AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

AHLUSSUNNAHPENDAHULUAN

               Sungguh kita umat islam pada saat ini masih di sibukkan dengan masalah Furu’iyyah, seharusnya justru perbedaan pendapat di dalamnya mendatangkan rohmat dan kemudahan sehingga berakibat meninggalkan hal yang lebih prinsip dan substansial yaitu kesadaran hakiki bahwa kita umat islam adalah satu.

Sebagaimana sabda Rosululloh Saw.:

مثل المؤمن في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى

Perumpamaan orang yang beriman di dalam kasih sayang mereka seperti perumpamaan badan,ketika sebagian  anggotanya sakit maka seluruh tubuh akan ikut merasakan dengan panas dan susah tidur”.

                     Sementara musuh musuh umat islam selalu mengintai dari depan,belakang,kanan dan kiri seperti orang yang mengerumuni hidangan di atas meja dan siap melahapnya.

                    Memang ada sekelompok orang yang semangat beragama berada pada tahapan suka menuduh kelompok lain yang tak sependapat dengan mereka sebagai ahli bid’ah bahkan musyrik.yang semua itu dengan tanpa melihat dan mempertimbangkan apakah itu masalah ijtihadiyah atau ushuluddin. Yang karena kebodohanya itu mereka sampai bertingkah yang berakibat keresahan di tengah umat.

                   Walaupun kita juga tidak mengingkari, bahwa ada juga ada sekelompok anak muda yang sok toleran dan progresif dengan tanpa pengetahuan yang memadai tentang ijtihad, baik dari segi ilmu yang sebelumnya harus di kuasai atau batas bagian ranah yang menjadi lahan ijtihad dan masalah ushuluddin yang prinsip. Alih alih mau membaca teks dengan menekankan sisi kontekstualnya, malah mereka terperangkap dalam sistem “Mencincang nash” tanpa di sadari. Dan kelompok ini lebih berbahaya dari kelompok pertama.

                  Tulisan ini mencoba menghadirkan kembali, tentang bagaimana As Salafush Sholih ahlus Sunnah Wal Jama’ah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan petunjuk dari Nabi Saw. Kemudian menerapkanya dalam kehidupan nyata untuk kemudian kita bisa mengetahui bahwa mereka sangat tegas dalam memegangi masalah masalah pokok agama. Dan mereka sangat toleran dalam masalah furu’iyyah yang notabenenya adalah hasil ijtihad.

                   Akhirnya kita mencoba untuk menerapkan gagasan Al Imam Muhammad Rosid Ridlo yang sudah di praktekkan oleh Imam Hasan Banna, yaitu :

نتعاون فيما إتفقناعليه ويعذر بعضنا بعضا فيما إختلفنا فيه

“Kita bahu membahu dalam masalah pokok agama yang kita sepakati dan toleransi dalam masalah khilafiyyah”.

BAB 1

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH DI ERA AWAL ISLAM

A. DEFINISI AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Kata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terdiri dari tiga kata, yaitu :

1. Ahl, yang bisa berarti pemeluk aliran atau pengikut suatu madzhab.

2. Assunnah yang bersinonim dengan Al Hadits yang mempunyai pengertian : ucapan atau perbuatan atau penetapan nabi Muhammad Saw.

3. Al Jama’ah yan g berarti Ijma’ush Shohabah atau Assawadul A’dzom(mayoritas umat islam).

                  Jadi, ahlus Sunnah Wal Jama’ah bisa di pahami sebagai :”Mayoritas umat islam yang mengakui assunah dan ijma’us shohabah sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an serta mengikuti mereka di dalam cara memahami Al qur’an dan As Sunnah.

                 Definisi semacam di atas akan memberi ruang lebih luas kepada siapa saja untuk mengklaim kelompoknya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, selama mereka mengakui assunnah sebagai dasar hukum setelah Al Qur’an dan mengakui keabsahan riwayatnya sebagaimana madzhab jumhur(jalur riwayat dari Imam Bukhory,Imam Muslim,Imam Nasai,Imam Tirmidzi,Imam Abu Dawud,Imam Ibnu Majah) dan mengikuti mereka dalam kaifiyatul istimbat(kaidah yang mengatur tata cara mengambil kesimpulan hukum dari nash) tentu sah sah saja.

                 Misalnya dalam masalah ayat mutasyabbihat ada kelompok yang mengambil sikap dengan tafwid(menyerahkan makna yang sebenarnya di kehendaki kepada Alloh, setelah mengetahui makna lafadz dari segi bahasa), dan ada juga yang melakukan ta’wil(meninggalkan makna lahir dari suatu lafadz dan mengambil makna lain yang muhtamil dari lafadz tersebut setelah ada korinah). Perbedaan madzhab ini merupakan satu pemahaman yang masih berada dalam koridor Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Karena selain madzhab tafwid yang merupakan madzhab Ahlul Atsar atau madzhab salaf yang masyhur juga ada madzhab ta’wil yang sebenarnya merupakan madzhab sebagian dari para shohabat. Seperti shohabat Ibnu Abbas, Abu Musa Al Asy’ari, Imam Malik Dan Imam Abu Hanifah.

