HAK WANITA DI DALAM ISLAM

HAK WANITA DALAM ISLAM

JILBAB K

1. Sebagai Seorang Ibu

Islam memuliakan wanita semasa kecilnya, ketika remajanya dan saat ia menjadi seorang ibu. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, ayah dan ibu. Allah Subhanahu wa Ta’ala menitahkan hal ini dalam Al qur’an setelah mewajibkan ibadah hanya kepada-Nya:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Robbmu telah menetapkan agar janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya dan hendaklah kalian berbuat baik terhadap kedua orangtua. Apabila salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya menginjak usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak keduanya namun ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang, ucapkanlah doa, “Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku sewaktu kecil.” (Al-Isra`: 23-24)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَوَصَّيْنَا اْلإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاَثُوْنَ شَهْرًا

“Dan Kami telah mewasiatkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandung sampai menyapihnya adalah tigapuluh bulan…” (Al-Ahqaf: 15)

Ketika shohabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa
sallam:

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ…

Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,: “Sholat pada waktunya.” “Kemudian apa setelah itu?” tanya ‘Abdullah lagi. Kata beliau,: “Kemudian birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)….” (HR. Al-Bukhari Muslim )

Kata Abu Hurairah Rodhiyallahu ‘anhu : Seorang shohabat Rosul yang sangat berbakti kepada ibundanya-, “Ada seseorang bertanya kepada Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ

“Wahai Rosulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Rosulullah menjawab, “Ibumu.” “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Ibumu,” jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu.” “Kemudian siapa?” tanya orang itu lagi. “Kemudian ayahmu,” jawab Rosulullah.
(HR. Al-Bukhari  Muslim )

Hadits di atas menunjukkan pada kita bahwa hak ibu lebih tinggi daripada hak ayah dalam menerima perbuatan baik dari anaknya. Hal itu disebabkan seorang ibulah yang merasakan kepayahan mengandung, melahirkan, dan menyusui. Ibulah yang bersendiri merasakan dan menanggung ketiga perkara tersebut, kemudian nanti dalam hal mendidik baru seorang ayah ikut andil di dalamnya.

Islam mengharamkan seorang anak berbuat durhaka kepada ibunya sebagaimana ditegaskan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ…

“Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada para ibu…” (HR. Al-Bukhari Muslim )

Al-Hafidz Rohimahullahu menerangkan, “Dikhususkan penyebutan para ibu dalam hadits ini karena perbuatan durhaka kepada mereka lebih cepat terjadi daripada perbuatan durhaka kepada ayah disebabkan kelemahan mereka sebagai wanita. Dan juga untuk memberikan peringatan bahwa berbuat baik kepada seorang ibu dengan memberikan kelembutan, kasih sayang dan semisalnya lebih didahulukan daripada kepada ayah.” (Fathul Bari,)

Walaupun seorang ibu yang masih musyrik ataupun kafir, tetap diwajibkan seorang anak berbuat baik kepadanya. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Asma` bintu Abi Bakr Rodhiyallahu ‘anha. Ia berkisah: “Ibuku yang masih musyrik datang mengunjungiku bertepatan saat terjalinnya perjanjian antara Quraisy dengan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun bertanya kepada Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam:

“Ibuku datang berkunjung dan memintaku untuk berbuat baik kepadanya. Apakah aku boleh menyambung hubungan dengannya?” Beliau menjawab, “Ya, sambunglah hubungan dengan ibumu.” (HR. Al-Bukhari )

2. Sebagai Istri

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan seorang suami agar bergaul dengan istrinya dengan cara yang baik.

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (An-Nisa`: 19)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Rohimahullahu berkata, :

“Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ meliputi pergaulan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Karena itu, sepantasnya seorang suami mempergauli istrinya dengan cara yang ma’ruf, menemani, dan menyertai (hari-hari bersamanya) dengan baik, menahan gangguan terhadapnya (tidak menyakitinya), mencurahkan kebaikan dan memperbagus hubungan dengannya. Termasuk dalam hal ini pemberian nafkah, pakaian, dan semisalnya. Dan tentunya pemenuhannya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan.” (Taisir Al-Karimirir Rahman )

Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para suami:

لاَ تَضْرِبُوا إِمَاءَ اللهِ
Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah.”

‘Umar ibnul Khaththab Rodhiyallahu ‘anhu datang mengadu, :

 “Wahai Rosulullah, para istri berbuat durhaka kepada suami-suami mereka.” Mendengar hal itu, Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk memukul istri bila berbuat durhaka. Selang beberapa waktu datanglah para wanita dalam jumlah yang banyak menemui istri-istri Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengadukan perbuatan suami mereka. Mendengar pengaduan tersebut, Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ أُولَئِكَ بِخِيَارِكُمْ
“Mereka itu bukanlah orang yang terbaik di antara kalian.”

Beliau juga pernah bersabda:

أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”

Banyak hak yang diberikan Islam kepada istri, seperti suami dituntut untuk bergaul dengan baik terhadap istrinya, ia berhak memperoleh nafkah, pengajaran, penjagaan dan perlindungan, yang ini semua tidak didapatkan oleh para istri di luar agama Islam.