BERKAH NABI SAW KEPADA SHABAT ANAS BIN MALIK RA.

Shahabat ini bernama Anas bin Malik bin Nadar Al-Anshary. Dia adalah putri dari Ummu Sulaim. Mengenai Ummu Sulaim, Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa para sejarawan berbeda pendapat mengenai nama Ummu Sulaim yang sebenarnya. Apakah namanya Sahlah, Rumailah, Rumaitsah, Unaifah atau Mulaikah. Akan tetapi, yang jelas julukannya adalah Rumaisha atau Ghumaisha’.

Anas bin Malik adalah buah hati Ummu Sulaim. Wanita pertama yang memeluk Islam dari kalangan penduduk Madinah; sebelum hijrahnya Rasullulah. Sedangkan ayah shahabat satu ini bernama Malik bin Nadar, namun bukan termasuk orang yang memeluk Islam.

Pada suatu kesempatan, al-Ghumaisha’: Ibu Anas bin Malik mentalqin Anas yang masih usia muda dengan dua kalimat syahadat. Ibunda tercinta Anas mengisi hati buah hatinya yang masih bersih dengan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka tidak heran, di benak Anas pun mulai tumbuh rasa cinta kepada Rasulullah, sekalipun dia belum pernah bersua dengan manusia terbaik itu. Di setiap rongga dadanya dipenuhi perasaan ingin segera bertemu dengan Rasulullah secara langsung. Karena adakalanya telinga memancing rasa rindu terlebih dulu ketimbang mata.
Betapa seringnya Anas kecil berangan-angan bisa segera bertemu dengan Rasul tercinta. Baik dirinya yang ke Makkah dan bertemu dengan Rasulullah, atau Rasulullah yang pergi ke Madinah.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Allah menakdirkan Rasulullah berhijrah ke kota Yatsrib. Betapa bahagianya hati Anas kecil mendengar orang yang paling dicintainya akan datang ke tempat kelahirannya. Tidak hanya Anas yang berbahagia. Seluruh penduduk Yatsrib pun turut bersukacita. Keceriaan menaungi semua hati dan rumah para penduduk Yatsrib.

Masyarakat Yatsrib berbondong-bondong menyambut kedatangan Rasulullah dan para shahabat yang menyertainya. Di sela-sela mereka ada sekumpulan anak yang tak kalah semangat. Wajah-wajah mereka dihiasi kebahagiaan yang menyatu dengan hati mereka yang masih bersih. Shahabat yang satu ini berada di barisan terdepan dari anak-anak Yatsrib tersebut. Hari itu menjadi hari yang tidak terlupakan baginya. Beliau senantiasa mengingatnya, meski usianya telah ditelan masa.

Tidak lama setelah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam tinggal di Madinah, al-Ghumaisha’ binti Milhan datang kepada beliau dengan membawaserta Anas: anak laki-lakinya yang masih kecil. Al-Ghumaisha’ mengucapkan salam kepada Rasulullah dan berkata, ”Wahai Rasulullah, semua laki-laki dan wanita Anshar telah memberimu hadiah. Tetapi aku tidak mempunyai apapun yang bisa aku jadikan hadiah untukmu selain anak laki-lakiku ini. Terimalah dia sebagai “hadiah” dariku dan aku yakin dia akan berkhidmat untukmu sesuai dengan apa yang engkau inginkan.”

Nabi memandang wajah anak kecil di depannya dengan wajah berseri-seri. Beliau mengusap kepalanya dengan tangan beliau yang mulia, menyentuh ujung rambutnya dengan ujung jari-jemari beliau yang lembut. Beliau menerima Anas bin Malik dan mengikutsertakannya dalam setiap moment yang dilalui Rasulullah. Mengajarkannya ilmu pengetahuan secara langsung. Benarlah kata orang bijak yang mengatakan, “Seorang anak yang hebat, di belakangnya pasti ada seorang ibu yang luar biasa hebatnya.”

