakat fitrah dengan makanan (pokok). Ini adalah pendapat jumhur ulama yaitu satu sha’ dari makanan pokok negeri tersebut berupa kurma, gandum atau beras. Zakat ini wajib bagi setiap orang, baik itu laki-laki, wanita, kecil dan besar. Sebagian ulama membolehkan dengan uang, akan tetapi ini pendapat yang lemah.” [Sumber: binbaz.org.sa/fatwas/13879]
Adapun mengeluarkan zakat fitrah dengan uang berdasarkan pendapat beberapa ulama dan perbuatan tabi’in. Misalnya:
Hasan Al-Bashri berkata,
لا بأس أن تعطى الدراهم في صدقة الفطر
“Tidak mengapa mengeluarkan dirham untuk membayar zakat fitrah.”
Abu Ishaq berkata,
أدركتُهم وهم يُعطُون في صدقة الفطر الدراهمَ بقيمة الطعام
“Saya mendapati mereka membayar zakat fitrah dengan dirham seharga makanan pokok.”
Demikian juga surat Umar bin Abdul Aziz perintah tentang zakat fitrah:
نصف صاع عن كل إنسان أو قيمته نصف درهم
“Setengah sha’ bagi setiap orang ATAU uang seharga itu yaitu setengah dirham.”
Zakat Fitrah untuk Janin
Sebagaimana kita ketahui bahwa zakat fitrah itu wajib bagi laki-laki dan perempuan baik sudah baligh maupun belum baligh (bayi umur satu hari pun wajib dikeluarkan zakat fitrahnya), kemudian muncul pertanyaan, bagaimana dengan janin yang berada di dalam kandungan? Apakah wajib dikeluarkan zakat fitrah atau tidak?
Jawabannya: Zakat fitrah pada janin hukumnya Sunnah tidak wajib
Sebagian ulama menyebutkan bahwa memberikan zakat pada janin berdasarkan perbuatan sahabat Utsman bin Affan. Ibnu Hazm berkata,
ولا يعرف لعثمان في هذا مخالف من الصحابة
“Tidak diketahui dari perbuatan Utsman (menunaikan zakat fitrah janin) ini menyelisihi sahabat yang lainnya.” [Al-Muhalla 6/132]
Ada pendapat juga yang menyatakan bahwa zakat janin wajib ketika berumur 120 hari karena telah ditiupkan ruh, akan tetapi pendapat ini kurang kuat karena janin belum tentu lahir dengan selamat dan bisa jadi mati dalam kandungan. Dalam Fatwa Al-Hindiyah dijelaskan:
ولا يؤذى عن الجنين لأنه لا يعرف حياته
“Tidak ditunaikan zakat fitrah dari janin, karena tidak bisa dipastikan janin tersebut hidup.” [Fatawa Al-Hindiyyah, kitab zakat hal. 211]
Pendapat terkuat bahwa zakat fitrah pada janin hukumnya sunnah, tidak sampai tahap wajib. Asy-Syaukani menjelaskan bahwa ini adalah ijma’ ulama, beliau berkata,
أن ابن المنذر نقل الإجماع على أنها لا تجب عن الجنين، وكان أحمد يستحبه ولا يوجبه
“Ibnu Mundzir menukilkan klaim ijma’ bahwa tidak wajib zakat fitrah bagi janin. Imam Ahmad menyatakan hukumnya sunnah dan tidak mewajibkannya.” [Nailul Authar 4/181]
ZAKAT FITRAH DENGAN UANG
Membayar zakat fitrah dengan uang, menurut Syafi’iyyah tidak diperbolehkan, sedangkan menurut Hanafiyyah diperbolehkan.
Catatan Penting : Berpijak pada pendapat yang memperbolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang (yakni hanya Hanafiyah) maka menurut kalangan ini, mengenai kadar uang yang dikeluarkan adalah disesuaikan nilai / harga bahan-bahan makanan yang manshush (disebutkan secara eksplisit dalam hadis) sebagai zakat fitrah, yakni :
1 sho’ tamr / kurma, atau
1 sho’ gandum sya’ir, atau
½ sho’ zabib / anggur, atau
½ sho’ gandum burr
Yang kesemuanya mengacu pada nilai harga saat mulai terkena beban kewajiban (waqtul wujub).
ZAKAT FITRAH DENGAN UANG SERTA UKURAN SHO’
Tiga madzhab sependapat bahwa tidak boleh zakat fitrah dengan uang. Madzhab hanafi memperbolehkan zakat fitrah dengan uang, namun harus seharga satu sho gandum, kurma, atau anggur kering (jenis-jenis fitrah yang tertera dalam hadits, bukan seharga satu sho’ makanan pokok). Ada pendapat dari kalangan Malikiyah yang memperbolehkan zakat fitrah dengan uang (seharga satu sho’ makanan pokok) namun makruh.
Perlu diketahui, pada umumnya masyarakat menilai mud dan sho’ dengan ukuran berat jenis suatu barang. Hal ini kurang tepat mengingat bahwa ukuran mud dan sho’ itu adalah takaran. Yang benar ukuran mud dan sho’ itu adalah memakai volume.
~ satu mud versi Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik = 0,766 lt / kubus berukuran kurang lebih 9,2 cm.
~ satu sho’ versi imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik = 3,145 lt / kubus berukuran kurang lebih 14,65 cm.
Bila dikonversi ke dalam bentuk berat jenis, maka hasilnya bisa berbeda tergantung dari kadar air benda yang kita timbang. KH. Ma’shum bin Ali Jombang pernah menimbang beras dari takaran mud dan sho’ yang beliau miliki, dan diketahui bahwa;
~ satu mud mud beras putih = 679,79 gr.
~ satu sho’ beras putih = 2719,19 gr.
Referensi :
- Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab VI/113
- Tarsyih al-Mustafîdîn, 154
- Al-Mughni li Ibn Qudâmah II/357
- Radd al-Mukhtâr II/286
- Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah XX/243
- Al-Inâyah Syarh al-Hidâyah III/245
- Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh II/909
Kenapa dalam madzhab Syafi’i tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat dengan qimah ? Berikut jawaban dan paparan Imam Ghazali dalam kitab Ihya juz I halaman 213 dalam fasal :
في الأداء وشروطه الباطنة والظاهرة
والقسم الثالث: هو المركب الذي يقصد منه الأمران جميعاً وهو حظ العباد وامتحان المكلف بالاستعباد، فيجتمع فيه تعبد رمي الجمار وحظ رد الحقوق فهذا قسم في نفسه معقول، فإن ورد الشرع به وجب الجمع بين المعنيين
ولا ينبغي أن ينسى أدق المعنيين وهو التعبد والاسترقاق بسبب أجلاهما، ولعل الأدق هو الأهم والزكاة من هذا القبيل
ولم ينتبه له غير الشافعي رضي الله عنه فحظ الفقير مقصود في سد الخلة وهو جلي سابق إلى الأفهام وحق التعبد في اتباع التفاصيل مقصود للشرع. وباعتباره صارت الزكاة قرينة للصلاة والحج في كونها من مباني الإسلام.
ولاشك في أن على المكلف تعباً في تمييز أجناس ماله وإخراج حصة كل مال من نوعه وجنسه وصفته. ثم توزيعه على الأصناف الثمانية كما سيأتي. والتساهل فيه غير قادح في حظ الفقير لكنه قادح في التعبد
(الثالث) من الامور الخمس (ان لا يخرج بدلا) فى الزكاة (باعتبار القيمة) الوارد فى الحديث (المنصوص عليه) فلا يجزئ ورق) اي فضة بدلا (عن ذهب)اذا وجبت فيه (ولا ذهبا) بدلا (عن ورق) اذا وجبت فيه (وان زاد عليه فى القيمة) كما فى الهدايا والضحايا لان الشرع اوجب علينا والواجب ما لا يسع تركه ومتى ساغ غيره وسعه تركه فلا يكون واجبا وبه قال مالك واحمد وفال اصحابنا يجوز دفع القيمة فى الزكاة والكفارة وصدقة الفطر والعشر والخراج والنذر لان الامر بالاداء الى الفقير ايجاب للرزق الموعود فصار كالجزية بخلاف الهدايا والضحايا فإن المستحق فيه إراقة الدم وهى لا تعقل ووجه القربة فى المتنازع فيه سد خلة المحتاج وهو معقول اهـ، اتحاف السادات المتقين (الحنفية) ج 4 ص 94
***
)مسئلة) ان اخرج قيمة الصاع دراهم او ذهبا فانه يجزئ مع الكراهة كما قال الدردير في فصل مصرف الزكاة من اقرب المسالك الا العين عن حرث وماشية بالقيمة فتجزئ بكره وهذا شامل لزكاة الفطر اهـ وفي حاشية الصاوي في فصل زكاة الفطر نقلا عن تقرير الدردير انه ان اخرج قيمة الصاع عينا فالأظهر الإجزاء لأنه يسهل بالعين سد خلته في ذلك اليوم اهـ قرة العين بفتاوي علماء الحرمين (المالكية)/ 76
***
(أَوْ) دَفَعَ (جِنْسًا) مِمَّا فِيهِ الزَّكَاةُ (عَنْ غَيْرِهِ): مِمَّا فِيهِ زَكَاةٌ ; لَمْ تُجْزِئْهُ كَأَنْ دَفَعَ مَاشِيَةً عَنْ حَرْثٍ أَوْ عَكْسِهِ. وَمُرَادُهُ بِالْجِنْسِ: مَا يَشْمَلُ الصِّنْفَ ; فَلا يُجْزِئُ تَمْرٌ عَنْ زَبِيبٍ وَلا عَكْسُهُ. وَلا شَيْءٌ مِنْ الْقَطَّانِي عَنْ آخَرَ, وَلا زَيْتُ ذِي زَيْتٍ عَنْ آخَرَ, وَلا شَعِيرٌ عَنْ قَمْحٍ أَوْ سُلْتٍ أَوْ ذُرَةٍ أَوْ أُرْزٍ. (إلا الْعَيْنَ) ذَهَبًا أَوْ فِضَّةً يُخْرِجُهَا (عَنْ حَرْثٍ وَمَاشِيَةٍ) بِالْقِيمَةِ (فَتُجْزِئُ بِكُرْهٍ) أَيْ مَعَ كَرَاهَةٍ وَهَذَا شَامِلٌ لِزَكَاةِ الْفِطْرِ اهـ الشرح الصغير على أقرب المسالك، 1/581
***
فَيَتَعَيَّنُ الإِخْرَاجُ مِمَّا غَلَبَ الاقْتِيَاتُ مِنْهُ مِنْ هَذِهِ الأَصْنَافِ التِّسْعَةِ, فَلا يُجْزِئُ الإِخْرَاجُ مِنْ غَيْرِهَا ولا منها إن قتيت غيره منها إلا أن يخرج الأحسن؛ كما لو غلب اقتيات الشعير فأخرج قمحاً اهـ، الشرح الصغير على أقرب المسالك (المالكية)، 1/672
***
قَوْلُهُ: [ فَلا يُجْزِئُ الإِخْرَاجُ مِنْ غَيْرِهَا ]: أَيْ إذَا لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ الْغَيْرُ عَيْنًا، وَإِلا فَالأَظْهَرُ الإِجْزَاءُ لأَنَّهُ يَسْهُلُ بِالْعَيْنِ سَدُّ خَلَّتِهِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ اهـ، حاشية الصاوي على الشرح الصغير(المالكية)، 1/682
***
واتفق الائمة أنه لا يجوز إخراج القيمة في الفطرة في غير ما تقدم الا أبا حنيفة فقال يجوز بل هو أفضل في السعة، أما في الشدة فدفع العين أفضلز والتفقوا على أن الواجب صاع الا الحنفية فيجزئ عندهم من الزبيب نصف صاع، وكذلك البر ودقيقه وسويقه اهـ، فتح العلام بشرح مشيد الانام (الشافعية)، 3/302
***
( مسألة ) لا تجزئ القيمة في الفطرة عندنا . وبه قال مالك وأحمد وابن المنذر . وقال أبو حنيفة يجوز حكاه ابن المنذر عن الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري قال وقال إسحاق وأبو ثور لا تجزئ إلا عند الضرورة اهـ المجموع شرح المهذب (الشافعية) الجزء السادس ص: 113
***
( 1966 ) مسألة : قال : ( ومن أعطى القيمة لم تجزئه ) قال أبو داود قيل لأحمد وأنا أسمع أعطي دراهم يعني في صدقة الفطر قال أخاف أن لا يجزئه خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم . وقال أبو طالب , قال لي أحمد لا يعطي قيمته , قيل له : قوم يقولون , عمر بن عبد العزيز كان يأخذ بالقيمة , قال يدعون قول رسول الله صلى الله عليه وسلم ويقولون قال فلان , قال ابن عمر : فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم . وقال الله تعالى “أطيعوا الله وأطيعوا الرسول”. وقال قوم يردون السنن قال فلان قال فلان . وظاهر مذهبه أنه لا يجزئه إخراج القيمة في شيء من الزكوات . وبه قال مالك والشافعي وقال الثوري وأبو حنيفة يجوز . وقد روي ذلك عن عمر بن عبد العزيز والحسن وقد روي عن أحمد مثل قولهم فيما عدا الفطرة اهـ، المغني لابن قدامة (الحنابلة) الجزء الثاني ص: 357
Berikut ini ta’bir mengenai uang dalam madzahab maliki yang hukumnya sama dengan dirham, dinar, emas atau perak.
