BERUSAHA MENGHINDARI PUJIAN DAN MENDAPATKAN HINAAN

Hamdun bin Ahmad, seorang sufi pendiri tarekat malamatiyah, dari dialah tarekat ini berkembang. Memiliki kunyah Abu Saleh al-Qasshar al-Naisaburi. Hamdun bin Ahmad wafat di tahun 271 Hijriyah di Naisabur, dan dimakamkan di pemakaman al-Khairah.

Jamak kita ketahui bahwa tarekat malamatiyah ini memiliki prinsip menghindari sanjungan dan mencari celaan untuk kesejahteraan rohaninya, karena mereka sadar dan jera bahwa pujian dari manusia akan menjadikan jiwanya terbelenggu oleh rasa kebanggaan.

Ada sebuah kisah, bahwa ketika Syaikh Hamdun bin Ahmad memasuki kota Rayy dalam perjalanannya dari Hijaz, masyarakat kota itu berbondong-bondong menemuinya untuk menunjukkan rasa hormat kepadanya. Namun masyaratkat kota Rayy mengurungkan niatnya untuk menunjukkan rasa hormat kepada Syaikh Hamdun bin Ahmad.

Sebabnya urungnya penghormatan itu lantaran ketika Syaikh Hamdun bin Ahmad sampai di pasar, dengan sengaja beliau mengeluarkan sepotong roti dari lengan bajunya dan mulai memakannya. Orang-orang yang tadi ingin menyanjungnya menjadi pergi dan mencelanya, karena pada saat itu bulan Ramadan.

Syaikh Hamdun bin Ahmad berkata kepada salah seorang muridnya, “Engkau mengerti, begitu aku laksanakan satu hukum, mereka semua menolakku, karena menjadi tidak wajib hukumnya berpuasa bagi orang yang safar atau sakit.”

Berikut pepatah atau adagium yang lahir dari Syaikh Hamdun bin Ahmad;

* مَنْ ظَنَّ نَفْسَهُ خَيْرٌ مِنْ نَفْسِ فِرْعَوْن فَقَدْ أَظْهَرَ الكِبْرَ

(Man zanna nafsahu khoirun min nafsi Firaun faqod azhara al-kibra)

“Barangsiapa mengira dirinya lebih baik dari Firaun, maka saat itulah ia sungguh-sungguh menampakkan kesombongannya.”

* إسْتِعَانَةُ المــَخْلُوقِ بِالمـــَخْلُوْقِ كَاسْتِعَانَةُ المــَسْجُوْنِ بِالمــَسْجُوْنِ

(Isti’anatul makhluqi bil makhluqi kasti’anatul masjuni bil masjuni)

“Makhluk yang berharap pertolongan kepada makhluk, tak ubahnya tawanan yang berharap pertolongan kepada sesama tawanan.” Artinya sia-sia saja.

* لاَيَجْزِعُ مِنَ المــُــصِيْبَةِ إلا مَنْ يَتَّهِمُ رَبَّهُ

(laa tajzi’ min al-mushibati illa man yattahimu rabbahu)

“Tidak sepantasnya seorang hamba cemas akan musibah, kecuali jika ia ragu akan Tuhannya.”

Begitulah cara Syaikh Hamdun bin Ahmad  menjalani laku sufinya, ia mencintai Tuhannya dengan tidak sekalipun berpaling kepada yang lain, termasuk pujian orang. Syaikh Hamdun bin Ahmad sadar sesadar-sadarnya pujian dari manusia akan menjadikan jiwanya terbelenggu oleh rasa narsis, ujub dan takabur. Wallahu A’lam.