Al-Ghumaisha’ “menghadiahkan” Anas bin Malik; putra yang disayanginya kepada Rasulullah supaya anaknya bisa menggali ilmu secara langsung dari sumbernya. Memondokkan anak tercintanya ke “pondok pesantren” terbaik di dunia.

Sebagai ungkapan rasa sayang Rasulullah kepadanya, beliau kadang memanggil Anas bin Malik dengan panggilan Unais (Anas kecil). Dan di lain kesempatan, Rasulullah memanggilnya dengan panggilan, “wahai anakku.” Anas selalu mendampingi Rasulullah dan senantiasa berada di bawah bimbingannya sampai beliau berpulang ke Ar-Rafiq Al-A’la. Lebih kurang kebersamaan Anas bin Malik dengan Rasulullah selama 10 tahun.

Selama itu Anas memperoleh bimbingan dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. Jiwanya menjadi suci karena dibimbing langsung oleh Nabi yang mulia. Sahabahat yang satu ini pun dengan mudah memahami hadist beliau yang memenuhi dadanya, mengenal akhlak beliau yang agung, rahasia-rahasia dan sifat-sifat terpuji beliau yang tidak dikenal oleh orang lain.

Anas bin Malik mendapatkan perlakuan yang mulia dari Rasulullah yang tidak pernah diperoleh oleh seorang anak dari bapaknya. Mengenyam keluhuran perangai dari Rasulullah dan keagungan sifat-sifatnya yang membuat dunia patut untuk iri kepadanya.

Masih amat jelas kenangan dalam benak Anas bin Malik ketika di masa kecilnya beliau “mangkir” dari perintah Rasulullah. Betapa beliau merasakan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya, paling lapang dadanya dan paling besar kasih sayangnya. Ketika suatu hari beliau mengutus Anas kecil untuk suatu keperluan, Anas kecil pun berangkat. Karena masih masa kanak-kanak dengan masa bermainnya, Anas kecil tidak berangkat melaksanakan tugas Rasulullah tapi malah bermain bersama kawan mainnya. Saat asik-asiknya melakukan permainan dengan diselingi senda gurau, tiba-tiba Anas kecil merasa ada seseorang yang menjawil badannya dari belakang. Saat menoleh, dengan senyum khas anak kecil ia melihat Rasulullah yang sedang berdiri di hadapannya dengan tersenyum. Rasulullah pun bertanya, ”Wahai Unais, apakah kamu telah pergi seperti yang aku perintahkan?”

Anas kecil salah tingkah ala anak kecil dan segera menjawab, ”Ya Rasulullah, aku berangkat sekarang.”

Dan yang paling mengena di hati Anas bin Malik adalah Rasulullah tidak pernah berkata kasar atau mengomentari apa yang dilakukan. Dan itu berlangsung selama sepuluh tahun hingga Rasulullah berpisah dengan dunia ini. Sekali pun Rasulullah tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang Anas kecil lakukan, ” Mengapa kamu melakukan ini?” dan beliau juga tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang ditinggalkan, ”Mengapa kamu tinggalkan ini?”

Nabi shalallahu’alaihi wa sallam sering memberikan nasihat dan petuah kepada Anas hingga nasihat itu menyatu dengan hati dan jiwanya. Seperti ketika suatu saat Rasulullah bersabda kepada Anas bin Malik, “Wahai anakku, jika kamu mampu mendapatkan pagi dan petang sementara hatimu tidak membawa kebencian kepada seseorang maka lakukanlah. Wahai anakku, sesungguhnya hal itu termasuk sunnahku. Barang siapa menghidupkan sunnahku maka dia mencintaiku. Barangsiapa mencintaiku maka dia bersamaku di Jannah. Wahai anakku, jika kamu masuk kepada keluargamu maka ucapkanlah salam. Karena yang demikian merupakan keberkahan bagimu dan keluargamu.”