وَاعْلَمْ أَنَّ الْفُلُوسَ الْجُدُدَ هُنَا كَالْعَيْنِ فَلا يَجُوزُ سَلَمُ بَعْضِهَا فِي بَعْضٍ، حاشية الصاوي على الشرح الصغير(المالكية)، 3/261
***
قلت: ما قول مالك فيمن أسلم فلوساً في طعام؟ قال: لا بأس بذلك . قلت : ما قول مالك فيمن أسلم طعاماً في فلوس؟ قال: قال مالك: لا بأس بذلك. قلت : فإن أسلم دراهم في فلوس؟ قال: قال مالك: لا يصلح ذلك. قلت : وكذلك الدنانير إذا أسلمها في الفلوس؟ قال: نعم لا يصلح عند مالك. قلت : وكذلك لو باع فلوساً بدراهم إلى أجل وبدنانير إلى أجل لم يصلح ذلك؟ قال: نعم. قلت : لم؟ قال: لأن الفلوس عين ولأن هذا صرف اهـ، المدونة الكبرى(المالكية)، 9/19
Wallahu a’lam bisshowab
KEBOLEHAN MEMBERIKAN THR DENGAN NIAT ZAKAT
Boleh dan sah THR itu dijadikan zakat mal / tijaroh, apabila memenuhi semua persyaratan zakat mal. Sudah mencukupi (sah) sebagai zakat mal jika yang menerima adalah mustahiq zakat. Poin yang terpenting yang menerima harus mustakhiquz zakat, jadi andaikata dari sekian pelanggan ada yang kaya, berarti pemberian THR kepada yang kaya (bukan mustakhiq) tidak bisa dikategorikan sebagai zakat.
Referensi :
حاشية الجمل – (8 / 80)
( فرع ) لو نوى الدافع الزكاة والآخذ غيرها كصدقة تطوع أو هدية أو غيرهما فالعبرة بقصد الدافع ولا يضر صرف الآخذ لها عن الزكاة إن كان من المستحقين فإن كان الإمام أو نائبه ضر صرفهما عنها ولم تقع زكاة ومنه ما يؤخذ من المكوس ، والرمايا ، والعشور وغيرها فلا ينفع المالك نية الزكاة فيها وهو المعتمد ويؤيده إفتاء ابن الرداد ا هـ . شوبري أي ولأن ما يأخذونه من ذلك لا يصرفونه مصرف الزكاة ا هـ .
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (13 / 94)
( قوله إنما هو إذا كان ) أي المدفوع إليه ( المستحق إلخ ) تصريح بالفرق بين الإمام والمستحق فحيث كان القابض المستحق وقع المدفوع زكاة إذا نواها الدافع وإن أخذها المستحق قاصدا غير الزكاة كالغصب هذا هو المتجه م ر ا هـ سم وأقره البصري عبارة ع ش ونقل عن إفتاء الشهاب الرملي الإجزاء إذا كان الآخذ مسلما ونقل مثله أيضا عن الزيادي ا هـ وتقدم عن شيخنا أنه لو دفع المكس مثلا بنية الزكاة أجزأه على المعتمد حيث كان الآخذ لها مسلما فقيرا أو نحوه من المستحقين خلافا لما أفتى به الكمال الرداد في شرح الإرشاد من أنه لا يجزئ ذلك أبدا ا هـ وعبارة الشوبري ولو نوى الدافع الزكاة والآخذ غيرها كصدقة تطوع أو هدية أو غيرهما فالعبرة بقصد الدافع ولا يضر صرف الآخذ لها عن الزكاة إن كان من المستحقين فإن كان الإمام أو نائبه ضر صرفهما عنها ولم تقع زكاة ومنه ما يؤخذ من المكوس والرمايا والعشور وغيرها فلا ينفع المالك نية الزكاة فيها وهذا هو المعتمد ا هـ .
– Bughyah halaman 101 :
فائدة: يجوز أكل الفريك أي الجهوش ما لم يتحقق أنه مال زكوي فيحرم حينئذ، وإن أطال جمع في الاستدلال للجواز بما في خبر الباكورة اهـ فتاوي ابن حجر. وقال ش ق: وقبل الخرص يمتنع على مالكه التصرف ولو بصدقة وأجرة حصاد وأكل فريك أو فول أخضر فيحرم، بل يعزر العالم لكن ينفذ تصرفه فيما عدا قدر الزكاة، فما اعتيد من إعطاء شيء عند الحصاد ولو للفقراء حرام، وإن نوى به الزكاة لأنه أخذ قبل التصفية، وإن كان خلاف الإجماع الفعلي في الأعصار والأمصار، وما ورد مما يخالف ما قلنا يحمل على ما لا زكاة فيه، ولا يمتنع رعيه وقطعه قبل اشتداد حبه، نعم إن تضرر وزادت المشقة فلا حرج في تقليد أحمد في جواز التصرف بالأكل والإهداء ولا يحسب عليه، وقال الرحماني: إذا ضبط قدراً وزكاة أو ليخرج زكاته بعد فله ذلك ولا حرمة اهـ ونحوه في التحفة.
MEMPELAJARI PERMASALAHAN ZAKAT DENGAN SEMPURNA
- Islam
- Merdeka (bukan budak, hamba sahaya)
- Mempunyai kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
- Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).
Keterangan:
Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak wajib dijual guna mengeluarkan zakat.
Jenis dan kadar zakat fitrah :
- Berupa bahan makanan pokok daerah tersebut (bukan uang)
- Sejenis. Tidak boleh campuran
- Jumlahnya mencapai satu Sho’ untuk setiap orang. ( 1 Sho’ = 4 mud = kurang lebih 3 Kilogram )
- Diberikan di tempatnya orang yang dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang berada di Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.
Catatan :
– Menurut Imam Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk qimah atau uang.
– Jika tidak mampu 1 sho’, maka semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta sama sekali, maka tidak wajib zakat fitrah.
Waktu mengeluarkan zakat fitrah
Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
- Waktu wajib : Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 Syawwal tidak wajib dizakati.
- Waktu jawaz : Yaitu, sejak awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
- Waktu Fadhilah : Yaitu, setelah terbit fajar dan sebelum sholat hari raya.
- Waktu makruh : Yaitu, setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
- Waktu haram : Yaitu, setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.
Syarat sahnya zakat :
- Niat.
Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan.
– Niat zakat untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي / هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ
” Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
- Jika orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan setrusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta idzin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.
- Jika mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat idzin dari orang-orang tersebut. Tanpa idzin dari mereka , maka zakat yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.
– Niat atas nama anaknya yang masih kecil :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ…
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
– Niat atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي …
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
– Niat atas nama ibunya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي …
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
– Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ…
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”
- Dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat :
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
- Faqir
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp; 200.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak. Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :
1.Tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali
2.Mempunyai harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.
3.Mempunyai harta dan pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
4.Tidak mempunyai harta dan mempunyai pekerjaan, namun tidak layak baginya. Seperti pekertjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.
- Miskin.
Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp; 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).
- Amil.
Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh Imam atau pemerintah untuk menarik zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara. Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan alias memakai standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat amil zakat :
1.Islam
2.Laki-laki
3.Merdeka
4.Mukallaf
5.Adil
6.Bisa melihat
7.Bisa mendengar
8.Mengerti masalah zakat (faqih / menguasai)
- Muallaf
Secara harfiyah, muallaf qulubuhum adalah orang-orang yang dibujuk hatinya. Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, yang nota bene berhak menerima zakat adalah :
- Orang yang baru masuk Islam dan Iman (niat) nya masih lemah
- Orang yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan dikalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.
- Orang Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir
- Orang Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak boleh.
- Budak mukatab
Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya untuk membantu melunasi tanggungan dari budak mukatab.
- Ghorim (orang yang berhutang)
Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :
- Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.
- Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
- Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.
4.Orang yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.
- Sabilillah
Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Sabilillah berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.
Keterangan :
Dikalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah; Ada pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi sukarelawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji, dan inilah pendapat mayoritas para ulama (pendapat yang kuat). Sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qaffal, seperti untuk sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam. Dan pendapat ini adalah lemah.
- Ibnu sabil (musafir)
Ibnu sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat dengan syarat :
- Bukan bepergian untuk maksyiat
- Membutuhkan biaya atau kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang ia tuju.
Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat :
- Orang kafir atau murtad
- Budak / hamba sahaya selain budak mukatab
- Keturunan dari bani Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih, Nabi Saw bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“ Sesungguhya shodaqah ini (zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad “.
- Orang kaya. Yaitu orang yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
- Orang yang ditanggung nafkahnya. Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.
Mekanisme pembagian zakat
Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut :
– Jika orang yang berhak menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat mencukupi, maka mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.
– Jika orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap golongan penerima zakat.
Pemilik zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.
Sedangkan jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi dengan cara sebagai berikut :
- Semua golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagian
- Selain golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.
- Masing-masing individu dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat mencukupi)
- Jika hajat dari masingf-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus sama.
Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail Rh adalah :
- Zakat boleh diberikan pada satu golongan dari beberapa golongan yang berhak menerima zakat.
- Zakatnya satu orang boleh diberikan pada satu yang berhak menerima zakat.
- Boleh memindah zakat dari daerah zakat.
Tiga pendapat terakhir boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syai’i . Mengingat sulitnya membagi secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu banyak.
INILAH PANDUAN ZAKAT TERLENGKAP WWW.JEJAKISLAM.COM
PENGERTIAN ZAKAT
Zakat menurut fiqh berarti “sejumlah harta tertentu dengan sifat-sifat tertentu yang wajib diserahkan kepada golongan tertentu (mustahiqqin)”
Sadangkan istilah infaq ,adalah segala macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan) baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun yang lain.
Adapun shodaqoh adalah, segala bentuk pembelanjaan di jalan Alloh. Berbeda dengan zakat, shodaqoh tidak dibatasi dengan ketentuan-ketentuan khusus juga tidak bersifat wajib.
Istilah zakat secara Syari’ah dalam Alqur’an dan Alhadits terkadang menggunakan kalimah “shodaqoh”, oleh karena itu Imam Almawardi menyatakan :”Kalimat shodaqoh terkadang yang dimaksud adalah zakat, dan zakat yang dimaksud adalah shodaqoh, dua kata yang berbeda tetapi memiliki substansi yang sama”
BAB II
HUKUM ZAKAT
Kewajiban zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang juga menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari’at Islam. Oleh sebab itu Ijma’ Ulama menyatakan bahwa hukum menunaikan zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, sebagaimana firman Alloh S.W.T. :
وما أمروا الا ليعبد وا الله مخلصين له الدبن حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة.
Dan tiada diperintah mereka kecuali beribadah kepada Alloh dengan ikhlas dan taat terhadap agama yang lurus, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus. (Q.S. Al Baqoroh:5)
Hadits Rosululloh S.A.W. menyatakan :
بني الاسلام على خمس: شها دة أن لااله الا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان.
Islam didirikan atas lima sendi (rukun): Bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Alloh dan Nabi Muhammad utusan Alloh (Rosululloh), mendirikan sholat, menunaikan zakat haji ke baitulloh dan berpuasa di bulan Romadlon. (H.R.Muslim)
Hukum menolak membayar zakat
Seorang muslim yang enggan membayar zakat padahal mempunyai kemampuan untuk membayarnya, maka tergolong orang yang melakukan dosa besar, dan di akhirat nanti akan dimasukkan kedalam neraka jahannam. Dalam sebuah Hadist Nabi S.AW. dinyatakan : Tidaklah seseorang yang menimbun hartanya dan tidak mengeluarkan zakatnya, kecuali dia akan dimasukkan kedalam api neraka jahannam. (H.R.Muslim)
Bahkan seandainya keengganan membayar zakat tersebut disertai keingkaran terhadap kewajiban membayar zakat, padahal dia tahu bahwa zakat itu wajib hukumnya maka orang tersebut menjadi kufur karenanya.
Syarat-syarat wajib zakat
Para ahli fiqh sepakat, bahwa zakat diwajibkan kepada orang merdeka, muslim, baligh, lelaki atau perempuan. Akan tetapi Ulama berselisih pendapat berkenaan dengan harta anak kecil dan orang gila, para Ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah berpendapat, bahwa zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila yang ditunaikan oleh walinya, karena merekalah yang berhak untuk menunaikan hak dan kewajiban hartanya. Sedangkan golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa tidak wajib zakat atas harta anak kecil dan orang gila, kecuali zakat hasil pertanian dan zakat fitrah.
