RITUAL DALAM PERNIKAHAN ADAT KEJAWEN

KEJAWENHUKUM RITUAL PERNIKAHAN ADAT KEJAWEN

 PERTANYAAN

Pabila dlm acara nikahan d adakan ruwattan yg mana mempelai adalah penggarep dgn penggarep (anak pertama) dan dari keluarga mempelai putri itu anaknya semua perempuan.. maka d adakan ritual kembang mayang.. yg mana d yakini mengundang betorokolo.. dan bukankah itu manusia yg akan kesurupan.. jk menurut pandangan.islam bagaimana hukumnya??? (Maklum keluarga ana masih kejawen) mohon jawabannya krn ana takut jika akan mrlanggar hukum islam..

JAWABAN

Sebenarnya hal semacam ini erat kaitannya dengan budaya dan berhubungan dengan dunia mistik, dimana andai pasutri mempunyai anak perempuan tunggal, anak laki laki tunggal, satu anak perempuan dan dua anak laki laki, satu anak laki laki dan dua anak perempuan, lima anak perempuan, atau lima anak laki laki, maka mereka mempunyai keyakinan bahwa hidup anak anak tersebut akan diganggu oleh Batarakala.

Orang zaman dulu mengistilahkannya dengan anak pandawa agung, anak pandawa macan, dan anak pandawa lima, sehingga berangkat dari keyakinan semacam itu diadakanlah semacam selamatan untuk menyelamatkan hidup si anak dari gangguan sang Batarakala, lengkap dengan perabot dan atribut selamatan mulai dari aneka ragam makanan, kue, buah buahan, dan sebagainya. yang diakhiri dengan pemandian (thuthus) pada anak tersebut, dan kemudian sebagian dari hidangan itu ditaruh di jalan simpang empat yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya sang Batarakala sebagai bentuk persembahan atau sesajen.

Hal demikian itu merupakan Hinduisme dan sama sekali bukan bagian dari agama Islam, andaipun zaman dulu ada itu adat bangsa jahiliyyah arab. Dan Islam sangat melarang aktivitas semacam itu karena konsep teologi Islam berkomitmen bahwa hanya Allah-lah Dzat yang bisa memberi kemanfa’atan dan kemudhoratan, barangsiapa tidak demikian maka jelas telah keluar dari Islam.

Namun seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Islam itu lembut dalam menyikapi keberagaman kehidupan manusia, selagi kita berkeyakinan bahwa Allah Sang Nafi’ dan Mudhir, dan aktivitas semacam itu hanyalah sebuah budaya yang tak berefek apapun, dan pelaksanaannya pun tidak bertentangan dengan agama, maka adanya tidaklah lebih dari sebuah selamatan dan tasyakkuran atas apa yang telah menjadi karunia dari Allah untuknya.

Kalau mampu mengaplikasikan seperti di bawah ini :

Namun seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Islam itu lembut dalam menyikapi keberagaman kehidupan manusia, selagi kita berkeyakinan bahwa Allah Sang Nafi’ dan Mudhirr, dan aktivitas semacam itu hanyalah sebuah budaya yang tak berefek apapun, dan pelaksanaannya pun tidak bertentangan dengan agama, maka adanya tidaklah lebih dari sebuah selamatan dan tasyakkuran atas apa yang telah menjadi karunia dari Allah untuknya.

Maka silahkan, namun jika tidak maka demi keselamatan aqidah kita tidak usah demikian.

Referensi :

ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺮﻳﺪ ﺹ 58 :

ﻓﻤﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻥ ﺍﻷﺳﺒﺎﺏ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﻛﺎﻟﻨﺎﺭ ﻭﺍﻟﺴﻜﻴﻦ ﻭﺍﻷﻛﻞ ﻭﺍﻟﺸﺮﺏ ﺗﺆﺛﺮ ﻓﻰ ﻣﺴﺒﺒﺎﺗﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻕ ﻭﺍﻟﻘﻄﻊ ﻭﺍﻟﺸﺒﻊ ﻭﺍﻟﺮﻯ ﺑﻄﺒﻌﻬﺎ ﻭﺫﺍﺗﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻓﺮ ﺑﺎﻹﺟﻤﺎﻉ.

ﺃﻭ ﺑﻘﻮﺓ ﺧﻠﻘﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻔﻰ ﻛﻔﺮﻩ ﻗﻮﻻﻥ ﻭﺍﻷﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﻜﺎﻓﺮ ﺑﻞ ﻓﺎﺳﻖ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻭﻣﺜﻞ ﺍﻟﻘﺎﺋﻠﻴﻦ ﺑﺬﻟﻚ ﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﺍﻟﻘﺎﺋﻠﻮﻥ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻳﺨﻠﻖ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﻧﻔﺴﻪ ﺍﻹﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﺑﻘﺪﺭﺓ ﺧﻠﻘﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﻷﺻﺢ ﻋﺪﻡ ﻛﻔﺮﻫﻢ.

ﻭﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺍﻟﻤﺆﺛﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻜﻦ ﺟﻌﻞ ﺑﻴﻦ ﺍﻷﺳﺒﺎﺏ ﻭﻣﺴﺒﺒﺎﺗﻬﺎ ﺗﻼﺯﻣﺎ ﻋﻘﻠﻴﺎ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﺼﺢ ﺗﺨﻠﻔﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﺟﺎﻫﻞ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺟﺮﻩ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﻨﻜﺮ ﻣﻌﺠﺰﺍﺕ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻟﻜﻮﻧﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺧﻼﻑ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ.

ﻭﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺆﺛﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺟﻌﻞ ﺑﻴﻦ ﺍﻷﺳﺒﺎﺏ ﻭﺍﻟﻤﺴﺒﺒﺎﺕ ﺗﻼﺯﻣﺎ ﻋﺎﺩﻱ ﺑﺤﻴﺚ ﻳﺼﺢ ﺗﺨﻠﻔﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺟﻰ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻫـ

“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama,

Atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah di dalamnya menurut pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bid’ah, seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirinya,

Atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah saja, dan segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka dihukumi orang bodoh,

Atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah, hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, InsyaAllah