                  Berbeda apabila ada satu kelompok yang walaupun dia mengakui Al Qur’an dan As Sunnah  sebagai dasar hukum, kemudian membuat wacana bahwa waktu wukuf di arofah itu jangan hanya di lakukan pada tanggal 9 Dzlhijjah saja, demi kemaslahatan bagi jama’ah haji dan dengan dalih bahwa miqot zamani itu mulai masuk dari mulai bulan syawal. Hal ini menujukan bahwa kelompok tersebut tidak memahami kaidah fiqh

                 Bahwa setiap Nabi Saw. Melakukan hal yang wajib dalam rangka menjelaskan tata cara melakukanya kepada umat(kaifiyatul ibadah) maka tata cara yang di lakukan oleh Nabi itu harus di ikuti tanpa menyisakan kemungkinan cara lain.(Khudzu ‘anni manasikakum).

                  Memang di perlukan pengetahuan yang memadai serta kearifan yang lebih di dalam memahami apakah suatu wacana pemikiran sudah melenceng dari madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, apalagi untuk memfonis sebagai kelompok yang ghoiru najiyyah atau justru merupakan bagian dari khazanah kreatifitas penalaran yang di anjurkan dalam ijtihad.

B. ASSALFUSHSHOLIH ADALAH IMAM AHLISSUNNAH WAL JAMA’AH

-Assalafush sholih adalah nama untuk tiga generasi pertama dalam islam. Yaitu shohabat,Tabi’in, Tabi’it Tabi’in.

-Shohabat adalah sebutan untuk orang orang beriman yang bertemu Rosululloh Saw.

-Tabi’in adalah nama bagi orang orang yang menjadi murid para shohabat.

-Tabi’it tabi’in adalah orang orang yang menjadi murid tabi’in.

                  Mereka adalah generasi terbaik dalam sejarah umat manusia dari awal penciptaanya sampai hari kiamat. Keistimewaan mereka di akui langsung oleh alloh Swt dalam surat Ali Imron ayat 110 :

كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر

Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang munkar”.

Dan di akui oleh Rosululloh Saw. Dalam sebuah hadits :

خير القروني قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

Generasi terbaik adalah sahabatku, lalu para tabi’in lalu tabi’it tabi’in)

                 Khususnya untuk para shohabat memang banyak sekali ayat ayat al Qur’an dan Hadits Nabi yang menjelaskan keistimewaan mereka. Dan di antara yang paling nyata adalah :

أصحابي كالنجوم بأيهم إقتدييتم إهتديتم

“Sahabat sahaabtku seperti bintang bintang, apabila kalian mengikuti salah satu dari mereka, maka kalian akan mendapat hidayah”.

                 Penetapan semacam sabda Rosululloh ini tentunya tidak layak apabila di berikan kepada suatu generasi kecuali mereka yang tingkat keimananya mencapai derajat tertinggi di bawah maqom  Nubuwwah.

Alloh Swt. Menggambarkan dalam surat Al fatih ayat 26

“Dan(Alloh) tetap mewajibkan kepada merekatetap taat menjalankan kalimat taqwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilikinya”.

                  Hal ini tidaklah mustahil,karena mereka orang yang langsung melihat pancaran cahaya kenabian yang kekuatanya mampu melelehkan keraguan dan kebodohan serta mampu melunakan orang orang badui pedalaman yang berperangai liar menjadi lemah lembut tabi’atnya dan serta luhur budi pekertinya hanya dalam waktu sekejap saja setelah melihat wajah Nabi dalam keadaan beriman. Oleh karenanya ahlul hadits dan ahlul ushul sepakat bahwa definisi shohabat adalah orang orang yang bertemu nabi dalam keadaan beriman walaupun hanya sebentar saja dan tidak meriwayatkan satu haditspun.

Bahkan secara eksplisit Rosululloh saw memberikan penegasan dalam satu hadits.:

لو كشف الغطاء عن أبي بكر ما ازداد إيمانا

“Ketika tirai hakikat kebenaran di bukakan kepada Abu Bakar maka akan tampak sama dan sebangun dengan iman yang ada di hatinya”.

                   Hal inilah yang menyebabkan kenapa shohabat berada dalam satu akidah yang kokoh sehingga tak seorangpun yang meriwayatkan perbedaan akidah di antar mereka. Oleh karenany tidak perlu terpengaruh dengantulisan sebagian orang yang mengesankan bahwa Sayyidina Mu’awwiyah adalah sebgai penggagas paham jabariyah, Sayyidina hasan bin Ali  sebgai pengikut murji’ah, serta muhammad bin ‘Ali  Al Hanafiyyah sebagai penggagas paham Al qodariyyah. Karena pada tahapan tertentu paham tersebut masih sama dengan jumhur yang merupakan bentuk nyata dari Ahlis Sunnah Wal Jama’ah dan masa shohabat.

 

BERSAMBUNG….