Sedangkan berkenaan dengan orang yang mempunyai hutang, para Ulama juga berbeda pendapat, menurut pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafi’i, tanggungan hutang tidak dapat mencegah atas kewajiban zakat. Golongan Hanabilah berpendapat, hutang yang tidak bisa terbayar kecuali dengan harta yang harus dikeluarkan zakatnya, sekira tidak ada harta lain diluar kebutuhan pokok hidup (sandang, pangan dan papan) yang dapat digunakan untuk membayar hutang, maka dapat mengurangi kadar zakat yang harus dikeluarkan, atau bahkan menggugurkan kewajiban zakat jika tanggungan hutang yang harus di bayar mengurangi obyek zakat sampai dibawah nishob , baik hutang tersebut sudah jatuh tempo atau belum.
Syarat-syarat dalam mengeluarkan zakat
Setiap harta zakat yang diberikan pada golongan yang berhak menerimanya, harus diniyati sebagai zakat, baik dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain dan sekaligus penyerahannya, kecuali apabila zakat dikeluarkan untuk mayyit yang mempunyai tanggungan zakat, maka tidak diperlukan niyat, cukup bagi ahli waris mengumpulkan bagian dari tanggungan zakatnya sebelum di waris semua peninggalannya, kemudian diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya.
Menurut Madzhab Syafi’i harta zakat yang dikeluarkan, harus diambilkan dari harta yang wajib dizakati, kecuali zakat perniagaan, maka harus diberikan dalam bentuk nilainya (qimah = mata uang). Sedangkan golongan Hanafiyah berpendapat segala jenis zakat termasuk zakat fitrah dapat di berikan dalam bentuk nilainya (baca mata uang) sesuai dg nilai harta zakat yang harus di keluarkan. Contoh sawah menghasilkan panen 10.000 kg, maka zakat yang harus di keluarkan adalah 1000 kg (10%) dari panen yang di hasilkan, atau nilai (baca harga pasaran) dari 1000 kg tersebut (bukan 10% dari harga jual tebasan).
Waktu mengeluarkan zakat
Apabila harta zakat sudah memenuhi segala persyaratan wajib zakat, maka harus segera dikeluarkan zakatnya, bahkan menurut pendapat yang kuat dari Madzhab Syafi’i, harta yang sudah berkewajiban dizakati tidak diperbolehkan di pindah tangankan sebelum zakatnya dikeluarkan. kewajiban membayar zakat harus segera, tidak boleh ditunda-tunda kecuali terdapat alasan yang dibenarkan seperti tidak di temukan mustahiq, menunggu kerabat yang akan di beri zakat dan lain-lain.
Harta zakat dalam bentuk piutang yang sudah jatuh tempo, seperti uang atau barang dagangan yang kebetulan berupa piutang yang sudah jatuh tempo, dan berada pada tanggungan orang yang mampu membayarnya, serta tidak ingkar atas piutang tersebut, wajib di keluarkan zakatnya pada saat diwajibkannya, tanpa menunggu terbayarnya piutang.
Sedangkan piutang yang belum jatuh tempo, atau ada pada orang yang ingkar, tidak mampu membayar, serta harta zakat yang hilang atau di curi, juga harus dikeluarkan zakatnya saat sudah berada pada kekuasaannya.
BAB III
HARTA WAJIB ZAKAT
Dalam terminologi fiqh, zakat di bagi dua.
- Pertama zakat maal (zakat harta)
- Kedua zakat nafs (zakat fitrah).
Pengertian Zakat maal (harta)
Zakat maal adalah zakat yang dikenakan atas harta tertentu yang dimiliki oleh seseorang dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Alloh :
يا أيها الذين أمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض و لا تيمموا الخبيث منه تنفقون ولستم بآخذيه إلا أن تغمضوا فيهواعلموا أن الله غني حميد.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Alloh sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik,sebagaian dari apa yang kami(Alloh) keluarkan dari bumi untukmu . dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya dan ketahuilah bahwa Alloh maha kaya lagi maha terpuji.(Q.S. ِِِAlbaqoroh :267).
Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati
- Milik penuh (Almilku attam)
Yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara penuh adalah, pemilik harta tersebut, baik perorangan atau syirkah (kelompok perorangan), memungkinkan untuk mempergunakan dan mengambil manfaat harta tersebut secara penuh, berbeda dengan harta yang dimiliki oleh jihat (bukan perorangan) seperti yayasan, masjid, negara, madrasah, pondok, jam’iyah, dan lain-lain, maka tidak diwajibkan zakat atas segala kepemilikannya.
Sedangkan harta yang diperoleh dengan cara yang haram, seperti hasil curian, korupsi, dan lain-lain, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, hal ini disebabkan harta tersebut harus di bersihkan dengan cara dikembalikan pada yang berhak atau ahli warisnya. Dalam sebuah Hadist Nabi S.A.W :
لايقبل الله صدقة من غلول.
Alloh tidak akan menerima shodaqoh (zakat) dari kekayaan hasil ghulul (Berkhianat). (H.R.Muslim)
2.Mencapai nishob.
Nishob artinya harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan syara’, sedang harta yang tidak sampai nishobnya terbebas dari kewajiban zakat. Atau dengan kata lain, nishob adalah batas minimum harta mulai terkena zakat. Tentang nishob atas masing-masing kategori harta zakat, akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
3.Berlalu satu tahun (haul)
Maksud haul adalah, kepemilikan harta zakat sudah berlalu masanya selama dua belas bulan qomariyah (Hijriyah). Dalam sebuah Hadits Nabi S.A.W:
لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول.
Tidak ada zakat atas sesuatu kekayaan sampai berlalu satu tahun. (H.R.Ibnu Majah).
Haul merupakan syarat penting dalam harta zakat perdagangan, peternakan, emas dan perak. Adapun zakat untuk pertanian, harta rikaz, dan lain-lain, tidak berlaku syarat haul.
- Lebih dari kebutuhan pokok.
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang di perlukan untuk kelestarian hidup, seperti belanja sehari-hari, pakaian dan rumah. Pendapat di atas merupakan pendapat dari Madzhab Hanafi. Sedangkan Ulama dari Madzhab lainnya tidak mencantumkan persyaratan di atas secara tersendiri akan tetapi hanya disebutkan dalam penjelasan zakat fitrah.
Harta (maal) yang wajib dizakati.
Ada beberapa pendekatan dalam menentukan macam-macam harta yang wajib dizakati, yakni pendekatan iqor (harta tidak bergerak) dan manqul (harta bergerak). Atau dengan pendekatan alkhorij( zakat dari hasil yang dicapai) dan ro’sul maal(zakat atas modal).
Dalam bab ini saya menggunakan pendekatan yang kedua yaitu pendekatan alkhorij dan ro’sulmaal.
Zakat atas`hasil yang dicapai (alkhorij)
Zakat atas hasil yang dicapai berbeda dengan zakat atas modal dalam hal pembayarannya. Harta yang wajib dizakati berdasarkan hasil yang dicapai, penunaian zakatnya segera setelah didapat hasilnya tanpa terikat dengan syarat haul. Harta yang termasuk dalam kategori ini mengikuti Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali adalah:
1.Zakat atas hasil pertanian
Hasil pertanian adalah hasil setiap tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, rumput-rumputan, dan lain-lain. Demikian menurut pendapat Madzhab Hanafi. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i, yang termasuk dalam golongan hasil pertanian hanyalah terbatas pada hasil pertanian yang dapat digunakan sebagai makanan pokok, seperti padi, gandum, kedelai, jagung, kacang, dan lain-lain, serta buah kurma dan anggur.
Semua hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan segera zakatnya setiap kali musim panen apabila hasil panen sudah mencapai nishob (Lihat tabel nishob). Namun menurut Madzhab Hanafi berapapun yang dihasilkan dari hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan zakatnya 10%, tanpa disyaratkan mencapai jumlah tertentu (nishob).
Dengan mengacu pada Madzhab Syafi’i, apabila hasil panen dari satu lahan pertanian tidak mencapai satu nishob, namun apabila dikumpulkan dengan hasil yang diperoleh pada lahan lain dengan jenis tanaman yang sama dan dipanen pada tahun yang sama mencapai nishob, maka penghitungan zakatnya dihitung dari dua hasil panen tersebut dan harus dikeluarkan zakatnya.
Menurut Madzhab Syafi’i, kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan pengairan alami seperti, air hujan, sungai, mata air, adalah 10%, sedangkan apabila diairi dengan menggunakan alat-alat tertentu sekira air tidak dapat menjangkau pada lahan pertanian kecuali dengan alat tersebut, maka kadar zakatnya adalah 5%. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selain untuk alat pengairan tersebut diatas, seperti pupuk, obat-obatan, upah petugas irigasi (ulu-ulu=jawa), dan lain-lain, tidak dapat mempengaruhi kadar zakat yang harus dikeluarkan.
Menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali, termasuk dalam kategori zakat pertanian, adalah hasil madu yang diperoleh dari lebah, hanya saja Madzhab Hanbali hanya mewajibkan zakat satu kali ketika hasil yang diperoleh sampai pada nishob (Lihat tabel nishob), kemudian pada panen-panen berikutnya sudah tidak berkewajiban mengeluarkan zakat lagi walaupun sudah mencapai nishob, walaupun usaha penghasil madu tersebut berlangsung selama bertahun-tahun, sedangkan Madzhab Hanafi tetap mewajibkan zakat setiap panen berapapun yang dihasilkan (tidak mensyaratkan nishob) sebagaimana hasil pertanian lainnya.
Sedangkan kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 10 % sebagaimana hasil pertanian lainnya.
Contoh 1: Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai, di tanami padi. Hasil panen yang di capai adalah 1500 kg . Zakat yang harus di keluarkan adalah: 10 % x 1500 kg = 150 kg.
Jika pengairannya menggunakan peralatan tertentu sekira air tidak dapat menjang kau tanpanya, maka zakatnya adalah : 5 % x 1500 kg = 75 kg.
Nishob gabah kering hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin ‘Ali adalah 1323,132 kg atau 815,758 kg beras putih.
Contoh 2: Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai ditanami padi. pada lahan a hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan b hasil panen yang diperoleh adalah 300 kg.
Pada lahan c hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan d hasil panen yang diperoleh adalah 400 kg
Jumlah 1700 kg.
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 10 % x 1700 kg = 170 kg.
Menurut Madzhab Hanafi zakat pertanian juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang setara dengan nilai hasil pertanian yang harus di keluarkan, bukan 10 % dari harga jual.
Contoh :
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai di tanami padi, menghasilkan panen 1500 kg, laku terjual Rp 1.400.000. Harga pasar per 100 kg Rp 100.000.
Zakat yang semestinya di keluarkan adalah 150 kg, (= 10 % x 1500 kg).
Dapat juga di tunaikan Rp 150.000. (harga pasar 150 kg),
2.Zakat rikaz (harta temuan peninggalan jahiliyah) dan ma’din (hasil tambang).
Para Ulama berbeda pendapat mengenai arti rikaz dan ma’din, baik dari sisi macamnya maupun batas minimumnya. Madzhab Hanafi mewajibkan zakat atas keduanya sebesar 20% baik yang telah maupun yang belum mencapai nishob. Sedangkan tiga Madzhab yang lain (Syafi’i, Maliki dan Hanbali), mensyaratkan nishob atas ma’din (Lihat tabel nishob). Selain Madzhab Syafi’i, sepakat bahwa tidak berlaku syarat nishob dalam zakat rikaz, dan empat Madzhab sepakat tidak berlaku syarat haul dalam zakat rikaz. Adapun kadar zakat yang harus dikeluarkan dari ma’din adalah 2,5%, kecuali menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali yang mewajibkan 20% . Sedangkan kadar zakat dari rikaz adalah 20%.
Ma’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Alloh dalam perut bumi,baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak gas, permata,dan lain-lain, serta ada usaha untuk mengeksploitasinya, demikian menurut Madzhab Hanbali. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i dan Maliki ma’din hanya terbatas pada hasil tambang emas dan perak.
Adapun rikaz adalah emas, perak dan permata dari peninggalan orang terdahulu dari zaman jahiliyah (pra islam) yang terpendam dalam bumi. Demikian menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i dan Maliki rikaz hanya terbatas pada emas dan perak
Zakat atas modal
Zakat atas modal adalah zakat yang dihitung berdasarkan harta pokok dan hasil yang didapat, bukan atas hasil saja. Biasanya, zakat atas harta yang berdasarkan modal atau pokok akan mengikuti kaidah haul, yaitu berlalu satu tahun. Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
1.Zakat binatang ternak
Para Ulama sepakat mengenai macam binatang ternak yang dikenakan zakat hanya terbatas pada unta, sapi/kerbau dan kambing/domba..
Adapun binatang ternak selain yang disebutkan diatas, seperti unggas (Ayam, bebek, burung, dan lain-lain) dan perikanan, tidak dikenakan zakat peternakan atasnya, namun demikian, apabila binatang tersebut dijadikan sebagai usaha perdagangan seperti usaha peternakan ayam, bebek atau tambak, maka dikenakan zakat perdagangan dan berlaku segala ketentuan-ketentuan zakat perdagangan.