Anas bin Malik hidup setelah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam wafat selama delapan puluh tahun lebih. Dan selama itu Anas selalu mengisi dada umat dengan ilmu Rasulullah yang agung. Mencerahkan masyarakat dan memuaskan mereka dengan ilmu pengetahuan. Memberikan solusi sebagaimana cara Rasulullah dalam memberi solusi. Hingga belau pun senantiasa menjadi rujukan dan tempat bertanya bagi kaum muslimin di masa hidupnya. Pernah suatu ketika sebagian orang-orang yang gemar berdebat dalam masalah agama berselisih tentang haudh (telaga) Rasulullah di akhirat. Maka mereka bertanya kepada Anas tentang hal itu, dan Anas pun berkata, “Aku tidak pernah menyangka akan mampu hidup sehingga aku melihat orang-orang seperti kalian yang berdebat dalam perkara telaga Rasulullah. Sungguh aku telah meninggalkan wanita-wanita tua di belakangku, dan setiap dari mereka setiap melaksanakan shalat pasti kan memohon kepada Allah agar memberinya minum dari telaga Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.”

Selama hidupnya Anas bin Malik di dunia ini, ada dua hari yang paling diingat kuat olehnya. Yang pertama adalah hari di mana ia bertemu dengan Rasulullah di kali pertama. Dan yang kedua adalah hari terpahit yang pernah dilaluinya, yaitu ketika harus berpisah dengan Rasulullah di bumi ini. Bila Anas teringat hari pertama maka dia berbahagia dan bersuka cita, namun jika hari kedua terlintas di benaknya maka dia menangis berduka, membuat orang-orang yang di sekelilingnya ikut menangis.

Anas bin Malik sering berkata, “Sungguh aku telah melihat hari di mana Rasulullah datang kepada kami dan aku juga melihat hari di mana Rasulullah meninggalkan kami. Aku tidak melihat dua hari yang menyerupai keduanya. Hari kedatangan beliau di Madinah, segala sesuatu di sana bercahaya. Namun semuanya berubah di hari Rasulullah menghadap Rabbnya. Segala sesuatu terasa menjadi samar dan gelap.”

Di masa Rasulullah hidup, pernah suatu ketika beliau mendo’akan Anas bin Malik. Tidak hanya sekali dua kali beliau mendo’akan sahabat yang sudah berkhidmat kepada beliau semenjak usia kanak-kanak. Di antara do’a Rasulullah untuk Anas adalah , “Ya Allah, limpahkanlah harta dan anak kepada Anas bin Malik. Juga berkahilah harta dan anak yang engkau berikan kepadanya.”

Allah Ta’ala mengabulkan doa Nabi saw Anas menjadi orang anshar yang paling banyak keturunannya, paling melimpah hartanya, sampai-sampai dia melihat anak dan keturunannya melebihi angka seratus. Dan Allah Ta’ala memberkahi umurnya. Anas bin Malik hidup di muka bumi ini selama 103 tahun.

Anas bin Malik merupakan satu dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Dan beliau merupakan sahabat terakhir yang wafat di Bashrah. Ibarat perguruan tinggi, Anas bin Malik merupakan “kampus” yang telah banyak meluluskan ulama’-ulama’ hebat dalam catatan sejarah. Sebut saja misalnya; Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy-Sya’bi, Abu Qilabah, Umar bin Abdul Aziz, Syihab az-Zuhri, Qotadah as-Sadusi dan masih banyak lagi yang terlahir lewat “kampus”nya.

Anas bin Malik berpisah dengan dunia ini pada tahun 93 H di usia yang ke 103 tahun. Usia yang amat panjang. Maka tidak heran bila beliau adalah sahabat yang terakhir kali meninggal di Bashrah. Dan saat beliau meninggal, ada salah satu muridnya yang berkata, “Telah hilang separuh ilmu dengan kematian Anas bin Malik.”