DIDI KEMPOT DAN MERABA JIWA MANUSIA YANG BEGITU SAJA

Gus Ulil dalam pengajian Ihya-nya pernah bertutur begini, “Manusia itu struktur jiwanya dari dulu sampai sekarang tidak berubah banyak.” Kalimat ini sangat dalam sekali maknanya.

Dalam lanjutan penjelasannya Gus Ulil menuturkan, kendati ada perkembangan yang luar biasa itu keberadaannya di luar dari jiwa manusia. Ada revolusi industri 4.0, ada perkembangan teknologi, otomotif, internet dan banyak lagi. Itu kesemuanya tadi merupakan perkembangan yang ada pada luaran jiwa manusia.

Lalu apa makna dari “manusia itu struktur jiwanya dari dulu sampai sekarang tidak berubah banyak”? maknanya begini, kalau anda amati dari zaman manusia mengendarai keledai, unta sampai manusia mengendarai kendaraan bermesin seperti sekarang ini, masalah yang dihadapi jiwa manusia itukan begitu-begitu saja.

Itulah kenapa tulisan maupun nyanyian perihal jiwa manusia mengenai tema-tema spiritualitas, balas dendam, patah hati, cinta, dan penghianatan dari dulu sampai sekarang tetap eksis dan bahkan cenderung digemari oleh kebanyakan orang.

Penjelasan akan fenomena ini menurut Gus Ulil hanya ada satu jawabannya, yaitu ini mengindikasikan bahwa jiwa manusia tidak mengalami perkembangan signifikan dalam rentang waktu ratusan tahun dan bahkan ribuan tahun, itulah kenapa kitab Ihya yang ditulis ratusan tahun yang lalu kita kaji sekarang terasa seperti baru kemarin sore ditulis; dan bahkan ada bagian-bagian yang ditulis Al-Gazali kok seperti menjelaskan keadaan sekarang.

Sampai di sini penulis mulai meraba-raba jiwa, bahwa sebenarnya manusia sangat dekat sekali dengan jiwanya; dan bahkan penulis beranggapan bahwa manusia itu ya jiwa itu sendiri, atau manusia itu ya rohani itu sendiri.

Akhir-akhir ini mendadak Didi Kempot seperti lahir kembali. Didi Kempot mendadak ada di berbagai lini masa: di berita online, media sosial, televisi, youtube, bahkan aplikasi streaming musik macam Spotify membuat playlist khusus berjudul This is Didi Kempot.

Beberapa hari yang lalu Mas Didi Kempot juga datang ke Jakarta, beliau didatangkan untuk mengisi acara hari jadi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mas Didi mendendangkan senandung tentang patah hati serta kesedihan di hadapan manusia-manusia yang berlumur nestapa.

Diksi seperti ketaman asmoro, tresno sliramu, nelongso, cidro, mblenjani janji, nglarani, ngapusi, netes eluh dan aneka rupa diksi cinta sekaligus patah hati Mas Didi Kempot tak ubahnya suara-suara jiwa dan rohani manusia yang dilanda cinta maupun patah hati.

Jogedan dan teriakan gerombolan manusia saat Mas Didi mendendangkan khutbah cinta dan patah hatinya merupakan ejawantah bahwa “manusia itu struktur jiwanya dari dulu sampai sekarang tidak berubah banyak” dan manusia menggemari tema-tema cinta dan sakit hati sebagaimana yang diutarakan Gus Ulil. Jiwa mereka hanya berputar-putar saja pada cinta dan sakit hati. Dimensi ini sangat rohani sekali.

Akhirnya, baik Gus Ulil dan Mas Didi, keduanya merupakan sosok manusia rohani yang mampu meng-influencer para pendengarnya. Gus Ulil melalui Ngaji Ihya-nya, Mas Didi melalui dendangan khutbahnya tentang cinta dan patah hati. Keduanya tak ubahnya misionaris jiwa dan rohani yang mengajak para pendengarnya untuk selalu berpositif dalam hidup ini, dan jangan berlarut-larut dalam keterpurukan. Sekian.