Contoh :
Seorang peternak ayam potong memelihara 1000 ekor ayam, setelah satu tahun penuh (haul), berkembang (bukan dari hasil peneluran) menjadi 5000 ekor ayam dengan laporan keuangan sebagai berikut:
Stok ayam potong 5000 (dalam berbagai umur), ditaksir (dengan harga pasaran yang berlaku saat itu) seharga: Rp 10.000.000
Piutang belum terbayar (dapat tertagih): Rp 5.000.000.
Jumlah: Rp 15.000.000.
Besar zakat : = 2,5% x Rp 15.000.000 .= Rp 375.000.
Catatan: Kandang, pakan ternak dan alat-alat peternakan lainnya, tidak diperhitungkan sebagai harta zakat yang wajib dizakati, karena tidak diperjual belikan. Usaha peternakan yang dijalankan bukan dengan cara pengembangan dari telur yang dihasilkan modal usaha (1000 ekor ayam), tetapi dengan cara memelihara anak ayam yang kemudian di jual ketika sudah mencapai umur tertentu.
Nishob : 543,35 gram perak murni jika @ Rp 5000. maka 543.35 x Rp 5000 = 2.716.750.
Adapun syarat-syarat zakat binatang ternak adalah sebagai berikut :
Sampai nishob, yaitu mencapai jumlah tertentu yang ditetapkan syara’ (Lihat tabel nishob).
Telah dimiliki satu tahun penuh (haul). Sedangkan anak-anak ternak yang dihasilkan, masa satu tahun(haul)nya mengikuti induknya.
Digembalakan, yakni sengaja diurus sepanjang tahun atau dalam mayoritas satu tahun untuk memperoleh susu, daging dan hasil pengembang biakannya. Ternak gembalaan adalah ternak yang memperoleh makanan dilapangan pengembalaan terbuka atau milik sendiri. Syarat ini tidak disepakati oleh Madzhab Maliki.
Tidak untuk dipekerjakan seperti untuk membajak, mengairi tanaman, digunakan alat transportasi, dan sebagainya. Syarat ini juga tidak disepakati oleh Madzhab Maliki
2.Zakat emas dan perak (naqd)
Emas dan perak merupakan logam mulia yang memiliki dua fungsi. Pertama ,karena merupakan barang tambang yang elok, emas dan perak sering dijadikan sebagai perhiasan. Kedua, emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu.
Syari’at Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang potensial untuk berkembang. Oleh karenanya, syariat Islam mewajibkan zakat atas keduanya pada setiap genap satu tahun(haul)nya , baik berupa uang, batangan, leburan, logam, bejana, suvenir, ukiran atau lainnya.
Dalam sebuah Hadits Nabi S.A.W :
ما من صاحب ذهب ولا فضة لا يؤدي منها حقها الا اذا كان يوم القيامة صفحت له صفا ئح من نارفيحمى عليها في نارجهنم فيكون بها جنبه وجبينه وظهره, كلما بردت أعيدت له في يوم كان مقداره خمسين ألف سنة حتى يقضى بين العباد فيرى سبيله اما الى الجنة واما الى النار.
Tiadalah bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan hak (zakat)nya, melainkan di hari kiamat ia didudukkan di atas pedang batu yang lebar dalam neraka. Maka dibakar ia didalam neraka jahannam, di setrika dengannya pipi, kening, dan punggungnya. Setiap api itu padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa) untuk jangka waktu lima puluh ribu tahun, hingga selesai pengadilan umat manusia semuanya. Maka ia melihat jalannya, apakah ke sorga atau ke neraka. (H.R.Muslim dari Abu Huroiroh)
Menurut sebagian Ulama, termasuk dalam kategori mata uang emas dan perak yang berlaku pada waktu itu, adalah mata uang yang berlaku saat ini di masing-masing negara. Oleh karena itu, segala macam bentuk penyimpanan uang, seperti tabungan, deposito, atau lainnya, termasuk dalam kriteria penyimpanan emas dan perak. Dengan demikian penetapan nishob dan besarnya zakat disetarakan dengan emas atau perak.
Pada umumnya harga perak lebih rendah dari emas, karenanya dengan pertimbangan lebih berhati-hati, hendaknya zakat dikeluarkan apabila sudah setara dengan nishob perak (543,35gr).
Dengan demikian apabila seseorang mempunyai simpanan berupa tabungan, deposito, dan lain-lain yang lebih dari kebutuhan minimal sehari-hari (sandang, pangan dan papan) dan telah mencapai nishob, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Emas dan perak yang dipergunakan sebagai perhiasan dengan cara yang diperbolehkan oleh syara’, asal tidak berlebihan, seperti emas dan perak yang dipergunakan perhiasan oleh perempuan, atau perak yang dipergunakan perhiasan oleh laki-laki, tidak dikenakan zakat atasnya walaupun sudah mencapai nishob. Namun Madzhab Hanafi berpendapat, perhiasan emas dan perak yang dipergunakan secara halal tetap wajib dikenakan zakat apabila sudah mencapai nishob.
Sebagian Ulama berpendapat, bahwa batas kewajaran bagi perhiasan, adalah apabila berat perhiasan yang di kenakan mencapai 720 gram (200 mitsqol), maka apabila perhiasan yang dikenakan mencapai berat tersebut wajib dikenakan zakat atasnya.
3.Zakat atas perniagaan (Tijaroh)
Yang dimaksud dengan harta perniagaan, adalah semua yang dipergunakan untuk diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang, seperti alat-alat, pakaian, hewan ternak, mobil dan lain-lain, maupun berupa jasa. Demikian menurut Madzhab Maliki, seperti jasa transportasi, perhotelan, dan lain-lain yang diusahakan oleh perorangan maupun oleh usaha perserikatan, seperti C.V, P.T. dan lain-lain.
Termasuk dalam kategori perniagaan, mambeli sesuatu dengan tujuan sebagai investasi yang kelak akan dijual apabila memperoleh keuntungan, walaupun disertai dengan tujuan dipergunakan sendiri selama belum terjual, seperti membeli tanah, mobil, dan lain-lain, namun menurut Madzhab Maliki zakat yang harus dikeluarkan hanya ketika sudah terjual, bukan setiap genap satu tahun (haul).
Bukan termasuk perniagaan, usaha yang dijalankan dengan cara pembibitan, yakni pengembangan usaha yang di hasilkan dari hasil pengembangbiakan dari induk, seperti membeli telur ayam untuk di jual hasil penetasannya, membeli biji tanaman untuk dijual hasil tumbuhan yang dihasilkan.
Azas pendekatan zakat atas harta perniagaan
Nishobnya setara dengan 543,35 gram perak, bukan setara dengan nishob emas, demikian ini disebabkan, pada umumnya harga perak lebih rendah dari harga emas, dan terdapat ketentuan, apabila harta perniagaan sudah setara dengan salah satu dari nishob emas atau perak maka harus dikeluarkan zakat atasnya .
Acuan perhitungan yang digunakan, adalah laporan buku tahunan (akhir haul), meliputi uang kas, piutang dapat tertagih dan barang yang siap diperdagangkan (persediaan barang).
Sedangkan tanggungan hutang yang belum dibayar menurut Madzhab Hanbali dapat mengurangi kadar zakat yang harus dikeluarkan, atau bahkan menggugurkan kewajiban zakat sekira tanggungan hutang yang harus dibayar menyebabkan obyek zakat tidak mencapai nishob, hal di atas apabila tanggungan hutang tidak dapat terbayar kecuali dengan menggunakan obyek zakat, sekira tidak ada harta lain diluar kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) yang dapat digunakan untuk membayar hutang .
- Tidak dikenakan pada modal investasi/aktiva tetap, seperti bangunan, peralata-peralatan dan lain-lain
- Komoditas yang diperdagangkan halal.
- Diperhitungkan sebelum pajak (before tax) sesuai dengan UU PPH No.17 Tahun 2000 .
- Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah berdasarkan market value.
7 Usaha patungan dengan non muslim labanya dipisahkan secara proposional berdasarkan modal masing-masing
- Kompensasi rugi tahun lalu, tidak diperkenankan dikurangkan pada penghasilan tahun berjalan.
- Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain dengan mempertimbangkan yang lebih bermanfaat bagi mustahiqqin.
Diperkenankan membayar dimuka zakat cicilan (ta’jil) per periode haul.
Modal perdagangan yang digunakan untuk kepentingan lain (qinyah), tidak lagi menjadi komponen zakat yang diperhitungkan.
Cara menghitung zakat perniagaan
Kekayaan yang dimiliki usaha perniagaan tidak akan lepas dari salah satu atau semua dari tiga bentuk di bawah ini :
Kekayaan dalam bentuk barang (persediaan barang).
Uang tunai (uang kas).
Piutang dapat tertagih.
Yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta di atas.
Contoh 1 :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku akhir tahun (haul) per 1 Muharrom 1423 H. memiliki keadaan sebagai berikut:
Stok meubel 5 set seharga Rp 10.000.000.
Uang tunai (kas) Rp 15.000.000.
Piutang dapat tertagih Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000.
Zakat yang harus dikeluarkan adalah : 2,5 % x Rp 27.000.000. = Rp 675.000.
Nishob zakat setara dengan 543,35gr perak, asumsi harga perak @Rp 5000.= 543,35 x Rp 5000 = Rp 2.716.750.
Contoh 2 :
Sebuah toko pakaian pada tutup buku akhir tahun (haul) per 1 Muharrom 1423 H. memiliki keadaan sebagai berikut :
Stok barang senilai Rp 15.000.000.
Uang tunai (kas) Rp 5.000.000.
Piutang dapat tertagih Rp 10.000.000.
Jumlah Rp 30.000.000.
Hutang belum terbayar (tidak dapat Rp 5.000.000.
terbayar kecuali dengan harta wajib zakat)
Saldo Rp 25.000.000.
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 2,5 % x 25.000.000. = Rp 625.000.
Contoh 3 :
Neraca PT PERMATA per 1 Muharrom (haul) menyajikan informasi sebagai berikut :
NERACA
Per 1 Muharrom 1423 H. (Dalam jutaan rupiah)
AKTIVA LANCAR
Kas 5.670.
Bank 17.100.
Piutang usaha 20.000.
Persediaan 65.800.
Total aktiva lancar 108.570.
AKTIVA TETAP
Kendaraan 26.500.
Akumulasi Penyusutan (23.850)
Nilai Buku 2.650.
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Hutang usaha 46.340.
Hutang gaji 1.950.
Total kewajiban
Jangka pendek 48.290.
KEWAJIBAN JANGKA
PANJANG 35.000
EKUITAS
Modal saham 27.930
TOTAL AKTIVA 111.220 TOTAL KEWAJIBAN
DAN EKUITAS 111.220
Catatan :
Seluruh piutang usaha termasuk dalam kategori lancar.
Kewajiban hutang telah memenuhi ketentuan seperti telah di kemukakan diatas.
Berdasarkan informasi di atas, zakat yang yang wajib di keluarkan P.T. PERMATA dapat di hitung sebagai berikut :
Harta kena zakat
Kas Rp 5.670.000.000.
Piutang usaha Rp 20.000.000.000.
Persediaan Rp 75.000.000.000.
Jumlah (A) RP 117.720.000.000.
Kewajiban yang mengurangi harta kena zakat
Hutang usaha Rp. 46.340.000.000.
Hutang gaji Rp 1.950.000.000.
Jumlah (B) Rp 48.290.000.000.
Selisih (A-B) Rp 69.430.000.000.
Zakat yang harus di keluarkan :
2,5% x Rp 69.430.000.000. = 1.735.750.000.
(Penghitungan dapat berlaku untuk perseorangan maupun pada perusahaan patungan).
Zakat atas penghasilan (profesi)
Zakat atas penghasilan atau zakat profesi adalah istilah yang muncul dewasa ini. Adapun istilah Ulama salaf bagi zakat atas penghasilan atau profesi biasanya di sebut dengan “Almalul mustafad” , yang termasuk dalam kategori zakat mustafad adalah, pendapatan yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, dan lain-lain, atau rezeki yang di hasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi), dan lain-lain.
Mayoritas Ulama’ tidak mewajibkan zakat atas hasil yang didapat dengan cara di atas, namun Ulama kontemporer seperti D.R.Yusuf Qordlowi berpendapat wajib di keluarkan zakatnya, hal demikian merujuk pada salah satu riwayat pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanbali) dan beberapa riwayat yang menjelaskan hal tersebut.
Diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang di kembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah pada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan almadholim (barang ghosob/curiang yang di kembalikan) diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin) yang di berikan kepada yang menerimanya.
Atas dalil-dalil tersebut di atas dengan merujuk pada Madzhab Hanbali, beberapa Ulama kontemporer berpendapat adanya zakat atas upah atau hadiah yang di peroleh seseorang. Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya atau hadiah yang didapat menjadi kaya, maka ia wajib zakat atas kekayaan tersebut. Akan tetapi jika hasil yang di dapat hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, atau lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat, bahkan apabila hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka ia tergolong mustahiq zakat.
Nishob dan kadar zakat mustafad
Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishob dan kadar zakat profesi, yang di kemukakan oleh beberapa Ulama kontemporer, berikut masing-masing pendapat tersebur :
- Menganalogikan (men-qiyas-kan) secara mutlak dengan hasil pertanian, baik nishob maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob hasil pertanian yaitu 652,5 kg beras (hasil konversi D.R.Wahbah Azzuhaili), kadar yang harus di keluarkan 5% dan harus dikeluarkan setiap menerima.
- Menganalogikan nishobnya dengan zakat hasil pertanian, sedangkan kadar zakatnya dianalogkan dengan emas yakni 2,5%. Hal tersebut berdasarkan atas qiyas atas kemiripan (qiyas syabah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni :
a.Model memperoleh harta tersebut mirip dengan panen hasil pertanian. Dengan demikian maka dapat di qiyaskan dengan zakat pertanian dalam hal nishobnya.
b.Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan adalah berupa mata uang. Oleh sebab itu, bentuk harta ini dapat diqiyaskan dengan zakat emas dan perak (naqd) dalam hal kadar zakat yang harus di keluarkan yaitu 2,5%.
Adapun pola penghitungan nishobnya adalah dengan mengakumulasikan pendapatan perbulan pada akhir tahun, atau di tunaikan setiap menerima, apabila telah mencapai nishob.
- Mengkategorikan dalam zakat emas atau perak dengan nengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang masa kini dengan emas atau perak (lihat penjelasan zakat uang). Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob emas atau perak sebagaimana penjelasan terdahulu, dan kadar yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Sedangkan waktu penunaian zakatnya adalah segera setelah menerima (tidak menuggu haul).
Pendapat ketiga inilah yang saya ambil sebagai pegangan, karena sesuai dengan yang tercantum didalam kitab Madzhab Hanbali yang menjadi acuan atas diwajibkannya zakat profesi dan pendapatan tak terduga tanpa harus menganalogkan (men-qiyas-kan) secara paksa dengan zakat-zakat yang lain dengan mempertimbangkan kemampuan menganalogkan (men-qiyas-kan) permasalahan, sehingga menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan hukum.
Zakat mustafad dari hasil hadiah undian atau kuis
Apabila harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis baik dalam bentuk uang atau barang sudah setara dengan nishob perak maka zakat yang di keluarkan adalah 2,5%, sebagaimana zakat emas dan perak, dan di tunaikan segera setelah diterima.
Hadiah berupa uang tunai yang pajakanya ditanggung oleh penerima, zakatnya dihitung setelah dipotong pajak (after tax), hal demikian disebabkan pada umumnya apabila pajak hadiah ditanggung oleh penerima , maka hadiah yang diterima sudah dipotong pajak, sehingga kenyataan hasil yang diterima adalah sejumlah yang sudah terpotong pajak. Sedangkan hadiah yang pajaknya tidak ditanggung oleh penerima atau hadiah berupa barang, baik pajaknya ditanggung oleh penerima atau tidak, maka zakatnya dihitung sebelum pajak (before tax) karena kewajiban pajak tidak berpengaruh atas penghitungan zakat dari hasil yang diterima.
Contoh 1:
Bapak Sulaiman memperoleh hadiah sebesar Rp 100.000.000. pajak hadiah ditanggung pemenang. Cara menghitung zakatnya adalah :
Hadiah Rp 100.000.000.
Pajak 20% x 100.000.000. Rp 20.000.000.
Total yang diterima Rp 80.000.000.
Maka zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% x Rp 80.000.000 = 2.000.000.
Nishob setara dengan 543,35gr perak, asumsi harga perak @ Rp 5000. = 543,35 x 5000 = Rp 2.716.750.
Contoh 2:
Bapak Samsul memperoleh hadiah mobil senilai 200.000.000.pajak hadiah ditanggung atau tidak di tanggung pemenang. Cara menghiting zakatnya adalah:
Nilai hadiah Rp 200.000.000.
Pajak 20% x 200.000.000. Rp 40.000.000.
Maka zakat yang dikeluarkan adalah : 2,5% x 200.000.000 = 5.000.000. (pajak hadiah tidak mengurangi nilai zakat yang dihitung).
Zakat An nafs (Zakat fitrah)
Ibnu Qutaibah berkata :
Yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah zakat jiwa, istilah itu diambil dari kata fitrah yang berarti asal kejadian. Dengan demikian zakat fitrah adalah zakat atas jiwa sebagai pembersih jiwa, sebagaimana zakat mall sebagai pembersih harta dari hak-hak mustahiq.
Adapun hikmah diwajibkannya zakat fitrah dalam bulan Romadlon adalah :
Menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin. Dengan zakat yang diberikan, mereka tercukupi kebutuhannya pada saat hari raya dan dapat bersuka cita bersama lainnya.
Bagi yang menunaikannya, hal tersebut sebagai pembersih dari kekhilafan-kekhilafan yang dilakukan saat berpuasa. Hal ini ditegaskan oleh Rosululloh S.A.W. dalam haditsnya, dari Ibnu Abbas R.A yang diriwayatkan Imam Ahmad : Zakat fitrah merupakan pembersih bagi orang yang berpuasa dari berbagai macam hal yang tidak bermanfaat dan perkataan yang “rofats” (jorok dan kotor), juga sebagai hidangan bagi kaum miskin………
Kewajiban zakat fitrah
Kewajiban zakat fitrah berlaku bagi mereka yang mempunyai kekayaan harta senilai satu nishob perak atau setara dengan nilai 543,35 gr perak diluar kebutuhan sandang pangan dan papan bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Demikian menurut Madzhab Hanafi. Sementara menurut tiga Madzhab lainnya zakat fitrah di wajibkan atas mereka yang pada saat malam dan siangnya hari raya, mempunyai kelebihan dari kebutuhan sandang, pangan dan papan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Disamping zakat fitrah wajib di tunaikan atas dirinya, juga wajib ditunaikan atas orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri yang tertalak roj’i (istri yang sudah dikumpuli dan tertalak satu atau dua) yang masih dalam masa iddah.
Zakat fitrah hanya wajib bagi mereka yang menjumpai bagian dari bulan Romadlon dan tanggal satu Syawwal (terhitung mulai masuk waktu Maghrib malam lebaran). Oleh karenanya seorang yang meninggal setelah masuk waktu Maghrib malam lebaran (memasuki tanggal satu syawwal), harus ditunaikan zakat fitrah atasnya, demikian pula bayi yang baru dilahirkan sesaat sebelum masuk waktu Maghrib dan terus hidup sampai masuk waktu Maghrib malam lebaran orang tua harus menunaikan zakat fitrah atasnya, sebaliknya orang yang meninggal sebelum masuk waktu Maghrib malam lebaran (sebelum masuk tanggal satu Saywwal) dan bayi yang dilahirkan setelah masuk waktu maghrib malam lebaran (setelah masuk tanggal satu Syawwal) tidak wajib di tunaikan zakat atasnya.
Zakat fitrah harus ditunaikan selambat-lambatnya sebelum masuk waktu Maghrib hari raya (masuk tanggal dua Syawwal) dan boleh ditunaikan mulai masuk bulan Romadlon (ta’jil).
Kadar zakat fitrah
Kadar zakat fitrah yang harus di tunaikan adalah, satu sho’dari makanan pokok (beras putih) atau setara dengan 2,720 kg beras putih. Demikian menurut hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin Ali, namun menurut hasil konversi lain yang di sebutkan dalam kitab Mukhtashor Tasyyidul bunyan satu sho’ setara dengan 2,5 kg. Wallohu a’lam Bisshowab.
Disamping zakat fitrah di tunaikan dalam bentuk beras putih juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang senilai beras putih yang harus dikeluarkan. Demikian menurut Madzhab Maliki. Sedangkan menurut Madzhab Hanafi zakat fitrah dapat ditunaikan dalam bentuk uang senilai setengah sho’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg.
BAB IV
MANAJEMEN DISTRIBUSI ZAKAT
Orang yang berhak menerima zakat (Mashorifuz zakat)
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat, terbagi atas delepan golongan (ashnaf), sebagaimana diterangkan dalam Alqur’an :
انما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم.
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,miskin,amil-amil zakat,para mu’allaf yang di luluhkan hatinya, para budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan alloh, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Alloh, dan Alloh maha mengetahui lagi maha bijaksana.(Q.S.Attaubah :60)
1 dan 2. Fakir dan Miskin
Fakir dan Miskin adalah mereka yang kebutuhan hidupnya tidak tercukupi, mereka berasal dar golongan :
Orang yang tidak punya harta dan usaha sama sekali.
Orang yang punya harta atau usaha , tapi tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga yang harus ditanggungnya (penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya).
Orang yang punya harta dan usaha, tapi hanya dapat mencukupi separuh atau lebih sedikit dari kebutuhannya dan keluarga yang harus ditanggungnya (tidak nencukupi seluruh kebutuhan hidupnya).
Bagian fakir miskin
Fakir miskin terbagi menjadi :
- Orang yang sanggup bekerja dan mencari nafkah yang dapat mencukupi dirinya dan keluarganya seperti buruh, pedagang kecil, petani, dan lain-lain, akan tetapi mereka kekurangan sarana, prasarana atau modal, sehingga tidak dapat memperoleh hasil yang mencukupi kebutuhannya. Mereka diberi sesuatu yang memungkinkannya dapat mencari nafkah sesuai dengan kebutuhannya, seperti diberi modal usaha, sehingga mereka akan dapat mencukupi kebutuhan hidupnya secara layak untuk seterusnya dan mereka tidak lagi membutuhkan zakat untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian mereka yang tidak bekerja (pengangguran) karena malas, padahal sebenarnya masih terdapat lapangan/kesempatan bekerja yang layak baginya, mereka bukan tergolong fakir miskin, sehingga tidak berhak atas zakat, karena sesungguhnya mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang tidak mampu bekerja dan mencari nafkah seperti orang lumpuh, buta, janda, tua renta, dan lain-lain. Mereka diberi zakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
- Orang yang tidak mempunyai kesempatan bekerja karena kesibukan belajar atau mengajar (ilmu agama), sedang kebutuhannya tidak tercukupi. Mereka diberi zakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
- Amil zakat
Amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh penguasa untuk mengurus zakat dan segala persoalannya.
Hadits Nabi S.A.W :
استعملني عمر على الصدقة فلما فرغت وأديتها اليه أمر لي بعمالة, فقلت انما عملت لله, فقال : خذ ما أعطيت فاني عملت على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فعملني, فقلت مثل قولك, فقال رسول لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : اذا أعطيت شيأ من غير أن تسأل فكل وتصدق.
Aku (Abdulloh bin As Sa’dy) telah di angkat Umar untuk menjadi seorang amil mengurus zakat. Maka manakala aku telah selesai mengerjakan urusan itu dan aku serahkan kepadanya, Umarpun menyuruh memberikan kepadaku upahku. Disaat itu aku berkata : Saya beramal karena Alloh, mendengar itu Umar berkata : Aku sendiri di masa Rosululloh S.A.W sering di jadikan seorang amil, dan aku juga pernah mengatakan kepada Rosulululloh S.A.W. seperti apa yang engkau katakan kepadaku ini. Perkataanku di jawab Rosul dengan sabdanya : Apabila di berikan sesuatu kepada engkau dengan tidak engkau memintanya, maka makanlah dan sedekahkanlah. (H.R.Bukhori Muslim).
Syarat-syarat amil zakat :
Muslim yang jujur dan amanah.
Mukallaf (baligh dan berakal).
Laki-laki.Menurut salah satu pendapat dalam Madzhab Hanbali tidak disyaratkan laki-laki.
Sehat pendengaran dan pengelihatan.
Memahami hukum-hukum zakat.
Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Petugas zakat yang bersifat pendukung seperti sekretaris, pengumpul zakat, pencatat zakat, hanya disyaratkan, muslim, jujur, mukallaf, dan laki-laki.
Tugas amil zakat
Secara garis besar, tugas amil zakat terdiri dari dua bagian :
- Urusan pengumpulan zakat.
Tugasnya adalah melakukan sensus terhadap orang yang wajib zakat (muzakki), jenis harta yang mereka miliki, besar harta yang wajib dizakati. Kemudian amil memungutnya dari para wajib zakat, menyimpannya dan menjaganya untuk selanjutnya diserahkan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
- Urusan pembagian zakat
Tugasnya adalah memilih cara yang paling tepat untuk mengetahui para penerima zakat (mustahiq), kemudian melaksanakan klarifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak mereka, selain itu amil juga menghitung jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya hidup yang cukup untuk mereka. Akhirnya data ini di gunakan untuk meletakkan dasar-dasar yang sehat dalam pembagian zakat tersebut, sesuai dengan jumlah dan kondisi sosialnya dan tepat sasaran.
Hak dan kewajiban amil zakat
Tugas-tugas yang dipercayakan pada amil zakat adalah bersifat pemberian kuasa dari penguasa, karenan amil zakat adalah mereka yang membantu penguasa untuk mengumpulkan, menyalurkan dan urusan-urusan lain yang berhubungan dengan zakat, sehingga sewaktu-waktu dapat diganti atau diberhentikan oleh yang berwenang.
Hasil yang terkumpul dari muzakki harus disalurkan sesuai dengan kebutuhan mustahiq, baik dalam bentuk uang tunai atau barang yang dibutuhkan mustahiq, seperti alat-alat pertanian, pertukangan dan lain-lain, dan tidak dapat diperdagangkan, dikembangkan sebelum diserahkan kepada mustahiq, karena pada hakekatnya mereka adalah wakil dari para mustahiq dalam penerimaan zakat.
Para petugas zakat (amil zakat) meskipun kaya, berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil zakat yang di berikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan syarat tidak melebihi dari upah umumnya serta mempertimbangkan kinerja dan keuangan zakat, dan bahwa kuota tersebut tidak melebihi seperdelapan zakat (12,5%), namun sebaiknya gaji para petugas zakat ditetapkan dan diambil dari anggaran Pemerintah, sehingga hasil zakat dapat di salurkan sepenuhnya kepada para mustahiq. Seorang petugas zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah atau hibah, baik dalam bentuk uang ataupun barang.
Seorang petugas zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap uang dan barang zakat yang ada di kekuasaannya, dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kurang perhatiannya. Instansi yang mengangkat dan membentuk lembaga zakat harus mengadakan inspeksi dan mengaudit serta menindak lanjutinya, dari lembaga zakat.
Petugas zakat harus mempunyai etika keislaman secara umum, seperti bersikap santun dan ramah kepada para muzakki dan mustahiq serta selalu mendoakan mereka.
Petugas zakat seharusnya dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinya dalam masyarakat Islam,dan menyalurkan zakat dengan segera.
Seharusnya lembaga zakat mempunyai sarana gedung, administrasi dan sarana-sarana lain yang diperlukan yang diambilkan dari anggaran pemerintah atau dermawan, bukan dari zakat yang terkumpul.
- Golongan muallaf
Golongan muallaf ialah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau harapan keislamannya diikuti oleh lainya, atau terhalangnya niat jahat atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
Kelompok muallaf ini terbagi kedalam beberapa golongan, yang muslim maupun yang non muslim, yaitu:
Golongan muslim yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya terhadap Islam dapat bertambah.
Pimpinan atau tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam dan banyak mempunyai pengikut yang masih belum Islam dengan harapan keislamannya diikuti oleh para pengikutnya.
Kaum muslim yang bertempat di perbatasan kantong-kantong non muslim dengan harapan dapat menghalau serangan atas kaum muslimin atau dapat memberikan informasi penting yang berguna dalam strategi peperangan.
Golongan non muslim yang diharapkan keislamannya atau mencegah niat jahatnnya terhadap kaum muslim dengan pemberian zakat. Demikian menurut Madzhab Hanbali.
Dalam urusan muallaf golongan ketiga , penguasa-(pemerintah)-lah yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan ada tidaknya kebutuhan terhadap kelompok ini. Penentuan kriteria serta pemberian kepada meraka sesuai dengan kemaslahatan Islam dan kebutuhan kaum muslimin.
Muallaf termasuk dalam kategori delapan golongan yang berhak menerima zakat, legalitas hukumnya masih tetap berlaku sampai sekarang dan tidak di nasakh, Namun Madzhab Hanafi berpendapat Golongan muallaf legalitas hukumnya sudah ternasakh dengan Hadits Nabi S.A.W :
فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم .
“Beritahu pada mereka bahwa sesungguhnya Alloh telah mewajibkan zakat atas orang-orang Islam yang kaya dan di berikan pada orang-orang Islam yang fakir” (H.R.Bukhori Muslim), juga sudah tidak diterapkan pada zaman khalifah Abu Bakar Asshiddiq R.A dikarenakan tujuan semula dari pemberian zakat pada golongan muallaf adalah untuk memperkuat posisi Islam, sedangkan hal itu pada saat ini sudah tidak dibutuhkan.
Dengan mengacu pada pendapat selain Madzhab Hanafi, maka bidang-bidang yang medapat kuota muallaf adalah :
Menjinakkan hati pihak-pihak yang diharapkan dapat diajak masuk Islam, terutama orang-orang yang mempunyai posisi penting dalam merealisir kemaslahatan kaum muslimin
Mengajak aktor-aktor penting, baik kalangan pemerintah maupun pimpinan masyarakat, untuk bekerja sama mewujudkan kesejahteraan warga minoritas muslim dan membantu menyelesaikan persoalan-parsoalan mereka.
Mengajak aktor-aktor penting untuk mengurusi orang-orang yang baru memeluk agama Islam agar menguatkan hati mereka untuk tetap memeluk agama Islam, dan mengajak para dermawan untuk menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan, yang dapat membuat mereka tenang memeluk agama Islam.
Dalam menyalurkan kuota muallaf ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam menyalurkan dana kuota ini harus diperhatikan tujuan dan orientasi kebijaksanaan hukum yang pada akhirnya harus mendukung tujuan kebijaksanaan syari’at Islam .
Ditekankan agar penyaluran kuota ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian, guna menghindari efek samping yang tidak diinginkan atau reaksi negatif yang terjadi di hati para muallaf tersebut, sehingga mengakibatkan kerusakan yang tidak diinginkan terhadap kaum muslimin.
Disarankan agar menggunakan sarana-sarana dan teknik-teknik yang canggih serta yang menarik perhatian dan menyeleksi yang terbaik dan lebih efektif dalam mencapai tujuan hukum dari penyaluran zakat ini.
Riqob artinya budak (hamba sahaya) yang menjalin perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan jumlah tertentu maka ia akan merdeka (Akad Kitabah). Dana untuk memerdekakan budak artinya adalah dana yang dipergunakan untuk membebaskan Riqob.
Dana untuk memerdekakan budak tidak diberikan kepada budak yang bersangkutan atau kepada tuannya atas sepengetahuannya, kecuali untuk keperluan pembebasannya. Jumlah harta zakat yang di alokasikan untuk riqob ini sesuai dengan kebutuhan dan prioritas. Golongan ini pada masa kini barangkali sudah tidak dijumpai lagi.
Ghorimin (Orang yang berhutang)
Ghorimin adalah orang yang mempunyai hutang yang dapat tertagih, sedang ia tidak mempunyai harta senilai lebih dari satu nishob perak atau setara dengan nilai 543,35 gr perak diluar kebutuhan hidupnya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk membayar hutangnya. Demikian menurut Madzhab Hanafi.
Macam-macam Ghorimin
Orang yang berhutang karena kebutuhannya seperti untuk biaya pengobatan, biaya perkawinan, melunasi hutang, membayar denda, dan lain-lain dan ia merasa kesulitan untuk melunasi hutangnya.
Orang yang yang berhutang untuk kepentingan orang lain, seperti untuk menanggung pihak-pihak yang bertikai guna meredam pertikaian di antara mereka.
Orang yang berhutang untuk di pergunakan pada keperluan kepentingan umum seperti pembangunan masjid, jembatan, dan lain-lain.
Syarat-syarat Ghorimin
Tidak mempunyai harta senilai lebih dari satu nishob perak atau setara dengan 543,35 gr. Demikian menurut Madzhab Hanafi. Sedangkan tiga Madzhab lain berpendapat, zakat dapat di berikan pada Ghorimin walaupun mampu membayar hutangnya, kecuali Ghorimin yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya, maka disyaratkan tidak mempunyai kelebihan harta diluar kebutuhan hidupnya dan orang yang harus ditanggungnya.
Ia mempunyai hutang untuk melaksanakan ketaatan kepada Alloh atau mengerjakan sesuatu urusan yang diperbolehkan menurut ketentuan hukum Islam. Sedangkan apabila ia mempunyai hutang karena satu kemaksiatan atau pekerjaan yang di haramkan, seperti berhutang untuk dipergunakan secara berlebih-lebihan/boros (Isrof) padahal ketika berhutang ia sudah dapat memperkirakan tidak akan dapat melunasinya, judi, dan lain-lain maka ia tidak berhak menerima zakat
Ia mempunyai hutang yang sudah jatuh tempo, atau tidak menyebutkan waktu pembayaran hutang.
Bagian Ghorimin
Golongan Ghorimin mendapat bagian zakat sejumlah hutang yang ditanggungnya dan hanya digunakan untuk membayar hutangnya, tidak di perkenankan untuk keperluan lain.
Hal-hal yang berkaitan dengan Ghorimin
Bila kreditor (yang menghutangi) membebaskan piutangnya dari seorang debitur (yang punya hutang), hal tersebut tidak dapat di anggap sebagai zakat,walaupun debitur berhak menerima zakat. Demikian menurut pendapat yang kuat dari Madzhab Sayafi’i dan Maliki. Diantara bentuk-bentuk cabang dari masalah ini dapat disebutkan sebagai berikut :
Bila seorang wajib zakat membayar zakat kepada debiturnya, kemudian setelah diterima, debitur mengembalikannya kepada kreditor sebagai pelunasan atau cicilan hutangnya tanpa ada persyaratan sebelumnya, maka zakat di anggap sah dan hutang terpenuhi.
Bila kreditor membayar zakat hartanya kepada debitur dengan syarat herus dikembalikan kepadanya sebagai pembayaran atau cicilan hutang, maka zakat tidak sah dan hutang tidak terbayar.
Bila debitur mengatakan kepada kreditur, “Bayarkan saja zakat hartamu kepadaku biar dapat kubayar atau kucicil hutangku kepadamu” Kemudian hal tersebut dilaksanakan, maka zakat tersebut sah. Harta menjadi milik debitur. Dia tidak harus membayarkannya kepada kreditur sebagai pelunasan atau cicilan hutangnya.
Bila kreditur mengatakan kepada debitur, ”Bayarlah hutangmu kepadaku, nanti akan kukembalikan kepadamu dalam bentuk zakat”.Kemudian hal tersebut dilaksanakan, maka hutang terbayar dan kreditur tidak harus mengembalikan kepada debitur dalam bentuk zakat.
Fi-sabilillah (Di jalan Alloh)
Fi-sabilillah adalah mereka yang berjuang untuk membela dan menegakkan agama Islam dengan cara berperang atau menyebarkan agama dan ajara-ajaran agama Islam. Golongan fi-sabilillah saat ini adalah :
Para mujahidin yang berperang untuk membela dan mempertahankan tegaknya agama Islam, yang tidak mendapat gaji dari penguasa.
Para Ustadz, Ulama, Mu’adzin, yang mengajarkan, menyebarkan dan menyeru ajaran-ajaran agama Islam, dan mereka tidak mendapat bayaran dari penguasa.
Demikian menurut Madzhab Maliki.
Sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam, serta sarana-sarana untuk kepentingan umum, seperti Madrasah, Pondok Pesantren, Masjid, Musholla, jembatan, dan lain-lain. Demikian menurut pendapat para Ulama yang di kutip oleh Imam Qoffal.
Dengan demikian yang dimaksud dengan golongan fi-sabilillah adalah memperjuangkan agama secara umum yang bertujuan memelihara dan menjunjung tinggi agama, seperti maju ke medan pertempuran, dakwah, membela hukum Islam, menentang berbagai jenis serangan terhadap ajaran Islam dan sebagainya.
Dari sini jelas bahwa fi-sabilillah tidak berarti hanya terbatas pada kegiatan militer, tetapi lingkupnya lebih luas seperti :
Pendanaan kegiatan kemiliteran yang berusaha menaikkan martabat Islam, menghadapi dan mempertahankan berbagai serangan terhadap Islam dan kaum muslimin di berbagai tempat, seperti di Palestina, Afghanistan, Iraq, Filipina dan lain-lainnya.
Membantu kegiatan, baik pribadi maupun kelompok yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kepada pihak Islam, melaksanakan hukum Islam, menentang semua gerak langkah musuh-musuh Islam yang bertujuan mengikis akidah Islam dan menyingkirkan hukum Islam dari percaturan dunia.
Memberikan suntikan dana kepada pusat-pusat kegiatan dakwah Islam guna menyiarkan agama Islam dengan berbagai cara, dan pembangunan masjid-masjid sebagai pusat kegiatan dakwah.
Memberikan suntikan dana terhadap kegiatan-kegiatan yang bekerja serius untuk melanggengkan Islam terutama di daerah-daerah minoritas muslim.
Melengkapi dan memenuhi sarana-sarana yang dibutuhkan kaum muslim, seperti jembatan, dan lain-lain, terutama di daerah-daerah minoritas muslim yang minus dan belum tersentuh oleh pembangunan.
Ibnu sabil
Ada beberapa pendapat tentang arti dari Ibnu sabil sebagaimana diuraikan berikut ini :
Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan menuju suatu tujuan dan tidak untuk bermaksud ma’siyat, baik karena tersesat, salah perhitungan, hilang perbekalannya karena dicuri/dirampok, dan lain-lain, sedang ia tidak mempunyai bekal yang di butuhkan. Demikian menurut Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali
Orang yang bermaksud mengadakan perjalanan bukan untuk maksiyat seperti belajar, mengunjungi sanak keluarga, dan lain-lain, tetapi tidak mendapat biaya untuk bekal perjalanannya. Demikian menurut Madzhab Syafi’i.
Zakat yang diberikan kepada mereka hanya sekedar bekal perjalanan yang mereka butuhkan.
Syarat-syarat orang yang berhak menerima zakat
Orang muslim. Secara umum orang non muslim tidak berhak atas bagian dari harta zakat, kecuali mereka yang termasuk dalam kategori muallaf mengikuti pendapat dari Madzhab Hanbali.
Bukan dari golongan keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthollib (Ahlul bait). Namun menurut beberapa Ulama’. Pada masa kini golongan Bani Hasyim dan Bani Muthollib dapat menerima zakat, karena pada saat ini mereka sudah tidak mendapat bagian dari hasil rampasan perang.
Tidak dalam tanggungan muzakki (wajib zakat), yakni zakat tidak dapat di berikan kepada mereka yang menjadi tanggungan muzakki seperti anak, istri, orang tua, dan lain-lain.
Bukan orang yang mempunyai kelebihan harta senilai satu nishob perak (543,35 gr) dari kebutuhan hidupnya dan orang yang menjadi tanggungannya, kecuali apabila termasuk dalam kategori Amil, Riqob dan ibnu sabil. Demikian menurut Madzhab Hanafi.
Tidak menerima zakat dari satu orang, dengan mengatas namakan dua golongan sekaligus dari delapan golongan diatas secara bersamaan, seperti menerima zakat dari seseorang disamping atas nama fakir miskin juga sekaligus atas nama ghorimin.
Tata cara pembagian zakat kepada Mustahiq
Harta zakat dibagikan kepada semua mustahiq, apabila zakat itu banyak dan mencukupi semua sasaran zakat (ashnaf) yang ada, dan kebutuhannya relatif sama.
Apabila diperkirakan semua ashnaf ada, maka tidak wajib menyama ratakan pembagiannya antara ashnaf yang satu dengan yang lain. Karenanya kalaupun seseorang mustahiq mendapat bagian lebih dari yang lain, hal itu didasarkan pada sebab yang benar dan demi kebaikan, bukan berdasarkan hawa nafsu.
Diperbolehkan memberikan semua harta zakat pada ashnaf tertentu.
Bagi mustahiq yang produktif dan punya potensi untuk diberdayakan, maka zakat untuk mereka hendaknya di berikan dengan bentuk yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta mendorong produktifitas mereka, tidak dalam bentuk yang membuat mereka justru menjadi konsumtif. Prinsipnya adalah mendorong mereka untuk dapat berkembang dan semakin produktif, dengan demikian pada masa selanjutnya mereka bukan lagi menjadi mustahiq bahkan menjadi muzakki (wajib zakat).
BAB V
Tabel nishob dan kadar zakat hewan ternak
- Unta
Nishob unta adalah Mulai 5 ekor. Artinya bila seseorang memiliki 5 ekor unta, maka ia telah mulai terkena wajib zakat. Selanjutnya zakat akan bertambah jika jumlah unta yang dimiliki juga bertambah. Berikut rinciannya :
Jumlah (Ekor) Zakat
5-9 1 ekor kambing umur 2 tahun, atau1 ekor domba umur 1 tahun
10-14 2 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umur 1 tahun
15-19 3 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umur 1 tahun
20-24 4 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umu1 tahun
25-35 1 ekor unta betina umur genap 1 tahun
26-45 1 ekor unta betina umur genap 2 tahun
46-60 1 ekor unta betina umur genap 3 tahun
61-75 1 ekor unta betina umur genap 4 tahun
76-90 2 ekor unta betina umur genap 2 tahun
91-120 2 ekor unta betina umur genap 3 tahun
Selanjutnya jika bertambah 40 ekor zakatnya bertambah 1 ekor unta betina umur genap 2 tahun. Dan jika bertambah 50 ekor zakatnya bertambah 1 ekor unta betina umur genap 3 tahun.
Sapi
Nishob sapi adalah mulai 30 ekor. Artinya bila seseorang memiliki 30 ekor sapi, maka ia telah mulai terkena wajib zakat. Selanjutnya zakat akan bertambah jika jumlah sapi yang dimiliki juga bertambah. Berikut rinciannya :
Jumlah (ekor) Zakat
30-39 1 ekor sapi umur genap 1 tahun
40-59 1 ekor sapi umur genap 2 tahun
60-69 2 ekor sapi umur genap 1 tahun
70-79 1 ekor sapi umur genap 1 tahun dan 1 ekor sapi umur genap 2 tahun
80-89 2 ekor sapi umur genap 2 tahun
Selanjutnya setiap bertambah 30 ekor zakatnya bertambah 1 ekor sapi umur genap 1 tahun. Dan jika bertambah 40 ekor zakatnya bertambah 1 ekor sapi umur genap 2 tahun.
Kambing/Domba
Nishob kambing/domba adalah mulai 40 ekor. Artinya bila seseorang memiliki 40 ekor kambing, maka ia telah mulai terkena wajib zakat. Selanjutnya zakat akan bertambah jika jumlah kambing yang dimiliki juga bertambah. Berikut rinciannya :
Jumlah (ekor) Zakat
40-120 1 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umur 1 tahun
121-200 2 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umur 1 tahun
201-399 3 ekor kambing umur 2 tahun atau domba umur 1 tahun
Selanjutnya setiap bertambah 100 ekor zakatnya bertambah 1 ekor kambing .
Tabel zakat emas dan pertanian
Ada beberapa pendapat mengenai hasil konversi Ulama dalam menentukan nishob zakat, terkadang antara hasil konversi terdapat selisih yang cukup banyak, seperti dalam menentukan nishob beras putih hasil konversi K.H.M.Ma’shum adalah 815,758 kg sementara menurut D.R.Wahbah adalah 653 kg. Berikut kami sebutkan tabel nishob hasil konversi K.H.M.Ma’shum yang di terangkan dalam kitab Fathul Qodir.
Harta zakat Nishob Prosentase Waktu zakat Keterangan
Emas murni 77,50 gr 2,5 % Haul Madzhab Syafi’i
Perak murni 543,35 gr 2,5 % Haul Madzhab Syafi’i
Tanbang Emas 77,50 gr 2,5 % Langsung Madzhab Syafi’i
Tambang Perak 543,35 gr 2,5 % Langsung Madzhab Syafi’i
Perniagaan 543,35 gr 2,5 % Haul Madzhab Syafi’i
Rikaz Emas 77,50 gr 20 % Langsung Madzhab Syafi’i
Rikaz Perak 543,35gr 20 % Langsung Madzhab Syafi’i
Gabah 1323,132 kg 10 % Langsung Tanpa biaya pengairan
Gabah 1323,132 kg 5 % Langsung Dengan biaya pengairan
Beras putih 815,758 kg 10 % Langsung Tanpa biaya pengairan
Beras putih 815,758 kg 5 % Langsung Dengan biaya pengairan
Gandum 558,654 kg 10 % Langsung Tanpa biaya pengairan
Gandum 558,654 kg 5 % Langsung Dengan biaya pengairan
Kacang hijau 780,036 kg 10 % Langsung Tanpa biaya pengairan
Madu 51,84 kg 10 % Langsung Madzhab Hanbali
Tabel zakat hasil konversi Ulama lain
Harta zakat Nishob Keterangan
Beras putih 653 kg D.R.Wahbah
Beras putih 650 kg Qosim Annuri
Beras putih 518,400 kg Abdul Aziz ‘Uyun
Emas murni 107,75 gr Madzhab Hanafi
Emas murni 58 gr D.R.Wahbah
Emas murni 90,4 gr ‘Ali Mubarok
Emas murni 84,62 gr Qosim Annuri
Emas murni 72 gr ‘Abdul Aziz Uyun
Emas murni 80 gr Majid Alhamawi
Perak murni 752,66 gr Madzhab Hanafi
Perak murni 595 gr D.R.Wahbah
Perak murni 625 gr Qosim Annuri
Perak murni 504 gr Abdul ‘Aziz Uyun
Perak murni 672 gr Majid Alhamawi
Perak murni 672 gr Fiqh Manhaj
Wallohu A’lam
HUKUM USTADZ ATAU KYAI YANG DI BERI ZAKAT
PERTANYAAN :
Di daerah saya petani kalau memberikan zakat malah kepada tokoh masyarakat yang dianggap pintar di bidang agama.
Apakah boleh memberikan zakat kepada guru ngaji atau kyai dan ustadz?
JAWABAN :
MEMBERIKAN ZAKAT PADA KYAI , GURU NGAJI ITU TIDAK BOLEH, karena mereka bukan termasuk golongan delapan walaupun sabiilillah sebab yang dimaksud dengan sabilillah adalah orang-orang yang perang dengan cuma-cuma demi agama Allah, namun demikian terdapat pendapat mereka juga termasuk sabiilillah.
والسابع سبيل الله تعالى وهو غاز ذكر متطوع بالجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف
Yang ke tujuh SABILILLAAH Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah, maka ia diberi meskipun ia kaya raya sebagai bantuan untuk biaya perangnya. “SABIILILLAH” Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah meskipun ia kaya raya. Dan masuk dalam kategori sabiilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus. [ al-Jawaahir al-Bukhaari, Iqna Li Assyarbiiny I/230 ].
MANUSIA TERBAGI MENJADI 3 KRITERIA DALAM MENYIKAPI ZAKAT
Imam Abu Bakar As Satho (Imam Abu Bakar yang masyhur dengan AlBakriy. Usman bin Muhammad As Satho Ad Dimyathi As Syaafi’i. W 1310 H.) dalam Karya Fenomenal beliau, I’anatutThaalibin. Berkata:
إعانة الطالبين – (ج 2 / ص 169)
والحاصل أن الناس فيها على ثلاثة أقسام: قسم يعتقد وجوبها –أي الزكاة- ويؤديها، فيستحق الحمد، وفيه نزل قوله تعالى: * (خذ من أموالهم صدقة تطهرهم) * التوبة: 60
وقسم يعتقد وجوبها ويمتنع من إخراجها، فإن كان في قبضة الامام أخذها من ماله قهرا، وإلا قاتله، كما فعلت الصحابة رضوان الله عليهم بمانع الزكاة.
وقسم لا يعتقد وجوبها، فإن كان ممن يخفى عليه – لكونه قريب عهد بالاسلام – عرفه أي الوجوب وينهى عن العود، وإلا حكم بكفره.
اه.
“Kesimpulan: Sungguh manusia dalam permasalahan zakat terbagi menjadi tiga bagian/golongan:
- meyakini kewajiban zakat dan mengeluarkannya. Maka, manusia semacam ini berhak mendapatkan pujian. Dan tentangnya, turunlah Firman Allah Ta’ala dalam Surat At Taubah 60.
- Meyakini kewajiban zakat. Namun, tidak mengeluarkannya;
– Apabila ia masih dalam jangkauan pemerintah. Maka, pemerintah berhak mengambil harta zakatnya dengan pemaksaan.
– Apabila tidak dalam jangkauan pemerintah. Maka, pemerintah wajib memeranginya. Seperti yang sahabat Radliyallahu anhum lakukan dengan orang yang mencegah mengeluarkan zakat.
- Tidak meyakini kewajiban zakat;
– Apabila ia termasuk orang yang masih belum jelas/belum faham tentang kewajiban zakat -seperti orang yang baru masuk Islam-. Maka, wajib memberitahu kepadanya.
– Apabila sudah faham (namun tetap tidak mengeluarkan zakat). Maka, di hukumi KUFUR.”
Wallahu a’lam
KETERANGAN MENGENAI ZAKAT UANG TUNAI KACAMATA FIQH
Zakat uang tunai
Telah sepakat semua ulama dari madzhab yang empat, bahwa uang tunai kedudukanya sama dengan emas dan perak menurut dasar mereka masing masing.
Sedangkan menurut madzhab syafi’i , mereka berpendapat : menggunakan uang tunai seperti hawalah kepada bank dengan harta tunai itu, yaitu seakan kita mempunyai hutang kepada orang yang kita pergunakan uang itu kepadanya, lalu kita alihkan hutang itu kepada bank dengan nilai uang tunai tersebut, dan pihak bank bersedia kapan saja membayarnya. Maka dari segi inilah seakan akan uang tunai merupakan tanda kesediaaan bank untuk membayar hutang tersebut. Kapan saja seorang melakukan hawalah dengan hutangnya yang seperti itu maka dia wajib mengeluarkan zakatnya. Wal hasil, dari segi tersebut di atas, seakan akan orang yang mempunyai uang tunai berarti mempunyai emas atau perak, tergantung pada neraca keuangan di bank dengan nilai nominal yang tertulis pada uang tunai tersebut.
- Nishob zakat uang tunai
Nishob uang tunai sama dengan nishob emas yaitu 84 gram, jadi kapan seseorang mempunyai uang senilai emas murni 84 gram, maka wajib ia mengeluarkan zakatnya.
Contoh :
Harga emas 24 karat satu gramnya Rp. 100.000, maka jika ia mempunyai uang sampai nishobnya, yaitu 8.400.000 maka dia wajib mengeluarkan 2,5 persenya, yaitu 210.000. dan jika dia mempuanyai uang 15.000.000 maka dia wajib mengeluarkan 2,5 persenya yaitu uang sebesar 375.000
- Syarat mengeluarkan zakat emas, perak dan uang tunai
Islam tidak mewajibkan mengeluarkan zakat emas, perak dan uang tunai kecuali memenuhi syarat syarat di bawah ini.
- Mencapai nishob
Yaitu, jika mas adalah 84 gram, dan perak 588 gram, sedangkan uang tunai seperti nishobnya emas. Dan jika belum mencapai nishob maka belum wajib zakat. Dan perlu di ketahui kiranya bahwa selebihnya dari nishob emas, perak dan uang tunai wajib di keluarkan zakatnya, baik lebihnya sedikit atau banyak. Bukan menunggu kelipatan nishob berikutnya.
Misalnya, seseorang mempunyai uang tunai 60 juta, jika harga emas murni 100.000 per gramnya, maka ia wajib mengeluarkan 2,5 persenya, yaitu 1500.000 dan begitu seterusnya.
- Haul
Yaitu mencapai satu tahun dari kepemilikanya, dan satu tahun yang di maksud di sini adalah menurut tahun Hijriyyah, maka jika kurang dari satu tahun walaupun hana satu hari, lalu uang itu lepasa darinya, misalnya di gunakan untuk membeli sesuatu atau di hibahkan kepada seseorang sehuingga menjadi berkurang dari nishobnya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat. Dan tidak berdosa jika dia tidak bermaksud melakukan helah( keluar dari kewajiban zakat)
Contoh :
Seseorang mempunyai uang tunai sebanyak 10.000.000 pada bulan Muharrom lalu di simpan atau di tabung, jika sampai pada bula muharrom berikutnya, maka dia wajib mengeluarkan zakatnya, dan jika sebelum bulan muharrom dia butuh untuk mengeluarkan dari sebagian uang itu sehingga tidak samapai nishob, misalnya tersisa 5.000.000 maka dia tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Karena di syaratkan genap satu tahun nishobnya atau lebih.
Sedangkan uang yang dia peroleh baik dari gaji atau penyewaan, atau yang lainya pada bulan bulan setelah muharrom, tidak wajib di ikutkan dengan haulnya uang 10.000.000 tadi, akan tetapi, memulai haul baru untuk uang tambahan itu, namun akan lebik di hitung semua pada akhir tahun lalu, kemudian kita keluarkan zakat semuanya, baik yang 10.000.000 atau setelahnya yang merupakan tambahan.
Hal ini sebagai ihthiyath(berhati hati) karena menurut madzhab Hanafiyyah wajib di keluarkan semuanya. Dan juga menghitung haul setiap tambahan uang, merupakan kesulitan tersendiri bagi kita.
Contoh :
Seseorang pada bulan Muharrom Mempunyai uang 10 juta, lalu pada bulan Robi’ul awal bertambah menjadi 15 juta, maka tambahan 5 juta tadi tidak di ikutkan haul yang 10 juta, sehingga pada bulan Muharrom berikutnya, maka ia hanya mengeluarkan zakat yang 10 juta, sedangkan yang 5 juta maka di keluarkan pada bulan robi’ul awal jika masih mencapai nishob, akan tetapi seperti di sebutkan di atas, bahwa lebih baik di keluarkan semuanya atau sekaligus agar suapaya keluar dari khilaf ulama.
PEMBAHASAN TENTANG ZAKAT PERDAGANGAN LENGKAP
Zakat perdagangan
Yang di maksud dengan perdagangan di sini adalah semua harta yang di jual belikan untuk mendapat untung. Baik di dalam penjualan hewan ternak, syur mayur, bahan bangunan, mebel, dan yang lainya. Kesimpulanya: Jika seseorang mencari keuntungan dalam hartanya dengan cara uang itu di putarkan dengan berdagang, maka di wajibkan mengeluarkan zakat perdagangan setelah berlangsung satu tahun.
- Dalil wajibnya zakat perdagangan
Alloh swt. Berfirman;
ياأيها الذين أمنوا انفقوا من طيبات ما كسبتم
“Wahai orang orang yang beriman. Nafkahkanlah(di jalan Alloh) sebagian dari hasil usahamu yang baik baik”.(QS. Al Baqoroh 267).
Rosululloh saw. Bersabda :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا أن نخرج الصدقة مما يعد للبيع
Rosululloh saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat barang yang kami siapkan untuk jual beli(HR. Daruquthni).
Dan Ulama Mutaqoddimin juga Mutaakhkhirin sepakat akan akan wajibnya zakat perdagangan.
- Syarat wajibnya zakat perdagangan
Zakat perdagangan di wajibkan apabila sudah memenuhi beberapa persyaratan, jika syaratnya tidak terpenuhi maka tidak wajib zakat. Adapun syarat syaratnya adalah sebagai berikut :
- Barang yang di perdagangkan bukan emas dan perak
Jika yang di perdagangkan emas dan perak, maka yang wajib di keluarkan adalah zakat emas dan peraknya, bukan zakat perdagangan.
- Waktu pembelian suatau barang di iringi dengan niat untuk berdagang. Dengan kata lain, pembelianya untuk di puatarlkan guna mendapatkan keuntungan. Bukan untuk di simpan atau di pakai sendiri, maka barang siapa yang memberi mobil untuk di pakai sendiri tapi jika ada yang menawar dengan harga yang menguntungkan maka akan di jual, maka hal ini tidak termasuk barang dagangan. Karena mobil itu di beli dengan maksud di pakai sendiri. Lain halnya kalau pembelian mobil itu untuk di perdagangkan, sementara menunggu pembeli mobil itu di pakai itu, maka pemakaian mobil itu tidak memebebaskanya dari kewajiban zakat perdagangan. Walaupun mobil itu di pakai dalam jangka waktu yang lama. Misalnya mobil itu di pakai lebih dari 1 tahun, maka wajib di keluarkan zakatnya jika sampai nishobnya, karena pada waktu di beli dengan niat untuk di pergangkan.
- Niat untuk berdagang bersamaan dengan waktu pembelian barang tersebut. Karena dari waktu itulah akan di hitung haulnya. Lain halnya jika pembelian barang untuk di pakai sendiri lalu timbul keinginan untuk berdagang dalam barang tersebut, maka haulnya di hitung semenjak di mulainya perdagangan tersebut, bukan di mulai dari pemebelian barang itu.
Contoh :
Seseorang memebeli barang untuk di pakai sendiri pada bulan muharrom. Sedangkan mulai di perdagangkanya pada bulan Rajab, maka haulnya di hitung mulai bulan Rajab, bukan bulan Muharrom.
- Barang barang di peroleh lewat pemebelian, lain halnya jika di dapatkan dari warisan atau hibah, maka tidak wajib zakat, kecuali jika timbul keinginan untuk memperdagangkanya, maka wajib zakat, dan haulnya di hitung semenjak barang tersebut di perdagangkaContohnya :
Jika harta warisan di terima pada bulan Muharrom, lalu mulai di perdagangkanya pada bulan Shafar, maka haulnya di hitung mulai bulan Shafar bukan bulan Muharrom
- Barang dagangan tidak di uangkan sebelum mencapai haul, karena jika barang dagangan di tukar dengan uang, dengan dalih apapun, bukan karena laku di jual, maka jika uang yang ada mencapai nishob zakat uang tunai, maka haul uang itu di ikutkan kepada haul barang tersebut.
Contoh :
Seseorang membeli barang dagangan pada bulan Muharrom lalu di uangkan pada bulan syawal, maka apabila uang itu masih dalam batas nishobnya sampai bulan Muharrom berikutnya, maka wajib di keluarkan zakat dari uang tersebut. Yaitu 2,5 %.
Akan tetapi jika di uangkan dan ternyata tidak sampai nishobnya, maka terputuslah haul barang tersebut, dan tidak wajib zakat.
Contoh :
Barang daganganya di uangkan, dan uang yang di dapatkan tidak sampai nishobnya uang tunai (Rp. 8.400.000 jika harga emas Rp 100.000 per gramnya). Semisal uang yang didapatkan hanya Rp. 700000, maka tidak wajib zakat
- Dia si pedagang tidak merubah niat berdagngnya samapi akhir tahun, lain halnya jika di rubah niatnya. Misalnya dia berdagang jual beli mobil, lalu dia bermaksud untuk memeakainya sendiri, tidak untuk di perdagangkan lagi, maka terputuslah haulnya zakat perdagangan dan tidak wajib zakat.
- Kapan di hitung haul zakat perdagangan.
Hitungan haul zakat perdagangan dimulai semenjak si pedagang membeli barang daganganya untuk di perdagangkan .jika pembeliannya pada bulan syawal maka haulnya pada bulan syawal tahun berikutnya,kecuali seperti diuraikan tadi ,jika barang tersebut didapatkan dengan Cuma-Cuma,baik karena warisan,hibah atau hadiah atau pembelian barang tersebut untuk dipakai sendiri, lalu kemudian timbul keinginan untuk memperdagangkannya,maka haulnua dihitung semenjak dimulainya perdagangan tersebut.
- Nishab zakat perdagangan
Nishab zakat perdagangan adalah seperti nishabnya zakat uang tunai yaitu harga emas logam murni seberat 84 gram, maka jika harga emas 24 karat 1 gramnya Rp.100.000,00 maka nishabnya adalah Rp.8.400.000,00 dan jika modal dan barang dagangannya sampai batas nishab tersebut wajib dia mengeluarkan zakat perdagangan.
Perlu diingat, bahwa dalam perdagangan ini menghitung sampai nishabnya atau tidak dilakukan pada akhir tahun bukan setiap hari atau mulai awal tahun. Misalnya seoarang pedagang kaki lima memulai perdagangannya dengan modal Rp.500.000,00 selanjutnya pada akhir tahun dihitung laba yang diperoleh dan barang yang masih ada sampai nishab misalnya Rp.10.000.000 maka wajib dia mengeluarkan zakatnya karena menghitung nishabnya zakat perdagangan itu di akhir tahun, baik dia mengalami kerugian atau memperoleh keuntungan dalam perdaganannya.
Begitu pula sebaliknya jika memuali perdagangannya dengan modal Rp.10.000.000,00 lalu di akhir tahun dia menghitung semuanya hanya senilai Rp.6.000.000,00 kurang dari nishab, maka tidak wajib dikeluarkan zakat karena kurang dari nishabnya.
- Cara Mengeluarkan Zakat Perdagangan
Setiap pedagang tidak akan lepas dari salah satu hal di bawah ini:
1.Di akhir tahun dia masih mempunyai barang dagangan yang belum laku
2.Di akhir tahun dia mempunyai uang yang disimpan di rumahnya atau di Bank, hasil laba dari perdagangan tersebut.
3.Di akhir tahun dia mempunyai uang yang ada pada pelanggannya yang belum dibayar atau belum jatuh tempo.
Maka bagaimana cara mengeluarkan zakatnya? Jawabanya adalah sebagai berikut:
Yang pertama, harus dihitung berapa harga barang yang masih dengan harga pasar bukan dengan harga waktu dibeli.Contoh :jika barang-barang yang ada di pasar seharga Rp.10.000,00 maka di hitung Rp 10.000,00 walaupun waktu dia beli dengan harga Rp.5.000,00 , harus dihitung semuanya dan dicatat. Yang kedua , harus didata/dihitung uang yang ada,baik dirumah maupun di Bank yang didapatkan dari perdagangan itu.
Yang ketiga, harus dihitung berapa uang yang ada pada pelangggan. Atau harga barang yang masih di pelanggan. Dihitung semua dan dicatat, lalu dijumlahkan dan dikeluarkan 2,5 % .
Contoh:
Dari hal pertama, diatas menghasilkan uang senialai Rp.10.000.000,00 .
D ari hal kedua menghasilkan uang senilai Rp. 25.000.000,00.
Dari hal ketiga menghasilkan uang senilai Rp.15.000.000,00.
Jadi jumlah semuanya adalah Rp.50.000.000, dari jumlah itulah zakatnya dikeluarkan yaitu 2,5%nya ,jadi seperti contoh diatas zakatnya sebanyakRp 1.250.000
Dan perlu diiangat yang bahwa barang yang tetap yang tidak untuk dijualbelikan , tidak dikenai zakat seperti etalase untk menyimpan barang dagangan , kalkulator ,meja dan macam-macam alat lainnya.